Sunteți pe pagina 1din 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Periodontitis adalah inflamasi dan infeksi yang terjadi pada jaringan periodontal

dan tulang alveolar penyangga gigi. Periodontitis terjadi apabila inflamasi dan infeksi

yang terjadi pada gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat atau perawatan yang tertunda.

Infeksi dan inflamasi dari gingiva menyebar ke ligamen dan tulang alveolar yang

menyangga gigi. Hilangnya dukungan menyebabkan gigi dapat terlepas dari soketnya.

Periodontitis merupakan penyebab utama tanggalnya gigi pada orang dewasa. Penyakit

ini jarang sekali terjadi pada anak anak tetapi meningkat seiring bertambahnya usia

(Fotek, 2012).

Penyebab utama dari periodontitis adalah akumulasi plak pada permukaan gigi.

Peradangan pada mulanya hanya mengenai jaringan gingiva dan bila berkelanjutan akan

mengenai ligamen dan tulang alveolar penyangga gigi. Karena plak mengandung

bakteri, infeksi yang terjadi dapat menyerupai abses dan meningkatkan kerusakan

tulang (Fotek, 2012).

Menurut Newman dkk., (2012) periodontitis adalah peradangan pada jaringan

pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme tertentu atau kelompok

mikroorganisme tertentu, yang menghasilkan kerusakan ligamen periodontal dan tulang

alveolar dengan meningkatnya kedalaman poket periodontal. Tanda tanda klinis

terbentuknya poket periodontal seperti kemerahan, penebalan gingiva tepi, perdarahan

1
gingiva dan supurasi, kegoyahan gigi dan terbentuknya celah antar gigi, rasa sakit lokal

atau rasa sakit dalam tulang.

Dalam rongga mulut terdapat lebih dari 500 spesies bakteri yang berbeda.

Dalam suasana normal dan seimbang tidak terjadi efek patologis dari bakteri bakteri

tersebut. Hal tersebut berarti terjadi keharmonisan hubungan antara bakteri rongga

mulut dengan host, tetapi dalam kondisi tertentu seperti bertambahnya jumlah bakteri,

penekanan sistem immun dari host maka dapat timbul suatu penyakit. Aggregatibacter

actinomycetemcomitans dan Porphiromonas gingivalis merupakan bakteri utama

periodontitis. Selain itu Provotella intermedia dan Fusobacterium nucleatum juga

merupakan bakteri periodontopatogen yang lain (Taughels dkk., 2012).

Kuretase merupakan salah satu prosedur dalam terapi periodontitis. Kuretase

adalah pembersihan jaringan granulasi yang mengalami inflamasi kronis yang terbentuk

pada dinding lateral poket periodontal. Jaringan granulasi pada poket periodontal

mengandung jaringan dengan inflamasi kronis, partikel partikel kalkulus dan koloni

koloni bakteri. Kalkulus dan koloni bakteri akan memperparah penyakit periodontal dan

menghambat penyembuhan walaupun sudah dilakukan scaling dan root planing

(Newman dkk., 2012).

Aplikasi topikal antimikroba sering kali lebih efektif diberikan sebagai

tambahan setelah tindakan scaling dan root planing untuk perawatan penyakit

periodontal (Yellanky dkk., 2010). Menurut Jonhson and Perez (2000) agen

kemoterapis sebagai terapi tambahan pada kasus penyakit periodontal telah meningkat

pesat dalam 20 tahun terakhir. Studi klinis membuktikan bahwa tambahan terapi

antimikroba lebih efektif dan mempercepat penyembuhan dibanding hanya terapi

2
tunggal dengan kuretase. Antimikroba yang sering dipakai dalam perawatan penyakit

periodontal adalah tetrasiklin, minosiklin, doksisiklin, chlorheksidin dan metronidazol.

Metronidazol adalah zat aktif yang telah banyak digunakan dalam pengobatan

terhadap infeksi protozoa dan bakteri anaerob (Yellanky dkk., 2010). Metronidazol

sangat efektif untuk bakteri anareob subgingiva yang sangat berperan penting terhadap

terjadinya periodontitis seperti Agregatibacter actinomycetemcomitans dan

Porphiromonas gingivalis (Newman dkk., 2012). Aplikasi metronidazol setelah

tindakan scaling dan root planing akan menghasilkan perawatan yang lebih baik

secara klinis maupun mikrobiologis (Winkel dkk., 2007). Hasil penelitian yang lain

membuktikan efektifitas pemberian metronidazol gel 25 % sebagai terapi tambahan dan

dapat memberikan hasil yang baik setara dengan pembersihan secara mekanis (Ainamo

dkk., 2002). Menurut Sato dkk., (2008) metronidazol gel sangat efektif sebagai terapi

antimikroba lokal terhadap bakteri gram negatif penyebab periodontitis seperti

Porphiromonas gingivalis dan Agregatibacter actinomycetemcomitans. Metronidazol

sebagai antimikroba lokal masih poten sampai hari ke 7 dan setelah itu mengalami

penurunan daya kerjanya terhadap bakteri. Menurut Newman dkk., (2012) cara kerja

metronidazol adalah dengan merusak sintesis DNA bakteri sehingga bakteri akan mati.

Pemberian metronidazol pada periodontitis sama efektifnya dengan hanya tindakan

scaling dan root planing.

Asam hialuronat adalah komponen alami yang terdapat dalam beberapa jaringan

tubuh manusia seperti mata, persendian dan gingiva. Asam hialuronat berperan penting

sebagai anti inflamasi dan mempercepat penyembuhan luka. Pada penyakit periodontal,

asam hialuronat bekerja dengan memperlemah ikatan sel sel jaringan yang mengalami

inflamasi kronis sehingga mudah terlepas dan digantikan oleh regenerasi sel jaringan

3
sehat yang baru (Gupta, 2012). Menurut Mesa dkk., (2002), molekul molekul asam

hialuronat mengurangi proliferasi sel epithel seperti fibroblast dan limfosit yang

berperan aktif pada keadaan inflmasi kronis sehingga mempercepat regenerasi sel baru.

Asam hialuronat juga mempunyai efek antimikroba, terutama sangat efektif untuk

bakteri Agregatibacter actinomycetemcomitans, Provotela oris, Porphiromonas

gingivalis dan Staphilococus aureus (Pirnazar dkk., 2001). Asam hialuronat diberikan

sebagai antibiotik setelah scaling dan root planing. Sifat viskoelastik pada asam

hialuronat dapat menghambat penetrasi bakteri dan virus pada luka paska operasi. Asam

hialuronat sangat efektif membunuh kuman Agregatibacter actinomycetemcomitans,

Porphiromonas gingivalis dan Staphilococus aureus yang banyak ditemukan pada

kasus gingivitis dan periodontitis. Aplikasi asam hialuronat gel pada luka bekas operasi

terbukti secara klinis menghambat kontaminasi bakteri dan mencegah infeksi serta

mempercepat penyembuhan luka (Jyoti dkk., 2010). Menurut Kapoor dan Sachdeva

(2011) fungsi utama dari dari asam hialuronat adalah mempercepat penyembuhan luka,

mediator antiinflamasi, proliferasi dan migrasi sel, angiogenesis serta reepithelisasi

melalui proliferasi sel basal keratin. Dalam perawatan gingivitis dan periodontitis,

aplikasi topikal asam hialuronat juga sebagai antibakteri setelah tindakan scaling dan

root planing.

4
B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut timbul permasalahan apakah terdapat perbedaan

efektivitas antimikroba antara asam hialuronat 2 % dan metronidazol gel 25 % terhadap

bakteri anaerob sebagai terapi tambahan setelah kuretase pada periodontitis kronis?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan umum untuk mengetahui manfaat

penggunaan asam hialuronat dalam bidang kedokteran gigi. Tujuan khusus dari

penelitian untuk mengetahui perbedaan efektivitas antimikroba asam hialuronat 2 %

dan metronidazol gel 25 % terhadap bakteri anaerob sebagai terapi tambahan setelah

kuretase pada periodontitis kronis.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat :

1. Sebagai sumbangan pengetahuan dalam bidang Periodonsia tentang perbedaan

efektivitas antimikroba asam hialuronat 2 % dan metronidasol gel 25 % terhadap

bakteri anaerob pada periodontitis kronis setelah kuretase.

2. Memberikan informasi ilmiah mengenai alternatif perawatan setelah tindakan

kuretase selain metronidazol gel 25 % yang selama ini digunakan.

5
E. Keaslian Penelitian

Pinazar dkk., (2001) meneliti tentang Bacteriostatic effect of hyaluronic acid.

Stesel dan Flores (1996) pernah melakukan penelitian tentang Topical metronidazole

application compare with subgingival scaling. Sepengetahuan penulis penelitian tentang

perbedaan efektivitas antimikroba asam hialuronat 2 % dan metronidazol gel 25 %

terhadap bakteri anaerob sebagai terapi tambahan setelah kuretase pada periodontitis

kronis belum pernah dilakukan sebelumnya.

S-ar putea să vă placă și