Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Puskesmas Loji
I. Identitas Pasien
a. Nama : Ny A.S
b. Umur : 64 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pendidikan :-
e. Alamat : Dusun Waru RT 005/RW 008, Kecamatan Tegalwaru,
Karawang, Jawa Barat
1
l. Sistem pembuangan air limbah : Ada
m. Tempat pembuangan sampah : Tidak ada
n. Sanitasi lingkungan : Kurang
V. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah : Baik
b. Keyakinan terhadap kesehatan : Baik
1 2
3 4
Keterangan:
X. Keluhan Tambahan
Perut terasa sakit dan demam
Pemeriksaan umum
Kepala: Rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, ubun-ubun besar
normal.
Mata: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat dan isokor.
Telinga: Sekret tidak ada, membran timpani utuh.
Hidung : PCH (-), sekret -/-
Mulut : Sianosis perioral (-), caries (-), bibir kering, tonsil T1-T1
Leher : Bentuk normal, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kaku
kuduk tidak ada.
Toraks :
Paru-paru
Inspeksi : Tampak simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi: Suara napas vesikuler, ronki basah kasar -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak tampak benjolan dan tidak ada gambaran vena.
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar , nyeri tekan (+).
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran.
Auskultasi: Bising usus (+) meningkat.
3
Anus dan rektum : Tidak dilakukan.
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Kelenjar getah bening :Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Refleks : Reflek fisiologis dan patologis tidak tampak kelainan.
XVII. Prognosis
a. Penyakit: Bonam
b. Keluarga: Bonam
c. Masyarakat: Bonam
1. Fungsi Biologis
Sejak kecil pasien belum pernah sakit berat sampai dirawat di rumah sakit atau
puskesmas. Sesekali pasien pernah batuk pilek saat masih. Orang tua pasien tidak
4
berlangsung selama 32 tahun. Apabila ada permasalahan dalam keluarga diselesaikan
3. Fungsi Ekonomi
Sumber penghasilan keluarga berasal dari hasil kerja suami dan kadang
4. Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SD, suami pasien SLTP dan kedua anaknya
SLTP.
5. Fungsi Religius
Pasien adalah seorang muslim yang taat beragama, selalu menjalankan ibadah
sholat lima waktu dan sering sholat berjamaah di Masjid di dekat rumahnya. Pasien
dan keluarga aktif mengikuti kegiatan pendalaman agama dalam majelis talim di
lingkungan apabila ada kerja bakti. Rumah pasien yang berdekatan dengan masjid
secara tidak langsung meningkatkan keaktifan pasien dan keluarga mengikuti kegiatan
keagamaan di desanya.
Frekuensi makan rata rata setiap harinya 2x/hari dengan variasi makanan
sebagai berikut : nasi lunak, lauk (telur/tempe/tahu), sayur (bayam, sayur asem, dan
sayuran lainnya). Pasien jarang diberi makan daging ayam maupun daging merah (2
5
XX. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluarga
1. Faktor Perilaku
Suami pasien mengaku bahwa pasien sering tidur larut malam , sering
kelelahan karena kurang tidur, sebelum makan sering tidak mencuci tangan dengan air
tanpa sabun dan sehari-hari bekerja sebagai Ibu rumah tangga. Pasien juga mengaku
dikarenakan penyusunan barang yang tidak teratur, Pasien jarang mencuci seprei,
karpet dan jarang menjemur kasur, sehingga meningkatkan risiko untuk terkena
penyakit. Bila ada anggota keluarga yang sakit yang pertama dilakukan adalah pergi
pendanaan kesehatan berupa jamkesmas yang di miliki oleh pasien, pasien tidak ikut
serta dalam program kesehatan di lingkungan rumah, pemanfaatan waktu luang tidak
dan praktek dokter terdekat. Hal ini cukup berpengaruh terhadap kemudahan
mendapatkan pelayanan kesehatan jika ada anggota keluarga yang sakit. Jarak rumah
ke Puskesmas Loji kurang lebih 3 km. Tidak ada keterbatasan sarana untuk pergi
Kamar tidur terasa lembab dikarenakan hanya memiliki 1 jendela yang jarang
di buka dan di bersihkan, barang-barang dalam kamar terlihat tidak tertata dengan baik
dan kotor. Keadaan dapur yang kotor berlantaikan tanah dan terdapat tumpukan kayu-
kayu serta kandang ayam. Keadaan kamar mandi dan tempat mencuci alat-alat makan
yang kurang bersih, dikarenakan tumpukan sisa makanan yang tidak langsung dibuang
6
ke tempat sampah. Jarak sumber air bersih dengan septic tank yang kurang dari 10
meter.
3 m2, bentuk bangunan 1 lantai. Penderita tinggal bersama 4 anggota keluarga lainnya.
Secara umum gambaran rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1 dapur, 1 kamar mandi beserta
Lantai rumah dari semen, dinding dari tembok kecuali dapur yang menggunakan
dinding kayu, atap dari genteng. Ventilasi dan penerangan disetiap ruangan kurang,
Terdapat jendela hanya pada ruang tamu dan kamar tidur dengan ukuran sebanyak masing
1 buah untuk kamar tidur dan 2 buah untuk ruang tamu. Perbandingan luas lantai dengan
Kebersihan dalam rumah dan luar rumah kurang baik, dan tata letak barang tidak
rapi. Listrik 450 watt, sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari dari sumur galian,
dan juga untuk air minum didapat dari air sumur galian yang dimasak. Fasilitas MCK
dengan jamban model leher angsa, bak mandi dikuras 1 minggu sekali. Jarak antara septic
Kebersihan dapur kurang baik dengan keadaan lantai dari tanah dan penempatan
tumpukan kayu serta kandang ayam di dalam dapur, pembuangan air limbah ke selokan
dan aliran lancar. Di dalam rumah tidak terdapat tempat sampah yang tertutup. Jalan di
depan rumah terbuat dari tanah. Kebersihan lingkungan pemukiman kurang baik.
XXII. Resume
7
Seorang ibu berusia 64 tahun dengan keluhan utama dengan keluhan BAB cair
lebih dari empat kali sehari sejak tiga hari yang lalu. Diare sebanyak 6x/hari
jumlahnya banyak, diare cair berwarna kuning, ada lendir dan darah. Os mengaku
setiap kali buang air besar, jumlahnya tidak banyak. Os mengatakan perutnya terasa
sakit bila ingin BAB. Dua hari sebelumnya os demam. Demam tidak disertai kejang,
demam menetap sepanjang hari, tidak ada bintik-bintik merah pada lengan maupun
bagian tubuh yang lain, tidak ada mimisan. Selain itu, Os mengaku tidak mencuci
tangan sebelum makan dan saat makan tidak menggunakan sendok (menggunakan
tangan). Pemeriksaan fisik: didapatkan bising usus meningkat, nyeri tekan
epigastrium, tanpa tanda- tanda dehidrasi. Dari hasil kunjungan rumah pasien
tergolong rumah yang tidak sehat karena tidak didapatkan jamban keluarga dan
sumber air yang digunakan adalah air sumur yang jarak dengan jambannya kurang
dari 10 m. Pencahayaan dan ventilasi didalam rumah masih kurang dan tempat
pembuangan sampah berjarak 1 meter dari sumber air sumur.
8
Lampiran
9
10
11
Diare Akut Disebabkan Bakteri
PENDAHULUAN
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. 1,2
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare
yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus,
Bakteri,dan Parasit.3
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak
saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih
sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak
dalam waktu yang singkat.4,5
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang
kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,
12
Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab
terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella
spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-
01, dan Salmonella paratyphi A.7
EPIDEMIOLOGI
Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di
Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan
pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di
Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat
pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta
episode diare pada orang dewasa per tahun. 10 Dari laporan surveilan terpadu
tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit
didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan.
Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,
Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat
umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga
disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli (EIEC).11
PATOFISIOLOGI1,3,9,10
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi
diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri
dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang
disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti
13
mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala
dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis
ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit
polimorfonuklear.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi
menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare
osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan
osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare.
Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat
garam magnesium.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
14
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan
mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri
dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus.
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur
polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel
epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization
factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti
Enterotoxic E. Coli (ETEC).
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat
pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel
usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel
epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi
inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya
mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman
Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses
patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa
lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.
Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh
Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan
15
sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat
menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC
serta V. Parahemolyticus.
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT)
yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin
kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang
aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga
terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi
klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama
dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP
selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili,
membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.
Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan refleks
neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen
kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1
VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT,
neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan
obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat antisekretorik pada
enterosit.
DIAGNOSIS
16
Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan
pemeriksaan yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan
riwayat penyakit, latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat
terutama antibiotik, riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.1,3,13 Pendekatan umum Diare akut infeksi bakteri baik diagnosis dan
terapeutik terlihat pada gambar 1.
Manifestasi Klinis8,14,15
17
pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan
gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari
pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung
leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi
maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa
sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen
(Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses
bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya. 3
18
terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi
dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial,
sensitifitas 83 93 % dan spesifisitas 61 100 % terhadap pasien dengan
Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan
kotoran. Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau
menderita diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit
feses atau latoferin positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang
nyata harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7. 1
a. Infeksi non-invasif.
Stafilococcus aureus
Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang
mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat
cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.
Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik
dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.
19
Bacillus cereus
B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk spora.
Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan
gejala muntah lebih dominan.
Clostridium perfringens
C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk
spora. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari
enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri. Gejala berlangsung setelah 8 24
jam setelah asupan produk-produk daging yang terkontaminasi, diare cair dan
nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah. Demam jarang
terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam.
Vibrio cholerae
V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan
menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi
setelah 3 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat
mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP,
sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan
air yang terkontaminasi.
20
Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat
menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit
dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi.
Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera
digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang
signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat
ditemukan V.cholerae.
Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang agresif.
Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah
memerlukan cairan intravena.
21
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E coli, lekosit
feses jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan
EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk
EHEC tipe O157.
2. Infeksi Invasif
Shigella
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air.
Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons
inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri.
22
penyebaran bakteri. Trimetoprim, sulfametoksazole atau fluoroquinolon dua kali
sehari selama 3 hari merupakan antibiotik yang dianjurkan.
Salmonella nontyphoid
Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di
Amerika Serikat. Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan
penyebab. Awal penyakit dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti
dengan mual, muntah, dan kejang abdomen. Occult blood jarang terjadi.
Lamanya berlangsung biasanya kurang dari 7 hari.
Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih se.
Kultur darah positip pada 5 10 % pasien kasus dan sering ditemukan pada
pasien terinfeksi HIV.
Salmonella typhi
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam
tiphoid. Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang,
splenomegali, delirium, nyeri abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya.
Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan memberikan gejala primer
yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Sumber organisme ini
biasanya adalah makanan terkontaminasi.
23
Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari.
Minggu pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan
perbedaan peningkatan temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan
defekasi normal. Pada minggu kedua terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada
minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan peningkatan toksemia,
keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebirubiruan dan
berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan
klinis.
Campylobakter
Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus,
sering ditemukan pada pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit
toksin dan invasi pada mukosa.
24
adalah demam, mual, muntah dan malaise. Masa berlangsungnya penyakit ini 7
hari.
Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah merah. Kultur feses
dapat ditemukan adanya Kampilobakter. Kampilobakter sensitif terhadap
eritromisin dan quinolon, namun pemakaian antibiotik masih kontroversi.
Antibiotik diindikasikan untuk pasien yang berat atau pasien yang nyata-nyata
terkena sindroma disentri. Jika terapi antibiotik diberikan, eritromisin 500 mg 2
kali sehari secara oral selama 5 hari cukup efektif. Seperti penyakit diare lainnya,
penggantian cairan dan elektrolit merupakan terapi utama.
Vibrio non-kolera
Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya
gastroenteritis. V parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah
dihubungkan dengan konsumsi kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir
kurang 5 hari. Diagnosa ditegakkan dengan membuat kultur feses yang
memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit dan cairan. Antibiotik
tidak memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun pasien dengan diare
parah atau diare lama, direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.
Yersinia
Spesies Yersinia adalah kokobasil, gram-negatif. Diklasifikasikan sesuai
dengan antigen somatik (O) dan flagellar (H). Organisme tersebut menginvasi
epitel usus. Yersinia menghasilkan enterotoksin labil. Terminal ileum merupakan
daerah yang paling sering terlibat, walaupun kolon dapat juga terinvasi.
Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri abdomen, yang
dapat diikuti dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau eritema
multiforme). Feses berdarah dan demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis,
mual, muntah dan ulserasi pada mulut. Diagnosis ditegakkan dari kultur feses.
Penyakit biasanya sembuh sendiri berakhir dalam 1-3 minggu. Terapi dengan
hidrasi adekuat. Antibiotik tidak diperlukan, namun dapat dipertimbangkan pada
penyakit yang parah atau bekterimia. Kombinasi Aminoglikosid dan Kuinolon
nampaknya dapat menjadi terapi empirik pada sepsis.
25
Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)
EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi
akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari
setelah asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan
penyebab utama diare infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat dihubungkan dengan
perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS). Centers for Disease Control
(CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai penyebab diare
berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan toksin shiga,
yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan
kerusakan ginjal.
Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga 10-12
kali perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah.
Nyeri abdomen berat dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3
pasien. Pemeriksaan abdomen didapati distensi abdomen dan nyeri tekan pada
kuadran kanan bawah. Demam terjadi pada 1/3 pasien. Hingga 1/3 pasien
memerlukan perawatan di rumah sakit. Lekositosis sering terjadi. Urinalisa
menunjukkan hematuria atau proteinuria atau timbulnya lekosit. Adanya tanda
anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%), trombositopenia (<150 x
109/L), dan insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah diagnosa HUS.
HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena
diare. Faktor resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun)
dan penggunaan anti diare.Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko.
Hampir 60% pasien dengan HUS akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan
berkembang ke penyakit ginjal tahap akhir dan 30% akan mengalami gejala sisa
proteinuria. Trombosit trombositopenik purpura dapat terjadi tetapi lebih jarang
dari pada HUS.
26
Fosfomisin dapat memperbaiki gejala klinis, namun, studi lanjutan masih
diperlukan.
Aeromonas
Spesies Aeromonas adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Aeromonas
menghasilkan beberapa toksin, termasuk hemosilin, enterotoksin, dan sitotoksin.
Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses berdarah.
Penyakit sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan kotoran.
Plesiomonas
Plesiomanas shigelloides adalah gram negatif, anaerobik fakultatif.
Kebanyakan kasus berhubungan dengan asupan kerang mentah atau air tanpa
olah dan perjalanan ke daerah tropik, Gejala paling sering adalah nyeri
abdomen, demam, muntah dan diare berdarah. Penyakit sembuh sendiri kurang
dari 14 hari. Diagnosa ditegakkan dari kultur feses.
PENATALAKSANAAN
27
glukosa per liter air.2,4 Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-
paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan
secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan
menambahkan sendok teh garam, sendok teh baking soda, dan 2 4
sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan
untuk mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak
mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. 3 Jika terapi intra vena
diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer
harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah.
Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda
vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian
harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai
cara : dikutip dari 8 BD plasma, dengan memakai rumus :
0,001
- rasa haus/muntah 1
28
- Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2 - Frekwensi nafas > 30
x/menit 1
- Facies cholerica 2 - Vox cholerica
2
- Turgor kulit menurun 1 - Washers womans hand
1 - Ekstremitas dingin
1
- Sianosis 2
15
- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka
kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.
- Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat badan
saat itu.
- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan
mental seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau
sekitar 3,5 7 liter pada orang dewasa dengan berat badan 50 Kg.
Cara II :
Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada
fase akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.
Cara III :
29
Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW 1 = Volume air badan normal, biasanya
60% dari berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na 2 = Kadar natrium
plasma sekarang ; BW2 = volume air badan sekarang
B Anti biotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada: Pasien dengan gejala dan tanda diare
infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi
dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare
infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian
antibiotik secara empiris dapat dilakukan (tabel 2), tetapi terapi antibiotik
spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman. 1,5,9,16
dikutip dari 1
Tabel 2. Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri
30
C Obat anti diare
Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x
sehari, loperamid 2 4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi
cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi
diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan. 10
Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius
atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak
langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya
(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan
cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses
tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya
31
adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk
kapsul atau tablet.9
Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran
cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan
reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan
mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang
adekuat.3,7,19
KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera
kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang
cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia
dan asidosis metabolik.1,8
32
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.1
PROGNOSIS
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya
sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut
usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.1
PENCEGAHAN1,3,13,16
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya
dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering
mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah
makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan
hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus
diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan
makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan
diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak
dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa
menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus
diperingatkan untuk tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang
bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia
atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-
buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya
produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC
terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang
dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
33
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang
tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini
tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral
kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid
parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping.
Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1
dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah
tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan
memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
KESIMPULAN
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara
berkembang maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga
hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan
gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial
secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai
dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan
cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi
bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene
dan sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi
bakteri.
KEPUSTAKAAN
1 Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,
et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York:
Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
2 Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management
of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.
3 Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,
editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2 nd edition. New
York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.
4 Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia.
Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf
34
5 Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the
Management of acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and
Hepatology 2002;17: S54-S71.
6 Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004;
53:296-305.
7 Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial Resistance of Bacterial
Pathogens Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg
2003; 68(6): 666-10.
8 Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM,
Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
Edisi ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI ;1996. 451-57.
35
16 Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella &
Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current
Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books,
2003. 584 - 66.
17 Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW. Pharmacotherapy
Handbook. 5th ed. New York: McGraw-Hill, 2003. 371-79.
18 Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M,
Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap
GastroenterologiHepatologi Update 2003. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 2003. 67-79.
19 Isaulauri E. Probiotics for Infectious Diarrhoea. Gut 2003; 52: 436-7.
36