Sunteți pe pagina 1din 6

Sistem Waris Parental atau Bilateral

POSTED BY MUJIB ZA POSTED ON 6:34 PM WITH NO COMMENTS

A. Hukum Waris Adat parental atau Bilateral


Prinsip-prinsiphukum adat waris yang dikenal di dalam dua kelompok masyarakatyang
mempunyai sistem kekeluargaan yang satu sama lain berbeda.Di satu pihak sistem kekeluargaan
dengan menarik garis keturunanpihak ayah atau dikenal dengan sebutan sistem patrilineal dan di
lainpihak sistem kekeluargaan dengan menarik garis keturunan pihak ibuatau matrilineal. Di
bawah ini selanjutnya akan dipaparkan sistemhukum adat waris yang terdapat dalam masyarakat
yang menganutsistem kekeluargan dengan menarik garis keturunan dari kedua belahpihak orang
tua, yaitu baik dari garis bapak maupun dari garis ibuyang dikenal dengan sebutan sistem
parental atau bilateral. Sistemparental ini di Indonesia dianut di banyak daerah, seperti:
Jawa,Madura, Sumatera Timur, Riau, Aceh, Sumatera Selatan, seluruhKalimantan, seluruh
Sulawesi, Ternate, dan Lombok.Berbeda dengan dua sistem kekeluargaan sebelumnya
yaitusistem patrilineal dan sistem matrilineal, sistem kekeluargaan parentalatau bilateral ini
memiliki ciri khas tersendiri pula, yaitu bahwa yangmerupakan ahli waris adalah anak laki-laki
maupun anak perempuan.Mereka mempunyai hak yang sama atas harta peninggalan orangtuanya
sehingga dalam proses pengalihan sejumlah hartakekayaan dari pewaris kepada ahli waris, anak
laki-laki dan anak perempuan mempunyai hak untuk diperlakukan sama. Tiga bentuk sistem
kekeluargaan yang sangat menonjol senantiasa merupakancontoh pembahasan. Hal tersebut
mungkin didasarkan padapertimbangan, bahwa di antara ketiga sistem kekeluargaan
ituperbedaannya sangat prinsipil karena seolah-olah sistem patrilinealmerupakan kebalikan dari
sistem matrilineal. Kemudian kedua sistemtersebut dirangkum oleh satu sistem yang mengambil
unsur dari keduasistem tersebut, yaitu sistem parental atau bilateral. Dari sekian banyak daerah
yang menganut sistem parental di Indonesia ini, satu diantaranya akan dijadikan bahan paparan
di bawah ini, yaitu sistemparental di Jawa khususnya di Jawa Barat.
B. Harta warisan menurut hukum adat waris parental
Harta warisan, yaitu sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkanoleh seseorang yang
meninggal dunia yang terdiri atas:
a. Harta asal
Harta asal adalah kekayaan yang dimiliki oleh seseorang yangdiperoleh sebelum maupun
selama perkawinan dengan cara pewarisan,hibah, hadiah, turun-temurun.
b. Harta bersama
Harta bersama, ataugono-gini
C. Ahli waris dalam hukum adat waris parental
a. Sedarah dan Tidak Sedarah
Ahli waris adalah ahli waris sedarah dan yang tidak sedarah.Ahli waris yangsedarah terdiri
atas anak kandung, orang tua,saudara, dan cucu. Ahli waris yang tidak sedarah, yaitu anak
angkat, janda/duda. Di daerah Cianjur, seorang anak angkat adalah ahli waris,apabila
pengangkatannya disahkan oleh pengadilan negeri.
Jenjang atau urutan ahli waris adalah: Pertama, anak/anak.Kedua, orang tua apabila tidak ada
anak, dan Ketiga, saudara/saudara kalau tidak ada orang tua.
b. Kepunahan atau nunggul pinang
Ada kemungkinan seorang pewaris tidak mempunyai ahliwaris(punah)atau lazim
disebutnunggul pinang. Menurut ketentuanyang berlaku di daerah Kabupaten Bandung, Banjar,
Ciamis, Kawali,Cikoneng, Karawang Wetan, Indramayu, Pandeglang, apabila terjadinunggul
pinang, barang atau harta peninggalan akan diserahkankepada desa. Selanjutnya desalah yang
akan menentukan pemanfaatanatau pembagian harta kekayaan tersebut. Di Pandeglang kalau
pewarismati punah, harta warisan jatuh kepada desa atau mungkin juga padabaitulmaal,masjid
atau wakaf. Di daerah Kabupaten Cianjur,kekayaan seorang yang meninggal tanpa ahli waris,
selain diserahkankepada desa, mungkin diserahkan kepadabaitulmaalatau kepadaorang tidak
mampu.Di Kecamatan Kawali, selain diserahkan ke desadapat juga diserahkan kepada yayasan
sosial. Pengadilan Negeri Indramayu yang dikukuhkan oleh PengadilanTinggi Jawa barat di
Bandung, memutuskan:Apabila seseorang tidak mempunyai anak kandung, makakeponakan-
keponakannya berhak mewarisi harta peninggalannya yangmerupakan barang asal atau barang
yang diperolehnya sebagai warisanorang tuanya. (PN. Indramayu tanggal 28 Agustus
1969,No.36/1969/Pdt., PT. Jabar di Bandung tanggal 23 Januari 1971,Nomor 507/
1969/Perd/PTB.

D. Anak angkat dan Perkawinan poligami dalam hukumadat parental

a. Anak angkat

Pengadilan Negeri Indramayu dan Pengadilan Tinggi JawaBarat di Bandung pernah


memutuskan, bahwa:"Anak angkat berhak mewarisi harta peninggalan orang tuaangkatnya, yang
bukan barang asal atau barang warisan".(PN.Indramayu tanggal 8 September 1969, No.
24/1969/Perd., P.T.Bandung tanggal 14 Mei 1970, Nomor 511/l969/Perd).
b. Ahli waris dalam perkawinan poligami
Dalam hal si pewaris beberapa kali kawin dan meninggalkananak sah dari tiap perkawinan
itu, maka harta peninggalan bersama yang dikuasai oleh janda yang masih hidup terakhir tidak
dibagikankepada semua anak dari tiap isteri (sehingga hanyalah anak yang sahdaripada janda
yang bersangkutan, yang menjadi ahli waris harta bersama).(PN Indramayu tanggal 15
September 1969 Nomor 23/1969/Pdt., PTBandung tanggal 29 Januari 1971, No.
218/1969/Perd/PTB).
c. Kehilangan hak mewaris
Ada kemungkinan terjadi, seorang pewaris mempunyai ahliwaris, tetapi ada di antara ahli
waris atau seluruh ahli waris tersebutkehilangan hak untuk mewarisi harta peninggalan pewaris.
Dalam halkehilangan hak mewaris ini, bagi mereka yang beragama Islam,nampak pengaruh
ajaran Islam sangat menonjol.Seorang ahli waris akan kehilangan hak mewaris karena alasan:
a)Ahli waris atau para ahli waris membunuh pewaris (Banjar,Ciamis, Cikoneng, Leuwiliang,
Cileungsi, Cianjur); atau
b)Ahli waris atau para ahli waris berpindah agama (Cisarua,Leuwiliang, Cileungsi, Banjar,
Ciamis, Cikoneng, Cianjur).
Di Cikoneng, selain karena alasanmembunuhpewaris ataupindah agama(murtad),seorang ahli
waris dapat kehilangan hakmewaris karena alasanpegat waris. Di daerah Cianjur, seorang
ahliwaris tidak akan kehilangan hak mewaris karena alasan tidak menurut(bandel), atau karena
melakukan perkawinan tanpa restu pewaris(teudoa).
Perlu diperhatikan perbedaan antara kepunahan(nunggul pinang)dengan kehilangan hak
mewaris. Dalam kehilangan hak mewaris, pewaris mempunyai ahli waris. Hanya karena alasan
tertentuahli waris tidak berhak menerima harta peninggalan pewaris. Tetapikemungkinanterdapat
persamaan akibatantara nunggul pinangdengan kehilangan hak mewaris. Apabila ahli waris
tunggal atau paraahli waris dan mereka ini secara keseluruhan kehilangan hak mewaris,maka
harta peninggalan akan tetap tidak dibagi. dalam kasusseperti ini, harta peninggalan tersebut
dapat diserahkan kepadalembaga atau badan-badan seperti: Desa, Baitulmaal, Yayasan
Sosial,dan sebagainya
d. Penggantian tempat ahli waris
Dengan kekecualian pada daerah Cikoneng KecamatanKertasemaya (Indramayu), lembaga
(pranata) penggantian tempatdikenal hampir di semua daerah penelitian. Penggantian tempat
terjadi,apabila seorang ahli waris meninggal terlebih dahulu dari si pewaris.
Seorang anak yang meninggal terlebih dahulu dari orangtuanya, maka hak anak tersebut
sebagai ahli waris dapat digantikanoleh anaknya (cucu pewaris); (Leuwiliang, Cileungsi, Banjar,
Ciamis,Kawali, Cianjur, Bandung, Pandeglang, Karawang, Indramayu, danBekasi). Dapat pula
digantikan olehsaudara pewaris(Ciamis,Cianjur, Banjar, Cisarua, Kawali). Di Karanganyar
(KecamatanIndramayu) cucu pewaris dari anak perempuan tidak bisamenggantikan tempat
ibunya.
Lembaga (pranata) penggantian tempat semacam ini,tidak dikenal di daerah Kecamatan
Cikoneng. Di daerah CianjurBandung, Kecamatan Karawang, Pandeglang, Tulungagung,
KliwedKecamatan Kertasemaya-Indramayu, ada kemungkinan seorang anak (sebagai cucu
pewaris) tidak menggantikan tempat orang tua(Bapak/Ibu mereka) sebagai ahli waris pengganti.
Tetapi seorang cucu menerima bagian berdasarkan rasa kasih sayang dari para ahli warisyang
ada(saasihna).
Penggantian tempat selalu dikaitkan dengan ahli warisyang meninggal terlebih dahulu dari
pewaris. Apakah penggantiantempat ini dapat juga terjadi apabila seorang ahli waris karena satu
danlain hal kehilangan hak mewaris, sehingga kedudukannya sebagai ahliwaris dapat digantikan
oleh anaknya (cucu pewaris).
e. Penetapan Ahli Waris
Ada beberapa yurisprudensi mengenai masalah penetapanahli waris. Putusan-putusan
Mahkamah Agung, Pengadilan TinggiJawa Barat di Bandung, Pengadilan Negeri Indramayu,
PengadilanNegeri Purwakarta, dan Pengadilan Negeri Pandeglang, padaprinsipnya menyatakan,
bahwa suatu gugatan penetapan ahli warisdapat dikabulkan apabila tergugat mengakui atau tidak
membantahatau tidak menyangkal penggugat sebagai ahli waris.[1]
E. Rintisan Hukum Positif mengenai Sistem Waris Parental
Pada dasarnya masyarakat indonesia berada dalam kebhinekaan dalam arti yang sangat luas.
Hal ini menyangkut agama, bentuk masyarakat: juga menyangkut hukum yang hidup dan
bertumbuh didalamnya, teristimewa hukum waris. Upaya dan langkah-langkah penting ini telah
dilakukan oleh bangsa indonesia melalui ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(TAP MPRS). Dalam hal ini Prof. Mr. Dr. Hazairin, SH, menegaskan: mengapa hukum
kewarisan Nasional itu meski parental ? jawabnya ialah oleh karena kita terikat kepada ketetapan
MPRS tanggal 3 Desember 1960 No. II itu. Dimana disebutkan 402 huruf c sub 4 alinea a :
sebagai warisan untuk anak-anak dan janda. Apabila si peninggal warisan meninggalkan anak-
anak dan janda. Terang bahwa si mati adalah seorang laki-laki. Dalam sistem matrilineal laki-laki
tidak diwarisi oleh anaknya. Dalam sistem Patrilineal laki-laki hanya diwarisi olehnya yang laki-
laki, tidak mungkin ooleh anaknya perempuan, walau anak perempuan itu tidak kawin jujur.
Dalam perumusan alinea a itu juga disebut janda sebagai ahli waris mendiang suaminya.
Rakyat islam sudah lama mengenal dari hukum agamanya hak saling mewaris diantara suami
istri, walaupun hak tersebut tidak tegas dikenal dalam hukum adat. Hukum adat hanya mengenal
bagian janda, bagian janda itu sebesar bagian anak tetapi yang dibagi bukan harta peninggalan si
mati saja,tetapi seluruh harta (harta bawaan si suami, si istri, dan harta bersama antara suami dan
istri dirangkum menjadi satu). Begitupun juga sebaliknya.
Sistem parental yang ideal menghendaki supaya si mati diwarisi oleh anak-anaknya dan
jandanya atau dudanya. Perumusan alinea a itu tidak menentukan bagian-bagian untuk anak dan
untuk janda (duda). Rumusan terbuka sangat baik, sebab memberi peluang bagi kesadaran
keadilan yang berbeda di antara sistem Islam dan sistem yang berlandaskan hukum adat.
Ketetapan MPRS pasal 12 b lebih luas lagi menyatakan bahwa: hukum kewarisan di seluruh
Indonesia mestilah parental, maka sistem keutamaan dan sistem penggantian mestilah pula
menurut sistem parental. Dalam pelaksanaannya prinsip mengenai keutamaan dan penggantian
itu dalat mengandung beberapa variasi tentang garis-garis hukumnya, hal mana tidak dapat
diletakan dalam hukum kewarisan parental secara Quran. Mengenai keutamaan, diluar hukum
Quran, adalah berdasarkan hukum adat di Indonesia sebagai berikut:
1. Kelompok keutamaan pertama terdiri keturunan.
2. Kelompok keutamaan kedua terdiri orang tua.
3. Kelompok keutamaan ketiga terdiri dari saudara dan keturunan saudara.
4. Kelompok keutamaan keempat terdiri dari orang tua dari orang tua.
5. Kelompok keutamaan kelima terdiri dari saudara orang tua dan keturunan dari saudara orang tua.
6. Kelompok keutamaan keenam terdiri dari orang tua dari orang tua dari orang tua.
7. Kelompok keutamaan ketujuh terdiri dari saudara orang tua dari orang tua dan keturunan dari
saudara orang tua dari orang tua.
Berdasarkan hukum adat maupun menurut dasar hukum tertulis pada prinsipnya menganut
pembagian sama rata antara laki-laki dengan perempuan. Sedangkan yang dimaksud dengan
menurut dasar hukum tertulis adalah berdasarkan kitab undang-undang hukum perdata (BW),
sebagaimana diuraikan dalam bab II tentan buku ini.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara tersebut diikuti dengan langkah-
langkah nyata untuk mewujudkan Hukum positif yang lebih memadai. Dalam hal ini dapat
dipahami didalam KEPUTUSAN BADAN PERENCANAAN LEMBAGA PEMBINAAN
HUKUM NASIONAL TANGGAL 28 MEI 1962 MENGENAI HUKUM KEKELUARGAAN
Pasal 12 dan 13.
Adanya TAP MPRS dan keputusan tadi memberi indikasi adanya sistem hukum yang seragam
dalam suatu kodifikasi tersendiri dengan tetap memungkinkan adanya variasi didalamnya.
Hukum kewarisan adalah sebagian dari hukum kekeluargaan. Mengenai hukum kekeluargaan
ini Lembaga menetapkan dalam pasal 12 a bahwa diseluruh indonesia hanya berlaku satu sistem
kekeluargaan, yaitu sistem parental, yang diatur dengan undang-undang dengan menyesuaikan
sistem lain yang terdapat dalam hukum adat kepada sistem parental.
Dalam upaya mewujudkan unifikasi dan kodifikasi hukum di bidang kewarisan masih
dimungkinkan adanya variasi bagi orang Islam dalam sistem kewarisan parental individual. Akan
variasi tersebut tidak dialami bagi orang-orang yang tidak beragama Islam.[2]
[1]EmanSuparman,IntisariHukumWaris Indonesia, Bandung, Amirco 1985. Hal 68-74
[2] Sudarsono, Op, Cit, h. 211-217

S-ar putea să vă placă și