Sunteți pe pagina 1din 40

KABA

R
PERA
WAT
Beranda
Kep Medikal Bedah
Kep Komunitas
Kep Maternitas
Kep Anak
Kosep Keperawatan
Pendidikan Perawat
Wednesday, 9 July 2014
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN ASMA
BRONCHIAL
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar

2.1.1 Pengertian
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang

melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan


makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas

kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih


kembali dengan atau tanpa pengobatan. (Cris Sinclair, 1990 :

94)
Bronkus adalah cabang tenggorokan yang merupakan

lanjutan dari trakea, yang berjumlah 2 buah dan terdapat


pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. (Syaifuddin,

1997 : 88)
Asma Bronchial adalah suatu gangguan pada saluran bronchial
dengan ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran

nafas). Asma merupakan penyakit kompleks yang diakibatkan oleh


faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi. (Irman

Somantri, 2008 : 43)

Asma Bronchial merupakan suatu keadaan gangguan /

kerusakan bronkus yang ditandai dengan spasme bronkus


yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama pada jalan

nafas). (Joyce M. Black, 1996 : 504).

Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas yaitu Asma


Bronchial adalah gangguan atau kerusakan pada saluran

bronkus yang merupakan inflamasi kronis saluran nafas


dengan ciri bronkospasme periodik yang reversible (dapat

kembali), adanya wheezing, sesak nafas dan batuk dengan


atau tanpa adanya sekret.

2.1.2 Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan
pasti, suatu hal yang menonjol pada semua penderita asma

adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita


asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun

non imunologi. Karena sifat inilah maka serangan asma


mudah terjadi akibat berbagai rangsangan baik fisis,

metabolik, kimia, alergen, infeksi.


Rangsangan atau pencetus yang sering menimbulkan

asma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan.


Faktor-faktor tersebut adalah:

2.1.2.1 Alergen utama debu rumah, spora jamur dan tepung sari
rerumputan. Karena tubuh sangat responsive terhadap

allergen ini sehingga terjadi pembengkakkan pada membran


yang melapisi bronkus yang menyebabkan sesak nafas.

Sama halnya dengan iritan seperti asap, bau-bauan, polutan


yang mengiritasi membran bronkus sehingga terjadi produksi

sekret yang berlebih oleh reaksi imunitas yang memfagosit


bakteri-bakteri atau virus yang masuk kedalam saluran

pernafasan (Cris Sinclair, 1990 : 94)


2.1.2.2 Perubahan cuaca yang ekstrim seperti udara yang dingin,
emosi dan olahraga yang berlebihan memicu terlepasnya

histamine dan leukotrien sehingga terjadi kontraksi otot polos


yang menyebabkan penyempitan saluran udara

(www.medlinux.blogspot.com).
2.1.2.3 Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan

sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan


dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja

dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu


lintas karena bulu binatang, serat kain, serbuk dan debu

jalanan merupakan faktor pencetus serangan asma


(www.medlinux.blogspot.com).

2.1.3 Patofisiologi
Asma merupakan obstruksi jalan nafas difus reversible,

obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini
:

2.1.3.1 Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki yang


menyempitkan jalan nafas.

2.1.3.2 Pembengkakkan membran yang melapisi bronki.


2.1.3.3 Pengisian bronki dengan mokus yang kental.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon


imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibody yang

dihasilkan kemudian menyerang sel-sel mast seperti


histamine, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari

substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini


dalam jaringan paru mempengaruhi otot mengakibatkan

hipoksemia membutuhkan pemberian oksigen dan


pemantauan gas darah arteri. Cairan diberikan karena

individu dengan asma mengalami dehidrasi akibat diaforesis.


Manifestasi Klinis

2.1.4.1 TRIAS gejala asma terdiri atas :


2.1.4.1.1 Dispnea (sesak nafas), terjadi karena pelepasan

histamine dan leukotrien yang menyebabkan kontraksi otot


polos sehingga saluran nafas menjadi sempit.

2.1.4.1.2 Batuk, adalah reaksi tubuh untuk mengeluarkan hasil dari


inflamasi atau benda asing yang masuk ke saluran nafas.
2.1.4.1.3 Mengi (bengek), suara nafas tambahan yang terjadi
akibat penyempitan bronkus.

2.1.4.2 Gambaran klinis pasien yang menderita asma :


2.1.4.2.1 Gambaran objektif.

2.1.4.2.1.1 Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai


wheezing.

2.1.4.2.1.2 Dapat disertai dengan sputum kental dan sulit


dikeluarkan.

2.1.4.2.1.3 Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas


tambahan.

2.1.4.2.1.4 Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus.

2.1.4.2.1.5 Fase ekspirasi memanjang dengan disertai wheezing (di


afek dan hilus)

2.1.4.2.2 Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar


bernafas, sesak dan anoreksia.

2.1.4.2.3 Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah


tersinggung dan kurang pengetahuan pasien terhadap situasi

penyakitnya.
2.1.5 Pemeriksaan penunjang.
2.1.5.1 Chest X-ray: dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru,

diafragma mendatar, peningkatan ruang udara retrosternal


dan normal ditemukan saat periode remisi (asma).

2.1.5.2 Pemeriksaan fungsi paru-paru: dilakukan untuk


menentukan penyebab dari dispnea, menentukan

abnormalitas fungsi apakah akibat obstruksi atau retriksi,


memperkirakan tingkat disfungsi dan mengevaluasi efek dari

terapi misalnya bronkodilator.


2.1.5.3 ABGs: menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali

PO2 dan PCO2 menurun pada asma dengan pH normal atau


asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap

hiperventilasi.
2.1.5.4 Darah komplit: dapat menggambarkan adanya peningkatan

eosinofil dapat mencapai 1000-1500/mm3 sedangkan hitung


sel eosinofil normal antara 100-200/mm3.

2.1.5.5 Kimia darah dan darah rutin: jumlah sel leukosit lebih dari

15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT (Serum Glutamic


Oxakoacetix Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic
Piruvat Transaminase) meningkat disebabkan karena

kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.


2.1.5.6 Sputum kultur: untuk menentukan adanya infeksi,

mengidentifikasi patogen dan pemeriksaan sitologi untuk


menentukan penyakit keganansan atau alergi.

2.1.5.7 Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status


Asthmatikus, ini karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi

pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi sering


terjadi pada asma.

2.1.6 Penatalaksanaan

Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non

farmakologik dan pengobatan farmakologik.

2.1.6.1 Pengobatan non farmakologik

2.1.6.1.1 Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma

sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan

obat secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan.


2.1.6.1.2 Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada

lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,

termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

2.1.6.1.3 Fisioterapi

Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat

dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2.1.6.2 Pengobatan farmakologik

2.1.6.2.1 Agonis beta

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberikan 3-4 kali semprot dan jarak antara

semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah

metaproterenol ( Alupent, metrapel ).

2.1.6.2.2 Metil Xantin

Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan

beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 4

x 125-200 mg sehari.

2.1.6.2.3 Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan

kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan dosis


4 x 800 mg semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek

samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

2.1.6.2.4 Kromolin

Kromolin merupakan obat pencegah asma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 4

x 1-2 kapsul sehari.

2.1.6.2.5 Ketotifen

Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntungannya dapat

diberikan secara oral.

2.1.6.2.6 Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat

bronkodilator. (Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 ).

2.1.6.3 Pengobatan selama serangan status asthmatikus terjadi :

Infus RL : D 5% = 3 : 1 tiap 24 jam diberikan karena pasien mengalami dehidrasi

akibat proses diaforesis dan untuk menambah tenaga karena kelelahan akibat sesak

nafas. Oksigen diberikan 4 l/menit melalui nasal kanul untuk memenuhi kebutuhan

oksigen yang kurang akibat sesak nafas. Aminophylin bolus 5 mg/kgBB diberikan pelan-

pelan selama 20 menit dilanjutkan drip RL atau D 5% mentenence 20 tetes/menit


dengan dosis 20 mg/kgBB/24 jam. Aminophylin diberikan untuk melebarkan jalan nafas

karena aminophylin adalah bronkodilator. Selain itu diberikan dexamethason 10-20

mg/6 jam secara intravena untuk memacu jantung menghantarkan darah yang

mengandung oksigen ke organ-organ yang membutuhkan. Antibiotik spektrum luas

untuk membunuh mikroba yang menyebabkan infeksi.

(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo Surabaya

).

2.2 Manajemen Proses Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang

melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan


klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal didalam memberikan asuhan


keperawatan dugunakan metode proses keperawatan yang

meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,


pelaksanaan dan evaluasi.

2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Pengumpulan data.

2.2.1.1.1 Identitas klien.


Pengajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di
kaji pada penyakit status asthmatikus. Serangan asma pada

usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin


terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa

dimungkinkan adanya faktor non atopi. Alamat


menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada,

dapat mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan


asma. Status perkawinan, gangguan emosional yang timbul

dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus


serangan asma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji

untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen. Hal lain


yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam

Medik, dan Diagnosa medis. (Antony C, 1997; M Amin 1993;


karnen B 1994).

2.2.1.1.2 Riwayat penyakit sekarang.


Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan

dengan keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan


mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu :

Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan,


gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan
darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.

2.2.1.1.3 Riwayat penyakit dahulu.


Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu

seperti infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan,


amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asma

frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai


pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan

untuk meringankan gejala asma (Tjen Daniel, 1991)


2.2.1.1.4 Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji


tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain

pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada


penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh

lingkungan, (Hood Alsagaf, 1993)


2.2.1.1.5 Riwayat psikososial

Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu


pencetus bagi serangan asma baik ganguan itu berasal

dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan


kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat
berpotensial terjadi serangan asma. yatim piatu,

ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain sampai


ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula,

(Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).


2.2.1.1.6 Pola fungsi kesehatan

2.2.1.1.6.1 Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat


Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku

hidup normal sehingga klien dengan asma harus merubah


gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak

terjadi serangan asma (Antony Crokett ;1997, Tjien Daniel ;


1991, Karnen B;1994)

2.2.1.1.6.2 Pola nutrisi dan metabolisme


Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah,

frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi


kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali

terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi,


hal ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta

ansietas yang dialami klien, (Hudak dan Gallo;1997)


2.2.1.1.6.3 Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup

warna bentuk, kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan


dalam melaksanakannya.

2.2.1.1.6.4 Pola tidur dan istirahat


Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien

meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa


besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing,

sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan


istirahat klien, (Antony C;1997)

2.2.1.1.6.5 Pola aktifitas dan latihan


Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah

raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi


faktor pencetus terjadinya asma yang disebut dengan

Exerase Induced Asthma, (Tjien Daniel;1991)


2.2.1.1.6.6 Pola hubungan dan peran

Gejala asma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani


kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan

kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik


dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan
kerja, (Antony C, 1997)

2.2.1.1.6.7 Pola persepsi dan konsep diri


Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya.

Persepsi yang salah dapat menghambat respon kooperatif


pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan

menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak


stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asma

meningkatkan kemungkinan serangan asma yang berulang.


2.2.1.1.6.8 Pola sensori dan kognitif

Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi


konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor

yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan


asma yang berulangpun akan semakin tinggi.

2.2.1.1.6.9 Pola reproduksi seksual


Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia,

bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam


kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan

meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asma.


2.2.1.1.6.10 Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik

pencetus serangan asma maka perlu dikaji penyebab


terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan

klien serta cara penanggulangan terhadap stresor, (Tjien


Daniel;1991)

2.2.1.1.6.11 Pola tata nilai dan kepercayaan


Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai

dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien


terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-

Nya merupakan metode penanggulangan stres yang


konstruktif

2.2.1.1.7 Pemeriksaan fisik pada pasien Asma Bronchiale

2.2.1.1.7.1 Status kesehatan umum


Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,

kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi


pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket
dan posisi istirahat klien (Laura A. T.; 1995, Karnen B ;19983).

2.2.1.1.7.2 Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan

pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau


bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas

atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna


rambut, kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1994, Laura A.

Talbot; 1995).
2.2.1.1.7.3 Kepala.

Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan,


riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing,

vertigo kejang ataupun hilang kesadaran. (Laura


A.Talbot;1995).

2.2.1.1.7.4 Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah

stres yang dirasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya


(Laura A. Talbot ; 1995)).

2.2.1.1.7.5 Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis alergi
dan fungsi olfaktori (Karnen B.;1994, Laura A. Talbot;1995).

2.2.1.1.7.6 Mulut dan laring


Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa

menelan dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta


sesak atau perubahan suara. (Karnen B.:1994)).

2.2.1.1.7.7 Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan,

pembesaran tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan


(Karnen B.;1994).

2.2.1.1.7.8 Thorak

a. Inspeksi
Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke

bawah disebabkan oleh udara dalam paru-paru susah untuk


dikeluarkan karena penyempitan jalan nafas. Frekuensi

pernafasan meningkat dan tampak penggunaan otot-otot


tambahan (www.medlinux.blogspot.com).

b. Palpasi.
Pada palpasi dikaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus. Pada asma, paru-paru penderita normal karena

yang menjadi masalah adalah jalan nafasnya yang


menyempit (Laura A.T.;1995).

c. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor

sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah disebabkan


karena kontraksi otot polos yang mengakibatkan penyempitan

jalan nafas sehingga udara susah dikeluarkan dari paru-paru


(Laura A.T.;1995).

d. Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan

expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan


bunyi pernafasan wheezing karena sekresi mucus yang

kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos


bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas

menjadi sangat meningkat (Karnen B .;1994).


2.2.1.1.7.9 Kardiovaskuler.
Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising
nafas dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan

darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus


paradoksus, (Robert P.;1994, Laura A. T.;1995).

2.2.1.1.7.10 Abdomen.
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda

infeksi karena dapat merangsang serangan asma frekwensi


pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi

(Hudak dan Gallo;1997, Laura A.T.;1995).


2.2.1.1.7.11 Ekstrimitas.

Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda


infeksi pada extremitas karena dapat merangsang serangan

asma,(Laura A.T.;1995).
2.2.1.2 Analisa data

Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk


menentukan masalah klien. Analisa data merupakan proses

intelektual yang meliputi pengelompokan data,


mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data

yang terkumpul serta membandingkan susunan atau


kelompok data dengan standart nilai normal,
menginterprestasikan data dan akhirnya membuat

kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah


keperawatan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan .


Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang

menjelaskan status kesehatan atau masalah aktual atau


potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam

mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan menentukan


intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan

atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada


tanggungjawabnya, (Lismidar ; 1992).

Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering


muncul pada klien status astmatikus (menurut Susan Martin

Tucker, 1993):
2.2.2.1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola

pernafasan dan kerusakan pertukaran gas berhubungan


dengan bronkospasme dan peningkatan sekresi pulmoner.
2.2.2.2 Ansietas yang berhubungan dengan sesak nafas, lapar
udara dan takut.

2.2.2.3 Potensial kekurangan cairan yang berhubungan dengan


efek samping obat dan distress pernafasan.

2.2.2.4 Potensial intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan


pesipitasi atau memburuknya gejala pernafasan dengan

peningkatan aktivitas.
2.2.2.5 Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang

informasi tentang proses penyakit dan tindakan.


Sedangkan menurut Merylin E. Doengoes, 1999 : 156,

diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien


dengan asma adalah :

2.2.2.1 Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan


bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi

tertahan, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan.


2.2.2.2 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan

suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme


bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
2.2.2.3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubngan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat,

produksi sputum, anoreksia, mual/muntah.


2.2.2.4 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak

adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia,


menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan

jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses


penyakit kronis, malnutrisi.

2.2.2.5 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai


kondisi, tindakan berhubungan dengan kurang informasi/tidak

mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang


informasi, kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

2.2.3 Perencanaan
Setelah pengumpulan data klien, mengorganisasi data

dan menetapkan diagnosis keperawatan maka tahap


berikutnya adalah perencanaan. Pada tahap ini perawat

membuat rencana perawatan dan menentukan pendekatan


apa yang digunakan untuk memecahkan masalah klien. Ada

tiga fase dalam tahap perencanaan yaitu menentukan


prioritas, menentukan tujuan dan merencanakan tindakan
keperawatan (menurut Susan Martin Tucker, 1993).

Perencanaan dari diagnosis-diagnosis keperawatan diatas


adalah sebagai berikut:

2.2.3.1 Diagnosa keperawatan I


Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola

pernafasan dan kerusakan pertukaran gas berhubungan


dengan bronkospasme dan peningkatan sekresi pulmoner.

Hasil yang diharapkan:


- Pasien mempunyai pernafasan yang sesuai usia.

- Pasien menyebutkan bahwa ia dapat bernafas dengan lebih


baik.

- Pasien mampu membuang sekresi.


- Mengi minimal dan intoleransi aktivitas minimal.

Rencana tindakan :
- Pantau TTV, termasuk pengkajian pernafasan tiap 2 jam.

- Berikan oksigen sesuai pesanan dan untuk distress


pernafasan dan sianosis; pemantauan oksigen transkutan.
- Hindari penggunaan kadar O2 terlalu tinggi karena dapat
menekan pernafasan secara bermakna.

- Berikan bronkodilator melalui nebulizer sesuai pesanan dan


kaji status pernafasan sebelum dan sesudah pemberian.

- Berikan infus bronkodilator secara intravena sesuai pesanan.


- Jamin bahwa pasien menerima maksimum untuk usia dan

berat badan melalui parenteral dan oral.


- Izinkan pasien memilih posisi yang paling nyaman.

- Periksa kadar teofilin dan berikan dosis bolus dari


bronkodilator secara intravena sesuai pesanan untuk

mempertahankan kadar obat terapeutik.


- Patau gas darah.

- Pantau terhadap tanda dan gejala gagal pernafasan dan


siapkan untuk intubasi darurat bila ada hal berikut terjadi:

pernafasan cepat dan dangkal, penurunan bunyi nafas,


pengisian kapiler lambat, takikardia, penurunan kesadaran.

2.2.3.2 Diagnosa Keperawatan II


Ansietas yang berhubungan dengan sesak nafas, lapar dan

takut.
Hasil yang diharapkan: Ansietas pasien minimal
Rencana tindakan :

- Minimalkan rutinitas keperawatan sampai status pernafasan


membaik.

- Izinkan pasien memilih posisi yang paling nyaman.


- Ajarkan tehnik relaksasi (misal aktivitas hiburan, nafas

dalam).
- Berikan dukungan emosi pada pasien dengan menjelaskan

semua prosedur.
- Izinkan keluarga berpartisipasi dalam perawatan pasien bila

mereka dapat tetap tenang dan mendukung.


- Kenalkan bahwa disorientasi dan panik memperberat pasien

menjadi hipoksemik.
2.2.3.3 Diagnosa Keperawatan III

Potensial kekurangan cairan yang berhubungan dengan efek


samping obat dan distress pernafasan.

Hasil yang diharapkan : pasien tetap terhidrasi dengan baik.


Rencana tindakan :

- Kaji terhadap anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.


- Pantau kadar teofilin darah untuk menghindari toksisitas.
- Pertahankan puasa dan berikan kebutuhan cairan secara

parenteral selama distress pernafasan berat.


- Berikan makan sedikit tapi sering, cairan jernih, dan

hangat bila ditoleransi.


- Ajarka diet reguler untuk usia sesuai toleransi.

- Pantau masukan dan haluaran.


2.2.3.4 Diagnosa Keperawatan IV

Potensial intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan


persipitasi atau memburuknya gejala pernafasan dengan

peningkatan aktivitas.
yang diharapkan : Pasien mampu mentoleransi peningkatan aktivitas

progresif.
na tindakan :

- Anjurkan tirah baring pada gejala pernafasan berat.


- Secara bertahap tingkatkan aktivitas sambil mendorong

ditempat tidur, membaca buku dan lain-lain.


- Anjurkan latihan sedang dengan sedikitnya 15 menit bagian
pemanasan (berenang adalah latihan yang paling baik dan

siap ditoleransi.
- Rujuk pasien pada terapi fisik atau kamp asma untuk latihan

fisik
- Ajarkan penggunaan yang tepat dari tehnik relaksasi fisik

dan mental untuk mencegah ancaman serangan.


- Untuk pasien dengan asma karena latihan, instruksikan

tentang penggunaan inhaler sebelum latihan.


2.2.3.5 Diagnosa Keperawatan V

Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang


informasi tentang proses penyakit dan tindakan.

ang diharapkan : Pasien memahami penyakit dan tindakan juga mampu


mendemonstrasikan kembali latihan pernafasan dan

penggunaan inhaler.
Rencana tindakan :

- Ajarkan pasien untuk menghindari alergen jika diketahui


- Ajarkan pasien tentang tanda bahaya dini dari ancaman
serangan dan anjurkan intervensi dengan istirahat,

peningkatan cairan dan obat-obatan.


- Ajarkan latihan pernafasan diafragmatik.

- Ajarkan pasien cara mengontrol gejala dengan pemberian


obat yang tepat.

- Waspadakan penggunaan bronkodilator berlebihan melalui


inhaler.

- Diskusikan kemungkinan pencetus dan annjurkan


mempertahankan catatan aktivitas sebelum, selama dan

sesudah serangan.
- Waspadakan terhadap pemajanan iritan lingkungan yang

diketahui seperti rokok, udara dingin, dan kelembaban


berlebihan.

- Ijinkan pasien untuk memberikan terapi inhalasi termasuk


nama, kerja, dosis, waktu pemberian dan efek samping.

- Jadwalkan pemberian obat tepat sebelum waktu tidur


dengan masukan cairan cukup.
- Beritahu pasien bahwa meskipun dengan penatalaksanaan
cermat terhadap serangan kadang-kadang dapat terjadi.

- Diskusikan desentisasi bila tepat.


Perencanaan menurut Merylin E. Doengoes, 1999

adalah sebagai berikut :


2.2.3.1 Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan

bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi


tertahan, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan.

yang diharapkan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi


nafas bersih/jelas, menunjukkan perilaku untuk memperbaiki

bersihan jalan nafas (misal batuk efektif).


ana tindakan :
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas mengi,

krekels, ronki.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio

inspirasi/ekspirasi.
Catat adanya derajat dispnea, penggunaan otot bantu.

Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian

kepala tempat tidur.


Pertahankan polusi lingkungan minimum.

Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.


Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hr sesuai

toleransi jantung.
Berikan obat sesuai indikasi.

2.2.3.2 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan

suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme


bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.

yang diharapkan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi


jaringan adekuat, berpartisipasi dalam program pengobatan

dalam tingkat kemampuan.


Rencana tindakan :

- Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan


otot tambahan.

- Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih


posisi yang mudah untuk bernafas.

- Kaji secara rutin kulit dan warna membran mukosa.


- Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan jika

diindikasikan.
- Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara.
- Palpasi fremitus.

- Awasi tingkat kesadaran/status mental.


- Evaluasi tingkat toleransi aktivitas, berikan lingkungan yang

tenang.
- Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi.

2.2.3.3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping

obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah.


Rencana tindakan :

- Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.


- Auskultasi bunyi usus.

- Berikan perawatan oral sering.


- Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan

sesudah makan.
- Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

- Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.


- Timbang berat badan sesuai indikasi
2.2.3.4 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia,

menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan


jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses

penyakit kronis, malnutrisi.


Rencana tindakan :

- Awasi suhu.
- Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi

sering dan masukan cairan adekuat.


- Observasi warna, karakter, bau sputum.

- Tekankan cuci tangan yang benar.


- Awasi pengunjung.

- Dorong keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.


- Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

- Berikan anti mikrobial sesuai indikasi.


2.2.3.5 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai

kondisi, tindakan berhubungan dengan kurang informasi/tidak


mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang

informasi, kurang mengingat/keterbatasan kognitif.


Rencana tindakan :
- Jelaskan tentang proses penyakit individu.

- Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang


diinginkan.

- Tunjukkan tehnik penggunaan dosis inhaler.


- Anjurkan menghindari agen sedatif anti ansietas kecuali

diresepkan.
- Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang

infeksi pernafasan aktif.


- Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik.

2.2.4 Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan

keperawatan oleh perawat. Seperti tahap-tahap yang lain


dalam proses keperawatan, fase pelaksanaan terdiri dari

beberapa kegiatan antara lain :


2.2.4.1 Validasi (pengesahan) rencana keperawatan.

2.2.4.2 Menulis/mendokumentasikan rencana keperawatan.


2.2.4.3 Memberikan asuhan keperawatan.

2.2.4.4 Melanjutkan pengumpulan data.


2.2.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses


keperawatan yang merupakan kegiatan sengaja dan terus-

menerus yang melibatkan pasien dengan perawat dan


anggota tim kesehatan lainnya.

2.2.5.1 Tujuan evaluasi adalah :


2.2.5.1.1 Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan

tercapai atau tidak.


2.2.5.1.2 Untuk melakukan pengkajian ulang.

2.2.5.2 Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak
dapat dibuktikan dengan perilaku pasien :

2.2.5.2.1 Tujuan tercapai jika pasien mampu menunjukan perilaku


sesuai dengan pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal

yang telah ditentukan.


2.2.5.2.2 Tujuan tercapai sebagian jika pasien sudah mampu

menunjukan perilaku tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan


pernyataan tujuan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
2.2.5.2.3 Tujuan tidak tercapai jika pasien tidak mampu atau tidak
mau sama sekali menunjukan perilaku yang telah ditentukan.

Posted by Efri Stikes Eka Harap at 23:03:00


Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: Kep Medikal Bedah

No comments:
Post a Comment
Newer PostOlder PostHome
Subscribe to: Post Comments (Atom)
Search This Blog
Search

RIWAYAT PENULIS
Nama : Efri Dulie
Lahir di Desa Talian Kereng, 19 April 1989
Riwayat Pendidikan;
1. D3 Keperawatan AKPER Eka Harap Palangka Raya
2. S1 dan Ners di STIKES Eka Harap Palangka Raya
Riwayat Organisasi dan Aktivitas
1. Pengajar Pada Prodi S1 Keperawatan Eka Harap.
2. Pengajar Pada Prodi D3 Keperawatan Eka Harap

POST TERPOPULER
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASMA

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala


Model dan Konsep Keperawatan Menurut Dorothea Orem
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Katarak
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Benigna Prostat

Blog Archive
May 2016 (18)
July 2014 (3)
August 2013 (4)
January 2013 (2)
October 2012 (1)
September 2012 (3)
August 2012 (3)

Total Pageviews

118446

Simple template. Powered by Blogger.

S-ar putea să vă placă și