Sunteți pe pagina 1din 4

2.1.

7 Aspek Hukum Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Semakin besarnya peranan lembaga-lembaga sosial dalam menanamkan

kesadaran akan hak dan memberikan pendampingan serta perlindungan kepada

korban kasus KDRT dipengaruhi oleh lahirnya peraturan perundang-undangan di

Indonesia. Lahirnya UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Peraturan

Pemerintah No 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan

Korban KDRT, Peraturan Presiden No 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional

Terhadap Perempuan, Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban, dan peraturan perundangan lainnya yang memberikan tugas dan

fungsi kepada lembaga-lembaga yang terkoordinasi memberikan perlindungan hukum

terhadap kasus KDRT dan termasuk lembaga-lembaga sosial yang bergerak dalam

perlindungan terhadap perempuan. Bahkan dalam rencana pembentukan peraturan

perundang-undangan tersebut tidak terlepas dari peran lembaga sosial.

A. Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam

Rumah Tangga

Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah

Tangga yang selanjutnya disebut sebagai UU PKDRT diundangkan tanggal 22

September 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No 95.

Fokus UU PKDRT ini ialah kepada upaya pencegahan, perlindungan dan pemulihan

korban kekerasan dalam rumah tangga. UU PKDRT Pasal 3 menyebutkan

Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan :


a. Penghormatan hak asasi manusia

b. Keadilan dan kesetaraan gender

c. Nondiskriminasi

d. Perlindungan korban.

UU PKDRT Pasal 4 menyebutkan Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

bertujuan :

a. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga

b. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga

c. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga

d. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.5

B. Peraturan Presiden No 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan

terhadap Perempuan

Peraturan Presiden No 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan

terhadap Perempuan yang selanjutnya disebut sebagai Perpres Komnas Perempuan

ialah merupakan penyempurnaan Keputusan Presiden No 181 Tahun 1998 tentang

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Perpres Komnas Perempuan

Pasal 24 telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku Keppres No 181 Tahun 1998

tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Komnas Perempuan

ini dibentuk berdasarkan prinsip negara hukum yang menyadari bahwa setiap bentuk

kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran atas hak-
hak asasi manusia sehingga dibutuhkan satu usaha untuk mencegah dan

menanggulangi terjadinya kekerasan terhadap perempuan

2.1.8 Tugas dan Wewenang Dokter dalam Menangani Kasus Kekerasan Dalam

Rumah Tangga (KDRT)

Dalam pasal 21 UU RI No 23 Tahun 2004 disebutkan :

1. Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan

harus:

a. Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya

b. Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visum et

repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis

yang memiliki kekuatan hokum yang sama sebagai alat bukti

2. Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di sarana

kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat.

Pasal 40 UU No 23 Tahun 2004 :

(1) Tenaga kesehatatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya

(2) Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib

memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.

Maka jelas disini bahwa dalam kasus KDRT seorang dokter harus :
a. Memberikan pelayanan kesehatan terhadap korban termasuk memeriksa dan

mengobati serta merawat korban baik di rumah sakit ataupun di klinik milik

swasta atau pribadi.

b. Membuat visum et repertum atas dasar SPVR (Surat Permohonan Visum et

Repertum) dari pihak kepolisian.

c. Berusaha memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hoediyanto, Hariadi A. Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.

Ed 8. Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga;2012.p446-50.

2.

S-ar putea să vă placă și