Sunteți pe pagina 1din 137

PUSAT PERANCANGAN HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN
BADUNG TENTANG PEDOMAN STRUKTUR
ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

DENPASAR
2015

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA


KERJASAMA DENGAN
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BADUNG

K A M P U S FAKUL T A S H U K U M U N I V E R S I T A S U D A Y A N A
JALAN B A L I N O M O R 1 D E N P A S A R
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

TIM PENELITI PPH FH-UNUD

Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja


Dr. Ketut Wirawan
Made Maharta Yasa, S.H.,M.H.
AA Sri Utari,.S.H.,M.H.

ii
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

KATA PENGANTAR

Fakultas Hukum Universitas Udayana dan Pemerintah Kabupaten


Badung mengadakan kerjasama untuk pembuatan Naskah Akademik
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Pedoman
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa beserta Konsep Awal
Rancangan Peraturan Daerah. Oleh Fakultas Hukum pengerjaannya
ditugaskan kepada Pusat Perancangan Hukum Fakultas Hukum Universitas
Udayana (PPH FH-UNUD), yang kemudian membentuk Tim Peneliti yang
bertugas melakukan penelitian hukum dan menuangkannya dalam bentuk
Naskah Akademik.
Naskah Akademik ini sebagai karya penelitian hukum tidak
menutup, bahkan sangat mengharapkan, kritik dan saran dari pembaca,
untuk penyempurnaannya. Terutama dalam konsultasi publik, masukan
dari masyarakat sangat diperlukan dalam penyempurnaan Naskah
Akademik dan Konsep Awal Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Badung tentang Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah
Desa.
Terimakasih disampaikan kepada pimpinan Fakultas Hukum
Universitas Udayana dan Pemerintah Kabupaten Badung, sehingga Tim
Peneliti mempunyai kesempatan mengembangkan bidang keilmuannya.
Terimakasih juga pada anggota Tim Peneliti atas dedikasi dan
integritasnya sehingga tugas ini dapat diselesaikan.

Denpasar, 9 September 2015


Tim Peneliti PPH FH-UNUD
Ketua,

Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja

iii
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ____________________________________________iii


DAFTAR ISI ________________________________________________ iv
RINGKASAN________________________________________________ vi
BAB I PENDAHULUAN _______________________________________ 1
A. Latar Belakang ______________________________________ 1
B. Identifikasi Masalah __________________________________ 5
C. Tujuan dan Kegunaan _________________________________ 6
D. Metode ____________________________________________ 6
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS _________________ 11
A. Kajian Teoritis _____________________________________ 11
B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan
Norma ___________________________________________ 24
C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada,
dan Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat ____________ 27
D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan
Diatur Dalam Peraturan Daerah Terhadap Aspek Kehidupan
Masyarakat dan Dampaknya Terhadap Aspek Beban Keuangan
Daerah ___________________________________________ 31
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT ______________________________________________ 37
A. Evaluasi dan Analisis Terhadap Kondisi Hukum atau Peraturan
Perundang-Undangan Yang Mengatur Mengenai Materi Yang
Akan Diatur _______________________________________ 37
B. Evaluasi dan Analisis Keterkaitan Peraturan Daerah Baru Dengan
Peraturan Perundang-Undangan Lain ___________________ 66

iv
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

C. Evaluasi dan Analisis Status dari Peraturan Perundang-Undangan


Yang Ada _________________________________________ 73
BAB V LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS _________ 94
A. Landasan Peraturan Perundang-Undangan _________________ 94
B. Landasan Peraturan Perundang-Undangan dalam Pembentukan
Perda tentang Pedoman Penyusunan Struktur Oganisasi dan Tata
Kerja Pemerintah Desa_________________________________ 96
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN _____________________________________________ 111
A. Arah, Sasaran, dan Jangkauan Pengaturan ________________ 111
B. Ruang Lingkup Materi Muatan __________________________ 111
BAB VI PENUTUP __________________________________________ 122
A. Kesimpulan _________________________________________ 122
B. Saran _____________________________________________ 124

DAFTAR PUSTAKA __________________________________________ 126


DAFTAR TANYA _____________________________________________ []
PEDOMAN WAWANCARA______________________________________ []
SURAT TUGAS ______________________________________________ []

v
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

RINGKASAN

Isu hukum dari penelitian atau penyusunan Naskah Akademik ini


adalah Perda Badung 3/2007 tidak lagi memiliki landasan hukum dan
ketidaksesuaian landasan politik hukum sebagai akibatnya reformasi
kebijakan tentang desa sebagaimana tertuang dalam UU 6/2014 dan PP
43/2014 dalam UU 6/2014 beserta peraturan pelaksanaannya, terutama
PP 43/2014. Terdapat 4 (empat) pokok masalah yang memandu penelitian
hukum dalam penyusunan Naskah Akademik ini, yaitu:
1. Permasalahan apa yang dihadapi dengan adanya reformasi
kebijakan tentang desa sebagaimana tertuang dalam UU 6/2014
dan PP 43/2014 serta bagaimana permasalahan tersebut dapat
diatasi?
2. Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar
pemecahan masalah sebagai akibat reformasi kebijakan tentang
desa sebagaimana tertuang dalam UU 6/2014 dan PP 43/2014?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah
tersebut?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, jangkauan dan arah
pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan Rancangan
Peraturan Daerah tersebut?
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum,
dengan langkah-langkah: (1) studi tektual hukum; (2) dilengkapi dengan
studi kontekstual, dan (3) data yang terkumpul dianalisis disertai dengan
penarikan kesimpulan. Kesimpulan yang didapat adalah:
Pertama, permasalahan yang dihadapi berkenaan dengan pemberian
pedoman struktur dan organisasi dan tata kerja pemerintah desa adalah
(1) Peraturan Daerah yang lama substansinya bertentangan dengan UU
6/2014 dan PP 43/2014. Permasalahan tersebut diatasi dengan
pembuatan Peraturan Daerah yang baru dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah, yang salah satu urusan pemerintahan daerah adalah
mengatur dan mengurus desa.
Kedua, dan (2) UU 6/2014 dan PP 43/2014 tidak mengamanatkan
pembuatan Peraturan Daerah tentang pedoman struktur organisasi dan
tata kerja pemerintah desa. Namun, UU 6/2014 menentukan
pemberdayaan masyarakat dan Desa merupakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah (termasuk kabupaten/kota) dan
Daerah berhak menetapkan kebijakan daerah untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan kewenangan Daerah. Perihal struktur organisasi dan
tata kerja pemerintah desa merupakan urusan pemerintahan yang
lokasinya dalam daerah kabupaten/kota. Oleh karena itu perlu ditetapkan
Peraturan Daerah sebagai bentuk hukum kebijakan daerah tersebut.

vi
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Ketiga, penyusunan Peraturan Daerah diperlukan agar pemerintahan


desa memiliki landasan dan kepastian dalam penyusunan struktur
organisasi dan tata kerja pemerintah desa dan bagi pemerintah daerah
dalam memfasilitasi dan membimbing pemerintahan desa.
Keempat, pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pedoman Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa adala:
1. Pertimbangan Filosofis, bahwa Pemerintahan Kabupaten Badung
perlu memberikan pedoman kepada Desa dalam menyusun
struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa yang
dituangkan dalam Peraturan Daerah, sehingga dapat
mengarahkan penyusunan struktur organisasi dan tata kerja
pemerintah desa pada upaya berperan serta mewujukan cita-cita
kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, bahwa tujuan dibentuknya Negara
Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.
2. Pertimbangan Sosiologis, yakni adanya kebutuhan untuk
menyesuaikan Peraturan Daerah tentang Pedoman Penyusunan
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa (yang selama ini
ditetapkan dengan Perda Badung 3/2007) dengan UU 6/2014
berikut peraturan pelaksanaannya. Kebutuhan itu pada dasarnya
berkenaan dengan kemanfaatan dalam rangka meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat agar dapat dilaksanakan secara
berdaya guna dan berhasil guna, perlu adanya pedoman
penyusunan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa.
3. Pertimbangan Yuridis, bahwa dalam rangka memberikan landasan
dan kepastian hukum bagi bagi pemerintah desa dalam menyusun
struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa, perlu adanya
pedoman penyusunan struktur organisasi dan tata kerja
pemerintah desa.
Kelima, arah, sasaran, dan jangkauan pengaturan, dan ruang lingkup
materi muatan Peraturan Daerah yang akan dibentuk adalah:
1. Arah pengaturan dari Peraturan Daerah yang akan dibentuk ini
adalah memberikan landasan dan kepastian hukum dalam
penetapan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa.
2. Sasaran yang hendak diwujudkan dari Peraturan Daerah yang
akan dibentuk ini adalah terwujudnya penyusunan struktur
organisasi dan tata kerja pemerintah desa dengan peraturan
desa.
3. Jangkauan pengaturan dari Peraturan Daerah yang akan
dibentuk ini adalah memberikan pedoman bagi:
a. Pemerintah Kabupaten dalam memfasilitasi dan membimbing
pemerintahan desa menetapkan struktur organisasi dan tata
kerja pemerintah desa dengan peraturan desa;

vii
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun


1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), tidak mengatur Desa sebagai
Daerah Otonom, atau Daerah yang menjalankan otonomi. Daerah
otonomi, menurut UUD 1945, adalah daerah provinsi, daerah kabupaten,
dan kota. Ini dapat disimak dalam Pasal 18 ayat ayat (1) dan (2) UUD
1945:

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah


provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-
undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.

Sekalipun Desa tidak merupakan Daerah Otonom, namun Desa


merupakan satuan pemerintahan terendah yang berada di
kabupaten/kota. Saat berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (selanjutnya disebut UU 32/2004), Pasal 1 angka 12 mengartikan,
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


1
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan


Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa dibentuk di kabupaten/kota, dan di dalam desa dibentuk


pemerintahan desa yang menjalankan kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Pasal 200 ayat (1)
dan (2) UU 32/2004 menentukan:
(1) Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk
pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan badan
permusyawatan desa.
(2) Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa
dengan memperhatikan asal usulnya atas prakarsa masyarakat.

Berikutnya Pasal 216 ayat (1) UU 32/2004 menentukan, pengaturan


lebih lanjut mengenai desa ditetapkan da1am Perda dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pelaksanaan dari ketentuan
Pasal 216 ayat (1) UU 32/2004 adalah Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa (selanjutnya disebut PP
72/2005). Konsiderans Menimbang PP 72/2005 memuat pertimbangan:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 216 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493)
yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548), perlu
ditetapkan Peraturan Pemerintah Tentang Desa.

Materi muatan PP 72/2005 antara lain mengenai susunan organisasi


dan tata kerja pemerintah desa, yang diatur dalam Pasal 12:
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
2
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

(2) Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 terdiri


dari Kepala Desa dan Perangkat Desa.1
(3) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya.
(4) Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a. sekretariat desa;
b. pelaksana teknis lapangan;
c. unsur kewilayahan.
(5) Jumlah Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat.
(6) Susunan organisasi dan tata kerja pemerintah desa ditetapkan
dengan peraturan desa.2

Pemerintahan desa dalam menetapkan Peraturan Desa tentang


Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa mengacu pada
pedoman yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 13 PP 72/2005 menentukan, pada ayat (1), Ketentuan lebih lanjut
mengenai Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan
Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Berikutnya pada
ayat (2) menentukan, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat: a. tata cara
penyusunan struktur organisasi; b. perangkat; c. tugas dan fungsi; d.
hubungan kerja.
Pemerintahan Daerah Kabupaten Badung telah mengeluarkan
kebijakan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 PP 72/2005, yakni
dengan menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3
Tahun 2007 Tentang Pedoman Penyusunan Organisasi Dan Tata Kerja

1
Pasal 11 PP 72/2005 menentukan, Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah
Desa dan BPD.
2
Merupakan pelaksanaan Pasal 202 UU 32/2004: (1) Pemerintah desa terdiri atas
kepala desa dan perangkat desa. (2) Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan
perangkat desa lainnya. (3) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi
dari Pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
3
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Pemerintahan Desa (selanjutnya disebut Perda Badung 3/2007). Selain


itu, ditetapkan pula Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4
Tahun 2007 tentang Perangkat Desa Lainnya.
Tahun 2014 terjadi reformasi kebijakan pemerintahan daerah,
termasuk desa. Kebijakan tersebut dalam UU 32/2004 direformasi ke
dalam 3 (tiga) jenis kebijakan yakni kebijakan pemerintahan daerah,
kebijakan pemilihan kepala daerah, dan kebijakan desa. Kebijakan desa
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
berikut peraturan pelaksanaan yang telah dikeluarkan:
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa (selanjutnya disebut PP 43/2014).
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014
tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (selanjutnya disebut PP 60/2014).
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
(selanjutnya disebut PMDN 52/2014).
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa (selanjutnya
disebut PMDN 113/2014).
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114
Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa (selanjutnya
disebut PMDN 114/2014).
Adanya reformasi kebijakan tentang desa yang dituangkan dalam UU
6/2014 beserta peraturan pelaksanaannya, terutama PP 43/2014,
menempatkan Perda Badung 3/2007 pada posisi ketidaksesuaian dasar
hukum dan arah kebijakan (politik hukum) tentang desa, sehingga perlu

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


4
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

diadakan penelitian hukum dalam rangka pembentukan peraturan daerah,


yang hasilnya dituangkan dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Pemerintah Daerah.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Isu hukum dari penelitian atau penyusunan Naskah Akademik ini


adalah Perda Badung 3/2007 tidak lagi memiliki landasan hukum dan
ketidaksesuaian landasan politik hukum sebagai akibatnya reformasi
kebijakan tentang desa sebagaimana tertuang dalam UU 6/2014 dan PP
43/2014 dalam UU 6/2014 beserta peraturan pelaksanaannya, terutama
PP 43/2014.
Berdasarkan isu hukum tersebut terdapat 4 (empat) pokok masalah
yang memandu penelitian hukum atau penyusunan Naskah Akademik ini,
yaitu:
1. Permasalahan apa yang dihadapi dengan adanya reformasi
kebijakan tentang desa sebagaimana tertuang dalam UU 6/2014
dan PP 43/2014 serta bagaimana permasalahan tersebut dapat
diatasi?
2. Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar
pemecahan masalah sebagai akibat reformasi kebijakan tentang
desa sebagaimana tertuang dalam UU 6/2014 dan PP 43/2014?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,
yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tersebut?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, jangkauan dan arah
pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan Rancangan
Peraturan Daerah tersebut?

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


5
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan


di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:
1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dengan adanya
reformasi kebijakan tentang desa sebagaimana tertuang dalam
UU 6/2014 dan PP 43/2014 serta cara-cara mengatasi
permasalahan tersebut.
2. Merumuskan alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah
sebagai dasar hukum penyelesaian permasalahan dengan adanya
reformasi kebijakan tentang desa sebagaimana tertuang dalam
UU 6/2014 dan PP 43/2014.
3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,
yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tersebut.
4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, jangkauan dan arah
pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan Rancangan
Peraturan Daerah tersebut.
Adapun kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai
acuan penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, baik
bagi lembaga atau pejabat yang berwenang maupun bagi masyarakat
yang hendak menggunakan hak partisipasinya.

D. METODE

Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu


kegiatan penelitian sehingga digunakan metode penyusunan Naskah
Akademik yang berbasiskan metode penelitian. Metode penelitian yang

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


6
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

digunakan adalah metode penelitian hukum, dengan langkah-langkah


sebagai berikut:3
Pertama, melakukan studi tekstual, yakni menganalisis secara kritikal
terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan
kebijakan, yakni UU 6/2014 berikut peraturan pelaksanaannya. Studi
tekstual dilakukan guna:
a. menemukan makna yang terjalin dalam suatu teks hukum
dengan melakukan kontemplasi terhadap banyak pesan dalam
teks hukum dan mencari relasi diantara bagian-bagian dari teks
hukum itu;
b. menemukan dan menjelaskan makna teks hukum itu dan
implikasinya terhadap kepala desa dan perangkat desa dalam
konstelasi hubungan tata kerja pemerintah desa.
Kedua, melakukan studi empirik: (1) dengan melakukan identifikasi
dan analisis bekerjanya Perda Badung 3/2007 dan UU 6/2014 serta
peraturan pelaksanaannya; dan (2) untuk mendapatkan data empirik
tentang pengalaman dan pemahaman dari para pejabat di lingkungan
SKPD yang membidangi desa dan dari para kepala desa dan perangkat
kepala desa. Studi empirik dilakukan dengan cara mengajukan kuesioner
(daftar tanya), wawancara, dan dan FGD.
Ketiga, melakukan analisis terhadap data yang terkumpul (baik data
peraturan maupun data empirik) dengan merujuk pada Miles dan

3
Langkah-langkah penelitian hukum tersebut merujuk pada Metode Penelitian
Hukum berbasis kajian sosio-legal, sebaqgaimana terangkum dalam Marhaendra Wija
Atmaja, 2014, Metode Penelitian Hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik
Rancangan Peraturan Perundang-undangan, Denpasar: Progran Studi Magister Ilmu
Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, hlm. 12. Risalah ini merujuk pada
Soelistyowati Irianto, 2012, Memperkenalkan kajian sosio-legal dan implikasi
metodologisnya, dalam Adriaan W. Bedner, dkk ( Eds.), Kajian Sosio-Legal, (Denpasar:
Pustaka Larasan); dan Soelistyowati Irianto, 2011, Praktik Penelitian Hukum: Perspektif
Sosiolegal, dalam Soelistyowati Irianto dan Shidarta, (Eds.), Metode Penelitian Hukum:
Knstelasi dan Refleksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia).
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
7
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Huberman, yang membedakan empat tahap dalam proses analisis, yakni


pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Menurut Miles dan Huberman, analisis data tekandung dalam
tiga tahapan terakhir. Penggunaannya dalam penelitian hukum
penyusunan naskah akademik ini adalah sebagai berikut: 4
a. reduksi data (data reduction), yaitu proses pemilihan,
penyedehanaan, abstraksi data berdasarkan tema-tema yang
ditentukan dalam konstelasi susunan organisasi dan tata kerja
pemerintah desa.
b. penyajian data (data display), merupakan proses interpretasi,
proses pemberian makna, terhadap unsur-unsur maupun totalitas,
kemudian menyajikan hasil reduksi data dalam bentuk uraian
naratif dan/atau tabulatif dikaitkan dengan permasalahan yang
diajukan; dan
c. penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and
verification), proses akhir analisis adalah penarikan kesimpulan,
yakni memberikan jawaban atas permasalahan yang telah
diajukan, yang dalam proses penelitian berlangsung setiap
kesimpulan terus-menerus diverifikasi sehingga benar-benar
diperoleh kesimpulan yang valid.
Keempat, menggunakan hermeneutika hukum, sebagaimana
dikemukakan sebelumnya bahwa penyajian data (data display),
merupakan proses interpretasi, proses pemberian makna, terhadap unsur-
unsur maupun totalitas. Untuk melakukan interpretasi tersebut dilakukan
interpretasi berbasis hermeneutika hukum.

4
Merujuk pada Miles dan Huberman berdasarkan pemahaman Agus Salim, 2006,
Teori & Paradigma Penelitian Sosial, Edisi Kedua, (Yogyakarta: Tiara Wacana), hlm. 22-
23; dan Nyoman Kutha Ratna, 2010, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu-Ilmu
Sosial Humaniora Pada Umumnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 310-311.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
8
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Hermeneutika hukum merupakan penerapan hermeneutika pada


bidang hukum yang intinya adalah kegiatan menginterpretasi teks hukum,
yakni pemberian makna pada kata-kata dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan kebijakan. Hermeneutika hukum bekerja
berdasarkan prinsip-prinsip dalam aras lingkaran hermeneutika hukum,
yakni:5
1. Berkerja dalam tiga horizon, yaitu horizon pengarang (author),
horizon teks, dan horizon pembaca (reader). Direfleksikan di
bidang hukum, horizon pengarang adalah konteks kelahiran teks
hukum (aturan hukum), horizon teks adalah aturan hukum, dan
horizon pembaca adalah konteks penerapan aturan hukum. Dalam
penelitian penyusunan Naskah Akademik ini, interpretasi atas
peraturan mengenai susunan organisasi dan tata kerja pemerintah
desa berbasiskan pada tiga horizon tersebut.
2. Bekerja dalam gerak bolak-balik antara bagian-bagian dan
keseluruhan, sehingga terbentuknya pemahaman secara lebih
utuh, yakni tiap ayat hanya bisa dipahami berdasarkan
pemahaman atas pasalnya dan tiap pasal hanya dapat dipahami
berdasarkan pemahaman atas undang-undangnya bahkan dengan
sistem hukum yang melingkupinya, sebaliknya undang-undang
(sebagai keseluruhan) hanya dapat dipahami berdasarkan

5
Marhaendra Wija Atmaja, 2014, Memahami Interpretasi Secara Hermeneutikal:
Menalar Pertimbangan Hukum Pumk Nomor 50/PUU-XII/2014, Bahan dipersiapkan
Dalam Rangka Penerbitan Buku 50th Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 19
Agustus 2014, hlm. 5-7; dan Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2012, Politik Pluralisme
Hukum dalam Pengakuan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah,
Disertasi Doktor, (Malang: PDIH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya), hlm. 17-18.
Kedua tulisan ini merujuk berbagai pandangan tentang hermeneutika hukum dan
hermeneutika pada umumnya.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


9
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

pemahaman atas pasal atau ayat sebagai bagian dari undang-


undang.
3. Bekerja dalam gerak bolak-balik antara kaedah dan fakta, yakni
proses timbal-balik antara kaidah-kaidah dan fakta-fakta. Penafsir
harus mengkualifikasi fakta-fakta dalam cahaya kaidah-kaidah dan
menginterpretasi kaidah-kaidah dalam cahaya fakta-fakta. Dengan
perkataan lain, penalaran dilakukan dari fakta-fakta ke kaidah-
kaidah dalam aturan hukum (ia mengkualifikasi), untuk kemudian
dari kaidah-kaidah dalam aturan aturan hukum itu ke fakta-fakta
(ia menginterpretasi), dan hal itu terjadi berulang-ulang sampai
menemukan sebuah penyelesaian. Yang dimaksud kaidah-kaidah
hukum di sini adalah kaidah-kaidah hukum dalam UU 6/2014
beserta peraturan pelaksanaannya, dan yang dimaksud dengan
fakta-fakta di sini adalah data yang diperoleh dari studi lapangan.
4. Interpretasi secara hermeneutikal berlangsung secara holistik
dalam rangkaian keterkaitan satu interpretasi hukum dengan
interpretasi hukum lainnya. Model interpretasi ini digunakan dalam
penelitian hukum penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintah Desa.
5. Interpretasi secara hermeneutikal memerlukan ketepatan
pemahaman (subtilitas intellegendi), ketepatan penafsiran
(subtilitas explicandi), dan ketepatan penerapan ( subtilitas
applicandi). Dalam penelitian hukum penyusunan Naskah
Akademik ini, tindakan yang dilakukan adalah memahami teks
hukum dengan cara menafsirkannya, dan menerapkannya dalam
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


10
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

KAJIAN TEORETIS DAN


BAB II PRAKTIK EMPIRIS

A. KAJIAN TEORITIS
A.1. Menempatkan Sudut Pandang Tentang Desa
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa
Departemen Dalam Negeri, sesuai dengan pemikiran dan konteks empirik
yang berkembang di Indonesia, memahami setidaknya ada tiga tipe
bentuk Desa:6
1. Tipe Desa adat atau sebagai self governing community sebagai
bentuk Desa asli dan tertua di Indonesia. Konsep otonomi asli
sebenarnya diilhami dari pengertian Desa adat ini. Desa adat
mengatur dan mengelola dirinya sendiri dengan kekayaan yang
dimiliki tanpa campur tangan negara. Desa adat tidak
menjalankan tugas-tugas administratif yang diberikan oleh negara.
Saat ini Desa pakraman di Bali yang masih tersisa sebagai bentuk
Desa adat yang jelas.
2. Tipe Desa administratif (local state government) adalah Desa
sebagai satuan wilayah administratif yang berposisi sebagai
kepanjangan negara dan hanya menjalankan tugas-tugas
administratif yang diberikan negara. Desa administrati secara
substansial tidak mempunyai otonomi dan demokrasi. Kelurahan
yang berada di perkotaan merupakan contoh yang paling jelas dari

6
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa, 2007, Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Desa, (Jakarta: Direktorat Pemerintahan
Desa dan Kelurahan Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen
Dalam Negeri), hlm. 83-84.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
11
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

7
tipe Desa administratif. Pada uraian sebelumnya8 disebutkan
bahwa Desa administratif (the local state government) atau
disebut orang Bali sebagai Desa Dinas.
3. Tipe Desa otonom atau dulu disebut sebagai Desapraja atau
dapat juga disebut sebagai local self government, seperti halnya
posisi dan bentuk daerah otonom di Indonesia. Secara konseptual,
Desa otonom adalah Desa yang dibentuk berdasarkan asas
desentralisasi sehingga mempunyai kewenangan penuh untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Desa otonom
berhak membentuk pemerintahan sendiri, mempunyai badan
legislatif, berwenang membuat peraturan Desa dan juga
memperoleh desentralisasi keuangan dari negara. Pada uraian
sebelumnya9 disebutkan bahwa Desa otonom (local self
government) atau yang dalam UU No. 19/1965 disebut Desa
Praja,10 yakni Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
berhak dan berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri.

7
Penjelasan Umum UU 32/2004: Undang-Undang ini mengakui otonomi yang
dimiliki oleh desa ataupun dengannsebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah
desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari Pemerintah ataupun
pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang terhadap
desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang
dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan
lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan
diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari
desa itu sendiri. Jadi, yang dimaksud dengan dengan Desa Administratif atau desa yang
bersifat administratif oleh pembentuk UU 32/2004 adalah desa bentukan baru di luar
desa genealogis atau desa yang memiliki otonomi asli.
8
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa, 2007,
Naskah ..., Op. Cit., hlm. 3.
9
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa, 2007,
Naskah ..., Op. Cit., hlm. 12.
10
Desapraja menurut pembentuk UU 19/1965 dipersiapkan sebagai daerah tingkat
III. Nama UU ini adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desapraja
Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III Di Seluruh
Wilayah Republik Indonesia.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
12
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Berdasarkan pemahaman tersebut, terdapat empat rujukan tipe


desa, yakni:
1. Desa adat (self governing community ) sebagai bentuk Desa
asli dan tertua di Indonesia. Pasal 18B ayat (2) menyebutnya
kesatuan masyarakat hukum adat, dan Penjelasan Pasal 18
UUD 1945 (pra-perubahan) menyebutnya sebagai
volksgemeenschappen.
2. Desa administratif (local state government) adalah Desa, yakni
desa dinas dan kelurahan. Tipe ini mendapat dasar hukumnya
dalam Pasal 18 ayat (7) UUD 145.
3. Desa otonom (local self government) atau dulu disebut sebagai
Desapraja. Pasal 18 UUD 1945 dan Penjelasan (pra-perubahan)
menyebutnya sebagai zelfbesturende landchappen yang
termasuk dalam daerah-daerah kecil. Dalam UUD 1945
mendapatkan dasar hukum pada Pasal 18B ayat (1), yakni
sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
istimewa.
4. Desa otonom sebagai daerah tingkat III (Provinsi sebagai
daerah tingkat I dan kabupaten/kota sebagai daerah tingkat
II), sebagaimana direncanakan dulu dalam UU 19/1965).
Rujukan konstitusionalnya adalah Pasal 18 ayat (7) UUD 1945.
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa
Departemen Dalam Negeri juga mengemukakan adanya pola pilihan, yang
disebutnya optional village, dalam menentukan karakteristik desa yang
akan dianut:11

11
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa, 2007,
Naskah ..., Op. Cit., hlm. 85-87.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


13
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Pertama, integrasi fungsi pemerintahan Desa ke dalam pemerintahan


adat sebagaimana terjadi di Sumatera Barat. Forum diskusi bersama
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan
Nusa Tenggara Timur tampaknya juga mengarah pada bentuk Desa yang
terintegrasi itu. Adapun disain kelembagaannya adalah sebagai berikut:
1. Secara prinsipil integrasi Desa dan adat (integrated village)
adalah bentuk Desa otonom (local self government), dengan
tetap mengakomodasi spirit dan pola self governing community.
2. Dalam integrated village, terjadi peleburan antara Desa adat dan
Desa dinas menjadi sebuah institusi yang batas-batas wilayah
yang jelas.
3. Nomenklatur Desa disesuaikan dengan nomenklatur lokal, seperti
nagari, pakraman, lembang, negeri dan lain-lain.
4. Struktur pemerintahan integrated village mengakomodasi struktur
adat yang ada. Struktur ini bukan dalam posisi dan pengertian
sebagai lembaga kemasyarakatan, tetapi sebagai struktur resmi
pemerintahan Desa. Sebagai contoh di nagari Sumatera Barat
terdapat wali nagari sebagai kepala eksekutif, Badan Perwakilan
Nagari sebagai lembaga legislatif seperti Badan Perwakilan Desa,
Kerapatan Adat Nagari (KAN) sebagai institusi asli yang
menjalankan fungsi peradilan adat dan wadah permusyawaratan
besar para penghulu adat, serta Majelis Adat, Syarak dan Ulama
sebagai lembaga pertimbangan bagi lembaga lain yang terkait
dengan adat dan agama.
5. Integrated village tidak mengenal dualisme kepemimpinan,
melainkan dipimpin oleh seorang pimpinan eksekutif seperti
kepala Desa.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


14
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Kedua, integrasi masyarakat adat dalam Desa. Dalam model ini, nilai,
istitusi, dan mekanisme yang dikenal dalam masyarakat adat diakomodasi
dalam pemerintahan Desa.
Ketiga, koeksitensi antara masyarakat adat dengan Desa dimana
masing-masing saling behubungan dan saling memperkuat. Dalam model
ini, Desa administratif menjalankan kewenangannya tanpa harus
meniadakan masyarakat adat.
Sebagai kosekusensi dari keragaman Desa berdasarkan optional
village, maka kewenangan Desa pun disesuaikan dengan Desa yang
dipilih:12
1. Desa integrated memiliki tiga kewenangan, yakni kewenangan
asal-usul, kewenangan atributif, dan kewenangan pembantuan.
2. Desa yang koeksistensi dengan masyarakat adat, memiliki dua
kewenangan, yakni kewenangan atributif dan kewenangan
pembantuan, sedangkan kewenangan asal usul menjadi
kewenangan kesatuan masyarakat hukum adat (desa adat).
3. Kepala Desa dibantu oleh unsur pemerintah Desa yang meliputi
sekretaris Desa dan perangkat Desa.
4. Struktur organisasi pemerintah Desa ditetapkan melalui
Peraturan Desa dengan memperhatikan model dan kewenangan
Desa.
Adapun penjelasan kewenangan asal-usul, kewenangan atributif, dan
kewenangan pembantuan, yakni:
1. Kewenangan asal-usul yang diakui oleh negara: mengelola aset
(sumberdaya alam, tanah ulayat, tanah kas Desa) dalam
wilayah yurisdiksi Desa, membentuk struktur pemerintahan

12
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa, 2007,
Naskah ..., Op. Cit., hlm. 88.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


15
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Desa dengan mengakomodasi susunan asli, menyelesaikan


sengketa secara adat dan melestarikan adat dan budaya
setempat.
2. Kewenangan melekat (atributif) mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat yang berskala lokal (Desa):
perencanaan pembangunan dan tata ruang Desa, membentuk
struktur dan organisasi pemerintahan Desa, menyelenggarakan
pemilihan kepala Desa, membentuk Badan Perwakilan Desa,
mengelola APBDes, membentuk lembaga kemasyarakatan,
mengembangkan BUMDes, dan lain-lain.
3. Kewenangan (urusan) yang bersifat tambahan, yakni
kewenangan dalam bidang tugas pembantuan (delegasi) yang
diberikan oleh pemerintah. Prinsip dasarnya, dalam tugas
pembantuan ini Desa hanya menjalankan tugas-tugas
administratif (mengurus) di bidang pemerintahan dan
pembangunan yang diberikan pemerintah. Tugas pembantuan
disertai dengan dana, personil dan fasilitas. Desa berhak
menolak tugas pembantuan jika tidak disertai dengan dana,
personil dan fasilitas.13
Kewenangan yang dimiliki Desa sebagai akibat pola pilihan Desa
tersebut dapat diringkas dalam tabel berikut:
Tabel 2.1. Pola Pilihan Desa dan Kewenangannya
KEWENANGAN
POLA PILIHAN DESA
Kewenangan Asal- Kewenangan Kewenangan
Usul Atributif Pembantuan
Desa integrasi memiliki memiliki memiliki
(integrasi fungsi
pemerintahan Desa ke
dalam pemerintahan

13
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa, Naskah ...,
Ibid.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
16
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

adat atau integrasi


kesatuan masyarakat
hukum adat dalam
Desa)
Desa yang tidak memiliki memiliki memiliki
koeksistensi dengan (kewenangan asal
kesatuan masyarakat usul menjadi
hukum adat kewenangan kesatuan
masyarakat hukum
adat (desa adat).
Sumber: Diolah dari Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa

Sampai sat ini Pemerintahaqn Kabupaten Badung masih menganut


pola Desa yang koeksistensi dengan kesatuan masyarakat hukum adat,
yakni Desa Adat. Oleh karena itu Desa yang dimaksud dalam penelitian
naskah akademik ini adalah Desa Dinas, yang memiliki kewenangan
atributif dan kewenangan pembantuan, sedangkan kewenangan asal usul
menjadi kewenangan Desa Adat sebagai kesatuan masyarakat hukum
adat.
A.2. Pengertian Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintah Desa

Pengertian Pedoman. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan


Pengembangan Bahasa,14 mengemukakan beberapa pengertian pedoman,
dua diantaranya adalah:
1. kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana
sesuatu harus dilakukan.
2. hal (pokok) yang menjadi dasar (pegangan, petunjuk, dsb) untuk
menentukan atau melaksanakan sesuatu.
Pengertian pedoman dapat ditelusuri dari beberapa peraturan
perundang-undangan yang menggunakan judul pedoman, yakni:

14
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1993,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), hlm. 740.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
17
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun


2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan
Hidup. Di dalam Lampiran I perihal Pedoman Penyusunan
Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL),
A. Penjelasan Umum, angka 2 perihal Fungsi pedoman
penyusunan KA-ANDAL, dijelaskan: Pedoman penyusunan KA-
ANDAL digunakan sebagai dasar bagi penyusunan KA-ANDAL ....
Dengan melakukan abstraksi, yakni menghilangkan unsur yang
khusus, maka pedoman berarti dasar bagi penyusunan sesuatu.
Sesuatu itu bisa berupa struktur organisasi.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2011 tentang
Pedoman Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Lampiran.
angka II. perihal Ruang Lingkup Pedoman Evaluasi LAKIP, huruf
A perihal Maksud dan Tujuan, dijelaskan: Pedoman Evaluasi
LAKIP unit kerja di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri
dimaksudkan sebagai panduan dalam rangka pelaksanaan
evaluasi LAKIP. Dengan melakukan abstraksi, yakni
menghilangkan unsur yang khusus, maka pedoman berarti
panduan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan.
Merujuk pada pengertian-pengertian pedoman tersebut di atas,
dalam penelitian naskah akademik ini, pedoman diartikan sebagai dasar
bagi penyusunan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa.
Pengertian Struktur Organisasi. Sondang P. Siagian,15 mendefinisikan
Organisasi sebagai:

15
Sondang P. Siagian, 1982a, Peranan Staf dalam Managemen, (Jakarta: Gunung
Agung), hlm. 20. Lihat juga Sondang P. Siagian, 1984, Filsafat Administrasi, (Jakarta:
Gunung Agung), hlm. 7.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


18
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja
sama untuk mencapai sesuatu tujuan bersama dan terikat secara
formal dalam suatu ikatan hirakhi dimana selalu terdapat hubungan
antara seorang atau sekelompok orang yang disebut pimpinan dan
seorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan.

Pandangan tersebut tidak jauh berbeda dengan beberapa pandangan


berikut:
1. Edwin B. Flippo menyatakan bahwa: organisasi adalah sistem
hubungan antara sumber daya (among resources) yang
memungkikankan pencapaian sasaran.
2. James D. Mooney berpendapat bahwa: Organization is the form
of every human association for the attainment of coomon
purpose (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk
pencapaian tujuan bersama. (dalam Djatmiko, 2003:2).
3. Gitosudarmo (2000:1), mengemukakan pengertian organisasi
adalah suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama
yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekolmpok
orang untuk mencapai suatu tujuan.16
Pengertian-pengertian organisasi tersebut memuat unsur-unsur
seagai berikut: (1) sekelompok manusia; (2) terdapat pemimpin dan yang
dipimpin; (3) bekerja sama; dan (3) untuk mencapai tujuan bersama.
Lazimnya pembahasan tentang organisasi ditinjau dari segi statis dan
segi dinamis. Sebagaimana dikemukakan Sondang P. Siagian,17 berbagai
literatur tentang teori organisasi memberikan petunjuk bahwa para ahli

16
Terkutip dalam Arifin Tahir, 2014, Buku Ajar Perilaku Organisasi, (Yogyakarta:
Deepublish), hlm. 21-22.
17
Sondang P. Siagian, 1982b, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi,
(Jakarta: Gunung Agung), hlm. 9-11. Uraian tersebut terdapat pula dalam Sondang P.
Siagian, 1982a, Ibid. Bandingkan dengan Soewarno Handayaningrat, 1985, Pengantar
Studi Ilmu Administrasi dan Managemen, (Jakarta: Gunung Agung), hlm. 42.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


19
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

lumrah melakukan pembahasan tentang organisasi dari dua segi


pandangan, yaitu organisasi yang ditelaah dengan pendekatan struktural
dan organisasi yang disoroti dengan pendekatan keperilakuan. Pendekatan
yang sifatnya struktural menyoroti organisasi sebagai wadah. Pendekatan
demikian melihat organisasi sebagai sesuatu yang relatif statis.
Berikutnya dikemukakan, organisasi dalam arti statis adalah wadah
tempat penyelenggaraan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang
jelas tentang hirarki kedudukan, jabatan serta jaringan saluran wewenang
dan pertanggungjawaban. Pendekatan keperilakuan menyoroti organisasi
sebagai suatu organisme yang dinamik. Pengertian organisasi dari segi
dinamikanya merupakan proses kerjasama yang serasi antara orang-orang
di dalam perwadahan yang sistematis, formal dan hirarkis yang berpikir
dan bertindak seirama demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan
dengan efisien, efektif, produktif dan ekonomis yang pada gilirannya
memungkinkan terjadinya pertumbuhan baik dalam arti kuantitatif
maupun kualitatif.
Sebagaimana telah dikemukakan pengertian-pengertian organisasi
tersebut memuat unsur-unsur sebagai berikut: (1) sekelompok manusia;
(2) terdapat pemimpin dan yang dipimpin; (3) bekerja sama; dan (3)
untuk mencapai tujuan bersama. Pada unsur pemimpin dan yang dipimpin
menunjukkan adanya hirarki kedudukan, jabatan serta jaringan saluran
wewenang dan pertanggungjawaban.
Dengan perkataan lain, di dalam suatu organisasi terdapat susunan
hirarkis kedudukan, jabatan, wewenang, dan pertanggungjawaban.
Mengenai hal ini Prayudha Wijaya, Adam Nugroho, Sugeng Rahardjo18,
mengemukakan struktur organisasi atau yang biasa disebut bagan

18
Prayudha Wijaya, Adam Nugroho, Sugeng Rahardjo, ( Eds), 2008, Panduan
Membentuk Organisasi Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (OPKAD) , (Jakarta:
LGSP/Local Governance Support Program), hlm. 9.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
20
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

organisasi ialah suatu lukisan yang dimaksudkan untuk menggambarkan


susunan organisasi baik mengenai fungsi-fungsinya, bidang-bidang
pekerjaannya maupun mengenai tingkatan-tingkatannya atau eselonering,
rentang kendali dan sebagainya. Pengertian tentang sebuah struktur dapat
disederhanakan menjadi suatu cara dimana bagian-bagian disusun
menjadi satu kesatuan.
Untuk mendapat pemahaman yang lebih memadai relevan mengutip
beberapa pengertian berikut:19
1. Organization Chart Bagan Organisasi. Gambar struktur
organisasi yang ditunjukkan dengan kotak-kotak atau garis-garis
yang disusun menurut kedudukannya masing-masing memuat
fungsi tertentu dan satu sama lain dihubungkan dengan garis-
garis saluran wewenang dan tanggung jawab.
2. Organization Structure Struktur Organisasi. Kerangka yang
terdiri dari satuan-satuan organisasi yang didalamnya terdapat
pejabat, tugas serta wewenang yang masing-masing mempunyai
peranan serta hubungan tertentu dalam lingkungan kesatuan
yang utuh dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
3. Structural Organization Chart Bagan Organisasi Struktur. Bagan
organisasi yang isinya menunjukkan susunan organisasi dari
pucuk pimpinan sampai dengan satuan-satuan organisasi yang
berkedudukan terbawah dengan mencantumkan sebutan satuan
organisasi serta nama masing-masing satuan organisasi.
Dengan demikian struktur organisasi adalah susunan dari satuan-
satuan organisasi yang didalamnya terdapat pejabat, tugas dan wewenang

19
Pariata Westra, Sutarto, dan Ibnu Syamsi, ( Eds), 1977, Ensiklopedi Administrasi,
(Jakarta: Gunung Agung), hlm. 232, 233, 323.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


21
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

yang terjalin dalam hubungan pertanggungjawaban dalam rangka


mencapai tujuan tertentu.
Pengertian Tata Kerja. Secara etimologis dibentuk oleh kata tata
dan kata kerja. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,20 mengartikan kata
tata, kerja, dan tata kerja sebagai berikut:
1. tata, merupakan kata benda, berarti aturan (biasanya dipakai dl
kata majemuk); kaidah, aturan, dan susunan; cara menyusun;
sistem;
2. kerja, merupakan kata benda, berarti kegiatan melakukan
sesuatu; sesuatu yg dilakukan (diperbuat);
3. tata kerja berarti aturan (sistem dsb) bekerja;
Dari pengertian leksikal tersebut dikaitkan dengan pengertian
organisasi, maka tata kerja dapat diartikan sebagai aturan atau cara
melaksanakan tugas dan wewenang untuk mencapai tujuan organisasi.
Pengertian Pemerintah Desa. Struktur organiasi yang dimaksud
adalah struktur organisasi Pemerintah Desa, dan tata kerja yang dimaksud
adalah tata kerja Pemerintah Desa. Oleh karena itu penting merumuskan
pengertian Pemerintah Desa. UU 6/2014 telah merumuskan pengertian itu
di dalam Pasal 1 angka 7, yakni Pemerintah desa atau yang disebut
dengan nama lain adalah kepala desa dan perangkat desa." Perangkat
Desa terdiri atas: a. secretariat Desa; b. pelaksana kewilayahan; dan c.
pelaksana teknis (Pasal 8 UU 6/2014).
Pengertian Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah
Desa. Merujuk pada pengertian-pengertian tersebut di atas, yakni adalah
dasar bagi penyusunan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah
Desa.

20
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional), hlm. 703, 1547.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
22
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Pengertian-pengertian tersebut merupakan definisi. Definisi, menurut


JJ. H. Bruggink, adalah sebuah pengertian dengan sifat-sifat khusus.
Maksud sebuah definisi adalah untuk menentukan batas-batas sebuah
pengertian secermat mungkin, sehingga jelas bagi tiap orang dalam setiap
keadaan, apa yang diartikan oleh pembicara atau penulis dengan sebuah
perkataan atau istilah tertentu. 21 Terkait dengan penyusunan konsep awal
rancangan peraturan perundang-undangan, definisi dituangkan dalam bab
ketentuan umum, atau pasal yang memuat ketentuan umum.
Definisi dirumuskan dalam formulasi definiendum dan definien.
Definiendum adalah perkataan yang harus didefinisikan dan definien
adalah perkataan-perkataan yang mewujudkan definisi.22 Berikut definisi-
definisi berkenaan dengan pedoman struktur organisasi dan tata kerja
Pemerintah Desa diringkas dalam tabel berikut:
Tabel 2.2. Definisi-definisi berkenaan dengan pedoman struktur
organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa
DEFINIENDUM DEFINIEN
Pedoman adalah dasar bagi penyusunan.
Struktur Organisasi adalah susunan dari satuan-satuan organisasi yang
didalamnya terdapat pejabat, tugas dan wewenang
yang terjalin dalam hubungan pertanggungjawaban.

Tata Kerja adalah cara melaksanakan tugas dan wewenang.

Pemerintah Desa adalah kepala desa dan perangkat desa yang terdiri
atas sekretariat Desa, pelaksana kewilayahan,
pelaksana teknis.
Pedoman Struktur adalah dasar bagi penyusunan struktur organisasi
Organisasi dan Tata dan tata kerja Pemerintah Desa.
Kerja Pemerintah Desa

21
JJ. H. Bruggink, 2011, Refleksi Tentang Hukum: Pengertian-pengertian Dasar
dalam Teori Hukum, alihbahasa B. Arief Sidharta, (Bandung: Citra Aditya Bakti), hlm. 71.
22
JJ. H. Bruggink, 2011, Ibid., hlm. 72.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
23
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

B. KAJIAN TERHADAP ASAS/PRINSIP YANG TERKAIT DENGAN


PENYUSUNAN NORMA

Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik,


sebelumnya dikenal secara teoritik dan praktik pembentukan peraturan
perundang-undangan. Di Indonesia, asas ini telah dipositifkan dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 (UU 10/2004), kemudian dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Asas yang berifat formal diatur
dalam Pasal 523 dan asas yang bersifat materiil diatur dalam Pasal 6.
Pengertian masing-masing asas ini dikemukakan dalam penjelasan pasal.
Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang
bersifat formal berikut pengertiannya, sebagaimana tampak dalam tabel
berikut.
Tabel 2.3. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik,
Yang Bersifat Formal) Berdasarkan Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasannya
Pasal 5 UU 12/2011 Penjelasan Pasal 5 UU 12/2011
Dalam membentuk Peraturan
Perundang-undangan harus
dilakukan berdasarkan pada
asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang baik,
yang meliputi:
a. kejelasan tujuan bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus mempunyai tujuan
yang jelas yang hendak dicapai.
b. kelembagaan atau pejabat bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-
pembentuk yang tepat undangan harus dibuat oleh lembaga negara
atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-
undangan yang berwenang. Peraturan
Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan
atau batal demi hukum apabila dibuat oleh
lembaga negara atau pejabat yang tidak
berwenang.
c. kesesuaian antara jenis, bahwa dalam Pembentukan Peraturan

23
Sebelumnya, dalam UU 10/2004, Pasal 5 huruf b dan huruf c masing memuat
asas kelembagaan dan organ pembentuk yang tepat dan kesesuaian antara jenis dan
materi muatan, dalam UU 12/2011, Pasal 5 huruf b dan huruf c, menjadi kelembagaan
atau pejabat pembentuk yang tepat dan kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi
muatan.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
24
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

hierarki, dan materi Perundang-undangan harus benar-benar


muatan memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai
dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan.
d. dapat dilaksanakan bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus memperhitungkan
efektivitas Peraturan Perundang-undangan
tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e. kedayagunaan dan bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan
kehasilgunaan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan
dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f. kejelasan rumusan bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan
Peraturan Perundang-undangan, sistematika,
pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum
yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi
dalam pelaksanaannya.

g. keterbukaan bahwa dalam Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan mulai dari perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian,
seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
Sumber: Diolah dari Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasan

Adapun asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang bersifat


materiil berikut pengertiannya, sebagaimana tampak dalam tabel berikut.

Tabel 2.4. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, Yang Bersifat
Materiil Berdasarkan Pasal 6 yat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan
PASAL 6 UU 12/2011 PENJELASAN PASAL 6 UU 12/2011
Ayat (1)
Materi muatan Peraturan
Perundang-undangan harus
mencerminkan asas:
a. pengayoman bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus berfungsi
memberikan pelindungan untuk menciptakan
ketentraman masyarakat.
b. kemanusiaan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


25
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

pelindungan dan penghormatan hak asasi


manusia serta harkat dan martabat setiap warga
negara dan penduduk Indonesia secara
proporsional.
c. kebangsaan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan sifat
dan watak bangsa Indonesia yang majemuk
dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
d. kekeluargaan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam
setiap pengambilan keputusan.
e. kenusantaraan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
yang dibuat di daerah merupakan bagian dari
sistem hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
f. bhinneka tunggal ika bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi
khusus daerah serta budaya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. keadilan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga
negara.
h. kesamaan kedudukan bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
dalam hukum dan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal
pemerintahan yang bersifat membedakan berdasarkan latar
belakang, antara lain, agama, suku, ras,
golongan, gender, atau status sosial.
i. ketertiban dan kepastian bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
hukum Perundang-undangan harus dapat mewujudkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
kepastian hukum.
j. keseimbangan, keserasian, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
dan keselarasan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan,
antara kepentingan individu, masyarakat dan
kepentingan bangsa dan negara.
Ayat (2) antara lain:
Peraturan Perundang-undangan a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas
tertentu dapat berisi asas lain legalitas, asas tiada hukuman tanpa
sesuai dengan bidang hukum kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


26
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Peraturan Perundang-undangan asas praduga tak bersalah;


yang bersangkutan. b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam
hukum perjanjian, antara lain, asas
kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan
itikad baik.
Sumber: Diolah dari Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan

Asas-asas tersebut di atas digunakan sebagai landasan penyusunan


norma berkenaan pedoman struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah
Desa. Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU 12/2011, maka prinsip-prinsip
profesionalitas, transparan dan akuntabel, dan teknokrasi dibutuhkan
sebagai kerangka administratif bagi Desa, terutama berkaitan dengan
keperangkatan Desa. Prinsip-prinsip ini digunakan pula sebagai landasan
penyusunan norma, dengan memperhatikan konteks lokal seperti hak
asal-usul dan nilai sosial budaya masyarakat.

C. KAJIAN TERHADAP PRAKTIK PENYELENGGARAAN, KONDISI


YANG ADA, SERTA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
MASYARAKAT

Sesuai dengan judul tersebut di atas, maka Bagian ini membahas


tiga hal penting berkenaan dengan aspek empirik, yakni:
Tabel 2.5. Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, Serta
Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat
PERTANYAAN JAWABAN ANALISIS
1. Praktik
penyelenggaraan Perda
Badung 3/2007.
1) Pasal 2 ayat (5) Perda Jumlah perangkat desa di Pelaksanaan sesuai
Badung 3/2007: Kabupaten Badung adalah dengan Perda Badung
Jumlah Perangkat Desa sama, yg terdiri dari: 1 3/2007
sebagaimana dimaksud (satu) orang Kepala Desa; 1
pada ayat (4) (satu) orang Sekretaris
disesuaikan dengan Desa; dan 5 (lima) orang
kebutuhan dan kondisi Kepala Urusan sebagai
budaya masyarakat pelaksana teknis yang
setempat. terdiri atas Kaur Umum,
Berapa jumlah Kaur Keuangan, Kaur
perangkat desa di Pembangunan, Kaur Kesra,

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


27
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

setiap desa di Badung dan Kaur Pemerintahan.


dan rinciannya?; Apa Sedang untuk Kelian Banjar
yang dimaksud dengan Dinas, jumlahnya berbeda
Pelaksana Teknis sesuai dengan jaumlah
Lapangan di Badung?; Banjar Dinas yang ada pada
Apakah setiap Desa masing-masing desa.
memiliki Pelaksana
Teknis Lapangan?;
2) Pasal 3 ayat (1) Perda Desa di Kabupaten Badung Pelaksanaan tidak sesuai
Badung 3/2007: belum memiliki Peraturan dengan Perda Badung
Susunan Organisasi Desa tentang Susunan 3/2007, karena tidak
dan Tata Kerja Organisasi dan Tata Kerja Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintah Desa Pemerintahan Desa. Pemerintah Desa tidak
ditetapkan dengan Dalam pelaksanaannya ditetapkan dengan
Peraturan Desa. langsung mengacu pada Peraturan Desa.
Apakah setiap telah Perda No. 3/2007.
memiliki Perdes
tentang Susunan
Organisasi dan Tata
Kerja Pemerintah Desa
dan sejak kapan?;
3) Pasal 4 Perda Badung Perbekel melaporkan Telah sesuai dengan Perda
3/2007: Susunan Susunan Organisasi 3/2007. Perlu
Organisasi Pemerintahan Desa kepada dipertimbangkan tentang
Pemerintahan Desa Bupati melalui Camat. pengaturan bentuk dan
sebagaimana dimaksud Semua Perbekel tata cara pelaporannya
dalam pasal 3 melaporkan Susunan untuk diatur dalam perda
dilaporkan oleh Organisasi Pemerintahan yang akan dibentuk.
Perbekel kepada Bupati Desa kepada Bupati melalui
melalui Camat. Apakah Camat.
ada Perbekel yang
tidak melaporkan
Susunan Organisasi
Pemerintahan Desa
kepada Bupati melalui
Camat?
4) Hal lainnya: [tidak ada jawaban] Perlu dipertegas
Pelaksanaan Tugas pengaturan tentang tugas,
dan Wewenang wewenang, dan larangan
Perbekel?; Kewajiban Perbekel dan Kelian Banjar
Perbekel?; Larangan Dinas dalam perda yang
Perbekel?; tugas akan dibentuk.
Perangkat Desa?;
tugas Kepala Urusan?;
tugas Kelian Banjar
Dinas?
5) Dalam melaksanakan Koordinasi dan sinkronisasi Perlu pendalaman tentang
tugasnya Perbekel dan belum sepenuhnya dapat ketidakloyalan Kelian
Perangkat Desa dilakukan secara optimal, Banjar Dinas kepada
menerapkan prinsip khususnya antara Perbekel Perbekel

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


28
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

koordinasi dan dengan Kelian Banjar Dinas.


sinkronisasi; Salah satu penyebabnya Perlu pengaturan tentang
bagaimana adalah ada pada ketidak bentuk koordinasi dan
pelaksanaannya? loyalan Kelian Banjar Dinas sinkronisasi antara
kepada Perbekel, karena Perbekel dan Perangkat
Kelian Banjar Dinas merasa Desa dalam menjalankan
bahwa duduknya sebagai tugasnya.
Kelian Banjar Dinas adalah
karena melalui pemilihan
langsung oleh warganya.
Walaupun pengangkatannya
diusulkan oleh Perbekel.
2. Kondisi yang ada pada
penyelengga-raan
pemerintahan desa
setelah Perda Badung
3/2007 kehilangan
dasar hukumnya,
sebagai akibat adanya
reformasi kebijakan
desa.
1) Apakah Perda Badung Oleh karena belum ada Sesuai dengan Pasal 119
3/2007 masih Perda yang baru maka UU 6/2014 dan Pasa 157
digunakan dalam Perda 3/2007 masih tetap PP 43/2014.
penyusunan organisasi diberlakukan. Perlu dibentuk Perda untuk
dan tata kerja menjabarkan perintah dari
pemerintahan desa? UU 6/2004 dan PP No.
43/2014.
2) Dalam hal masih Perlu pendalaman tentang
digunakan, apakah Dalam pelaksanaannya, apabila ada hal yang
disesuaikan dengan UU apabila ada hal yang bertentangan dengan UU
6/2014 dan peraturan bertentangan dengan UU No. 6/2014, PP No.
pelaksanaannya? No. 6/2014, PP No. 43/2014, dan maka
43/2014, dan Permendagri disesuaikan dengan UU,
yang berhubungan dengan PP,
itu, maka disesuaikan
dengan UU, PP, dan
Permendagri dimaksud.

3) Apakah kondisi Permasalahan yang ada Jawaban tidak termasuk


tersebut menimbulkan adalah, adanya keinginan dalam ruang lingkup
masalah dalam dari beberapa Perbekel materi muatan Perda
penyelenggaraan yang mengusulkan agar Badung 3/2007, akan
pemerintahan desa? dalam pengangkatan tetapi perlu pendalaman
Sekretaris Desa dapat diisi untuk mengetahui
oleh salah seorang Kepala kemungkinan diatur dalam
Urusan yang paling Perda lain.
berkompeten (dilihat dari
umur, masa kerja, dan
pengalaman). Usulan ini
masih memerlukan
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
29
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

pertimbangan untuk dapat


diatur dalam Perda yang
akan dibentuk.
3. Permasalahan yang
dihadapi masyarakat
sebagai akibat Perda
Badung 3/2007
kehilangan dasar
hukumnya.

1) Apakah kondisi Adanya keinginan dari Jawaban tidak termasuk


tersebut menimbulkan beberapa desa untuk tetap dalam ruang lingkup
masalah dalam mempertahankan Kelian materi muatan Perda
masyarakat, khususnya Banjar Dinas yang telah Badung 3/2007, akan
masyarakat desa?. habis masa jabatannya dan tetapi perlu pendalaman
tidak dapat diangkat untuk mengetahui
kembali mengingat batasan kemungkinan diatur dalam
umurnya telah melebihi 43 Perda lain.
tahun
2) Apakah kondisi Permasalahan seperti Jawaban tidak termasuk
tersebut menyebabkan dikemukakan di atas dalam ruang lingkup
pemerintahan desa mengakibatkan tidak materi muatan Perda
tidak optimal optimalnya pelayanan Badung 3/2007, akan
memberikan pelayanan kepada masyarakat, karena tetapi perlu pendalaman
kepada Kelian Banjar Dinas tersebut untuk mengetahui
masyarakatnya? tidak tidak memiliki dasar kemungkinan diatur dalam
hukum untuk menjalankan Perda lain.
tugas sebagai Kelian Banjar
Dinas.
3) Apakah masyarakat Ada keluhan dari Jawaban tidak termasuk
pernah mengajukan masyarakat yang dalam ruang lingkup
keluhan terhadap disampaikan dalam rapat- materi muatan Perda
kondisi tersebut? rapat koordinasi Perbekel Badung 3/2007, akan
dengan Camat ke BPMD tetapi perlu pendalaman
Pemdes. untuk mengetahui
Sedangkan keluhan dari kemungkinan diatur dalam
Kelian Banjar Dinas, Perda lain.
dilakukan melalui Masalah tersebut
protes/demo yang pernah menyangkut
dilakukan ke Kantor Bupati, pengangkatan perangkat
yang selanjutnya ditindak desa.
lanjuti dengan mengajak
perwakilan Kelian Banjar
Dinas berkonsultasi ke
Dirjen PMD pada
Kementerian Dalam Negeri.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


30
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Praktik penyelenggaraan dan kondisi yang ada adalah tidak


bekerjanya Pasal 3 ayat (1) Perda Badung 3/2007 yang menentukan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa ditetapkan dengan
Peraturan Desa. Sekaligus ini merupakan permasalahan yang perlu
dicarikan solusinya.
Permasalahannya adalah Desa di Kabupaten Badung belum
tepatnya adalah tidak memiliki Peraturan Desa tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Sekalipun tidak memiliki
Peraturan Desa, Desa-desa di Badung langsung mengacu pada Perda No.
3/2007 dan menetapkan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.
Permasalahan tersebut kemungkinan akan terulang lagi dalam
periode berlakunya pengaturan yang baru. Oleh karena itu perlu
dirumuskan ketentuan berkenaan dengan mekanisme pelaksanaan dan
evaluasi atau strategi implementasi dalam peraturan yang baru.
Permasalahan lainnya mengenai rincian tugas dan wewenang
perangkat desa. Tidak terdapat pengaturannya dalam peraturan lama dan
tidak mendapatkan data primer tentang hal itu. Hal ini memerlukan rincian
tugas dan wewenang perangkat desa di dalam perda yang akan dibentuk,
sehingga menjadi jelas tanggung jawab perangkat desa.

D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENERAPAN SISTEM BARU


YANG AKAN DIATUR DALAM PERATURAN DAERAH TERHADAP
ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN DAMPAKNYA
TERHADAP ASPEK BEBAN KEUANGAN DAERAH

Sesuai dengan judul tersebut di atas, maka Bagian ini menguraikan


implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam peraturan daerah
terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya penerapan sistem
baru yang akan diatur dalam Perda terhadap aspek beban keuangan

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


31
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

daerah. Untuk itu diajukan sejumlah pertanyaan kepada SKPD terkait.


Adapun hasilnya sebagai berikut:
Tabel 2.6. Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur Dalam
Peraturan Daerah Terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya
Terhadap Aspek Beban Keuangan Daerah
PERTANYAAN JAWABAN ANALISIS
1. Implikasi penerapan
sistem baru yang
akan diatur dalam
peraturan daerah
terhadap aspek
kehidupan
masyarakat.
1) Apakah penerapan Penerapan sistem baru Menekankan pada unsur
sistem baru yang yang akan dibentuk kepastian hukum dari
akan diatur dalam tentu memberikan trilogi keadilan,
Perda menimbulkan pengaruh positif kemanfaatan, dan
pengaruh positif khususnya untuk kepastian hukum.
(misalnya memberikan kepastian
menguntungkan hukum dan pedoman
terhadap aspek bagi para pemangku
kehidupan kepentingan (pemerintah
masyarakat?: daerah, masyarakat desa
Siapakah yang dan perangkat desa)
diuntungkan?; dalam penyelenggaraan
Mengapa pemerintahan desa.
menguntungkan?
2) Apakah penerapan Penerapan sistem baru Jawaban tidak termasuk
sistem baru yang juga akan merugikan dalam ruang lingkup
akan diatur dalam bagi para kelian Banjar materi muatan Perda
Perda menimbulkan Dinas yang habis masa Badung 3/2007, akan
tetapi perlu pendalaman
pengaruh negatif jabatannya tetapi tidak
untuk mengetahui
(misalnya bisa diangkat lagi karena kemungkinan diatur dalam
merugikan) terhadap umur lebih dari 42 tahun. Perda lain.
aspek kehidupan Masalah tersebut
masyarakat?; Siapa menyangkut
yang dirugikan?; pengangkatan dan masa
Mengapa dirugikan? jabatan perangkat desa.
2. Dampaknya
penerapan sistem
baru yang akan
diatur dalam Perda
terhadap aspek
beban keuangan
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
32
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

daerah.
1) Apakah penerapan Penerapan sistem baru Perlu pendalaman
sistem baru yang yang akan diatur dalam tentang memberikan
akan diatur dalam perda akan memberikan beban kuangan daerah
Perda memberikan beban kuangan daerah khususnya dalam
beban keuangan khususnya dalam melaksanakan
daerah. melaksanakan kewenangan berkenaan
kewenangan berkenaan dengan perangkat desa
dengan perangkat desa.
Misalnya seperti perlu
adanya rekomendasi
Camat dalam
pengangkatan perangkat
desa (Kaur dan Kelian
Banjar Dinas). Untuk
menghindari masalah
hukum terhadap
rekomendasi yang akan
dikeluarkan maka Camat
akan melakukan rapat
untuk mengkaji
berkenaan rekomendasi
tersebut.
2) Dalam hal Secara prosentase, Tanpa menyebut
memberikan beban, beban yang ditimbulkan prosentase, namun
seberapa banyak untuk penerapan sistem secara kualitatif
beban yang baru tersebut sangat disebutkan bebannya
ditimbulkan pada kecil dari APBD kecil.
keuangan daerah (% Kabupaten Badung dan
dari PAD, 5 dari melekat dalam Rencana
pengeluaran daerah, Kegiatan anggaran (RKA)
5 dari ... dalam di masing-masing SKPD
APBD)? yang membidangi
pemerintahan desa.
3) Apakah beban atau Beban yang ditimbulkan Secara kualitatif
biaya itu lebih kecil lebih kecil dari manfaat disebutkan bahwa biaya
atau lebih besar dari yang diperoleh, karena lebih kecil dari manfaat,
manfaatnya? pentingnya penerapan mengingat pentingnya
sistem baru yang akan penerapan sistem baru
diatur dalam Perda yang yang akan diatur dalam
akan dibentuk Perda yang akan
menyesuaikan dengan dibentuk.
Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 dan
peraturan
pelaksanaannya sebagai
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
33
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

payung hukum dan


pedoman bagi para
pemangku kepentingan.

SKPD terkait, dalam hal ini Badan Pemberdayaan Masyarakat dan


Desa Kabupaten Badung mengemukakan pendapatnya, bahwa peraturan
daerah yang akan dibentuk akan memberikan pengaruh positif, yakni
memberikan kepastian hukum dan pedoman bagi para pemangku
kepentingan (pemerintah daerah, masyarakat desa dan perangkat desa)
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Terhadap beban yang ditimbulkan untuk penerapan peraturan yang
baru terhadap APBD Kabupaten Badung, Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa Kabupaten Badung menyatakan beban tersebut
sangat kecil dari APBD Kabupaten Badung dan melekat dalam Rencana
Kegiatan anggaran (RKA) di masing-masing SKPD yang membidangi
pemerintahan desa. Dikaitkan dengan manfaatnya, Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa Kabupaten Badung menyatakan bahwa beban yang
ditimbulkan lebih kecil dari manfaat yang diperoleh, karena pentingnya
penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Perda yang akan dibentuk
menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan
peraturan pelaksanaannya sebagai payung hukum dan pedoman bagi para
pemangku kepentingan. Dengan perkataan lain, biaya lebih kecil dari
manfaatnya.
Uraian tersebut di atas menunjukan urgensi penyusunan Peraturan
Daerah tentang Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah
Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di Kabupaten Badung.
Ini berkaitan dengan dengan asas perlunya pengaturan.
Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkeheids beginsel)
merupakan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


34
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

baik (beginselen van behoorlijke regelgeving) yang bersifat formal dalam


pembagian I.C. van der Vlies, yang diikuti A. Hamid S. Attamimi. Asas ini
untuk memastikan pencapaian tujuan memang harus dilakukan dengan
membuat suatu peraturan dan bermaksud untuk menghindarkan
kemungkinan dikeluarkannya suatu peraturan yang sebenarnya tidak
diperlukan. Asas ini tumbuh karena selalu terdapat alternatif untuk
menyelesaikan suatu masalah pemerintahan selain dengan membentuk
peraturan perundang-undangan.24
Asas perlunya pengaturan, dalam UU No 12/2011, disebut sebagai
asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, bahwa setiap Peraturan
Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara (Pasal 5 huruf e dan Penjelasannya).25

24
I.C. van der Vlies, 2005, Buku Pegangan Perancangan Peraturan Perundang-
undangan, terjemahan Linus Doludjawa dari judul asli: Handboek Wetgeving, (Jakarta:
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI), hlm. 271-274, 284. A. Hamid S. Attamimi, 1990, Peranan Keputusan
Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi
Doktor, (Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia), hlm. 338, 345. Yuliandri,
2007, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik dalam Rangka
Pembuatan Undang-Undang Berkelanjuan, Disertasi Doktor, (Surabaya: Program
Pascasarjana Universitas Airlangga), hlm. 142-145.
25
Asas perlunya pengaturan juga dikenal dalam praktek pembuatan kebijakan publik
pada negara-negara anggota Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi
(Organization for Economic Cooperation and Development /OECD), yang terlingkup dalam
Analisis Dampak Peraturan (Regulatory Impact Analysis atau RIA). RIA adalah sebuah
metode yang bertujuan menilai secara sistematis pengaruh negatif dan positif peraturan
yang sedang diusulkan ataupun yang sedang berjalan. Salah satu prinsipnya adalah
regulasi efektif minimum, bahwa untuk menjamin iklim peraturan yang kondusif, maka
peraturan hanyalah merupakan kebutuhan minimum untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Artinya, memang ada masalah yang nyata dan perlu dipecahkan, serta tidak
ada alternatif non-peraturan yang tersedia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Salah
satu langkah yang dianjurkan program RIA adalah pemilihan alternatif tindakan yang
dapat dilakukan untuk mencapai tujuan. Bentuk-bentuk alternatifnya adalah (1) self
regulation; (2) quasi regulaton; dan (3) explicit regulation. Ida Nurseppy, Paryadi, dan
David Ray, 2002, Buku Pedoman Kaji Ulang Peraturan Indonesia, (Disampaikan pada
Seminar 28 Nopember, Nusa Dua Provinsi Bali, Kerjasama Balitbang Indag Depperindag,
Disperindag Provinsi Bali, PEG, USAID), hlm. 4-5, 10-11.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
35
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Jadi, pemikiran yang melandasi perlunya peraturan daerah yang baru


mengenai pedoman struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa,
dalam pemahaman BPMD Badung, adalah untuk memberi kepastian
hukum bagi pemerintahan desa dalam penyusunan struktur organisasi dan
tata kerja pemerintah desa dan bagi SKPD terkait dalam melakukan
melakukan fasilitasi, pembinaan dan pengawasan.
Perlunya peraturan daerah yang baru tersebut sejalan dengan asas-
asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik (beginselen
van behoorlijke regelgeving) yang dikenali secara teoritik, yakni asas
perlunya pengaturan (het noodzakelijkeheids beginsel) dan secara hukum
positif dikenal sebagai asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


36
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN


BAB III PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. EVALUASI DAN ANALISIS TERHADAP KONDISI HUKUM ATAU


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR
MENGENAI SUBSTANSI ATAU MATERI YANG AKAN DIATUR

A.1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945

Pasal 18 UUD 1945 (sebelum perubahan) menentukan pembagian


daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil ditetapkan dengan undang-
undang dengan memandang dan mengingat hak-hak asal-usul dalam
daerah yang bersifat istimewa. Tidak terdapat kata desa dalam
ketentuan ini.
Sekalipun tidak ada pengaturan secara tegas mengenai desa sebagai
satuan pemerintahan daerah atau sebagai satuan paling bawah dalam
struktur pemerintahan negara. Namun, dalam perkembangan undang-
undang tentang pemerintahan daerah selalu merujuk pada ketentuan
konstitusional tersebut.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-
Aturan Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri Di Daerah-Daerah yang
Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri (selanjutnya
disebut UU 22/1948). UU 22/1948, antara lain, menggunakan Pasal 18
UUD 1945 sebagai dasar hukum pembentukannya. Pasal 1 UU 22/1948
menentukan:
(1) Daerah Negara Republik Indonesia tersusun dalam tiga
tingkatan, ialah: Propinsi, Kabupaten (Kota besar) dan Desa
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
37
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

(Kota kecil) negeri, marga dan sebagainya, yang berhak


mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
(2) Daerah-daerah yang mempunyai hak-hak, asal-usul dan
dizaman sebelum Republik Indonesia mempunyai pemerintahan
sendiri yang bersifat Istimewa dengan Undang-undang
pembentukan termaksud dalam ayat (3) dapat ditetapkan
sebagai Daerah Istimewa yang setingkat dengan Propinsi,
Kabupaten atau Desa, yang berhak mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri.
(3) Nama, batas-batas, tingkatan, hak dan kewajiban daerahdaerah
tersebut dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan dalam Undang-
undang pembentukan.

Undang-Undang 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja Sebagai Bentuk


Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III Di Seluruh
Wilayah Republik Indonesia (selanjutnya disebut UU 19/1965). UU in juga
mencantumkan Pasal 18 UUD 1945 sebagai dasar hukum
pembentukannya.
Pengaturan mengenai Desapraja menjadi Daerah Tingkat III diatur
dalam BAB VI Peningkatan Desapraja Menjadi Daerah Tingkat III. Pasal
63 UU 19/1965 menentukan:
(1) Berdasarkan usul Pemerintah Daerah tingkat II, Pemerintah
Daerah tingkat I memajukan saran kepada Menteri Dalam
Negeri untuk meningkatkan sesuatu atau beberapa Desapraja
dalam daerahnya menjadi Daerah tingkat III.
(2) Gabungan beberapa kesatuan masyarakat hukum yang telah
terjadi pada saat Undang-undang ini berlaku, baik sebagai
akibat revolusi maupun berdasarkan sesuatu keputusan
penguasa setempat, jika tidak menjadi Desapraja, diusulkan
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
38
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

oleh Pemerintah Daerah tingkat I kepada Menteri Dalam


Negeri untuk dijadikan Daerah tingkat III.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa (selanjutnya disebut UU 5/1979). UU 5/1979 per
definisi memposisikan Desa sebagai organisasi pemerintahan terendah
langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri. Pasal 1huruf a UU 5/1979 menentukan:
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan
rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;

Pengaturan Desa ke dalam Undang-Undang tentang Pemerintahanh


Daerah kembali terjadi pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 1999 Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(selanjutnya disebut UU 22/1999). UU ini juga mencantumkan Pasal 18
UUD 1945 sebagai dasar hukum pembentukannya. Pasal 1 huruf o UU
22/1999 menentukan:
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengawasi kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam
sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten.

Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa


ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Pasal 93 ayat (2) UU 22/1999).
Interpretasi sistematis atas ayat (1) Pasal 93 UU 22/199926, maka
Peraturan Daerah yang dimaksud adalah Peraturan Daerah Kabupaten.

26
Pasal 93 ayat (1) UU 22/1999 menentukan Desa dapat dibentuk, dihapus,
dan/atau digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakat
dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
39
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 32/2004). UU 32/2004
dibentuk pada periode berlakunya UUD 1945 setelah mengalami
perubahan. Pasal 18 UUD 1945 mengalami perubahan pada perubahan
kedua, yakni tahun 2000.
UU 32/2004 mendefinisikan Desa sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat. Selengkapnya Pasal 1 angka 12 menentukan:
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-
asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 200 UU 32/2004, ayat (1) menentukan: Dalam pemerintahan


daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari
pemerintah desa dan badan permusyawatan desa. Ayat (2) menentukan:
Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa dengan
memperhatikan asal usulnya atas prakarsa masyarakat.
Uraian tersebut menunjukan, sekalipun UUD 1945, baik sebelum
maupun setelah perubahan tidak mengatur pemerintahan desa. Namun,
pembentukan Undang-Undang tentang Desa dan Undang-Undang tentang
Pemerintahan Daerah yang di dalamnya terdapat pengaturan tentang
pemerintahan desa, mencantumkan Pasal 18 UUD 1945.
Pasal 18 UUD 1945 mengalami perubahan menjadi tiga pasal, yakni
Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Ketiga pasal tersebut dapat disimak
dalam tabel berikut:

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


40
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Tabel 3.1. Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B UUD 1945
Pasal 18 Pasal 18A Pasal 18B
(1) Negara Kesatuan Republik (1) Hubungan wewenang (1) Negara
Indonesia dibagi atas antara pemerintah mengakui dan
daerah-daerah provinsi dan pusat dan menghormati
daerah provinsi itu dibagi pemerintahan daerah satuan-satuan
atas kabupaten dan kota, provinsi, kabupaten, pemerintahan
yang tiap-tiap provinsi, dan kota, atau antara daerah yang
kabupaten, dan kota itu provinsi dan bersifat khusus
mempunyai pemerintahan kabupaten dan kota, atau bersifat
daerah, yang diatur dengan diatur dengan istimewa yang
undang-undang. undang-undang diatur dengan
(2) Pemerintahan daerah dengan undang-undang.
provinsi, daerah kabupaten, memperhatikan (2) Negara mengakui
dan kota mengatur dan kekhususan dan dan menghormati
mengurus sendiri urusan keragaman daerah. kesatuan-kesatuan
pemerintahan menurut asas
(2) Hubungan keuangan, masyarakat hukum
otonomi dan tugas
pelayanan umum, adat beserta hak-
pembantuan.
pemanfaatan sumber hak tradisionalnya
(3) Pemerintahan daerah
daya alam dan sumber sepanjang masih
provinsi, daerah kabupaten,
daya lainnya antara hidup dan sesuai
dan kota memiliki Dewan
pemerintah pusat dan dengan
Perwakilan Rakyat Daerah
pemerintahan daerah perkembangan
yang anggota-anggotanya
diatur dan masyarakat dan
dipilih melalui pemilihan
dilaksanakan secara prinsip Negara
umum.
adil dan selaras Kesatuan Republik
(4) Gubernur, Bupati, dan
berdasarkan undang- Indonesia, yang
Walikota masing-masing
undang. diatur dalam
sebagai kepala pemerintah
undang-undang.
daerah provinsi, kabupaten,
dan kota dipilih secara
demokratis.
(5) Pemerintahan daerah
menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara
penyelenggaraan
pemerintahan daerah diatur
dalam undang-undang.
Sumber: Diolah dari UUD 1945
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
41
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Berdasarkan konteks kelahiran Pasal 18 UUD 1945, tidak ada maksud


untuk mencampuradukan antara eksistensi desa adat sebagai kesatuan
masyarakat hukum adat yang menjalankan kewenangan hak asal-usulnya
dengan desa yang menjalankan kewenangan yang diperoleh dari
pemerintahan negara. Tidak ada maksud dari MPR, yang mempunyai
kewenangan mengubah UUD 1945, untuk menempatkan desa adat
sebagai satuan pemerintahan daerah atau sebagai satuan paling bawah
dalam struktur pemerintahan negara. Satuan pemerintahan yang paling
bawah adalah desa dalam struktur pemerintahan negara. Relevan
mengutip pandangan yang muncul di MPR saat diadakan perubahan UUD
1945. Leden Mering dari F-PG mempertanyakan ketiadaan kata
pemerintahan desa dalam rumusan Pasal 18 ayat (1), seraya
menyatakan bahwa rumusan Pasal 18B ayat (2) sudah tepat. Leden
Mering mengatakan sebagai berikut: 27
... Kemarin saya mengajukan pertanyaan mengenai Pasal 18 Ayat
(1), yaitu dimana letak pemerintahan desa dan sampai sekarang
saya belum mendapat jawabannya.
Kedua mengenai Pasal 18b ayat (2), menurut pendapat saya ini
sudah sangat tepat jadi mohon jangan lagi diutak-atik ini.

Terhadap pertanyaan di atas, Jakob Tobing selaku Ketua Komisi A,


memberikan penjelasan, bahwa perihal pemerintahan desa dicakup di
dalam Pasal 18 ayat (7). Selengkapnya penjelasan Jakob Tobing:28
Jadi itu memang dibicarakan secara khusus bagaimana apakah ini
nanti akan tercakup sampai kepada satuan yang terkecil. Jadi dalam
tanda petik ya, dalam hal ini desa dan kadang-kadang dalam bentuk-
bentuk yang khas, asli misalnya. Itu dicakup di dalam Ayat (7)
mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan

27
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2008, Naskah Komprehensif
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Buku IV
Kekuasaan Pemerintahan Negara, Jilid 2, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi).
28
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2008, Ibid.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
42
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

daerah dan kita tahu bahwa pada kenyataannya itu ada satuan-
satuan sampai dengan desa dan ada juga satu kenyataan bahwa
tadinya ada tetapi dalam proses penyeragaman yang terjadi
beberapa tahun selama beberapa tahun belakangan ini, itu menjadi
ada perubahan-perubahan juga. Tetapi tetap ada tingkatnya itu
misalnya pada tingkat desa apa dusun, begitu apa marga, begitu.
Jadi nanti itu diatur dan mungkin tidak sama untuk setiap daerah.
Makanya ada keragaman dengan memperhatikan kekhususan daerah
(garis bawah dari pemakalah).

Jadi, perihal pemerintahan desa dicakup di dalam Pasal 18 ayat (7)


UUD 1945, sedangkan perihal pemerintahan desa adat atau kesatuan
masyarakat hukum adat diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, dan
satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa setingkat
desa dicakup dalam Pasal 18B ayat (1) UUD 1945.
UU 32/2004 yang mengatur perihal pemerintahan desa yang dicakup
dalam Pasal 18 ayat (7) UUD 1945, sedangkan perihal desa adat atau
kesatuan masyarakat hukum adat yang diatur dalam Pasal 18B ayat (2)
UUD 1945, UU 32/2004 mengaturnya dalam rangka pengakuan dan
penghomatan, yakni:
1. Pasal 2 ayat (9) UU 32/2004: Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pasal 203 ayat (3) UU 32/2004: Pemilihan kepala desa dalam
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku
ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam Perda
dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


43
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

3. Pasal 204 UU 32/2004: Masa jabatan kepala desa adalah 6


(enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu)
kali masa jabatan berikutnya. Penjelasan Pasal 204 UU 32/2004:
Masa jabatan kepala desa dalam ketentuan ini dapat dikecualikan
bagi kesatuan masyarakat hukum adat yang keberadaannya
masih hidup dan diakui yang ditetapkan dengan Perda.
Uraian tersebut di atas menegaskan, UUD 1945 tidak secara tegas
mengatur perihal desa, namun pembentukan undang-undang tentang
desa atau pembentukan undang-undang tentang pemerintahan daerah
yang di dalamnya mengatur perihal desa merujuk Pasal 18 UUD 1945 dan
mencantumkannya sebagai dasar hukum.
Uraian tersebut di atas juga menunjukan, berdasarkan konteks
kelahiran perubahan Pasal 18 UUD 1945, perihal pemerintahan desa
dicakup dalam Pasal 18 ayat (7) UUD 1945.

A.2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa (selanjutnya disebut UU 6/2014). UU 6/2014 mencantumkan Pasal
18 dan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 sebagai dasar hukum
pembentukannya. Penjelasan Umum UU 6/2014 memperjelas penggunaan
kedua pasal itu sebagai dasar hukum pembentukan UU 6/2014:
tujuan ditetapkannya pengaturan Desa dalam Undang-Undang ini
merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
1) memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang
sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2) memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa
dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi
mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


44
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

3) melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya


masyarakat Desa;
4) mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa
untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan
bersama;
5) membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan
efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
6) meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa
guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
7) meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna
mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara
kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
8) memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi
kesenjangan pembangunan nasional; dan
9) memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
.......................................................................................
Asas pengaturan dalam Undang-Undang ini adalah:
1) rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;
2) subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan
pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan
masyarakat Desa;
3) keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap
sistem nilai yang berlaku di masyarakat Desa, tetapi dengan
tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara;
.................................................................

Penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dapat tampil dalam 2
(dua) bentuk, yakni (1) koeksistensi desa dan desa adat; dan (2) integrasi
desa dan desa adat, yang memuat pilihan:
a. pola integrasi desa ke dalam desa adat; atau
b. integrasi desa adat ke dalam desa.
Pasal 1 angka 1 dan Pasal 6 ayat (1) UU 6/2014 menunjukkan pada
dianutnya pola koeksistensi desa dan desa adat. Kedua ketentuan itu
adalah sebagai berikut:

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


45
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

1. Pasal 1 angka 1 UU 6/2014: Desa adalah desa dan desa adat


atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pasal 6 ayat (1) UU 6/2014: Desa terdiri atas Desa dan Desa
Adat.
Penjelasan Pasal 6 UU 6/2014, sebaliknya menunjukkan dianutnya
pola integrasi desa dan desa adat. Penjelasan ini memuat dua hal berikut:
1. Ketentuan ini untuk mencegah terjadinya tumpang tindih
wilayah, kewenangan, duplikasi kelembagaan antara Desa dan
Desa Adat dalam 1 (satu) wilayah maka dalam 1 (satu) wilayah
hanya terdapat Desa atau Desa Adat.
2. Untuk yang sudah terjadi tumpang tindih antara Desa dan Desa
Adat dalam 1 (satu) wilayah, harus dipilih salah satu jenis Desa
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Penjelasan Pasal 6 UU 6/2014 menyalahi asas dan kaidah teknik
perundang-undangan (lengkapnya: teknik penyusunan peraturan
perundang-undangan), yakni melanggar larangan dalam penjelasan tidak
boleh memuat norma hukum. Penjelasan Pasal 6 UU 6/2014 telah memuat
norma hukum, sebagai penandanya adalah kata harus.29

29
Marhaendra Wija Atmaja, 2014, Desa Adat dalam Undang-Undang tentang
Desa: Memposisikan Desa Adat Sesuai Politik Pengakuan Kesatuan-Kesatuan Masyarakat
Hukum Adat Yang Diamanatkan UUD 1945, (Makalah dalam Diskusi Publik dengan tema
Undang-Undang Desa, Solusikah?, diselengarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Udayana, di Aula Fakultas Hukum Universitas Udayana
Denpasar, Sabtu 10 Mei), hlm. 12-13.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
46
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Di Bali terdapat perbedaan penafsiran terhadap Pasal 6 UU 6/2014


berikut penjelasannya. Di satu pihak, berpendapat dan menganut pola
koeksistensi desa dan desa adat sebagaimana diamanatkan Pasal ayat (1)
UU 6/2014, di lan pihak berpendapat dan menganut pola integrasi desa
dan desa adat, yang mengarah pada pada dianutnya pola integrasi desa
ke dalam desa adat.
Sesuai dengan Pasal 5 UU 6/2014: Desa berkedudukan di wilayah
Kabupaten/Kota. dan pasal-pasal lainnya menunjukkan kewenangan
pengaturan tentang desa berada pada kabupaten/kota. Kabupaten/Kota
berwenangan mengeluarkan Peraturan Daerah untuk mengatur lebih
lanjut keberadaan desa.
Tabel 3.2. Pengaturan Desa Lebih Lanjut dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dalam UU 6/2014
Ketentuan Substansi
Pasal 8 Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)30
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul,
adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta
kemampuan dan potensi Desa.
Pasal 14 Pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau
perubahan status Desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8,31 Pasal 9,32 Pasal 10,33 dan Pasal 1134 atau
kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1235
ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Pasal 31 Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan
ayat (2) pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagaimana

30
Pasal 8 ayat (1) UU 6/2014: Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (4) huruf a merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang
ada.
31
Pasal 8 UU 6/2014 perihal Pembentukan Desa.
32
Pasal 9 UU 6/2014: Desa dapat dihapus karena bencana alam dan/atau
kepentingan program nasional yang strategis.
33
Pasal 10 UU 6/2014: Dua Desa atau lebih yang berbatasan dapat digabung
menjadi Desa baru berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan dengan
memperhatikan persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.
34
Pasal 11 UU 6/2014 perihal Desa dapat berubah status menjadi kelurahan.
35
Pasal 12 UU 6/2014 perihal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat
mengubah status kelurahan menjadi Desa.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
47
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

dimaksud pada ayat (1) dengan Peraturan Daerah


Kabupaten/Kota.
Pasal 33 Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal
Ika;
d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah
pertama atau sederajat;
e. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat
mendaftar;
f. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa;
g. terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa
setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran;
h. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;
i. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5
(lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan
mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa
yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai
pelaku kejahatan berulang-ulang;
j. tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan
pengadilan yang telah mwempunyai kekuatan hukum tetap;
k. berbadan sehat;
l. tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa
jabatan; dan
m. syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah.
Pasal 50 Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4836 diangkat
ayat (1) dari warga Desa yang memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau
yang sederajat;
b. berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh
dua) tahun;
c. terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di
Desa paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran; dan
d. syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Daerah

36
Pasal 48 UU 6/2014: Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
48
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Kabupaten/Kota.
Pasal 50 Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat Desa sebagaimana
ayat (2) dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49,37 dan Pasal 50 ayat (1)38
diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65 Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Permusyawaratan Desa
ayat (2) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 84 Pengaturan lebih lanjut mengenai perencanaan, pelaksanaan
ayat (3) pembangunan Kawasan Perdesaan, pemanfaatan, dan
pendayagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 98 Desa Adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah
ayat (1) Kabupaten/Kota.39
Pasal 101 Penataan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)40
ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

Tabel tersebut menunjukkan tidak ada ketentuan dalam UU 6/2014


yang memerintahkan dibentuknya Peraturan Daerah tentang organisasi
dan tata kerja Pemerintah Desa. Ketentuan tentang itu berkenaan dengan
kewenangan Kepala Desa. Pasal 26 ayat (3) huruf a UU 6/2014, dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa
berhak mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa.
Ayat (1) Pasal 26 UU 6/2014 menentukan Kepala Desa menyelenggarakan
Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Ketentuan tentang Kepala Desa berhak mengusulkan struktur
organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa berada di bawah Bab V UU
6/2014, perihal Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Pasal 23 UU 6/2014
menetukan, Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.

37
Pasal 49 UU 65/2014 perihal tugas dan pengangkatan Perangkat Desa.
38
Pasal 50 ayat (1) UU 6/2014 perihal persyaratan Perangkat Desa.
39
Penjelasan Pasal 98 ayat (1) UU 6/2014: Yang dimaksud dengan penetapan
Desa Adat adalah penetapan untuk pertama kalinya.
40
Pasal 101 ayat (1) UU 6/2014: Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa Adat.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


49
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Berbeda dengan UU 32/2004, Pasal 200 ayat (1) merumuskan:


...pemerintahan desa ... terdiri dari pemerintah desa dan badan
permusyawatan desa. Jadi, Pemerintahan Desa menurut UU 6/2014
adalah Pemerintah Desa, sedangkan Badan Permusyawaratan Desa
sebagaimana diatur dalam Bagian Ketujuh, sekalipun berada di bawah Bab
V Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, tapi tidak ditegaskan sebagai
penyelenggara Pemerintahan Desa.
Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 adalah
Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan dibantu oleh
perangkat Desa atau disebut dengan nama lain (Pasal 25 UU 6/2014).
Perangkat Desa terdiri atas: a. sekretariat Desa; b. pelaksana
kewilayahan; dan c. pelaksana teknis (Pasal 48 UU 6/2014). Perangkat
Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya (Pasal 49 ayat (1) UU 6/2014). Dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya, perangkat Desa bertanggung jawab kepada Kepala
Desa (Pasal 49 ayat (3) UU 6/2014).
Dengan demikian, struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa
itu berkenaan dengan Kepala Desa dan perangkat Desa, yang meliputi
sekretariat Desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis.

A.3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun


2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (PP 43/2014)

Pertanyaan yang penting diajukan adalah apakah PP 43/2014


mengatur mengenai struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa
diatur dengan atau dalam peraturan daerah?. Untuk itu perlu ditelusuri
pasal-pasal PP 43/2014 berkenaan dengan peraturan daerah dan materi
muatannya.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


50
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Tabel 3.3. Pengaturan Desa Lebih Lanjut dengan Peraturan Daerah


Kabupaten/KotaKabupaten/Kota dalam PP 43/2014
Ketentuan Substansi
Pasal 5 ayat (4) pembentukan Desa di kawasan yang bersifat khusus dan
strategis bagi kepentingan nasional.
Pasal 13 ayat (5) pembentukan Desa persiapan menjadi Desa
Pasal 18 ayat (3) Pembentukan Desa melalui penggabungan beberapa
Desa menjadi 1 (satu) Desa baru
Pasal 22 ayat (7) perubahan status Desa menjadi kelurahan
Pasal 26 ayat (7) perubahan status desa adat menjadi desa
Pasal 29 ayat (3) menetapkan desa dan desa adat hasil inventarisasi Desa
yang ada yang telah mendapatkan kode Desa yang
dilakukan oleh Pemerintah daerah kabupaten/kota.
Pasal 31 ayat (2) menetapkan desa adat yang telah memenuhi syarat
berdasarkan hasil identifikasi dan kajian yang dilakukan
pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota bersama majelis adat atau lembaga
lainnya yang sejenis.
Pasal 31 Penetapan desa adat (penetapan desa menjadi desa
adat).
Pasal 65 ayat (2) Syarat lain pengangkatan perangkat Desa
Pasal 72 ayat (4) Penetapan mekanisme pengisian keanggotaan Badan
Permusyawaratan Desa

Tabel di atas menunjukkan tidak ada ketentuan dalam PP 43/2014


mengenai struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur
dengan atau dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Ketentuan yang berkenaan dengan pemerintah desa diatur dalam
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Pasal 65 ayat (2) PP 43/2014,
yang menentukan syarat lain pengangkatan perangkat Desa ditentukan
dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Ketentuan yang terkait dengan struktur organisasi dan tata kerja
pemerintah desa, terdapat dalam Bagian Kedua perihal Perangkat Desa,
Paragraf 1 perihal Umum, yakni:
1. Perangkat Desa terdiri atas: a. sekretariat Desa; b. pelaksana
kewilayahan; dan c. pelaksana teknis. Perangkat Desa

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


51
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

berkedudukan sebagai unsur pembantu kepala Desa (Pasal 61


ayat (1) dan ayat (2) PP 43/2014).
2. Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa dibantu oleh unsur
staf sekretariat yang bertugas membantu kepala Desa dalam
bidang administrasi pemerintahan. Sekretariat Desa paling banyak
terdiri atas 3 (tiga) bidang urusan. Ketentuan mengenai bidang
urusan diatur dengan Peraturan Menteri (Pasal 62 ayat (1) - ayat
(3) PP 43/2014).
3. Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu kepala Desa
sebagai satuan tugas kewilayahan. Jumlah pelaksana kewilayahan
ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan
yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan Desa. (Pasal 63 ayat
(1) dan ayat (2) PP 43/2014).
4. Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai
pelaksana tugas operasional. Pelaksana teknis paling banyak
terdiri atas 3 (tiga) seksi. Ketentuan mengenai pelaksana teknis
diatur dengan Peraturan Menteri (Pasal 64 ayat (1) - ayat (3) PP
43/2014).
Berdasarkan keseluruhan uraian tersebut di atas berkenaan dengan
UU 6/2014 dan PP 43/2014 menunjukkan sejumlah hal penting, yakni:
1. Tidak ada ketentuan yang menentukan struktur organisasi dan
tata kerja pemerintah desa diatur dengan atau dalam Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
2. Berkaitan dengan pemerintahan desa sebagai materi muatan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota menyangkut hal-hal sebagai
berikut:

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


52
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

a. Kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak


ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Pasal
31 ayat (2) UU 6/2014).
b. syarat lain yang wajib dipenuhi Calon Kepala Desa diatur
dalam Peraturan Daerah (Pasal 33 huruf m UU 6/2014).
c. Syarat lain pengangkatan perangkat Desa yang harus dipenuhi
warga Desa ditentukan dalam Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota (Pasal 50 ayat (1) huruf d UU
6/2014).Dipertegas dalam PP 43/2014, Syarat lain
pengangkatan perangkat Desa yang ditetapkan dalam
peraturan daerah kabupaten/kota harus memperhatikan hak
asal usul dan nilai sosial budaya masyarakat (Pasal 65 ayat (2)
PP 43/2014).
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 ayat (1)
diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan
Peraturan Pemerintah (Pasal 50 ayat (2) UU 6/2014).
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Permusyawaratan
Desa diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Pasal
65 ayat (2) UU 6/2014). Penetapan mekanisme pengisian
keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa dilaksanakan
dengan berpedoman pada peraturan daerah kabupaten/kota
(Pasal 72 ayat (4) PP 43/2014).
3. Struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa itu berkenaan
dengan Kepala Desa dan perangkat Desa, yang meliputi:
a. Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa dibantu oleh
unsur staf sekretariat yang bertugas membantu kepala Desa
dalam bidang administrasi pemerintahan. Sekretariat Desa

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


53
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

paling banyak terdiri atas 3 (tiga) bidang urusan. Ketentuan


mengenai bidang urusan diatur dengan Peraturan Menteri
(Pasal 62 ayat (1) - ayat (3) PP 43/2014).
b. Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu kepala
Desa sebagai satuan tugas kewilayahan. Jumlah pelaksana
kewilayahan ditentukan secara proporsional antara pelaksana
kewilayahan yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan
Desa. (Pasal 63 ayat (1) dan ayat (2) PP 43/2014).
c. Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala Desa
sebagai pelaksana tugas operasional. Pelaksana teknis paling
banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi. Ketentuan mengenai
pelaksana teknis diatur dengan Peraturan Menteri (Pasal 64
ayat (1) - ayat (3) PP 43/2014).
Jadi, tidak ada ketentuan dalam UU 6/2014 dan PP 43/2014 yang
menentukan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur
dengan atau dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Dibandingkan
dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (PP
72/2005) mengaturnya dalam Bab IV perihal Penyelenggara Pemerintahan
Desa, Bagian Kedua perihal Pemerintahan Desa, Paragraf 1 perihal
Pemerintah Desa, Pasal 12 dan Pasal 13, sebagaimana dikemukakan
dalam kotak berikut:
Pasal 12
(1) Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 terdiri
dari Kepala Desa dan Perangkat Desa.
(2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya.
(3) Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a. sekretariat desa;
b. pelaksana teknis lapangan;

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


54
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

c. unsur kewilayahan.
(4) Jumlah Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat.
(5) Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan
dengan peraturan desa.

Pasal 13
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman Penyusunan
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a. tata cara penyusunan struktur organisasi;
b. perangkat;
c. tugas dan fungsi;
d. hubungan kerja.

Hal tersebut menunjukkan sejumlah hal penting berkenaan dengan


instrumen pengaturan susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan
desa, yakni:
1. Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan
dengan peraturan desa.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman Penyusunan
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
3. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengenai Pedoman
Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa,
sekurang-kurangnya memuat:
a. tata cara penyusunan struktur organisasi;
b. perangkat;
c. tugas dan fungsi;
d. hubungan kerja.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


55
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

A.4. Memahami Nomenklatur, Tugas dan Wewenang


Perangkat Desa Berdasarkan Peraturan Menteri,
Peraturan Pemerintah, dan Undang-Undang tentang
Desa.

PP 43/2014 mengamanatkan sejumlah peraturan menteri tentang


perangkat desa, yakni:
1. Peraturan Menteri mengenai bidang urusan (Pasal 62 ayat (3) PP
43/2014).
2. Peraturan Menteri mengenai pelaksana teknis (Pasal 64 ayat (3)
PP 43/2014).
Sampai saat naskah ini ditulis, Peraturan Menteri itu belum
ditetapkan. Sehingga tidak diperoleh kejelasan mengenai nomenklatur dari
bidang urusan dan pelaksana teknis tersebut beserta tugas dan
wewenangnya.
Bidang Urusan. Untuk memahami persoalan bidang urusan perlu
memahami kedudukan bidang urusan dalam perangkat desa. Pasal 62 PP
43/2014 menentukan, Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa
dibantu oleh unsur staf sekretariat yang bertugas membantu kepala Desa
dalam bidang administrasi pemerintahan. Jadi, bidang urusan itu adalah
unsur staf sekretariat yang bertugas membantuk kepala Desa dalam
bidang administrasi pemerintahan.
PP 43/2014 tidak memberikan makna mengenai administrasi
pemerintahan. Abdurokhman Widyaiswara pada Kantor Diklat
Kabupaten Banyumas dalam tulisannya berjudul Mewujudkan
Perangkat Desa Yang Berkualitas: Sebuah Kajian Menyongsong
Implementasi Undang-undang Desa mengemukakan, dalam menentukan
bidang urusan dilakukan analisis berdasarkan fungsi manajemen dan
kewenangan Kepala Desa. Mendasarkan pada Hadari Nawawi dalam B.
Suryosubroto yang menyebutkan bahwa manajemen operatif kegiatannya

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


56
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

meliputi; (a) tata usaha, (b) perbekalan, (c) kepegawaian, (d) keuangan,
dan (e) hubungan masyarakat, Abdurokhman selanjutnya
mengemukakan:
1. Untuk melaksanakan fungsi tata usaha, perbekalan, kepegawaian
dan hubungan masyarakat dibutuhkan seorang Kepala Urusan
Tata Usaha. Beban tugas urusan Tata Usaha cukup berat sehingga
pada desa yang besar perlu ada staf urusan tata usaha.
2. Sedangkan fungsi keuangan karena begitu luasnya tugas yang
harus dikerjakan mulai dari penyusunan rencana (RAPBDes),
pembukuan, dan laporan pertanggungjawaban, sesuai
kewenangan poin 5, maka dibutuhkan seorang Kepala Urusan
Keuangan dan dibantu seorang staf.
3. Untuk mendukung pelaksanaan tugas pemerintahan dan
pembangunan desa secara maksimal dibutuhkan perencanaan
yang matang, yang meliputi tugas pengumpulan data,
pengolahan, penyusunan program, evaluasi dan pelaporan.
Pekerjaan ini cukup luas karena menyangkut berbagai aspek yang
ada di desa, maka dibutuhkan seorang Kepala Urusan
Perencanaan.
4. Dengan demikian pada sekretariat dibutuhkan minimal 3 (tiga)
Kepala Urusan yaitu Urusan Tata Usaha, Urusan Keuangan, dan
Urusan Perencanaan.41

41
Abdurokhman, Mewujudkan Perangkat Desa Yang Berkualitas: Sebuah Kajian
Menyongsong Implementasi Undang-undang Desa,
http://static.banyumaskab.go.id/website/file/221120140946461417229206.pdf <diunduh
19/6/2015>
Perencanaan, dalam kutipan di atas, tidak disebutkan sebagai cakupan manajemen
operatif, namun digunakan sebagai dasar untuk menentukan adanya kepala urusan
perencanaan. Perencanaan, di dalam literatur ilmu administrasi disebutkan sebagai salah
satu proses administrasi/manajemen. William H. Newman mengemukakan lima proses
administrasi/manajemen, yakni: (1) Perencanaan, (2) Pengorganisasian, (3)
Pengumpulan sumber, (4) Pengendalian kerja, dan (5) Pengawasan. Dalton E. Mc.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
57
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, 3 (tiga) bidang urusan


yang bertugas membantu kepala Desa dalam bidang administrasi
pemerintahan sebagaimana diamanatkan Pasal 62 ayat (2) PP 43/2014
tersebut meliputi (1) bidang urusan tata usaha (dapat juga disebut bidang
urusan organisasi), (2) Bidang urusan perencanaan, dan (3) bidang
urusan keuangan. Adapun tugas dan wewenangnya adalah:
1. Bidang urusan tata usaha sebagai unsur staf sekretariat bertugas
membantu kepala Desa dalam bidang urusan tata usaha.
Wewenangnya adalah di bidang tata usaha, seperti surat-
menyurat dan kearsipan.
2. Bidang urusan perencanaan sebagai unsur staf sekretariat
bertugas membantu kepala Desa dalam bidang urusan
perencanaan. Wewenangnya perencanaan pembangunan desa.
Pasal 26 ayat (1) UU 6/2014 antara lain menentukan Kepala
Desa berugas melaksanakan Pembangunan Desa, dan pada ayat
(2) huruf m, menentukam dalam melaksanakan tugas tersebut,
Kepala Desa berwenang mengordinasikan Pembangunan Desa
secara partisipatif. Pembangunan Desa meliputi tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan Pasal 78 ayat (2)
UU 6/2014). Perencanaan pembangunan desa menjadi pedoman
bagi Pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RPJMDesa,
RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa (Pasal 115 PP 43/2014).
Merujukan pada ketentuan-ketentuan tersebut, maka bidang
urusan perencanaan mempunyai wewenang di bidang
penyusunan rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan

Farland menyebutkan: (1) Perencanaan, (2) Pengorganisasian, dan (3) Pengawasan. F.W.
Taylor menyebutkan: (1) Perencanaan, (2) Pembinaan kerja, dan (3) Mengatur
pekerjaan. Terkutip dalam Soewarno Handayaningrat, 1985, Pengantar Studi Ilmu
Administrasi dan Managemen, (Jakarta: PT Gunung Agung), hlm. 21-22.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
58
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

RKP Desa. Selain itu, bidang urusan perencanaan juga


dikontruksikan untuk membantu Kepala Desa menyusun (1)
laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun
anggaran kepada Bupati/Walikota, (2) laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada
Bupati/Walikota, (3) laporan keterangan penyelenggaraan
pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan
Desa setiap akhir tahun anggaran, dan (4) informasi
penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada
masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran (Pasal 27 UU
6/2014).
3. Bidang Urusan keuangan sebagai unsur staf sekretariat bertugas
membantu kepala Desa dalam bidang urusan keuangan.
Wewenangnya dapat dirujuk pada Pasal 26 ayat (2) huruf c UU
6/2014 yang menentukan, Kepala Desa memegang kekuasaan
pengelolaan Keuangan dan Aset Desa. Sebagai unsur sekretariat
yang membantu Kepala Desa dalam bidang administrasi
keuangan, maka bidang urusan keuangan mempunyai
wewenang di bidang pengelolaan Keuangan dan Aset Desa.
Pelaksana Kewilayahan, merupakan unsur pembantu Kepala Desa
sebagai satuan tugas kewilayahan (Pasal 63 ayat (1) PP 43/2014. Jadi,
pelaksana kewilayahan bertugas membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya di wilayah kerja masing-masing
dari pelaksana kewilayahan.
Pelaksana kewilayahan terkait dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat
(4) UU 6/2014, bahwa dalam wilayah Desa dibentuk dusun atau yang
disebut dengan dengan nama lain yang disesuaikan dengan asal usul,
adat istiadat, dan nilai social budaya masyarakat Desa. Keterkaitannya

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


59
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

adalah pelaksana kewilayahan itu dapat dimaknai sebagai dusun, yang


dipimpin oleh seorang kepala dusun.
Dengan demikian dusun sebagai pelaksana kewilayahan bertugas
membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
(sebagaimana tercantum dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UU 6/2014)
di wilayah kerja masing-masing. Berdasarkan kerangka pemikiran
tersebut, maka tugas dan wewenang dusun dapat dikonstruksikan sebagai
berikut:
1. Dusun mempunyai tugas di bidang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa di wilayah kerjanya masing-masing.
2. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Dusun mempunyai
wewenang:
a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. membina kehidupan masyarakat Desa;
c. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
d. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta
mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala
produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat
Desa;
e. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
f. memanfaatkan teknologi tepat guna;
g. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;
dan
h. melaksanakan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;
di wilayah kerjanya.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


60
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Seksi. Pelaksana teknis, paling banyak terdiri dari 3 (tiga) seksi,


merupakan unsur pembantu Kepala Desa sebagai pelaksana teknis
operasional (Pasal 64 UU 6/2014). Ini terkait dengan Pasal 26 ayat (1) UU
6/2014 yang menentukan, Kepala Desa bertugas menyelenggarakan
Pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Keterkaitannya adalah tiga seksi itu mempunyai tugas pada keempat
bidang tersebut. Dengan pertimbangan pembinaan kemasyarakat Desa
dan pemberdayaan masyarakat Desa berhimpitan, maka dijadikan satu
seksi. Dengan demikian tiga seksi itu dan tugasnya adalah:
1. Seksi Pemerintahan Desa, mempunyai tugas membantu Kepala
Desa dalam tugas operasional pemerintahan desa.
2. Seksi Pembangunan Desa, mempunyai tugas membantu Kepala
Desa dalam tugas operasional pembangunan desa.
3. Seksi Pembinaan Kemasyarakatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa, mempunyai tugas membantu Kepala Desa dalam tugas
operasional pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan
masyarakat desa.
Wewenang dari masing-masing seksi tersebut dapat merujuk pada
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman
Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala
Desa (Permendes 1/2015).

Pertama, wewenang Seksi Pemerintahan Desa merujuk pada Pasal 8


Permendes 1/2015 yang menentukan, kewenangan lokal berskala Desa di
bidang pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a
antara lain meliputi:
a. penetapan dan penegasan batas Desa;
b. pengembangan sistem administrasi dan informasi Desa;
c. pengembangan tata ruang dan peta sosial Desa;
d. pendataan dan pengklasifikasian tenaga kerja Desa;

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


61
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

e. pendataan penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan


sektor non pertanian;
f. pendataan penduduk menurut jumlah penduduk usia kerja,
angkatan kerja, pencari kerja, dan tingkat partisipasi angkatan
kerja;
g. pendataan penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja
menurut lapangan pekerjaan jenis pekerjaan dan status
pekerjaan;
h. pendataan penduduk yang bekerja di luar negeri;
i. penetapan organisasi Pemerintah Desa;
j. pembentukan Badan Permusyaratan Desa;
k. penetapan perangkat Desa;
l. penetapan BUM Desa;
m.penetapan APB Desa;
n. penetapan peraturan Desa;
o. penetapan kerja sama antar-Desa;
p. pemberian izin penggunaan gedung pertemuan atau balai Desa;
q. pendataan potensi Desa;
r. pemberian izin hak pengelolaan atas tanah Desa;
s. penetapan Desa dalam keadaan darurat seperti kejadian bencana,
konflik, rawan pangan, wabah penyakit, gangguan keamanan, dan
kejadian luar biasa lainnya dalam skala Desa;
t. pengelolaan arsip Desa; dan
u. penetapan pos keamanan dan pos kesiapsiagaan lainnya sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat Desa.
Kedua, wewenang Seksi Pembangunan Desa merujuk pada Pasal 9
Permendes 1/2015 yang menentukan, kewenangan lokal berskala Desa di
bidang pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b
meliputi:
a. pelayanan dasar Desa;
b. sarana dan prasarana Desa;
c. pengembangan ekonomi lokal Desa; dan
d. pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan Desa.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


62
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Pasal 10 Permendes 1/2015 menentukan, kewenangan lokal berskala


Desa di bidang pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf a antara lain meliputi:
a. pengembangan pos kesehatan Desa dan Polindes;
b. pengembangan tenaga kesehatan Desa;
c. pengelolaan dan pembinaan Posyandu melalui:
1) layanan gizi untuk balita;
2) pemeriksaan ibu hamil;
3) pemberian makanan tambahan;
4) penyuluhan kesehatan;
5) gerakan hidup bersih dan sehat;
6) penimbangan bayi; dan
7) gerakan sehat untuk lanjut usia.
d. pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan tradisional;
e. pemantauan dan pencegahan penyalahgunaan narkotika dan zat
adiktif di Desa;
f. pembinaan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini;
g. pengadaan dan pengelolaan sanggar belajar, sanggar seni
budaya, dan perpustakaan Desa; dan
h. fasilitasi dan motivasi terhadap kelompok-kelompok belajar di
Desa.

Pasal 11 Permendes 1/2015 menentukan, kewenangan lokal berskala


Desa di bidang sarana dan prasarana Desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf b antara lain meliputi:
a. pembangunan dan pemeliharaan kantor dan balai Desa;
b. pembangunan dan pemeliharaan jalan Desa;
c. pembangunan dan pemeliharaan jalan usaha tani;
d. pembangunan dan pemeliharaan embung Desa;
e. pembangunan energi baru dan terbarukan;
f. pembangunan dan pemeliharaan rumah ibadah;
g. pengelolaan pemakaman Desa dan petilasan;
h. pembangunan dan pemeliharaan sanitasi lingkungan;
i. pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala Desa;
j. pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier;

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


63
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

k. pembangunan dan pemeliharaan lapangan Desa;


l. pembangunan dan pemeliharaan taman Desa;
m.pembangunan dan pemeliharaan serta pengelolaan saluran untuk
budidaya perikanan; dan
n. pengembangan sarana dan prasarana produksi di Desa.

Pasal 12 Permendes 1/2015 menentukan, kewenangan lokal berskala


Desa bidang pengembangan ekonomi lokal Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf c antara lain meliputi:
a. pembangunan dan pengelolaan pasar Desa dan kios Desa;
b. pembangunan dan pengelolaan tempat pelelangan ikan milik
Desa;
c. pengembangan usaha mikro berbasis Desa;
d. pendayagunaan keuangan mikro berbasis Desa;
e. pembangunan dan pengelolaan keramba jaring apung dan bagan
ikan;
f. pembangunan dan pengelolaan lumbung pangan dan penetapan
cadangan pangan Desa;
g. penetapan komoditas unggulan pertanian dan perikanan Desa;
h. pengaturan pelaksanaan penanggulangan hama dan penyakit
pertanian dan perikanan secara terpadu;
i. penetapan jenis pupuk dan pakan organik untuk pertanian dan
perikanan;
j. pengembangan benih lokal;
k. pengembangan ternak secara kolektif;
l. pembangunan dan pengelolaan energi mandiri;
m.pendirian dan pengelolaan BUM Desa;
n. pembangunan dan pengelolaan tambatan perahu;
o. pengelolaan padang gembala;
p. pengembangan wisata Desa di luar rencana induk pengembangan
pariwisata kabupaten/kota;
q. pengelolaan balai benih ikan;
r. pengembangan teknologi tepat guna pengolahan hasil pertanian
dan perikanan; dan

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


64
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

s. pengembangan sistem usaha produksi pertanian yang bertumpu


pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal.

Ketiga, wewenang Seksi Pembinaan Kemasyarakatan dan


Pemberdayaan Masyarakat Desa merujuk pada Pasal 13 dan Pasal 14
Permende 1/2015.
Pasal 13 Permendes 1/2015 menentukan, kewenangan lokal berskala
Desa di bidang kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf c meliputi:
a. membina keamanan, ketertiban dan ketenteraman wilayah dan
masyarakat Desa;
b. membina kerukunan warga masyarakat Desa;
c. memelihara perdamaian, menangani konflik dan melakukan
mediasi di Desa; dan
d. melestarikan dan mengembangkan gotong royong masyarakat
Desa.
Pasal 14 Permendes 1/2015 menentukan, kewenangan lokal berskala
Desa bidang pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf d antara lain:
a. pengembangan seni budaya lokal;
b. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi lembaga
kemasyarakatan dan lembaga adat;
c. fasilitasi kelompok-kelompok masyarakat melalui:
1) kelompok tani;
2) kelompok nelayan;
3) kelompok seni budaya; dan
4) kelompok masyarakat lain di Desa.
d. pemberian santunan sosial kepada keluarga fakir miskin;
e. fasilitasi terhadap kelompok-kelompok rentan, kelompok
masyarakat miskin, perempuan, masyarakat adat, dan difabel;
f. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal
untuk memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat
Desa;
g. analisis kemiskinan secara partisipatif di Desa;

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


65
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

h. penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup bersih


dan sehat;
i. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi kader
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat;
j. peningkatan kapasitas melalui pelatihan usaha ekonomi Desa;
pendayagunaan teknologi tepat guna; dan
k. peningkatan kapasitas masyarakat melalui:
1) kader pemberdayaan masyarakat Desa;
2) kelompok usaha ekonomi produktif;
3) kelompok perempuan;
4) kelompok tani;
5) kelompok masyarakat miskin;
6) kelompok nelayan;
7) kelompok pengrajin;
8) kelompok pemerhati dan perlindungan anak;
9) kelompok pemuda; dan
10) kelompok lain sesuai kondisi Desa.

B. EVALUASI DAN ANALISIS KETERKAITAN PERATURAN


DAERAH BARU DENGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN LAIN

Peraturan Daerah yang hendak dibentuk ini berkenaan dengan


Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa, yang
secara tegas tidak ada delegasi pengaturan baik dari UU 6/2014 maupun
PP 43/2014. Artinya, secara obyektif-normatif tidak ada ketentuan yang
menentukan Kabupaten/Kota memiliki kewenangan memberikan pedoman
penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa dengan
Peaturan Daerah.
Secara teoritik, materi muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
ditetapkan berdasarkan pada kriteria khusus dan kriteria umum. Kriteria
khusus (obyektif-normkatif), yakni hal-hal yang secara tegas ditentukan
sebagai materi muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Kriteria umum,
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
66
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

yakni hal-hal yang digali dari asas pemerintahan daerah (otonomi dan
tugas pembantuan) sebagai materi muatan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.42
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011), Pasal 14
menentukan materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka:
a. penyelenggaraan otonomi daerah; dan
b. penyelenggaraan tugas pembantuan; serta
c. menampung kondisi khusus daerah; dan/atau
d. penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi.
Menampung kondisi khusus daerah merupakan bawaan dari asas
otonomi daerah, jadi termasuk materi muatan yang digali dari asas
otonomi daerah. Penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi merupakan materi muatan obyektif-normatif.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut
UU 23/2014), Pasal 236 ayat (1) menentukan untuk menyelenggarakan
Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk Perda. Ayat
(3) menentukan Perda memuat materi muatan:
a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan

42
Gede Marhaendra Wija Atmaja, 1995, Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan
Daerah Tingkat II (Kasus Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan Kota Daerah Tingkat
II Denpasar), Tesis Magister, (Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran),
hlm. 168.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
67
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan


yang lebih tinggi.
Ayat (4) Pasal 236 UU 23/2014 menentukan, selain materi muatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perda dapat memuat materi muatan
lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi merupakan materi muatan obyektif-normatif. Materi muatan lokal
merupakan bawaan dari asas otonomi daerah, jadi termasuk materi
muatan yang digali dari asas otonomi daerah.
Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah, kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara
Pemerintahan Daerah membuat Perda sebagai dasar hukum bagi Daerah
dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan
aspirasi masyarakat serta kekhasan dari Daerah tersebut (Penjelasan
Umum UU 23/2014, angka 8).
Urusan Pemerintahan diatur dalam Bab IV UU 23/2014. Pasal 9
mengatur klasifikasi urusan pemerintahan, yakni:
1. Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut,
urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.
2. Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
3. Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang
dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota.
4. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah
menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.
5. Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


68
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Pasal 10 UU 23/2014 mengatur urusan pemerintahan absolut, yakni


urusan pemerintahan absolut meliputi: a. politik luar negeri; b.
pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan
f. agama. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut,
Pemerintah Pusat: a. melaksanakan sendiri; atau b. melimpahkan
wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah atau gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi.
Pasal 11 UU 23/2014 mengatur urusan pemerintahan konkuren,
yakni Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah
terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.
Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan yang
berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak
berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Urusan Pemerintahan Wajib yang
berkaitan dengan Pelayanan Dasar adalah Urusan Pemerintahan Wajib
yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar.
Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah,
yakni Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar, Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan
Pelayanan Dasar, dan Urusan Pemerintahan Pilihan diatur dalam Pasal 12
UU 23/2014, sebagaimana tampak dalam tabel berkut:
Tabel 3.4. Urusan Pemerintahan Konkuren Yang Menjadi Kewenangan Daerah
Urusan Pemerintahan Urusan Pemerintahan Wajib yang Urusan Pemerintahan
Wajib yang berkaitan tidak berkaitan dengan Pilihan
dengan Pelayanan Dasar Pelayanan Dasar
a. pendidikan; a. tenaga kerja; a. kelautan dan
b. kesehatan; b. pemberdayaan perempuan perikanan;
c. pekerjaan umum dan dan pelindungan anak; b. pariwisata;
penataan ruang; c. pangan; c. pertanian;
d. perumahan rakyat dan d. pertanahan; d. kehutanan;
kawasan permukiman; e. lingkungan hidup; e. energi dan
e. ketenteraman, f. administrasi kependudukan sumber daya
ketertiban umum, dan dan pencatatan sipil; mineral;
pelindungan g. pemberdayaan f. perdagangan;
masyarakat; dan masyarakat dan Desa; g. perindustrian;

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


69
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

f. sosial h. pengendalian penduduk dan dan


keluarga berencana; h. transmigrasi.
i. perhubungan;
j. komunikasi dan informatika;
k. koperasi, usaha kecil, dan
menengah;
l. penanaman modal;
m. kepemudaan dan olah raga;
n. statistik;
o. persandian;
p. kebudayaan;
q. perpustakaan; dan
r. kearsipan.

Tabel di atas menunjukkan pemberdayaan masyarakat dan Desa


merupakan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan
daerah (Pasal 12 UU 23/2004). Selanjutnya, Pasal 15 ayat (1) UU
23/2014 menentukan pembagian urusan pemerintahan konkuren antara
Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari UndangUndang ini.
Lampiran UU 23/2014, perihal Pembagian Urusan Pemerintahan
Konkuren Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota, angka I perihal Matriks Pembagian Urusan
Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota, huruf M perihal Pembagian Urusan Pemerintahan
Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, ditentukan sebagai berikut:
Tabel 3.5. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa
NO SUBURUSAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI DAERAH
PUSAT KABUPATEN/KOTA
1 2 3 4 5
1 Penataan a. Pembentukan Penetapan susunan Penyelenggaraan
Desa Desa di kelembagaan, penataan
kawasan yang pengisian jabatan, Desa.
bersifat khusus dan masa jabatan
dan strategis kepala desa adat
bagi berdasarkan hukum

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


70
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

kepentingan adat.
nasional.
b. Penerbitan kode
Desa
berdasarkan
nomor registrasi
dari Gubernur
sebagai Wakil
Pemerintah
Pusat.
2 Kerja Sama Fasilitasi kerja Fasilitasi kerja sama Fasilitasi kerja
Desa sama antarDesa antarDesa dari sama antarDesa
dari Daerah Daerahkabupaten/ dalam 1 (satu)
provinsi yang kota yang berbeda Daerah
berbeda. dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
Daerah provinsi.

3 Administrasi --- --- Pembinaan dan


Pemerin- pengawasan
tahan Desa penyelenggaraan
administrasi
pemerintahan
Desa.
4 Lembaga Pemberdayaan Pemberdayaan a. Pemberdayaan
Kemasyara- lembaga lembaga lembaga
katan, kemasyarakatan kemasyarakatan kemasyarakatan
Lembaga yang yang bergerak di yang bergerak
Adat, dan bergerak di bidang bidang di bidang
Masyarakat pemberdayaan pemberdayaan Desa pemberdayaan
Hukum Desa tingkat dan lembaga adat Desa dan
Adat nasional. tingkat Daerah lembaga adat
provinsi serta tingkat Daerah
pemberdayaan kabupaten/kota
masyarakat hukum dan
adat yang pemberdayaan
masyarakat masyarakat
pelakunya hukum hukum adat
adat yang sama yang masyarakat
berada di lintas pelakunya
Daerah hukum adat
kabupaten/kota. yang sama
dalam Daerah
kabupaten/ kota.
b. Pemberdayaan
lembaga
kemasyarakatan
dan lembaga
adat tingkat
Desa.
Sumber: UU 23/2014

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


71
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Pasal 17 ayat (1) UU 23/2014 menentukan Daerah berhak


menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Masalahnya adalah berdasarkan ketentuan urusan pemerintahan
menurut UU 23/2014, Daerah Kabupaten/Kota tidak memiliki urusan
pemerintahan tentang pedoman penyusunan struktur organisasi dan tata
kerja pemerintahan desa.
Pendasaran pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
mengenai pedoman penyusunan struktur organisasi dan tata kerja
pemerintahan desa dapat merujuk Pasal 14 UU 12/2011, bahwa materi
muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan menampung kondisi khusus
daerah, yang sejatinya merupakan salah satu karakter asas otonomi
daerah selain berkarakter seluas-luasnya dan bertanggung jawab.
Penyelenggaraan otonomi daerah dalam hal ini adala
penyelenggaraan urusan desa, dan kondisi khusus daerah yang dimaksud
adalah adanya kebutuhan di Kabupaten Badung untuk memberikan
pedoman bagi Desa dalam menyusun struktur organisasi dan tata kerja
pemerintahan desa. Pedoman itu perlu dituangkan dalam Peraturan
Daerah agar mempunyai kekuatan mengikat.
Pedoman itu diperlukan mengingat UU 6/2014 tidak memberikan
pengaturan yang jelas mengenai:
1. Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan Pemerintahan
Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa,
Kepala Desa berhak mengusulkan struktur organisasi dan tata
kerja Pemerintah Desa (Pasal 26 ayat (3) huruf a UU 23/2014.
Masalahnya adalah kepada siapa usul itu disampaikan, dan jika

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


72
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

usul diterima dituangkan dalam bentuk hukum apa: Peraturan


Desa atau Peraturan Kepala Desa?
2. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota meliputi: ...; b. memberikan pedoman
penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa; ....
Berdasarkan praktek pemerintahan desa di masa berlakunya UU
32/2004 dan PP 72/2005, penyusunan struktur organisasi dan
tata kerja pemerintah desa dengan peraturan desa. Jika ini
diikuti, maka perlu ada pedoman materi muatan Peraturan Desa
tentang struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa
dengan peraturan desa.

C. EVALUASI DAN ANALISIS STATUS DARI PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN YANG ADA

Peraturan Perundang-Undangan Yang Ada yang dimaksud dalam


judul di atas adalah Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3
Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintahan Desa (Perda Badung 3/2007). Perda Badung 3/2007
dibentuk pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa, yang dalam Pasal 13 ayat (1) menyebutkan Pedoman
Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan
Peraturan Daerah (Menimbang huruf a Perda Badung 3/2007).
Pasal 13 ayat (1) PP 72/2005 menentukan, ketentuan lebih lanjut
mengenai Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan
Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Berikutnya pada
ayat (2) menentukan, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat: a. tata cara

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


73
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

penyusunan struktur organisasi; b. perangkat; c. tugas dan fungsi; d.


hubungan kerja.
Materi muatan Perda Badung 3/2007 dipaparkan berikut ini dalam
kaitannya yang dikonfirmasikan dengan Pasal 13 ayat (2) PP 72/2005,
sebagaimana dikemukakan dalam tabel berikut:
Tabel 3.6. Materi Muatan Perda Badung 3/2007 Berdasarkan Pasal 13 ayat (2)
PP 72/2005
Materi Muatan Materi Muatan
Minimal Berdasarkan Perda Badung 3/2007
Pasal 13 ayat (2) PP Kategori Substansi
72/2005
Perangkat BAB II Pasal 2
SUSUNAN (1) Pemerintahan Desa terdiri dari:
ORGANISASI a. Pemerintah Desa;
b. BPD.
(2) Pemerintah Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri dari :
a. Perbekel;
b. Perangkat Desa.
(3) Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b
terdiri dari:
a. Sekretaris Desa;
b. Perangkat Desa lainnya.
(4) Perangkat Desa lainnya
sebagimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b terdiri dari :
a. Sekretariat Desa;
b. Pelaksana Teknis Lapanga;
c. Kelian Banjar Dinas.
(5) Jumlah Perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi budaya masyarakat
setempat.
(6) BPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Daerah
tersendiri.
Tata Cara BAB III Pasal 3
Penyusunan Struktur TATA CARA (1) Susunan Organisasi dan Tata
Organisasi PENYUSUNAN Kerja Pemerintah Desa
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
74
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

STRUKTUR ditetapkan dengan Peraturan


ORGANISASI desa.

(2) Bagan Susunan Organisasi


Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran
Peraturan daerah ini dan
merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Pasal 4
Susunan Organisasi Pemerintahan
Desa sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 dilaporkan oleh Perbekel
kepada Bupati melalui Camat.
Tugas dan Fungsi BAB IV Bagian Kesatu
TUGAS, Tugas dan Wewenang Perbekel
WEWENANG, Pasal 5
KEWAJIBAN (1) Perbekal mempunyai tugas
DAN menyelenggarakan urusan
LARANGAN pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan.
Bagian Kesatu (2) Dalam melaksanakan tugas
Tugas dan sebagaimana dimaksud pada ayat
Wewenang (1), Perbekel mempunyai
Perbekel wewenang sebagai berikut :
a. memimpin penyelenggaraan
Bagian Kedua Pemerintahan Desa,
berdasarkan kebijakan yang
Kewajiban ditetapkan bersama BPD;
Perbekel b. mengajukan rancangan
Peraturan Desa;
Bagian Ketiga c. menetapkan Peraturan Desa
Larangan setelah mendapat persetujuan
Perbekel dari BPD;
d. menyusun dan mengajukan
Bagian rancangan Peraturan desa
Keempat tentang Anggaran Pendapatan
Perangkat dan Belanja Desa untuk dibahas
Desa dan ditetapkan bersama BPD;
e. membina kehidupan masyarakat
desa;
f. membina perekonomian
masyarakat desa;
g. mengkoordinasikan
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
75
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

pembangunan desa secara


partisipasif;
h. mewakili desa didalam dan
diluar pengadilan dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan
peraturan perundang-
undangan; dan
i. melaksanakan wewenang lain
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kewajiban Perbekel
Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan tugas dan
wewenang sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5,
Perbekel mempunyai kewajiban :
a. memegang teguh dan
mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-undang
Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta
mempertahankan dan
memeliha keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
c. memelihara ketentraman dan
ketertiban masyarakat;
d. melaksanakan kehidupan
demokrasi;
e. melaksanakan prinsip tata
pemerintahan desa yang
bersih dan bebas dari kolusi,
korupsi, dan nepotisme;
f. menjalin hubungan kerja
dengan seluruh mitra kerja
pemerintah desa;
g. mentaati dan menegakkan
seluruh peraturan perundang-
undangan;
h. menyelenggarakan
administrasi pemerintahan
desa yang baik;
i. melaksanakan dan
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
76
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

mempertanggungjawabkan
pelaksanaan keuangan desa;
j. melaksanakan urusan yang
menjadi kewenangan desa;
k. mendamaikan perselisihan
masyarakat di desa;
l. membina, mengayomi dan
melestarikan nilai-nilai sosial
budaya dan adat istiadat;
m. memberdayakan masyarakat
dan kelembagaan di desa;
n. mengembangkan potensi
sumber daya alam dan
melestarikan lingkungan
hidup;
o. membina kerukunan antar
umat beragama di desa.
(2) Selain kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Perbekel
mempunyai kewajiban untuk
memberi laporan penyelenggaraan
pemerintahan desa kepada Bupati,
memberikan keterangan
pertanggungjawaban kepada BPD
serta menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan
desa kepada masyarakat;
(3) Laporan peyelenggaraan
pemerintahan desa sebagaiaman
dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Bupati melalui
Camat 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
(4) Laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada BPD
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun dalam
musyawarah BPD.
(5) Menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan
desa kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat berupa selebaran yang
ditempelkan pada papan
pengumuman atau diinformasikan
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
77
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

secara lisan dalam berbagai


pertemuan masyarakat Desa, radio
komunitas atau media lainnya.
(6) Laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) digunakan oleh
Bupati sebagai dasar melakukan
evaluasi penyelenggaraan
pemerintahan desa dan sebagai
bahanpembinaan lebih lanjut.
(7) Laporan akhir masa jabatan
Perbekel disampaikan kepada
Bupati melalui Camat dan kepada
BPD.
Bagian Ketiga
Larangan Perbekel
Pasal 7
Perbekel dilarang :
a. menjadi pengurus partai politik;
b. merangkap jabatan sebagai ketua
dan/atau anggota BPD dan
lembaga kemasyarakatan di desa
bersangkutan;
c. merangkap jabatan sebagai
anggota DPRD;
d. terlibat dalam kampanye
pemilighan umum, pemilihan
presiden, dan pemilihan kepala
daerah;
e. merugikan kepentingan umum,
meresahkan sekelompok
masyarakat, dan
mendiskriminasikan warga atau
golongan masyarakat lain;
f. melakukan kolusi, korupsi, dan
nepotisme, menerima uang,
barang dan/atau jasa dari pihak
lain yang dapat mempengaruhi
keputusan atau tindakan yang
akan dilakukannya;
g. menyalahgunakan wewenang; dan
h. melanggar sumpah/janji jabatan.

Bagian Keempat
Perangkat Desa
Pasal 13
(1) Perangkat Desa bertugas
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
78
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

membantu Perbekel dalam


melaksanakan tugas dan
wewenangnya.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya,
Perangkat desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
bertanggungjawab kepada
Perbekel.
Pasal 9
(1) Sekretaris Desa berkedudukan
sebagai unsur staf pembantu
Perbekel dan memimpin Sekretaris
Desa.
(2) Sekretaris Desa diisi dari Pegawai
Negeri Sipil yang memenuhi
persyaratan, yaitu :
a. berpendidikan paling rendah
lulusan SMUatau sederajat;
b. mempunyai pengetahuan
tentang teknis pemerintahan;
c. mempunyai kemampuan
dibidang administrasi keuangan
dan dibidang perencanaan;
d. mempunyai pengalaman
dibidang administrasi keuangan
dan dibidang perencanaan;
e. memahami sosial budaya
masyarakat setempat; dan
f. bersedia tinggal di desa yang
bersangkutan.
(3) Sekretaris Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diangkat
oleh Sekretaris Daerah atas nama
Bupati.
(4) Sekretaris Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas :
a. memberikan saran dan
pendapat kepada Perbekel;
b. memimpin, mengkoordinasikan,
dan mengendalikan serta
mengawasi semua unsur serta
kegiatan Sekretaris Desa;
c. memberikan informasi mengenai
keadaan desa dan Sekretaris
Desa;
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
79
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

d. merumuskan kegiatan Perbekel;


e. melaksanakan urusan surat
menyurat, kearsipan, dan
laporan;
f. mengadakan dan melaksanakan
persiapan rapat dan mencatat
hasil-hasil rapat;
g. menyusun anggaran
pendapatan dan belanja desa;
h. mengadakan kegiatan
inventarisasi (mencatat,
mengawasi, dan memelihara)
kekayaan desa;
i. melaksanakan kegiatan
admimistrasi pemerintahan desa
sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
j. melaksanakan tugas lain yang
diberikan oleh atasan.
Pasal 10
(1) Kepala Urusan berkedudukan
sebagai unsur pembantu Sekretaris
Desa dalam bidang tugasnya.
(2) Kepala Urusan mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan
kesekretariatan desa dalam bidang
tugasnya.
(3) Kepala Urusan dalam
melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
mempunyai fungsi :
a. Melaksanakan kegiatan-kegiatan
urusan pemerintahan, umum,
keuangan, pembangunan dan
kesejahteraan rakyat sesuai
bidang tugasnya masing-
masing;
b. Memberikan pelayanan
administrasi kepada Sekretaris
desa.
Pasal 11
(1) Pelaksana Teknis Lapangan
berkedudukan sebagai staf teknis
Perbekel dalam bidang tugasnya.
(2) Pelaksana Teknis Lapangan
mempunyai tugas membantu
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
80
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

perbekel dalam melaksanakan


tugasnya yang bersifat teknis.
(3) Pelaksana Teknis Lapangan dalam
melaksnakan tugas sebagaiman
dimaksud pada ayat (2)
mempunyai fungsi :
a. Melaksanakan kegiatan-kegiatan
yang bersifat teknis;
b. Memberikan pelayanan dan
pertimbangan teknis kepada
Perbekel.
Pasal 12
(1) Kelian Banjar Dinas berkedudukan
sebagai staf operasional Perbekel
di wilayah kerjanya.
(2) Kelian Banjar Dinas mempunyai
tugas untuk melaksanakan
kegiatan Perbekel dalam
kepemimpinan Perbekel di wilayah
kerjanya.
(3) Kelian Banjar Dinas dalam
melaksanakan tugas
sebagaiamana dimaksud pada ayat
(2) mempunyai tugas :
a. Melakukan kegiatan
Pemerintahan, Pembangunan
dan ketertiban masyarakat di
wilayah kerjanya;
b. Melaksanakan Peraturan Desa di
wilayah kerjanya;
c. Melaksanakan kebijakan
Perbekel di wilayah kerjanya.
Hubungan Kerja BAB V Pasal 13
HUBUNGAN Dalam melaksanakan tugasnya
KERJA Perbekel dan Perangkat Desa
menerapkan prinsip koordinasi dan
sinkronisasi.
BAB VI Pasal 14
KETENTUAN Dengan berlakunya peraturan daerah
PERALIHAN ini, susunan organisasi pemerintah
desa yang sudah ada masih tetap
berlaku, sepanjang ditetapkan yang
baru sesuai dengan Peraturan daerah
ini.
BAB VI Pasal 15
KETENTUAN Hal-hal lain yang belum diatur dalam
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
81
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

PENUTUP Peraturan Daerah ini, diatur lebih


lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 16
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai
berlaku, maka Peraturan Daerah
Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun
2001 tentang Susunan Organisasi
Pemerintah Desa dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 17
Peraturan Daerah ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.

Perangkat, sebagai Materi Muatan Minimal Berdasarkan Pasal 13 ayat


(2) PP 72/2005, di dalam Perda Badung 3/2007 disebut Susunan
Organisasi. Tugas dan Fungsi di dalam Perda Badung 3/2007 disebut
Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Larangan. Ini tidaklah menyalahi PP
72/2005, karena Pasal 13 ayat (2) menentukan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota ..., sekurang-kurangnya memuat .... Jadi, boleh lebih dari
yang sekurang-kurangnya itu.
Bagaimanakah status dari Perda Badung 3/2007 tersebut? Persoalan
ini perlu dicermati dengan melakukan sinkronisasi (sinkron atau tidak
sinkron) dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014.
Tabel 3.7. Sinkronisasi Perda Badung 3/2007 dengan UU 6/2014 dan PP
43/2014
ISI PERDA BADUNG 3/2007 ANOTASI
BAB II SUSUNAN ORGANISASI 1. Pasal 2 ayat (1) Perda 3/2007 tidak sinkron
Pasal 2 dengan UU 6/2014, yang dalam Pasal 23
(1) Pemerintahan Desa terdiri menentukan: Pemerintahan Desa
dari: diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.
a. Pemerintah Desa; 2. Pasal 2 ayat (2) Perda 3/2007 tidak sinkron
b. BPD. dengan UU 6/2014, yang dalam Pasal 25
(2) Pemerintah Desa menentukan: Pemerintah Desa sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada dimaksud dalam Pasal 23 adalah Kepala Desa
ayat (1) huruf a terdiri dari : atau yang disebut dengan nama lain dan
a. Perbekel; dibantu oleh perangkat Desa atau disebut
b. Perangkat Desa. dengan nama lain.
(3) Perangkat Desa sebagaimana 3. Pasal 2 ayat (3) Perda 3/2007 tidak sinkron
dimaksud pada ayat (2) dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014, karena:

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


82
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

huruf b terdiri dari: a. Perangkat Desa menurut Pasal 48 UU


a. Sekretaris Desa; 6/2014 terdiri dari: secretariat Desa,
b. Perangkat Desa lainnya. pelaksana kewilayahan, dan pelaksana
(4) Perangkat Desa lainnya teknis;
sebagimana dimaksud pada b. Sekretaris Desa tidak merupakan
ayat (3) huruf b terdiri dari : perangkat Desa, akan tetapi memimpin
a. Sekretariat Desa; sebuah perangkat Desa yang bernama
b. Pelaksana Teknis Sekretariat Desa (Pasal 62 ayat (1) PP
Lapangan; 43/2014).
c. Kelian Banjar Dinas. c. UU 6/2014 dan PP 43/2014 tidak mengenal
(5) Jumlah Perangkat Desa istilah Perangkat Desa lainnya sebagai
sebagaimana dimaksud pada bagian dari Perangkat Desa (Pasal 25,
ayat (4) disesuaikan dengan Pasal 48 UU 6/2014, Pasal 61 PP
kebutuhan dan kondisi budaya 43/2014).
masyarakat setempat. 4. Pasal 2 ayat (4) Perda 3/2007 tidak sinkron
(6) BPD sebagaimana dimaksud dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014, lihat
pada ayat (1) huruf b, diatur catatan 3c di atas.
lebih lanjut dengan Peraturan 5. Pasal 2 ayat (5) Perda 3/2007 tidak sinkron
Daerah tersendiri. dengan PP 43/2014, sepanjang Perangkat
Desa dimaksudkan sebagai Pelaksana teknis
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
budaya masyarakat setempat. Karena
menurut Pasal 64 ayat (2) PP 43/2014:
Pelaksana teknis paling banyak terdiri atas 3
(tiga) seksi.
6. Pasal 2 ayat (6) Perda 3/2007, lihat catatan 1
di atas.

BAB III TATA CARA 1. Pasal 3 Perda Badung 3/2007, tidak disebut
PENYUSUNAN STRUKTUR dalam UU 6/2014 dan PP 43/2014. Pasal 26
ORGANISASI ayat (3) huruf a UU 6/2014 menentukan
Pasal 3 dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa
(1) Susunan Organisasi dan Tata berhak mengusulkan struktur organisasi dan
Kerja Pemerintah Desa tata kerja Pemerintah Desa. Tafsirnya adalah
ditetapkan dengan usul dituangkan dalam bentuk Rancangan
Peraturan desa. Peraturan Desa dan disampaikan Kepala Desa
(2) Bagan Susunan Organisasi kepada BPD untuk dibahas dan disepakati
Pemerintahan Desa bersama sebagai Peraturan Desa (Pasal 26
sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf b UU 6/2014 dan Pasal 6
pada ayat (1) tercantum Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
dalam Lampiran Peraturan Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 tentang
daerah ini dan merupakan Pedoman Teknis Peraturan Di Desa).
bagian yang tidak 2. Pasal 4 Perda Badung 3/2007, tidak disebut
terpisahkan dari Peraturan dalam UU 6/2014 dan PP 43/2014. Sekalipun
Daerah ini. demikian, hal itu dapat diakomodasi dalam
kerangka UU 6/2014 dan PP 43/2014,
Pasal 4 tepatnya merujuk pada Pasal 27 huruf a UU
Susunan Organisasi Pemerintahan 6/2014, Pasal 48 huruf a dan Pasal 49 ayat (1)
Desa sebagaimana dimaksud PP 43/2014, yang menentukan dalam
dalam pasal 3 dilaporkan oleh melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


83
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Perbekel kepada Bupati melalui kewajibannya, kepala Desa wajib


Camat. menyampaikan laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa setiap akhir tahun
anggaran kepada bupati/walikota melalui
camat paling lambat 3 bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran.
BAB IV TUGAS, WEWENANG, 1. Pasal 5 Perda Badung 3/2007 tidak sinkron
KEWAJIBAN DAN LARANGAN dengan Pasal 26 UU 6/2014, karena beberapa
Bagian Kesatu ketentuan dalam Pasal 26 ayat (2) UU 6/2014
Tugas dan Wewenang Perbekel tidak dipenuhi. Pasal 26 dimaksud adalah
Pasal 5 sebagai berikut (dan yang tidak dipenuhi
(1) Perbekal mempunyai tugas adalah yang cetak tebal):
menyelenggarakan urusan Pasal 26
pemerintahan, pembangunan (1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan
dan kemasyarakatan. Pemerintahan Desa, melaksanakan
(2) Dalam melaksanakan tugas Pembangunan Desa, pembinaan
sebagaimana dimaksud pada kemasyarakatan Desa, dan
ayat (1), Perbekel pemberdayaan masyarakat Desa.
mempunyai wewenang (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
sebagai berikut : dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa
a. memimpin berwenang:
penyelenggaraan a. memimpin penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, Pemerintahan Desa;
berdasarkan kebijakan b. mengangkat dan memberhentikan
yang ditetapkan bersama perangkat Desa;
BPD; c. memegang kekuasaan pengelolaan
b. mengajukan rancangan Keuangan dan Aset Desa;
Peraturan Desa; d. menetapkan Peraturan Desa;
c. menetapkan Peraturan Desa e. menetapkan Anggaran Pendapatan dan
setelah mendapat Belanja Desa;
persetujuan dari BPD; f. membina kehidupan masyarakat Desa;
d. menyusun dan mengajukan g. membina ketenteraman dan ketertiban
rancangan Peraturan desa masyarakat Desa;
tentang Anggaran h. membina dan meningkatkan
Pendapatan dan Belanja perekonomian Desa serta
Desa untuk dibahas dan mengintegrasikannya agar mencapai
ditetapkan bersama BPD; perekonomian skala produktif untuk
e. membina kehidupan sebesar-besarnya kemakmuran
masyarakat desa; masyarakat Desa;
f. membina perekonomian i. mengembangkan sumber
masyarakat desa; pendapatan Desa;
g. mengkoordinasikan j. mengusulkan dan menerima
pembangunan desa secara pelimpahan sebagian kekayaan
partisipasif; negara guna meningkatkan
h. mewakili desa didalam dan kesejahteraan masyarakat Desa;
diluar pengadilan dan k. mengembangkan kehidupan sosial
dapat menunjuk kuasa budaya masyarakat Desa;
hukum untuk mewakilinya l. memanfaatkan teknologi tepat
sesuai dengan peraturan guna;
perundang-undangan; dan m. mengoordinasikan Pembangunan Desa

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


84
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

i. melaksanakan wewenang secara partisipatif;


lain sesuai dengan n. mewakili Desa di dalam dan di luar
peraturan perundang- pengadilan atau menunjuk kuasa
undangan. hukum untuk mewakilinya sesuai
dengan ketentuan peraturan
Bagian Kedua perundang-undangan; dan
Kewajiban Perbekel o. melaksanakan wewenang lain yang
Pasal 6 sesuai dengan ketentuan peraturan
(1) Dalam melaksanakan tugas perundang-undangan.
dan wewenang sebagaimana 2. Pasal 6 ayat (1) Perda Badung 3/2007 tidak
dimaksud dalam pasal 5, sinkron dengan Pasal 26 UU 6/2014, karena
Perbekel mempunyai beberapa ketentuan dalam Pasal 26 ayat (4)
kewajiban : UU 6/2014 tidak dipenuhi. Pasal 26 dimaksud
a. memegang teguh dan adalah sebagai berikut (dan yang tidak
mengamalkan Pancasila, dipenuhi adalah yang cetak tebal):
melaksanakan Undang- Pasal 26 ayat (4) UU 6/2014: Dalam
undang Dasar Negara melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
Republik Indonesia Tahun pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban:
1945 serta a. memegang teguh dan mengamalkan
mempertahankan dan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang
memeliha keutuhan Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Negara Kesatuan 1945, serta mempertahankan dan
Republik Indonesia; memelihara keutuhan Negara Kesatuan
b. meningkatkan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal
kesejahteraan Ika;
masyarakat; b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat
c. memelihara ketentraman Desa;
dan ketertiban c. memelihara ketenteraman dan ketertiban
masyarakat; masyarakat Desa;
d. melaksanakan kehidupan d. menaati dan menegakkan peraturan
demokrasi; perundang-undangan;
e. melaksanakan prinsip tata e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan
pemerintahan desa yang berkeadilan gender;
bersih dan bebas dari f. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan
kolusi, korupsi, dan Desa yang akuntabel, transparan,
nepotisme; profesional, efektif dan efisien, bersih,
f. menjalin hubungan kerja serta bebas dari kolusi, korupsi, dan
dengan seluruh mitra nepotisme;
kerja pemerintah desa; g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan
g. mentaati dan seluruh pemangku kepentingan di Desa;
menegakkan seluruh h. menyelenggarakan administrasi
peraturan perundang- Pemerintahan Desa yang baik;
undangan; i. mengelola Keuangan dan Aset Desa;
h. menyelenggarakan j. melaksanakan urusan pemerintahan yang
administrasi menjadi kewenangan Desa;
pemerintahan desa yang k. menyelesaikan perselisihan masyarakat di
baik; Desa;
i. melaksanakan dan l. mengembangkan perekonomian
mempertanggungjawab- masyarakat Desa;
kan pelaksanaan m. membina dan melestarikan nilai sosial

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


85
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

keuangan desa; budaya masyarakat Desa;


j. melaksanakan urusan n. memberdayakan masyarakat dan lembaga
yang menjadi kemasyarakatan di Desa;
kewenangan desa; o. mengembangkan potensi sumber daya
k. mendamaikan perselisihan alam dan melestarikan lingkungan hidup;
masyarakat di desa; dan
l. membina, mengayomi dan p. memberikan informasi kepada masyarakat
melestarikan nilai-nilai Desa.
sosial budaya dan adat 3. Pasal 6 ayat (2) Perda Badung 3/2007 sinkron
istiadat; dengan Pasal 27 UU 6/2014, yang
m. memberdayakan menentukan: Dalam melaksanakan tugas,
masyarakat dan kewenangan, hak, dan kewajiban
kelembagaan di desa; sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26,
n. mengembangkan potensi Kepala Desa wajib:
sumber daya alam dan a. menyampaikan laporan penyelenggaraan
melestarikan lingkungan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun
hidup; anggaran kepada Bupati/Walikota;
o. membina kerukunan antar b. menyampaikan laporan penyelenggaraan
umat beragama di desa. Pemerintahan Desa pada akhir masa
(2) Selain kewajiban sebagaimana jabatan kepada Bupati/Walikota;
dimaksud pada ayat (1), c. memberikan laporan keterangan
Perbekel mempunyai penyelenggaraan pemerintahan secara
kewajiban untuk memberi tertulis kepada Badan Permusyawaratan
laporan penyelenggaraan Desa setiap akhir tahun anggaran; dan
pemerintahan desa kepada d. memberikan dan/atau menyebarkan
Bupati, memberikan informasi penyelenggaraan pemerintahan
keterangan secara tertulis kepada masyarakat Desa
pertanggungjawaban kepada setiap akhir tahun anggaran.
BPD serta menginformasikan 4. Perda Badung 3/2007, khususnya BAB IV
laporan penyelenggaraan TUGAS, WEWENANG, KEWAJIBAN DAN
pemerintahan desa kepada LARANGAN, tidak memuat materi hak kepala
masyarakat; Desa. UU 6/2014, Pasal 26 (3) menentukan:
(3) Laporan peyelenggaraan Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
pemerintahan desa dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berhak:
sebagaiaman dimaksud pada a. mengusulkan struktur organisasi dan tata
ayat (2) disampaikan kepada kerja Pemerintah Desa;
Bupati melalui Camat 1 (satu) b. mengajukan rancangan dan menetapkan
kali dalam 1 (satu) tahun. Peraturan Desa;
(4) Laporan keterangan c. menerima penghasilan tetap setiap bulan,
pertanggungjawaban kepada tunjangan, dan penerimaan lainnya yang
BPD sebagaimana dimaksud sah, serta mendapat jaminan kesehatan;
pada ayat (2) disampaikan 1 d. mendapatkan pelindungan hukum atas
(satu) kali dalam 1 (satu) kebijakan yang dilaksanakan; dan
tahun dalam musyawarah e. memberikan mandat pelaksanaan tugas
BPD. dan kewajiban lainnya kepada perangkat
(5) Menginformasikan laporan Desa.
penyelenggaraan 5. Pasal 7 Perda Badung 3/2007 tidak sinkron
pemerintahan desa kepada dengan Pasal 29 UU 6/2014, karena beberapa
masyarakat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 26 ayat (4) UU 6/2014
dimaksud pada ayat (2) dapat tidak dipenuhi. Pasal 29 dimaksud adalah

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


86
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

berupa selebaran yang sebagai berikut (dan yang tidak dipenuhi


ditempelkan pada papan adalah yang cetak tebal):
pengumuman atau
diinformasikan secara lisan Pasal 29
dalam berbagai pertemuan Kepala Desa dilarang:
masyarakat Desa, radio a. merugikan kepentingan umum;
komunitas atau media lainnya. b. membuat keputusan yang
(6) Laporan sebagaimana menguntungkan diri sendiri, anggota
dimaksud pada ayat (3) keluarga, pihak lain, dan/atau
digunakan oleh Bupati sebagai golongan tertentu;
dasar melakukan evaluasi c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak,
penyelenggaraan dan/atau kewajibannya;
pemerintahan desa dan d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap
sebagai bahanpembinaan warga dan/atau golongan masyarakat
lebih lanjut. tertentu;
(7) Laporan akhir masa jabatan e. melakukan tindakan meresahkan
Perbekel disampaikan kepada sekelompok masyarakat Desa;
Bupati melalui Camat dan f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme,
kepada BPD. menerima uang, barang, dan/atau jasa dari
pihak lain yang dapat memengaruhi
Bagian Ketiga keputusan atau tindakan yang akan
Larangan Perbekel dilakukannya;
Pasal 7 g. menjadi pengurus partai politik;
Perbekel dilarang : h. menjadi anggota dan/atau pengurus
a. menjadi pengurus partai organisasi terlarang;
politik; i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau
b. merangkap jabatan sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa,
ketua dan/atau anggota BPD anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan lembaga kemasyarakatan Republik Indonesia, Dewan Perwakilan
di desa bersangkutan; Daerah Republik Indonesia, Dewan
c. merangkap jabatan sebagai Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau
anggota DPRD; Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
d. terlibat dalam kampanye Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang
pemilighan umum, pemilihan ditentukan dalam peraturan perundangan-
presiden, dan pemilihan undangan;
kepala daerah; j. ikut serta dan/atau terlibat dalam
e. merugikan kepentingan kampanye pemilihan umum dan/atau
umum, meresahkan pemilihan kepala daerah;
sekelompok masyarakat, dan k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan
mendiskriminasikan warga l. meninggalkan tugas selama 30 (tiga
atau golongan masyarakat puluh) hari kerja berturut-turut
lain; tanpa alasan yang jelas dan tidak
f. melakukan kolusi, korupsi, dan dapat dipertanggungjawabkan.
nepotisme, menerima uang, 6. Semestinya dalam Perda tentang Pedoman
barang dan/atau jasa dari Penyusunan Struktur Organisasi dan Tata
pihak lain yang dapat Kerja Pemerintah Desa tidak memuat
mempengaruhi keputusan kewajiban dan larangan yang pelanggarannya
atau tindakan yang akan dapat dikenakan sanksi, mengingat
dilakukannya; kewenangan pengenaan sanksi berada pada
g. menyalahgunakan wewenang; Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (lihat

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


87
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

dan Pasal 115 huruf n UU 6/2014).


h. melanggar sumpah/janji 7. Pasal 8 Perda Badung 3/2007 sinkron dengan
jabatan. Pasal 61 ayat (2) PP 43/2014 yang
menentukan perangkat Desa berkedudukan
Bagian Keempat sebagai unsur pembantu kepala Desa, namun
Perangkat Desa tidak menentukan perangkat Desa
Pasal 8 bertanggung jawab kepada kepala Desa,
(1) Perangkat Desa bertugas 8. Pasal 9 Perda Badung 3/2007 tidak sinkron
membantu Perbekel dalam dengan Pasal 65 ayat (2) PP 43/2014 yang
melaksanakan tugas dan tidak mensyaratkan Sekretaris Desa diisi dari
wewenangnya. Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
(2) Dalam melaksanakan persyaratan. Pasal 65 ayat (2) juga
tugasnya, Perangkat desa menentukan untuk menjadi perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada (termasuk Sekretaris Desa) memenuhi
ayat (1) bertanggungjawab persyaratan berusia 20 (dua puluh) tahun
kepada Perbekel. sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun
dan terdaftar sebagai penduduk Desa dan
Pasal 9 bertempat tinggal di Desa paling kurang 1
(1) Sekretaris Desa berkedudukan (satu) tahun sebelum pendaftaran.
sebagai unsur staf pembantu 9. Pasal 10 Perda Badung 3/2007 berkenaan
Perbekel dan memimpin dengan Kepala Urusan, tentang hal ini Pasal
Sekretariat Desa. 62 ayat (3) PP 43/2014 menentukan
(2) Sekretaris Desa diisi dari ketentuan mengenai bidang urusan diatur
Pegawai Negeri Sipil yang dengan Peraturan Menteri. Sampai saat
memenuhi persyaratan, yaitu : naskah akademik ini dibuat belum ditemukan
a. berpendidikan paling Peraturan Menteri tersbut. Selebihnya, Pasal
rendah lulusan SMU atau 10 ayat (1) Perda Badung 3/2007 tidak
sederajat; sinkron dengan Pasal 62 ayat (1) PP 43/2014
b. mempunyai pengetahuan yang menentukan Sekretariat Desa dipimpin
tentang teknis oleh sekretaris Desa dibantu unsur staf
pemerintahan; secretariat, yakni bidang urusan, yang
c. mempunyai kemampuan bertugas membantu kepala Desa dalam
dibidang administrasi bidang administrasi pemerintahan (dan
keuangan dan dibidang bukan sebagai unsur pembantu Sekretaris
perencanaan; Desa dalam bidang tugasnya).
d. mempunyai pengalaman
dibidang administrasi 10. Pasal 11 Perda Badung 3/2007 berkenaan
keuangan dan dibidang dengan pelaksana teknis, tentang hal ini Pasal
perencanaan; 64 ayat (3) PP 43/2014 menentukan
e. memahami sosial budaya ketentuan mengenai pelaksana teknis diatur
masyarakat setempat; dan dengan Peraturan Menteri. Sampai saat
f. bersedia tinggal di desa naskah akademik ini dibuat belum ditemukan
yang bersangkutan. Peraturan Menteri tersbut. Selebihnya, Pasal
(3) Sekretaris Desa sebagaimana 11 ayat (1) Perda Badung 3/2007 tidak
dimaksud pada ayat (1) sinkron dengan Pasal 64 ayat (1) PP 43/2014
diangkat oleh Sekretaris yang menentukan pelaksana teknis
Daerah atas nama Bupati. merupakan unsur pembantu kepala Desa
(4) Sekretaris Desa sebagaimana sebagai pelaksana tugas operasional (dan
dimaksud pada ayat (1) bukan sebagai staf teknis Perbekel dalam
mempunyai tugas : bidang tugasnya).

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


88
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

a. memberikan saran dan 12. Pasal 12 Perda Badung 3/2007 berkenaan


pendapat kepada Perbekel; dengan Kelian Banjar Dinas (pelaksana
b. memimpin, kewilayahan), tidak sinkron dengan Pasal 63
mengkoordinasikan, dan ayat (1) PP 43/2014 yang menentukan
mengendalikan serta pelaksana kewilayahan merupakan unsur
mengawasi semua unsur pembantu kepala Desa sebagai satuan tugas
serta kegiatan Sekretaris kewilayahan (dan bukan berkedudukan
Desa; sebagai staf operasional Perbekel di wilayah
c. memberikan informasi kerjanya).
mengenai keadaan desa 13. Tugas-tugas sekretaris Desa, bidang urusan,
dan Sekretaris Desa; pelaksana teknis, dan pelaksana kewilayahan,
d. merumuskan kegiatan yang dalam kerangka UU 6/2014 belum ada
Perbekel; pengaturannya, pengaturan tugas-tugas
e. melaksanakan urusan surat dimaksud yang dirumuskan dalam Perda
menyurat, kearsipan, dan Badung 3/2007 dapat dipertimbangkan
laporan; menjadi bahan pengaturan dalam Perda
f. mengadakan dan Badung yang baru, antara lain dengan
melaksanakan persiapan melakukan FGD dengan SKPD terkait dan para
rapat dan mencatat hasil- pemangku kepentingan.
hasil rapat;
g. menyusun anggaran
pendapatan dan belanja
desa;
h. mengadakan kegiatan
inventarisasi (mencatat,
mengawasi, dan
memelihara) kekayaan
desa;
i. melaksanakan kegiatan
admimistrasi pemerintahan
desa sesuai peraturan
perundang-undangan yang
berlaku;
j. melaksanakan tugas lain
yang diberikan oleh atasan.

Pasal 10
(1) Kepala Urusan berkedudukan
sebagai unsur pembantu
Sekretaris Desa dalam bidang
tugasnya.
(2) Kepala Urusan mempunyai
tugas melaksanakan kegiatan
kesekretariatan desa dalam
bidang tugasnya.
(3) Kepala Urusan dalam
melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mempunyai fungsi :
a. Melaksanakan kegiatan-

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


89
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

kegiatan urusan
pemerintahan, umum,
keuangan, pembangunan
dan kesejahteraan rakyat
sesuai bidang tugasnya
masing-masing;
b. Memberikan pelayanan
administrasi kepada
Sekretaris desa.
Pasal 11
(1) Pelaksana Teknis Lapangan
berkedudukan sebagai staf
teknis Perbekel dalam bidang
tugasnya.
(2) Pelaksana Teknis Lapangan
mempunyai tugas membantu
perbekel dalam melaksanakan
tugasnya yang bersifat teknis.
(3) Pelaksana Teknis Lapangan
dalam melaksnakan tugas
sebagaiman dimaksud pada
ayat (2) mempunyai fungsi :
a. Melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang bersifat
teknis;
b. Memberikan pelayanan dan
pertimbangan teknis
kepada Perbekel.
Pasal 12
(1) Kelian Banjar Dinas
berkedudukan sebagai staf
operasional Perbekel di
wilayah kerjanya.
(2) Kelian Banjar Dinas
mempunyai tugas untuk
melaksanakan kegiatan
Perbekel dalam kepemimpinan
Perbekel di wilayah kerjanya.
(3) Kelian Banjar Dinas dalam
melaksanakan tugas
sebagaiamana dimaksud pada
ayat (2) mempunyai tugas :
a. Melakukan kegiatan
Pemerintahan,
Pembangunan dan
ketertiban masyarakat di
wilayah kerjanya;
b. Melaksanakan Peraturan
Desa di wilayah kerjanya;
c. Melaksanakan kebijakan

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


90
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Perbekel di wilayah
kerjanya.

BAB V HUBUNGAN KERJA 1. Dalam hal yang dimaksud dengan hubungan


Pasal 13 krja itu adalah hubunan kerja antara
Dalam melaksanakan tugasnya komponen-komponen Pemerintah Desa, maka
Perbekel dan Perangkat Desa hubungan kerjanya adalah hubungan
menerapkan prinsip koordinasi subordinasi atau atas-bawahan.
dan sinkronisasi. 2. Berdasarkan Pasal 4 huruf e UU 6/2014 yang
menentukan pengaturan Desa bertujuan
membentuk Pemerintahan Desa yang
professional, efisien dan efektif, terbuka, serta
bertanggung jawab, maka hubungan kerja
dimaksud hendaknya menerapkan prinsip
professional, efisien dan efektif, terbuka, serta
bertanggung jawab.
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 14 Perda Badung 3/2007 sinkron dengan
Pasal 14 kaidah teknik penyusunan peraturan perundang-
Dengan berlakunya peraturan undangan, sebagaimana ditentukan dalam angka
daerah ini, susunan organisasi 127 Lampiran II UU 12/2011, perihal Teknik
pemerintah desa yang sudah ada Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan
masih tetap berlaku, sampai (vide Pasal 64 UU 12/2011), yakni:
ditetapkan yang baru sesuai Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian
dengan Peraturan daerah ini. pengaturan tindakan hukum atau hubungan
hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan yang lama terhadap
Peraturan Perundang-undangan yang baru, yang
bertujuan untuk:
a. menghindari terjadinya kekosongan hukum;
b. menjamin kepastian hukum;
c. memberikan perlindungan hukum bagi pihak
yang terkena dampak perubahan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan; dan
d. mengatur hal-hal yang bersifat transisional
atau bersifat sementara.
Meski demikian, sebaiknya diberikan batas waktu
ditetapkannya susunan organisasi pemerintah
desa yang sesuai dengan Perda yang baru.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP 1. Pasal 15 Perda Badung 3/2007 menyalahi


Pasal 15 kaidah teknik penyusunan peraturan
Hal-hal lain yang belum diatur perundang-undangan, sebagaimana
dalam Peraturan Daerah ini, ditentukan dalam angka 210 Lampiran II UU
diatur lebih lanjut dengan 12/2011, perihal Teknik Penyusunan
Peraturan Bupati. Peraturan Perundang-Undangan (vide Pasal 64
UU 12/2011). Angka 210 tersebut
Pasal 16 menentukan:
Pada saat Peraturan Daerah ini Dalam pendelegasian kewenangan mengatur
mulai berlaku, maka Peraturan tidak boleh adanya delegasi blangko.
Daerah Kabupaten Badung Nomor Contoh 1:

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


91
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

7 Tahun 2001 tentang Susunan Pasal


Organisasi Pemerintah Desa Hal-hal yang belum cukup diatur dalam
dicabut dan dinyatakan tidak Undang-Undang ini, diatur lebih lanjut dengan
berlaku. Peraturan Pemerintah.

Pasal 17
Peraturan Daerah ini mulai Contoh 2:
berlaku pada tanggal Qanun Kabupaten Aceh Jaya Nomor 4 Tahun
diundangkan. 2010 tentang Pembentukan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Badan
Penanggulangan Bencana Daerah
Pasal 24
Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini
sepanjang pengaturan pelaksanaannya, diatur
dengan Peraturan Bupati.

2. Pasal 16 dan Pasal 17 Perda Badung 3/2007


sinkron dengan kaidah teknik penyusunan
peraturan perundang-undangan, sebagaimana
ditentukan dalam angka 137 Lampiran II UU
12/2011, perihal Teknik Penyusunan
Peraturan Perundang-Undangan (vide Pasal 64
UU 12/2011), yakni:
Pada umumnya Ketentuan Penutup memuat
ketentuan mengenai:
a. penunjukan organ atau alat kelengkapan
yang melaksanakan Peraturan Perundang-
undangan;
b. nama singkat Peraturan Perundang-
undangan;
c. status Peraturan Perundang-undangan
yang sudah ada; dan
d. saat mulai berlaku Peraturan Perundang-
undangan.

Sumber: Diolah dari Perda Badung 3/2007, UU 6/2014, UU 12/2011, dan PP 43/2014.

Berdasarkan paparan tersebut di atas, Perda Badung 3/2007 telah


tidak sesuai dengan UU 6/2014 dan PP 43/2014, oleh karena Perda
Badung 3/2007 perlu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pencabutan
dan pernyataan tidak berlaku itu dirumuskan dalam Perda Badung yang
hendak dibentuk ini.
Dari segi kaidah teknik penyusunan peraturan perundang-undangan,
Perda Badung 3/2007 juga menyalahi kaidah teknik penyusunan peraturan
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
92
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

perundang-undangan, sebagaimana ditentukan dalam Lampiran II UU


12/2011, perihal Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan
(vide Pasal 64 UU 12/2011). Hal ini memperkuat perlunya pencabutan dan
pernyataan tidak berlaku Perda Badung 3/2007.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


93
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS,


BAB IV DAN YURIDIS

A. LANDASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Validitas norma hukum adalah keabsahan norma hukum supaya


norma hukum bersangkutan mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Secara teoritik, pada dasarnya ada 3 (tiga) aspek yang mesti dipenuhi
supaya norma hukum itu absah, yakni filosofis, sosiologis, dan yuridis,
yang masing-masing berkaitan dengan nilai-nilai dasar hukum, yakni
43
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Uraian tentang validitas hukum atau landasan keabsahan hukum
dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia
dapat ditemukan dalam sejumlah buku yang ditulis oleh sarjana
44 45
Indonesia, antara lain Jimly Assiddiqie, Bagir Manan, dan Solly
Lubis.46 Pandangan ketiga sarjana itu dapat disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.1. Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan menurut Para Sarjana
Indonesia

LANDASAN JIMLY ASSHIDDIQIE BAGIR MANAN M. SOLLY LUBIS


Filosofis Bersesuaian dengan Mencerminkan nilai Dasar filsafat atau
nilai-nilai filosofis yang yang terdapat dalam pandangan, atau
dianut oleh suatu cita hukum ide yang menjadi
Negara. (rechtsidee), baik dasar cita-cita
Contoh, nilai-nilai sebagai sarana yang sewaktu
filosofis Negara Republik melindungi nilai-nilai menuangkan hasrat
Indonesia terkandung maupun sarana dan kebijaksanaan
dalam Pancasila sebagai mewujudkannya dalam (pemerintahan) ke

43
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti),
hlm. 19.
44
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press), hlm.
169-174, 240-244.
45
Bagir Manan, 1992, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta:
Penerbit Ind-Hill.Co), hlm. 14-17.
46
M. Solly Lubis, 1989, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, (Bandung:
Penerbit CV Mandar Maju), hlm. 6-9.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
94
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

staatsfunda- tingkah laku dalam suatu


mentalnorm. masyarakat. rencana atau draft
peraturan Negara.
Sosiologis Mencerminkan tuntutan Mencerminkan -
kebutuhan masyarakat kenyataan yang hidup
sendiri akan norma dalam masyarakat.
hukum. Kenyataan itu dapat
[Juga dikatakan, berupa kebutuhan
keberlakuan sosiologis atau tuntutan atau
berkenaan dengan (1) masalah-masalah yang
kriteria pengakuan dihadapi yang
terhadap daya ikat memerlukan
norma hukum; (2) penyelesaian.
kriteria penerimaan
terhadap daya ikat
norma hukum; dan (3)
kriteria faktisitas
menyangkut norma
hukum secara faktual
memang berlaku efektif
dalam masyarakat].
Yuridis Norma hukum itu sendiri Keharusan (1) adanya Ketentuan hukum
memang ditetapkan (1) kewenangan dari yang menjadi dasar
sebagai norma hukum pembuat peraturan hukum bagi
berdasarkan norma perundang-undangan; pembuatan suatu
hukum yang lebih tinggi; (2) adanya kesesuaian peraturan, yaitu:
(2) menunjukkan bentuk atau jenis (1) segi formal,
hubungan keharusan peraturan perundang- yakni landasan
antara suatu kondisi undangan dengan yuridis yang
dengan akibatnya; (3) materi yang diatur; memberi
menurut prosedur (3) tidak bertentangan kewenangan untuk
pembentukan hukum dengan peraturan membuat peraturan
yang berlaku; dan (4) perundang-undangan tertentu; dan (2)
oleh lembaga yang yang lebih tinggi; dan segi materiil, yaitu
memang berwenang (4) mengikuti tata landasan yuridis
untuk itu. cara tertentu dalam untuk mengatur
pembentukannya. hal-hal tertentu.
Politis Harus tergambar adanya Garis kebijaksanaan
cita-cita dan norma politik yang
dasar yang terkandung menjadi dasar bagi
dalam UUD NRI 1945 kebijaksanaan-
sebagai politik hukum kebijaksanaan dan
yang melandasi pengarahan
pembentukan undang- ketatalaksanaan
undang pemerintahan.
[juga dikatakan, Misalnya, garis
pemberlakuannya itu politik otonomi
memang didukung oleh dalam GBHN (Tap
faktor-faktor kekuatan MPR No. IV Tahun

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


95
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

politik yang nyata dan 1973) memberi


yang mencukupi di pengarahan dalam
parlemen]. pembuatan UU
Nomor 5 Tahun
1974.

Berdasarkan pandangan para sarjana tersebut tentang landasan


keabsahan peraturan perundang-undangan, maka landasan keabsahan
filosofis, sosiologis, dan yuridis dapat dirangkum dalam tabel sebagai
berikut:47
Tabel 4.2. Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan
perundang-undangan
LANDASAN URAIAN
Filosofis Mencerminkan nilai-nilai filosofis atau nilai yang terdapat dalam cita
hukum (rechtsidee).
Diperlukan sebagai sarana menjamin keadilan.
Sosiologis Mencerminkan tuntutan atau kebutuhan masyarakat yang memerlukan
penyelesaian.
Diperlukan sebagai sarana menjamin kemanfaatan.
Yuridis Konsistensi ketentuan hukum, baik menyangkut dasar kewenangan
dan prosedur pembentukan, maupun jenis dan materi muatan, serta
tidak adanya kontradiksi antar-ketentuan hukum yang sederajat dan
dengan yang lebih tinggi.
Diperlukan sebagai sarana menjamin kepastian hukum.

B. LANDASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM


PEMBENTUKAN PERDA BADUNG TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN
STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAH DESA
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan mengadopsi validitas tersebut sebagai (1)
muatan menimbang, yang memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran
yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan
Perundangundangan, ditempatkan secara berurutan dari filosofis,

47
Gede Marhaendra WiJa Atmaja, Politik Pluralisme Hukum ...., hlm. 28-29.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
96
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

sosiologis, dan yuridis; dan (2) harus juga ada dalam naskah akademis
rancangan peraturan perundang-undangan.
Tabel 4.3. Pertimbangan Pembentukan Peraturan Perundangundangan
Menurut UU 12/2011
KATEGORI DALAM DALAM KONSIDERAN
NASKAH AKADEMIS (MENIMBANG)
Landasan Landasan filosofis merupakan Unsur filosofis
Filosofis pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
peraturan yang dibentuk mempertimbangkan
mempertimbangkan pandangan pandangan hidup,
hidup, kesadaran, dan cita kesadaran, dan cita hukum
hukum yang meliputi suasana yang meliputi suasana
kebatinan serta falsafah bangsa kebatinan serta falsafah
Indonesia yang bersumber dari bangsa Indonesia yang
Pancasila dan Pembukaan bersumber dari Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Pembukaan Undang-Undang
Republik Indonesia Tahun 1945. Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Landasan Landasan sosiologis merupakan Unsur sosiologis


Sosiologis. pertimbangan atau alas an yang menggambarkan bahwa
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
peraturan yang dibentuk untuk untuk memenuhi kebutuhan
memenuhi kebutuhan masyarakat masyarakat dalam berbagai
dalam berbagai aspek. Landasan aspek.
sosiologis sesungguhnya
menyangkut fakta empiris
mengenai perkembangan
masalah dan kebutuhan
masyarakat dan negara.
Landasan Landasan yuridis merupakan Unsur yuridis
Yuridis. pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
peraturan yang dibentuk untuk untuk mengatasi
mengatasi permasalahan hukum permasalahan hukum atau
atau mengisi kekosongan hukum mengisi kekosongan hukum
dengan mempertimbangkan dengan mempertimbangkan
aturan yang telah ada, yang akan aturan yang telah ada, yang
diubah, atau yang akan dicabut akan diubah, atau yang akan
guna menjamin kepastian hukum dicabut guna menjamin
dan rasa keadilan masyarakat. kepastian hukum dan rasa
Landasan yuridis menyangkut keadilan masyarakat.
persoalan hukum yang berkaitan

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


97
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

dengan substansi atau materi


yang diatur sehingga perlu
dibentuk Peraturan Perundang-
Undangan yang baru. Beberapa
persoalan hukum itu, antara lain,
peraturan yang sudah
ketinggalan, peraturan yang tidak
harmonis atau tumpang tindih,
jenis peraturan yang lebih rendah
dari Undang-Undang sehingga
daya berlakunya lemah,
peraturannya sudah ada tetapi
tidak memadai, atau
peraturannya memang sama
sekali belum ada.

Merujuk pada pandangan teoritik dari para sarjana yang telah


dikemukakan di atas, dikaitkan dengan ketentuan tentang teknik
penyusunan peraturan perundang-undangan48 dan teknik penyusunan
naskah akademik49 yang diadopsi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
(UU No 12/2011), ketiga aspek dari validitas tersebut dapat disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel 4.4. Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan
Pandangan Teoritik dan UU No. 12/2011
LANDASAN URAIAN
Filosofis Menggambarkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum
yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa
Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu, pada
dasarnya berkenaan dengan keadilan yang mesti dijamin
dengan adanya peraturan perundang-undangan.
Sosiologis Menggambarkan kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek
yang memerlukan penyelesaian, yang sesungguhnya

48
Angka 18 dan 19 TP3 (vide Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011).
49
Pasal 57 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
98
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah


dan kebutuhan masyarakat dan negara.
Kebutuhan masyarakat pada dasarnya berkenaan dengan
kemanfaatan adanya peraturan perundang-undangan.
Yuridis Menggambarkan upaya mengatasi permasalahan hukum yang
berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga
perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru.
Beberapa permasalahan hukum itu, antara lain, peraturan yang
sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau
tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari
Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah,
peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau
peraturannya memang sama sekali belum ada.
Permasalahan hukum yang akan diatasi itu, dengan
pembentukan peraturan perundang-undangan, guna menjamin
kepastian hukum.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber

B.1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis menggambarkan pandangan hidup, kesadaran,


dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa
Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu, teruraikan dalam


Pembukaan UUD 1945, pada alinia keempat:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


99
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu


Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu berkenaan tujuan


dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia, yakni melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Hukum Tata Negara Indonesia menganut paham bahwa Pemerintah
Negara Indonesia tidak hanya Pemerintah Pusat, tapi juga mencakup
pemerintahan daerah. Ini ditunjukkan oleh Pasal 18 ayat (1) dan ayat (5)
UUD 1945:
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang (Pasal
18 ayat (1) UUD 1945).
2. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat (Pasal 18 ayat (5)
UUD 1945).
Sekalipun Pasal 18 UUD 1945 tidak menentukan Desa sebagai
Daerah Otonom, namun praktik pembentukan undang-undang mengenai
pemerintahan daerah dan desa serta konteks kelahiran Pasal 18 UUD
1945 menunjukkan Desa merupakan satuan pemerintahan terendah yang
berada di kabupaten/kota, yang dicakup dalam Pasal 18 ayat (7) UUD
1945, sebagaimana telah diuraikan dalam Bab III di atas.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


100
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Desa, yang memiliki pemerintahan desa dalam sistem pemerintahan


Negara Indonesia, memiliki hak untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan tujuan
dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia. Ini sejalan dengan dasar
pertimbangan UU 6/2014, yang dalam Menimbang huruf a dan huruf
menyatakan:

a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan
berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa
telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu
dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri,
dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat
dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera;

Intinya, pemerintahan desa memiliki peran mewujudkan cita-cita


kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yakni tujuan dibentuknya Negara Indonesia
sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Pemerintahan
desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Artinya, Pemerintah Desa
memiliki tanggung jawab untuk berperan mewujudkan tujuan dibentuknya
Negara Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.
Dalam kerangka inilah diperlukan pengaturan komponen-komponen
pemerintah desa, yakni kepala desa dan perangkat desa, tepatnya
diperlukan pengaturan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa
menurut prinsip professional, efisien dan efektif, terbuka, serta
bertanggung jawab.
Pemerintahan Kabupaten Badung perlu memberikan pedoman
kepada Desa dalam menyusun struktur organisasi dan tata kerja
pemerintah desa yang dituangkan dalam Peraturan Daerah, sehingga
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
101
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

dapat mengarahkan penyusunan struktur organisasi dan tata kerja


pemerintah desa dalam upaya berperan serta mewujukan cita-cita
kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yakni tujuan dibentuknya Negara Indonesia
sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.
B.2. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis menggambarkan kebutuhan masyarakat dalam


berbagai aspek yang memerlukan penyelesaian, yang sesungguhnya
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan
kebutuhan masyarakat dan negara. Kebutuhan masyarakat pada dasarnya
berkenaan dengan kemanfaatan adanya peraturan perundang-undangan.
Pasca reformasi kebijakan tentang desa sebagaimana diimuat dalam
UU 6/2014 dan PP 43/2014, maka Peraturan Daerah Kabupaten Badung
Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan
Tata Kerja Pemerintahan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Badung
Tahun 2007 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Badung
Nomor 1) selanjutnya disebut Perda Badung 3/2007, telah kehilangan
dasar hukumnya. Oleh karena Perda Badung 3/2007 dibentuk berdasarkan
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah lama, sebagaimana
dikemukakan dalam Menimbang huruf a Perda Badung 3/2007:
bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 2005 tentang Desa, dimana dalam Pasal 13 ayat (1)
menyebutkan Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah;

Ketidakberlakuan pengaturan tentang desa dalam UU 32/2004


maupun ketidakberlakuan UU 32/2004 itu sendiri ditentukan dalam
ketentuan berikut:

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


102
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

1. Pasal 121 UU 6/2014: Pada saat Undang-Undang ini mulai


berlaku, Pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Pasal 409 huruf b UU 23/2014 sebagaimana diubah dengan UU
9/2015: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketidakberlakuan PP 72/2005 ditentukan dalam Pasal 158 PP
43/2014, yang menentukan: Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai
berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


103
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Sekalipun Pasal 120 ayat (1) UU 6/2014 menentukan, semua


peraturan pelaksanaan tentang Desa yang selama ini ada tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini, dan Pasal 157
PP 43/2014 menentukan, pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai
berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Desa
yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini. Akan tetapi, Pasal 119 UU 6/2014 juga
menentukan, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan secara langsung dengan Desa wajib mendasarkan dan
menyesuaikan pengaturannya dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Dengan demikian, terdapat kebutuhan untuk menyesuaikan
Peraturan Daerah tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata
Kerja Pemerintahan Desa (yang selama ini ditetapkan dengan Perda
Badung 3/2007) dengan UU 6/2014 berikut peraturan pelaksanaannya.
Kebutuhan itu pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan dalam
rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar dapat
dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu adanya
pengaturan tentang penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan
desa.

B.3. Landasan Yuridis


Landasan yuridis menggambarkan upaya mengatasi permasalahan
hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga
perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru guna menjamin
kepastian hukum. Beberapa permasalahan hukum itu, antara lain:

a. peraturan yang sudah ketinggalan;


b. peraturan yang tidak sesuai lagi dengan peraturan yang baru;
c. peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih;
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
104
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

d. peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai;


e. jenis peraturan yang lebih rendah dari yang seharusnya sehingga
daya berlakunya lemah;
f. peraturan yang menjadi dasar pembentukannya telah tidak
berlaku; atau
g. peraturannya memang sama sekali belum ada.

Permasalahan hukum yang dihadapi adalah Perda Badung 3/2007


adalah peraturan yang menjadi dasar hukum pembentukannya (UU
32/2004 dan PP 72/2005) telah tidak berlaku, ditambah lagi UU 6/2014
dan PP 43/2014 tidak memerintahkan Pedoman Penyusunan Organisasi
dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah.
Beberapa pemahaman penting dari UU 6/2014 dan PP 43/2014
mengenai organisasi dan tata kerja pemerintah desa adalah:
1. Tidak ada ketentuan yang menentukan struktur organisasi dan
tata kerja pemerintah desa diatur dengan atau dalam Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
2. Berkaitan dengan pemerintahan desa menyangkut hal-hal
sebagai berikut:
a. Kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Pasal
31 ayat (2) UU 6/2014).
b. Syarat lain yang wajib dipenuhi Calon Kepala Desa diatur
dalam Peraturan Daerah (Pasal 33 huruf m UU 6/2014).
c. Syarat lain pengangkatan perangkat Desa yang harus dipenuhi
warga Desa ditentukan dalam Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota (Pasal 50 ayat (1) huruf d UU 6/2014).
Dipertegas dalam PP 43/2014, Syarat lain pengangkatan
perangkat Desa yang ditetapkan dalam peraturan daerah

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


105
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

kabupaten/kota harus memperhatikan hak asal usul dan nilai


sosial budaya masyarakat (Pasal 65 ayat (2) PP 43/2014).
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 ayat (1)
diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan
Peraturan Pemerintah (Pasal 50 ayat (2) UU 6/2014).
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Permusyawaratan
Desa diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Pasal
65 ayat (2) UU 6/2014). Penetapan mekanisme pengisian
keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa dilaksanakan
dengan berpedoman pada peraturan daerah kabupaten/kota
(Pasal 72 ayat (4) PP 43/2014).
3. Struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa itu berkenaan
dengan Kepala Desa dan perangkat Desa, yang meliputi:
a. Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa dibantu oleh
unsur staf sekretariat yang bertugas membantu kepala Desa
dalam bidang administrasi pemerintahan. Sekretariat Desa
paling banyak terdiri atas 3 (tiga) bidang urusan. Ketentuan
mengenai bidang urusan diatur dengan Peraturan Menteri
(Pasal 62 ayat (1) - ayat (3) PP 43/2014). Peraturan Menteri
dimaksud sampai saat ini belum ditetapkan.
b. Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu kepala
Desa sebagai satuan tugas kewilayahan. Jumlah pelaksana
kewilayahan ditentukan secara proporsional antara pelaksana
kewilayahan yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan
Desa. (Pasal 63 ayat (1) dan ayat (2) PP 43/2014).
c. Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala Desa
sebagai pelaksana tugas operasional. Pelaksana teknis paling

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


106
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi. Ketentuan mengenai


pelaksana teknis diatur dengan Peraturan Menteri (Pasal 64
ayat (1) - ayat (3) PP 43/2014). Peraturan Menteri dimaksud
sampai saat ini belum ditetapkan.
Jadi, tidak ada ketentuan dalam UU 6/2014 dan PP 43/2014 yang
menentukan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur
dengan atau dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Perlu pula memahami materi muatan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota, untuk kemudian memahami dasar kewenangan
pengaturan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur
dengan atau dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011) dan UU
23/2014 mengatur tentang materi muatan Peraturan Daerah sebagai
berkut (tabel ...).
Tabel 4.5. Materi muatan Peraturan Daerah Menurut UU 12/2011 dan UU
23/2014
PASAL 14 UU 12/2011 PASAL 236 AYAT (3) DAN ANOTASI
AYAT (4) UU 23/2014
Materi muatan Perda Perda memuat materi 1. Menampung kondisi
Provinsi dan Perda muatan: khusus daerah dan
Kabupaten/Kota berisi a. penyelenggaraan materi muatan lokal
materi muatan dalam Otonomi Daerah dan merupakan bawaan
rangka: Tugas Pembantuan; dari asas otonomi
a. penyelenggaraan dan daerah, jadi
otonomi daerah; b. penjabaran lebih lanjut termasuk materi
dan ketentuan peraturan muatan yang digali
b. penyelenggaraan perundang-undangan dari asas otonomi
tugas pembantuan; yang lebih tinggi. daerah.
serta c. dapat memuat materi 2. Penjabaran lebih
c. menampung kondisi muatan lokal sesuai lanjut Peraturan
khusus daerah; dengan ketentuan Perundang-
dan/atau peraturan perundang- undangan yang
d. penjabaran lebih undangan lebih tinggi
lanjut Peraturan merupakan materi
Perundang- muatan obyektif-

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


107
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

undangan yang normatif.


lebih tinggi.

Secara obyektif-normatif tidak ada ketentuan yang menentukan


struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur dengan atau
dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Artinya, dari sudut penjabaran
lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi UU 23/2014
dan PP 43/2014 tidak menentukan struktur organisasi dan tata kerja
pemerintah desa diatur dengan atau dalam Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
Materi muatan peraturan daerah tidaklah semata-mata penjabaran
lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, melainkan
juga bahkan lebih utama penyelenggaraan Otonomi Daerah (termasuk
menampung kondisi khusus daerah atau materi muatan lokal) dan Tugas
Pembantuan.
Pasal 12 UU 23/2014 menentukan pemberdayaan masyarakat dan
Desa merupakan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi
kewenangan daerah. Dengan demikian, ketentuan tentang materi muatan
peraturan daerah berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
Otonomi Daerah (termasuk menampung kondisi khusus daerah atau
materi muatan lokal) dapat dimaknai mencakup penyelenggaran urusan
Desa. Salah satu urusan Desa itu menyangkut pemberian pedoman
tentang struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa.
Pedoman itu perlu dituangkan dalam Peraturan Daerah agar
mempunyai kekuatan mengikat dan diperlukan mengingat UU 6/2014
tidak memberikan pengaturan yang jelas mengenai beberapa ketentuan,
yakni:
1. Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan Pemerintahan
Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


108
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa,


Kepala Desa berhak mengusulkan struktur organisasi dan tata
kerja Pemerintah Desa (Pasal 26 ayat (3) huruf a UU 23/2014.
Masalahnya adalah kepada siapa usul itu disampaikan, dan jika
usul diterima dituangkan dalam bentuk hukum apa: Peraturan
Desa atau Peraturan Kepala Desa?
2. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota meliputi: ...; b. memberikan pedoman
penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa; ....
Berdasarkan praktek pemerintahan desa di masa berlakunya UU
32/2004 dan PP 72/2005, penyusunan struktur organisasi dan
tata kerja pemerintah desa dengan peraturan desa. Jika ini
diikuti, maka perlu ada pedoman materi muatan Peraturan Desa
tentang struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa
dengan peraturan desa.
Keseluruhan uraian mengenai landasan keabsahan peraturan daerah
tersebut di atas, dapat diringkas dalam tabel berikut:
Tabel 4.6. Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis Ranperda tentang
Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.
KATEGORI URAIAN
Filosofis Pemerintahan Kabupaten Badung perlu memberikan pedoman
kepada Desa dalam menyusun struktur organisasi dan tata
kerja pemerintah desa yang dituangkan dalam Peraturan
Daerah, sehingga dapat mengarahkan penyusunan struktur
organisasi dan tata kerja pemerintah desa pada upaya
berperan serta mewujukan cita-cita kemerdekaan berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
yakni tujuan dibentuknya Negara Indonesia sebagaimana
dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.

Sosiologis Adanya kebutuhan untuk menyesuaikan Peraturan Daerah


tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintahan Desa (yang selama ini ditetapkan dengan Perda
Badung 3/2007) dengan UU 6/2014 berikut peraturan
pelaksanaannya.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


109
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Kebutuhan itu pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan


dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
agar dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil
guna, perlu adanya pedoman penyusunan struktur organisasi
dan tata kerja pemerintah desa.

Yuridis Dalam rangka memberikan landasan dan kepastian hukum


bagi bagi pemerintah desa dalam menyusun struktur
organisasi dan tata kerja pemerintah desa, perlu adanya
pedoman penyusunan struktur organisasi dan tata kerja
pemerintah desa.

Simpulan Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


kategori-kategori di atas, perlu menetapkan peraturan daerah
tentang pedoman struktur organisasi dan tata kerja
pemerintah desa.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


110
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

ARAH, SASARAN, JANGKAUAN PENGATURAN,


BAB V DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN

A. ARAH, SASARAN, DAN JANGKAUAN PENGATURAN

Arah pengaturan dari Peraturan Daerah yang akan dibentuk ini


adalah memberikan landasan dan kepastian hukum dalam penetapan
struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa.
Sasaran yang hendak diwujudkan dari Peraturan Daerah yang akan
dibentuk ini adalah terwujudnya penyusunan struktur organisasi dan tata
kerja pemerintah desa dengan peraturan desa. Dengan demikian
penyusunan penyusunan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah
desa melibat partisipasi masyarakat desa, baik melalui badan
permusyawaratan desa, lembaga-lembaga yang ada di desa, maupun
partisipasi langsung dengan memberikan masukan lisan dan/atau tertulis.
Jangkauan pengaturan dari Peraturan Daerah yang akan dibentuk ini
adalah memberikan pedoman bagi:
a. Pemerintah Kabupaten dalam memfasilitasi dan membimbing
pemerintahan desa menetapkan struktur organisasi dan tata
kerja pemerintah desa dengan peraturan desa;
b. Pemerintahan Desa dalam menetapkan struktur organisasi dan
tata kerja pemerintah desa dengan peraturan desa.

B. RUANG LINGKUP MATERI MUATAN

Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya, terutama Bab II


Kajian Teoretis dan Praktik Empiris dan Bab III Evaluasi dan Analisis
Peraturan Perundang-Undangan Terkait, dirumuskan ruang lingkup materi

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


111
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

muatan Peraturan Daerah tentang Pedoman Struktur Organisasi dan Tata


Kerja Pemerintah Desa.
Pertama, Bab Ketentuan Umum. Bab ini memuat definisi beberapa
terminology penting, yakni:
1. Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
adalah dasar bagi penyusunan struktur organisasi dan tata
kerja Pemerintah Desa.
2. Struktur Organisasi Pemerintah Desa adalah susunan
Pemerintah Desa yang diselenggarakan oleh Perbekel dan
dibantu oleh perangkat desa.
3. Tata Kerja Pemerintah Desa adalah cara melaksanakan tugas
dan wewenang Perbekel dan perangkat desa.
4. Pemerintah Desa adalah Perbekel dan yang dibantu oleh
perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
desa.
5. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6. Perbekel adalah kepala desa sebagai pimpinan Pemerintah
Desa.
7. Perangkat Desa adalah pembantu Perbekel yang terdiri dari
Sekretariat Desa, Seksi, dan Banjar Dinas.
Kedua, Bab Penyusunan Struktur Organisasi Dan Tata Kerja
Pemerintah Desa. Bab ini memuat ketentuan mengenai:
1. Perbekel berhak mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja
Pemerintah Desa. Usul tersebut dituangkan dalam bentuk
Rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa
tersebut disampaikan oleh Perbekel kepada Badan

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


112
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Permusyawaratan Desa untuk dibahas dan disepakati bersama


sebagai Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa yang telah
dibahas dan disepakati ditetapkan menjadi Peraturan Desa
oleh Perbekel. Peraturan Desa tersebut diundangkan oleh
Sekretaris Desa dalam Lembaran Desa sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sebelum ditetapkan ditetapkan menjadi
Peraturan Desa, Rancangan Peraturan Desa tersebut
disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat
paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Peraturan Desa sebagaimana dimaksud angka 1 disertai dengan
bagan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
yang ditempatkan dalam lampiran Peraturan Desa. Penyusunan
bagan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
berpedoman pada bagan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan Daerah ini dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Ketiga, Bab Struktur Organisasi Pemerintah Desa. Bab ini memuat
ketentuan:
1. Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.
Perbekel dan dibantu oleh perangkat Desa merupakan
Pemerintah Desa. Perangkat Desa terdiri dari sekretariat Desa,
pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis.
2. Sekretariat Desa dipimpin oleh Sekretaris Desa dan dibantu
oleh unsur staf sekretariat. Unsur staf sekretariat paling banyak
terdiri atas 3 (tiga) bidang urusan. Bidang urusan meliputi: a.
bidang urusan organisasi; b. bidang urusan perencanaan;
dan/atau c. bidang urusan keuangan. Bidang urusan masing-

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


113
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

masing dikepalai oleh kepala bidang urusan. Staf di bidang


urusan keuangan desa ditetapkan sebagai bendahara desa. 50
3. Pelaksana kewilayahan mencakup banjar dinas-banjar dinas.
Banjar dinas masing-masing dipimpin oleh kelian banjar dinas.
4. Pelaksana teknis paling banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi. Seksi
meliputi: a. seksi pemerintahan desa; b. seksi pembangunan
desa; dan seksi kemasyarakatan dan pemberdayaan
masyarakat desa.
Keempat, Bab Tugas dan Wewenang. Bab ini memuat ketentuan
tugas dan wewnang Perbekel dan perangkat Desa, yakni:
1. Tugas dan Wewenang Perbekel. Perbekel bertugas
menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa. Dalam melaksanakan tugasnya,
Perbekel berwenang: a. memimpin penyelenggaraan
pemerintahan desa; b. mengangkat dan memberhentikan
perangkat desa; c. memegang kekuasaan pengelolaan
keuangan dan aset desa; d. menetapkan peraturan desa; e.
menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa; f.membina
kehidupan masyarakat desa; g. membina ketenteraman dan
ketertiban masyarakat desa; h. membina dan meningkatkan
perekonomian desa serta mengintegrasikannya agar mencapai
perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya
kemakmuran masyarakat desa; i. mengembangkan sumber
pendapatan desa; j. mengusulkan dan menerima pelimpahan
sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa; k. mengembangkan kehidupan sosial

50
Hasil FGD tanggal 3 September 2015 di BPMD Kabupaten Badung.
|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung
114
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

budaya masyarakat desa; l. memanfaatkan teknologi tepat


guna; m. mengoordinasikan pembangunan desa secara
partisipatif; n. mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan
atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan o. melaksanakan
wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Tugas dan Wewenang Sekretariat Desa. Sekretariat Desa dipimpin
oleh Sekretaris Desa yang dibantu oleh Bidang Urusan bertugas
membantu kepala Desa dalam bidang administrasi pemerintahan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Desa berwenang: a.
memberikan saran dan pendapat kepada Perbekel; b.
merumuskan kegiatan Perbekel; c. melaksanakan urusan surat
menyurat, kearsipan, dan laporan; d. mengadakan dan
melaksanakan persiapan rapat dan mencatat hasil-hasil rapat; e.
menyusun anggaran pendapatan dan belanja desa; f.mengadakan
kegiatan inventarisasi kekayaan desa; dan g. melaksanakan
kegiatan admimistrasi pemerintahan desa. Dalam melaksanakan
tugasnya, Sekretaris Desa berwenang: a. melakukan
pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan
wewenang Sekretariat Desa; b. melakukan koordinasi dengan
seksi dan kelian banjar dinas; dan c. memberikan informasi
kepada Perbekel mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang
Sekretariat Desa dan hasil koordinasi dengan seksi dan kelian
banjar dinas. Bidang Urusan masing mempunyai wewenang
sebagai berikut:
a. Bidang urusan organisasi mempunyai wewenang di bidang: a.
surat menyurat; b. menyimpan, memelihara dan

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


115
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

menemukan kembali arsip-arsip kantor; c.


merencanakan, mengadakan dan memelihara barang
inventaris Desa; dan d. mempersiapkan sarana
rapat/pertemuan, upacara resmi dan lain-lain kegiatan
Pemerintah Desa.
b. Bidang urusan perencanaan mempunyai wewenang di
bidang: a. penyusunan RPJMN Desa, RKP Desa, dan daftar
usulan RKP Desa; b. penyusunan laporan penyelenggaraan
pemerintahan desa akhir tahun anggaran dan akhir masa
jabatan; c. penyusunan laporan keterangan penyelenggaraan
pemerintahan desa setiap akhir tahun anggaran; dan d.
penyampaian dan penyebarluasan informasi
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat
setiap akhir tahun anggaran.
c. Bidang urusan keuangan desa mempunyai wewenang di
bidang pengelolaan keuangan dan aset desa.
d. Bendahara desa, yang diangkat dari staf di bidang urusan
keuangan desa, mempunyai tugas: a. menerima; b.
menyimpan; c. menyetorkan/membayar; d.
menatausahakan; dan e. mempertanggungjawabkan
penerimaan dan pendapatan desa dalam rangka pelaksanaan
APBDesa.
3. Tugas dan Wewenang Kelian Banjar Dinas. Kelian Banjar Dinas
bertugas membantu Perbekel sebagai satuan tugas kewilayahan.
Tugas Kelian Banjar Dinas di wilayah kerjanya meliputi: a.
menyelenggarakan Pemerintahan Desa; b. melaksanakan
Pembangunan Desa; c. pembinaan kemasyarakatan Desa; dan d.
pemberdayaan masyarakat Desa. Dalam melaksanakan tugas di

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


116
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

wilayah kerjanya, Kelian Banjar Dinas Desa memiliki wewenang:


a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. membina
kehidupan masyarakat Desa; c. membina ketenteraman dan
ketertiban masyarakat Desa; d. membina dan meningkatkan
perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai
perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya
kemakmuran masyarakat Desa; e. mengembangkan kehidupan
sosial budaya masyarakat Desa; f. memanfaatkan teknologi tepat
guna; g. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara
partisipatif; dan h. melaksanakan Peraturan Desa dan Peraturan
Perbekel.
4. Tugas dan Wewenang Seksi. Masing-masing seksi
mempunyaitugas dan wewenang:
a. Seksi Pemerintahan Desa bertugas membantu Perbekel
melaksanakan tugas operasional pemerintahan desa. Dalam
melaksanakan tugasnya, Seksi Pemerintahan Desa
mempunyai wewenang di bidang: a. penetapan dan
penegasan batas Desa; b. pengembangan sistem
administrasi dan informasi Desa; c. pengembangan tata
ruang dan peta sosial Desa; d. pendataan dan
pengklasifikasian tenaga kerja Desa; e. pendataan penduduk
yang bekerja pada sektor pertanian dan sektor non
pertanian; f. pendataan penduduk menurut jumlah
penduduk usia kerja, angkatan kerja, pencari kerja, dan
tingkat partisipasi angkatan kerja; g. pendataan penduduk
berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan
pekerjaan jenis pekerjaan dan status pekerjaan; h.
pendataan penduduk yang bekerja di luar negeri; i.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


117
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

penetapan organisasi Pemerintah Desa; j. pembentukan


Badan Permusyaratan Desa; k. penetapan perangkat Desa; l.
penetapan BUM Desa; m. penetapan APB Desa; n.
penetapan peraturan Desa; o. penetapan kerja sama antar-
Desa; p. pemberian izin penggunaan gedung pertemuan
atau balai Desa; q. pendataan potensi Desa; r. pemberian
izin hak pengelolaan atas tanah Desa; s. penetapan Desa
dalam keadaan darurat seperti kejadian bencana, konflik,
rawan pangan, wabah penyakit, gangguan keamanan, dan
kejadian luar biasa lainnya dalam skala Desa; t. pengelolaan
arsip Desa; dan u. penetapan pos keamanan dan pos
kesiapsiagaan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
sosial masyarakat Desa.
b. Seksi Pembangunan Desa bertugas membantu Perbekel
melaksanakan tugas operasional pembangunan desa. Dalam
melaksanakan tugas, Seksi Pembangunan Desa mempunyai
wewenang di bidang: a. pelayanan dasar Desa; b. sarana
dan prasarana Desa; c. pengembangan ekonomi lokal Desa;
d. pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan Desa.
c. Seksi Kemasyarakatan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
bertugas membantu Perbekel melaksanakan tugas
operasional pembangunan desa kemasyarakatan dan
pemberdayaan masyarakat desa. Dalam melaksanakan
tugasnya, Seksi Kemasyarakatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa mempunyai wewenang di bidang: a.
membina keamanan, ketertiban dan ketenteraman wilayah
dan masyarakat Desa; b. membina kerukunan warga
masyarakat Desa; c. memelihara perdamaian, menangani

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


118
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

konflik dan melakukan mediasi di Desa; melestarikan dan


mengembangkan gotong royong masyarakat Desa; d.
pengembangan seni budaya lokal; e. pengorganisasian
melalui pembentukan dan fasilitasi lembaga kemasyarakatan
dan lembaga adat; f. fasilitasi kelompok-kelompok
masyarakat; g. pemberian santunan sosial kepada keluarga
fakir miskin; h. fasilitasi terhadap kelompok-kelompok rentan,
kelompok masyarakat miskin, perempuan, masyarakat adat,
dan difabel; i.pengorganisasian melalui pembentukan dan
fasilitasi paralegal untuk memberikan bantuan hukum kepada
warga masyarakat Desa; j. analisis kemiskinan secara
partisipatif di Desa; k. penyelenggaraan promosi kesehatan
dan gerakan hidup bersih dan sehat; l. pengorganisasian
melalui pembentukan dan fasilitasi kader pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat; m. peningkatan kapasitas
melalui pelatihan usaha ekonomi Desa; n.
pendayagunaan teknologi tepat guna; dan o. peningkatan
kapasitas masyarakat.
Kelima, Bab Tata Kerja. Bab ini memuat ketentuan tata kerja
perangkat Desa, yakni:
1. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Sekretariat Desa
yang dikepalai oleh Sekretaris Desa berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Perbekel.
2. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Bidang Urusan
yang dikepalai oleh Kepala Bidang Urusan berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Sekretaris Desa.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


119
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

3. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Banjar Dinas


yang dipimpin oleh Kelian Banjar Dinas berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Perbekel melalui Sekretaris Desa.
4. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Seksi yang
dikepalai oleh Kepala Seksi berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Perbekel melalui Sekretaris Desa.
5. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang, Perbekel dan
Perangkat Desa menerapkan asas penyelenggaraan
pemerintahan desa. Asas penyelenggaraan pemerintahan desa
meliputi: a. kepastian hukum; b. tertib penyelenggaraan
pemerintahan; c. tertib kepentingan umum; d. keterbukaan; e.
proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efektivitas
dan efisiensi; i. kearifan lokal; j. keberagaman; dan k.
partisipatif.
Keenam, Bab Pembinaan dan Pengawasan. Bab ini memuat
ketentuan:
1. Bupati membina dan mengawasi penyelenggaraan Peraturan
Daerah ini. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dilakukan
oleh perangkat daerah yang tugasnya di bidang desa.
2. Pembinaan meliputi pemberian bimbingan dan konsultasi
penyusunan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa
dengan Peraturan Desa.
3. Pengawasan meliputi pemantauan dan evaluasi penyusunan
struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa dengan
Peraturan Desa.
Ketujuh, Bab Ketentuan Peralihan. Dengan berlakunya Peraturan
Daerah ini, struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa atau

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


120
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

dengan nama lain masih tetap berlaku, sampai ditetapkan yang baru
sesuai dengan Peraturan Daerah ini.
Kedelapan, Bab Ketentuan Penutup. Bab ini memuat ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
1. Peraturan Desa tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintah Desa harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun
terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
2. Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah
Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pedoman
Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa
(Lembaran Daerah Kabupaten Badung Tahun 2007 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Badung Nomor 1)
dicabut dan dinyatakan tidak berlalaku.
3. Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


121
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

BAB VI PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pertama, permasalahan yang dihadapi berkenaan dengan pemberian
pedoman struktur dan organisasi dan tata kerja pemerintah desa adalah
(1) Peraturan Daerah yang lama substansinya bertentangan dengan UU
6/2014 dan PP 43/2014. Permasalahan tersebut diatasi dengan
pembuatan Peraturan Daerah yang baru dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah, yang salah satu urusan pemerintahan daerah adalah
mengatur dan mengurus desa.
Kedua, dan (2) UU 6/2014 dan PP 43/2014 tidak mengamanatkan
pembuatan Peraturan Daerah tentang pedoman struktur organisasi dan
tata kerja pemerintah desa. Namun, UU 6/2014 menentukan
pemberdayaan masyarakat dan Desa merupakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah (termasuk kabupaten/kota) dan
Daerah berhak menetapkan kebijakan daerah untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan kewenangan Daerah. Perihal struktur organisasi dan
tata kerja pemerintah desa merupakan urusan pemerintahan yang
lokasinya dalam daerah kabupaten/kota. Oleh karena itu perlu ditetapkan
Peraturan Daerah sebagai bentuk hukum kebijakan daerah tersebut.
Ketiga, penyusunan Peraturan Daerah diperlukan agar pemerintahan
desa memiliki landasan dan kepastian dalam penyusunan struktur
organisasi dan tata kerja pemerintah desa dan bagi pemerintah daerah
dalam memfasilitasi dan membimbing pemerintahan desa.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


122
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Keempat, pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis


pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pedoman Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa adala:
4. Pertimbangan Filosofis, bahwa Pemerintahan Kabupaten Badung
perlu memberikan pedoman kepada Desa dalam menyusun
struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa yang
dituangkan dalam Peraturan Daerah, sehingga dapat
mengarahkan penyusunan struktur organisasi dan tata kerja
pemerintah desa pada upaya berperan serta mewujukan cita-cita
kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, bahwa tujuan dibentuknya Negara
Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.
5. Pertimbangan Sosiologis, yakni adanya kebutuhan untuk
menyesuaikan Peraturan Daerah tentang Pedoman Penyusunan
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa (yang selama ini
ditetapkan dengan Perda Badung 3/2007) dengan UU 6/2014
berikut peraturan pelaksanaannya. Kebutuhan itu pada dasarnya
berkenaan dengan kemanfaatan dalam rangka meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat agar dapat dilaksanakan secara
berdaya guna dan berhasil guna, perlu adanya pedoman
penyusunan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa.
6. Pertimbangan Yuridis, bahwa dalam rangka memberikan landasan
dan kepastian hukum bagi bagi pemerintah desa dalam menyusun
struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa, perlu adanya
pedoman penyusunan struktur organisasi dan tata kerja
pemerintah desa.
Kelima, arah, sasaran, dan jangkauan pengaturan, dan ruang lingkup
materi muatan Peraturan Daerah yang akan dibentuk adalah:

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


123
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

4. Arah pengaturan dari Peraturan Daerah yang akan dibentuk ini


adalah memberikan landasan dan kepastian hukum dalam
penetapan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa.
5. Sasaran yang hendak diwujudkan dari Peraturan Daerah yang
akan dibentuk ini adalah terwujudnya penyusunan struktur
organisasi dan tata kerja pemerintah desa dengan peraturan
desa.
6. Jangkauan pengaturan dari Peraturan Daerah yang akan
dibentuk ini adalah memberikan pedoman bagi:
b. Pemerintah Kabupaten dalam memfasilitasi dan membimbing
pemerintahan desa menetapkan struktur organisasi dan tata
kerja pemerintah desa dengan peraturan desa;
c. Pemerintahan Desa dalam menetapkan struktur organisasi
dan tata kerja pemerintah desa dengan peraturan desa.
7. Ruang lingkup materi muatan Peraturan Daerah yang akan
dibentuk adalah: (a) Definisi mengenai pedoman struktur
organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa; (b) Penyusunan
Struktur Organisasi; (c) Struktur Organisasi; (d) Tugas dan
Wewenang; (e) Tata Kerja; dan (f) Strategi Implementasi yang
meliputi Pembinaan dan Pengawasan.

C. SARAN

Pertama, agar Naskah Akademik ini berikut Konsep Awal Rancangan


Peraturan Daerah tentang Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintah Desa diadakan FGD yang melibatkan SKPD terkait dan
Pemerintahan Desa maupun para pengemban kepentingan dengan tujuan
mendapat saran dan kritik menuju penyempurnaan naskah ini.

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


124
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Kedua, masalah-masalah pemerintahan desa di luar ruang lingkup


materi muatan Peraturan Daerah yang akan dibentuk, agar diadakan
pengaturan dengan atau dalam Peraturan Daerah lain, yakni:
1. Kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak
(Pasal 31 ayat (2) UU 6/2014).
2. Syarat lain Calon Kepala Desa (Pasal 33 huruf m UU 6/2014).
3. Syarat lain pengangkatan Perangkat Desa (Pasal 50 ayat (1)
huruf d UU 6/2014).
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat Desa (Pasal 50 ayat
(2) UU 6/2014).
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Permusyawaratan Desa
(Pasal 65 ayat (2) PP 43/2014).
6. Penetapan mekanisme pengisian keanggotaan Badan
Permusyawaratan Desa (Pasal 72 ayat (4) PP 43/2014).

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


125
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

DAFTAR PUSTAKA

Abdurokhman, Mewujudkan Perangkat Desa Yang Berkualitas: Sebuah


Kajian Menyongsong Implementasi Undang-undang Desa,
http://static.banyumaskab.go.id/website/file/22112014094646141722
9206.pdf <diunduh 19/6/2015>
Asshiddiqie, Jimly, 2006, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi
Press).
Attamimi, A. Hamid S., 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik
Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi
Doktor, (Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia).
Atmaja, Marhaendra Wija, 2014, Metode Penelitian Hukum dalam
Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang-
undangan, Denpasar: Progran Studi Magister Ilmu Hukum Program
Pasca Sarjana Universitas Udayana.
.................., 2014, Memahami Interpretasi Secara Hermeneutikal:
Menalar Pertimbangan Hukum PUMK Nomor 50/PUU-XII/2014,
(Bahan dipersiapkan Dalam Rangka Penerbitan Buku 50 th Fakultas
Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 19 Agustus).
.................., 2014, Desa Adat dalam Undang-Undang tentang Desa:
Memposisikan Desa Adat Sesuai Politik Pengakuan Kesatuan-Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat Yang Diamanatkan UUD 1945, (Makalah
dalam Diskusi Publik dengan tema Undang-Undang Desa,
Solusikah?, diselengarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Udayana, di Aula Fakultas Hukum Universitas
Udayana Denpasar, Sabtu 10 Mei).
.................., Politik Pluralisme Hukum dalam Pengakuan Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah, Disertasi Doktor,
(Malang: PDIH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya).
.................., 1995, Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah
Tingkat II (Kasus Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan Kota
Daerah Tingkat II Denpasar), Tesis Magister, (Bandung: Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran).

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


126
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Bruggink, JJ. H., 2011, Refleksi Tentang Hukum: Pengertian-pengertian


Dasar dalam Teori Hukum, alihbahasa B. Arief Sidharta, (Bandung:
Citra Aditya Bakti).
Handayaningrat, Soewarno, 1985, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan
Managemen, (Jakarta: Gunung Agung).
Indonesia, Mahkamah Konstitusi Republik, 2008, Naskah Komprehensif
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Buku IV Kekuasaan Pemerintahan Negara, Jilid 2 , (Jakarta:
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi).
Irianto, Soelistyowati, 2012, Memperkenalkan kajian sosio-legal dan
implikasi metodologisnya, dalam Adriaan W. Bedner, dkk (Eds.),
Kajian Sosio-Legal, (Denpasar: Pustaka Larasan).
Irianto, Soelistyowati, 2011, Praktik Penelitian Hukum: Perspektif
Sosiolegal, dalam Soelistyowati Irianto dan Shidarta, (Eds.), Metode
Penelitian Hukum: Knstelasi dan Refleksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia).
Lubis, M. Solly, 1989, Landasan dan Teknik Perundang-undangan,
(Bandung: Penerbit CV Mandar Maju).
Manan, Bagir, 1992, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia,
(Jakarta: Penerbit Ind-Hill.Co).
Nurseppy, Ida; Paryadi; dan David Ray, 2002, Buku Pedoman Kaji Ulang
Peraturan Indonesia, (Disampaikan pada Seminar 28 Nopember, Nusa
Dua Provinsi Bali, Kerjasama Balitbang Indag Depperindag,
Disperindag Provinsi Bali, PEG, USAID).
Rahardjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya
Bakti).
Ratna, Nyoman Kutha, 2010, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan
Ilmu-Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar).
Salim, Agus, 2006, Teori & Paradigma Penelitian Sosial, Edisi Kedua,
(Yogyakarta: Tiara Wacana).
Sondang P. Siagian, 1984, Filsafat Administrasi, (Jakarta: Gunung Agung).
............., 1982a, Peranan Staf dalam Managemen, (Jakarta: Gunung
Agung).
............., 1982b, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi,
(Jakarta: Gunung Agung).

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


127
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

Soewarno Handayaningrat, 1985, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan


Managemen, (Jakarta: PT Gunung Agung).
Tahir, Arifin, 2014, Buku Ajar Perilaku Organisasi, (Yogyakarta:
Deepublish).
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008, Kamus Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional).
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1993,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka).
Tim Penyusun Naskah Akademik Undang-Undang Tentang Desa, 2007,
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Desa,
(Jakarta: Direktorat Pemerintahan Desa dan Kelurahan Direktorat
Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam
Negeri).
Westra, Pariata; Sutarto; dan Ibnu Syamsi, (Eds), 1977, Ensiklopedi
Administrasi, (Jakarta: Gunung Agung).
Wijaya, Prayudha; Adam Nugroho; dan Sugeng Rahardjo, (Eds), 2008,
Panduan Membentuk Organisasi Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
(OPKAD), (Jakarta: LGSP/Local Governance Support Program).
Vlies, I.C. van der, 2005, Buku Pegangan Perancangan Peraturan
Perundang-undangan, terjemahan Linus Doludjawa dari judul asli:
Handboek Wetgeving, (Jakarta: Direktorat Jenderal Peraturan
Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI).
Yuliandri, 2007, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
yang Baik dalam Rangka Pembuatan Undang-Undang Berkelanjuan,
Disertasi Doktor, (Surabaya: Program Pascasarjana Universitas
Airlangga).

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


128
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

DAFTAR TANYA
[]

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


129
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
LAPORAN PENELITIAN HUKUM

SURAT TUGAS

[]

|hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung


130
tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa

S-ar putea să vă placă și