Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PEMERINTAH DAERAH
KELOMPOK VI
KELAS 7C AKUNTANSI
A. Roisal Afif ( 01/ 1401160026 )
Bramanti Brilianto ( 07/ 1401160144 )
Dwi Prioatmaji ( 10/ 1401160084 )
Lugis Andrianto ( 25/ 1401160023 )
Muhammad Rico P ( 28/ 1401160062 )
Ryan Ardany S ( 33/ 1401160049 )
A. Latar Belakang
Ekonomi dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki kedudukan dan
peranan yang sangat krusial. Berbagai macam teori maupun kebijakan ekonomi diterapkan dalam
rangka mencapai dan mengusahakan tujuan bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan
hidup. Secara ekonomi, kesejahteraan hidup suatu negara dapat diukur melalui instrumen
pertumbuhan ekonomi/PDB (growth), pendapatan per kapita (per capita income) dan indeks
pembangunan manusia (human development index). Pencapaian tujuan pembangunan manusia
bukan hal yang baru bagi Indonesia, dan selalu ada penekanan pada pemenuhan tujuan tersebut,
yakni pemenuhan pendidikan universal, peningkatan kesehatan, dan pemberantasan kemiskinan.
Peran pemerintah sebagai penyelenggara negara yang bertugas menyejahterakan
masyarakat sangat penting dalam perekonomian. Dalam menjalankan peran tersebut pemerintah
memerlukan berbagai macam program dan kebijakan, dan demi terlaksananya program dan
kebijakan tersebut anggaran sangatlah diperlukan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi
pemerintah untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran negara dalam rangka membiayai
pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah
serta prioritas pembangunan secara umum. APBN ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Target penerimaan APBN Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Peningkatan
tersebut selalu diiringi dengan peningkatan dari sisi belanja pemerintah yang kemudian bisa
menjadi multiplier effect dalam perekonomian Indonesia. Akan tetapi pada prosesnya
peningkatan belanja ini tidak diimbangi dengan efisiensi dan efektivitas atas belanja tersebut.
Hal inilah yang kemudian mendasari pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, untuk
melakukan kegiatan spending review demi menilai alokasi anggaran pada tiap-tiap Kementerian
dan Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK).
Spending review dianggap perlu dilakukan demi menghindari penyerapan anggaran
belanja yang cenderung tidak optimal dari tahun ke tahun (underspending of budget
appropriations) dan tren penyerapannya yang cenderung menumpuk pada akhir tahun. Pada
tahun 2013, hasil Spending review menjadi dasar penyesuaian anggaran baseline menjadi insiatif
strategis senilai 40 triliun.
Spending review atas APBN dilakukan oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat
Jenderal Perbendaharaan dan tidak pernah dilakukan oleh pemerintah daerah terhadap Anggaran
Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) baik pada level Pemerintah Kabupaten/Kota ataupun
Pemerintah Provinsi. Namun, permasalahan yang terjadi terkait isu inefisiensi dan penyerapan
anggaran yang rendah dalam proses pelaksanaan anggaran tidak hanya terjadi di tingkat
pemerintah pusat, tetapi juga terjadi di pemerintah daerah. Oleh karena itu, perlu kajian lebih
lanjut untuk membawa konsep spending review ini pada konteks pemerintah daerah. Secara
konsep, struktur anggaran pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak berbeda jauh, hal
ini memungkinkan bagi spending review untuk dapat diterapkan pada pemerintah daerah. Oleh
karena itu, tulisan ini mengangkat tajuk Pentingnya Spending Review pada Pemerintah
Daerah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Spending Review
Spending review adalah alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah, yang hasilnya
dijadikan rekomendasi untuk pelaksanaan anggaran pemerintah tahun berikutnya agar lebih
efektif dan efisien (value for money). Terdapat perbedaan antara spending review yang dilakukan
oleh pemerintah Indonesia dengan konsep Public Expenditure Review yang digagas oleh World
Bank. Spending review dalam konteks di Indonesia berfokus utama untuk efisiensi anggaran dan
secara tegas menyebut angka yang inefisien dan terduplikasi, sedangkan Public Expenditure
Review mengarah pada kebijakan makro dan bersifat normatif menurut pandangan masing-
masing pihak. Definisi dari Public Expenditure Review menurut World Bank adalah tools for
analyzing public expenditures in the human development sectors and are part of a larger process
to improve the treatment of human development issues.
1 Reviu Alokasi
- Inefisiensi 39.035.285.538.976
61.247.010.928.976
- Einmalig 18.577.223.722.000
- Dana Cadangan dan Sisa Dana Hasil
3.634.501.668.000
Penelaahan
2 Reviu Pelaksanaan Anggaran
- Tolak ukur target 2.760.225.154.226
10.890.749.259.669
- Tolak ukur kinerja terbaik 8.130.524.105.443
A. Kesimpulan
Berdasarkan data, fakta, dan pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Spending review dilakukan terhadap belanja Kementerian/Lembaga oleh Kementerian
Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai fungsi
pelaksanaan anggaran. Spending review dalam konteks di Indonesia berfokus utama
untuk peningkatan efisiensi, efektivitas dan value for money dari pengeluaran publik.
Hasil spending review menjadi bahan masukan pada trilateral meeting untuk penyusunan
anggaran tahun berikutnya.
2. Sistem penganggaran pemerintah pusat menggunakan pendekatan kinerja disusun dengan
orientasi output. Tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau
prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien. Dengan
membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja
dengan anggaran tahunan, akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia
dengan hasil yang diharapkan.
3. Serupa dengan sistem penganggaran pada pemerintah pusat, sistem penganggaran
pemerintah daerah menggunakan pendekatan prestasi kerja. Penganggaran prestasi kerja
di pemerintah daerah ini mengacu pada penganggaran berbasis kinerja di pemerintah
pusat. Penganggaran berbasis kinerja merupakan alat untuk pelaksanaan spending review.
Dengan sistem penganggaran yang serupa dan menggunakan pendekatan yang sama yaitu
penganggaran berbasis kinerja, maka spending review yang diterapkan pada pemerintah
pusat seharusnya juga dapat diterapkan pada pemerintah daerah.
4. Kerap ditemukan kualitas belanja di beberapa pemerintah daerah masih rendah yang
ditandai dengan besarnya belanja tidak langsung dibandingkan dengan belanja
langsungnya. Kualitas belanja yang rendah mendorong terjadinya inefisiensi dan
mengurangi ruang fiskal bagi pemerintah daerah. Oleh karena itu spending review perlu
dilakukan tidak hanya pada pemerintah pusat, tetapi juga pada pemerintah daerah.
B. Saran
Berdasarkan hal-hal di atas, saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Spending review yang selama ini telah dilakukan terhadap APBN untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan anggaran negara diharapkan dapat mengalami penyempurnaan baik
dari sisi landasan teori, perencanaan, dan pelaksanaannya. Selain itu juga dapat
diterapkan terhadap semua belanja negara pada masing-masing Kementerian/Lembaga,
tidak hanya pada Kementerian/Lembaga yang anggarannya besar saja.
2. Berdasarkan beberapa permasalahan pada pelaksanaan anggaran pemerintah daerah
seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya serta melihat hampir samanya sistem
penganggaran yang ada di pusat maupun daerah, diharapkan agar spending review juga
dapat diterapkan pada belanja APBD agar efisiensi penggunaan anggaran tersebut dapat
ditingkatkan. Namun penerapan spending review pada pemerintah daerah juga harus
benar-benar dipersiapkan dengan matang baik dari segi regulasi sampai pelaksanaannya
oleh pemerintah daerah.
DAFTAR REFERENSI