Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Abstrak
Penilaian responsivitas terhadap cairan sangat berguna untuk optimalisasi cairan perioperatif. Variasi
pletismograf (respiratory variations in the pulse oximetry plethysmographic waveform amplitude; POP) dan
elevasi tungkai secara pasif (passive leg raising; PLR) merupakan parameter dinamis yang akurat dalam
menilai responsivitas terhadap cairan. Tujuan penelitian ini adalah menilai pengaruh elevasi tungkai secara
pasif terhadap variasi pletismograf untuk menilai responsivitas terhadap cairan pada pasien setelah induksi
anestesi umum. Penelitian ini merupakan uji klinis pada 30 pasien yang menjalani operasi dengan anestesi
umum, usia 1860 tahun, dan status fisik American society of anesthesiologist (ASA) I atau II pada bulan
FebruariMaret 2015 di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini
diuji dengan uji-t berpasangan, Wilcoxon, dan uji ANOVA. Setelah dilakukan induksi anestesi umum, variasi
pletismograf dicatat sebelum, saat, dan sesudah elevasi tungkai secara pasif. Hasil penelitian menunjukkan
efek elevasi tungkai secara pasif akan menurunkan variasi pletismograf. Penurunan variasi pletismograf yang
signifikan pada responden yang memiliki responsivitas terhadap cairan 6/30 dengan variasi pletismograf
>13% sebelum dilakukan elevasi tungkai secara pasif. Perbedaan ini bermakna secara statistik (p<0,05).
Elevasi tungkai secara pasif akan menurunkan variasi pletismograf yang dapat digunakan untuk menilai
responsivitas terhadap cairan pada pasien yang menjalani operasi dengan anestesi umum.
Kata kunci: Anestesi umum, elevasi tungkai secara pasif, responsivitas terhadap cairan, variasi pletismograf
Abstract
Fluid responsiveness assessments have shown to be an important matter in perioperative fluid optimization.
Respiratory variations in pulse oximetry plethysmographic waveform amplitude (POP) and passive leg
raising have been shown as promising indicators due to the ability to predict fluid responsiveness. The aim
of this study was to assess the effect of passive leg raising (PLR) on POP to predict fluid responsiveness
in mechanically ventilated patients after induction of general anesthesia. This was a trialon 30 patients
referred for surgery under general anesthesia, aged 1860 years and ASA physical status I or II, during the
period of FebruaryMarch 2015 at the Central Surgical Installation of Dr. Hasan Sadikin General Hospital
Bandung. Patients were studied immediately after the induction of general anesthesia. This trial use the
paired t test, Wilcoxon test, and ANOVA for statistical analysis. Vital signs and POP were recorded at
baseline, before, and after PLR. PLR induced changes in POP with a POP greater than 13% compared
to the initial PLR allowed discrimination between responders and nonresponders to 6/30. There was a
significant decrease in POP in responders when compared to the nonresponders(p<0.05). POP can be
reduced by PLR and fluid responsiveness can be predicted noninvasively in mechanically ventilated patients
during general anesthesia.
Key words: Fluid responsiveness, general anesthesia, passive leg raising, respiratory variations in the pulse
oximetry plethysmographic waveform amplitude
Korespondensi: Bahtiar Susanto, dr., SpAn, SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif Rumah Sakit Umum Daerah Gunung
Jati, Jl. Kesambi No. 56 Cirebon, Jawa Barat, Mobile 081321206015, Email bahtiarsusanto@gmail.com
Tabel 3 Responsivitas terhadap PLR dilihat pada Tabel 1. Variasi pada gelombang
Responsif Nonresponsif pletismograf menurun saat PLR dilakukan
dibanding dengan sebelum PLR, penurunan
Jumlah 6 24 tersebut berdasarkan uji ANOVA bermakna
Responden
secara statistika (p<0,05; Tabel 2).
Rata-rata 14,671,63 7,922,15 Pada penelitian ini ternyata sebagian besar
POP (%)*
responden nonresponsif terhadap pemberian
Keterangan: * sebelum PLR/sesudah induksi
cairan (Tabel 3).
Penurunan nilai POP diikuti peningkatan
saat PLR mencapai 1 menit, dan setelah PLR. pada parameter hemodinamik yang signifikan
Analisis data dilakukan dengan uji analysis (>10%) antara sebelum serta saat PLR pada
of variance (ANOVA) untuk melihat perubahan pasien yang responsif dengan perubahan
parameter hemodinamik dan nilai POP, serta signifikan (p<0,05; Tabel 4). Pada pasien
perubahan hemodinamik responden yang yang nonresponsif, penurunan nilai POP
responsif dan nonresponsif menggunakan uji-t dan peningkatan parameter hemodinamik
berpasangan dan Uji Wilcoxon. Semua data tidak signifikan antara sebelum dan saat PLR
disajikan dalam bentuk simpangan deviasi. (p>0,05; Tabel 5).
Kriteria kemaknaan yang digunakan adalah
nilai p, apabila p<0,05 artinya signifikan atau Pembahasan
bermakna secara statistika dan p>0,05 tidak
signifikan atau tidak bermakna secara statistik. Penelitian dilakukan pada 30 pasien berusia
Data yang diperoleh dicatat dalam formulir 18 sampai 60 tahun yang menjalani operasi
khusus, kemudian diolah melalui program elektif dengan anestesi umum di Instalasi
statistical product and service solution (SPSS) Bedah Sentral Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin
versi 21.0 for windows. Bandung selama bulan FebruariMaret 2015.
Terdapat 5 responden kategori ASA II dengan
Hasil hipertensi terkontrol. Responden dengan
pembedahan ginekologi mempunyai ukuran
Karakteristik umum subjek penelitian dapat massa yang kecil sehingga tidak menambah
tekanan intratorakal, dan compliance ventrikel. bagian mendatar dari kurva pada saat isi
Selain itu, pemasangan kateter vena sentral sekuncup dan parameter hemodinamik tidak
bukan merupakan hal yang rutin dilakukan, akan mengalami peningkatan lagi. Pada
memerlukan keahlian khusus, komplikasi kondisi tersebut pemberian vasokonstriktor
yang serius seperti pneumotoraks, serta biaya tetap dipertimbangkan. Meskipun pemberian
yang lebih mahal.2,3 cairan pada kondisi yang responsif akan
Lebih dari 100 hasil penelitian yang telah berguna memperbaiki hemodinamik, namun
dipublikasikan menyatakan bahwa tidak responsivitas terhadap cairan tidak selalu
ada hubungan antara nilai CVP dan volume mengindikasikan kebutuhan pemberian bolus
sirkulasi dan tidak dapat dipakai untuk menilai cairan. Pemberian cairan pada pasien yang
responsivitas terhadap cairan. Tekanan vena masih responsif harus berdasar atas kondisi
sentral yang tinggi tidak selalu menunjukkan klinis dan hemodinamik pasien masing-
kelebihan cairan. Teknik PLR merupakan masing.9
teknik yang sederhana, dapat diperoleh nilai Pada pasien yang tidak responsif terhadap
yang cepat, dan dapat digunakan pada pasien PLR dapat disebabkan oleh pasien berada
yang dapat bernapas spontan maupun dengan pada kondisi normovolemia. Hal tersebut
ventilasi mekanik serta pada pasien dengan terlihat pada kondisi klinis dan hemodinamik
irama jantung irregular.2,5 Pengukuran dengan sebelum dilakukan anestesi umum. Terdapat
metode SPV, SVV, PPV, dan variasi diameter hasil penelitian yang menyatakan bahwa puasa
vena kava merupakan teknik yang invasif, lebih perioperatif tidak menyebabkan hipovolemia
sulit, komplikasi yang serius, memerlukan yang signifikan dan perubahan hemodinamik
perangkat tambahan khusus, biaya yang pada pasien ASA IIII. Penelitian tersebut
lebih tinggi, serta penggunaannya terbatas menggunakan teknik PLR dan perubahan isi
pada indikasi medis tertentu sehingga tidak sekuncup dinilai memakai ekokardiografi.10
tersedia sebagai alat monitor baku anestesi di Penelitian lain menyatakan bahwa volume
kamar operasi.2,5,6 darah setelah puasa preoperatif pada pasien
Pada kelompok pasien yang responsif yang sehat tetap normal. Penilaian volume
terhadap PLR, kondisi hipovolemia preoperatif darah dilakukan secara langsung menggunakan
ditambah efek vasodilatasi dari agen anestesi teknik indocyanine green dilution.11 Selama
akan menyebabkan hipotensi yang signifikan puasa preoperatif tubuh dapat kehilangan
saat induksi anestesi. Meningkatkan beban cairan sebanyak 5001.000 mL pada semua
awal jantung dengan cara PLR diharapkan akan kompartemen tubuh yang tidak hanya terdapat
meningkatkan isi sekuncup >10%. Hal tersebut pada kompartemen intravaskular yang berasal
dapat terlihat pada perubahan hemodinamik, dari evaporasi sebanyak 0,5 mL/kgBB/jam
yaitu peningkatan tekanan arteri rata-rata, dan saat diuresis 0,5 mL/kgBB/jam. Hal ini
tekanan darah, maupun tekanan nadi. Sesuai bertentangan dengan pemikiran selama ini
siklus respirasi, isi sekuncup meningkat saat bahwa puasa preoperatif selalu menyebabkan
akhir inspirasi yang tergambar pada amplitudo dehidrasi dan hipovolemia yang signifikan.
pletismograf mencapai maksimum dan isi Penelitian lain dilakukan pada pasien sehat
sekuncup yang lebih rendah terlihat amplitudo dan tidak puasa yang diberian infus cairan
pletismograf minimum pada akhir ekspirasi. koloid, pada posisi terlentang menunjukkan
Tes PLR pada pasien dengan POP 13% akan tidak satupun pasien mengalami peningkatan
meningkatkan isi sekuncup, sedangkan tes isi sekuncup >10% yang dilihat menggunakan
PLR pada pasien dengan POP 13% tidak esophageal dopler. Pada kondisi normovolemia
akan meningkatkan isi sekuncup sehingga dengan posisi terlentang, jantung bekerja
tes PLR akan memengaruhi nilai POP. Pada pada bagian mendatar dari kurva Frank-
kondisi tersebut jantung berada pada bagian Starling.11 Oleh karena itu, pemberian cairan
menanjak dari kurva Frank-Starling. Pada preoperatif sebelum induksi anestesi menjadi
akhirnya, pemberian cairan akan mencapai tidak relevan dan hipotensi yang terjadi
setelah induksi anestesi lebih tepat diberikan 5. Monnet X, Teboul JL. Passive leg raising. Int
vasokonstriktor.11 Care Med. 2008;34(4):65963.
6. Maizel J, Airapetian N, Lorne E, Tribouilloy
Simpulan C, Massy Z, Slama M. Diagnosis of central
hypovolemia by using passive leg raising.
Variasi gelombang pletismograf pada pasien Int Care Med. 2007;33(7):11338.
yang menjalani pembedahan dengan anestesi 7. Cannesson M, Desebbe O, Hachemi M,
umum dipengaruhi peningkatan isi sekuncup Jacques D, Bastien O, Lehot JJ. Respiratory
saat dilakukan teknik PLR. Hasil penelitian variations in pulse oximeter waveform
ini dapat memberikan informasi ilmiah yang amplitude are influenced by venous
bermanfaat mengenai salah satu cara untuk return in mechanically ventilated patients
menilai responsivitas terhadap cairan pada under general anaesthesia. Eur J Anaesth.
pasien yang menjalani operasi dalam anestesi 2007;24(3):24551.
umum dengan penilaian variasi pletismograf. 8. Cannesson M, Attof Y, Rosamel P.
Respiratory variations inpulse oximetry
Daftar Pustaka plethysmographic waveform amplitude
to predict fluid responsiveness in the
1. Shujaat A, Bajwa AA. Optimization of operating room. Anesthesiology. 2007;
preload in severe sepsis and septic shock. 106(6):110511.
Crit Care Res Pract. 2012;1(1):114. 9. Bungaard M, Jorgensen C, Secher N,
2. Marik PE, Monnet X, Teboul JL. Kehlet H. Functional intravascular volume
Hemodynamic parameters to guide fluid deficit in patients before surgery. Acta
therapy. Ann Intensive Care. 2011;1(1): Anaesthesiol Scand. 2010;54(4):4649.
19. 10. Jacob M, Chappell D, Conzen P, Finsterer
3. Monnet X, Teboul J. Assessment of volume U, Rehm M. Blood volume is normal after
responsiveness during mechanical pre-operative overnight fasting. Acta
ventilation: recent advances. Crit Care. Anaesthesiol Scand. 2008;52(4):5229.
2013;17(2):21725. 11. Muller L, Biere M, Bastide S, Roger C, Zoric
4. Magner S. Fluid status and fluid L, Seni G, dkk. Preoperative fasting does not
responsiveness. Curr Opin Crit Care. 2010; effect haemodynamic status: a prospective,
16(4):28996. non-inferiority, echocardiography study.
Br J Anaesth. 2014;5(112):83542.