Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
BAB II :
KRITERIA DESIGN
2.1. UMUM
c. Analisa Data
Topografi
Hidrologi
Analisa Sistem Drainase Eksisting
Analisa Perubahan Tata Guna Lahan dan Perkembangan Kota
d. System Planning
Penyusunan Alternatif Penyusunan DED Drainase
Pemilihan Alternatif Penyusunan DED Drainase
Rekomendasi Penyusunan DED Drainase
e. Penyusunan Perencanaan dan Rekomendasi
Penyusunan Perencanaan
Pembahasan dan Revisi
Penyusunan Dokumen Perencanaan
Penjabaran mengenai tahapan kegiatan tersebut di atas secara ringkas
diberikan dalam gambar 2-2 berikut ini.
Pembahasan
Pemilihan Aliternatif
Analisa Sistem D rainase Penyusunan D ED D rainase
Identifikasi Kondisi Eksisting
Eksisting : Permukiman
Sistem Drainase: - Integritas /Kontinuitas
Orientasi Lapangan D an - Sistem Drainase Eksisting
- Kapasitas Sistem
Survey Pendahuluan - Topografi Kawasan
- Tata Guna Lahan - Pola & Kondisi Aliran
- Permasalahan Genangan - Fungsi dan Kinerja
- Identifikasi Permasalahan
D okumen Perencanaan:
1. Produk Laporan
Rekomendasi 2. Produk Peta / Gambar
Penyusunan DED
Identifikasi Topografi Drainase Permukiman
- Peta topografi
1 . Topografi - Kontur trase rencana
2 . Trase saluran rencana - Potongan memanjang
3 . Penampang memanjang - Potongan melintang
dan melintang
Pendahuluan Pengum pulan D ata, Survey Lapangan dan analisa data A nalisa D ata System Planning R ekom endasi dan Perencanaan
b. Persiapan Teknis
Persiapan teknis merupakan persiapan yang harus dilakukan sebelum
kegiatan pengumpulan data (primer dan sekunder) dilaksanakan, lebih
banyak berkaitan dengan hal mobilisasi personil, mobilisasi peralatan dan
bahan, pemahaman terhadap KAK, penyusunan metodologi dan rencana
kerja. Uraian dari persiapan teknis mencakup beberapa hal sebagai berikut:
Mobilisasi Personil:
Jumlah dan kualifikasi personil yang diperlukan berdasarkan
pengalaman dan pendidikan.
Kemampuan fisik personil terutama untuk personil pada pelaksanaan
survey lapangan.
Penyusunan deskripsi tugas dan tanggung jawab personil.
Persiapan/Mobilisasi Bahan dan Peralatan yang akan digunakan
Persiapan peralatan yang akan digunakan.
Persiapan bahan dan data yang akan digunakan.
4. Data Hidrolika
a. Data keadaan, fungsi, jenis, geometrid an dimensi saluran, dan
bangunan pelengkap seperti gorong-gorong, pompa, dan pintu air,
serta kolam tandon dan kolam resapan;
b. Data arah aliran dan kemampuan resapan.
5. Data Teknik Lainnya
Data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan yang direncanakan
antara lain: jaringan jalan kota, jaringan drainase, jaringan air limbah, TPS
(Tempat Pengolahan Sampah), TPA (Tempat Pemrosesan Akhir), jaringan
telepon, jaringan listrik, jaringan pipa air minum, jaringan gas (jika ada)
dan jaringan utilitas lainnya.
6. Data Non Teknik
Data pembiayaan termasuk biaya OP, peraturan-peraturan terkait, data
institusi/kelembagaan, data social ekonomi dan budaya (kearifan lokal),
data peran serta masyarakat serta data keadaan kesehatan lingkungan
permukiman
Tabel 2 2 :
Survey Dan Identifikasi Daerah Genangan/Banjir
Pekerjaan : PENYUSUNAN DED DRAINASE PERMUKIMAN KABUPATEN LEMBATA
Hari/tanggal :
Surveyor :
Hasil Survey dan Identifikasi Daerah Genangan/Banjir
Kondisi/Ket.
Lamanya Frekuensi
Lokasi Tinggi Daerah yang
Luas Genangan Terjadi Terjadinya
Genanga Genanga mengalami genangan
(Ha) Genangan Genangan
n n (m) Faktor penyebab
(jam atau hari) (dalam setahun)
genangan
Jumlah nilai dari keenam kriteria tersebut di atas berkisar antara 0 s/d 600.
Nilai tertinggi merupakan kawasan dengan prioritas utama, makin rendah
nilainya makin rendah pula prioritasnya.
d. Titik referensi
Dalam pekerjaan pengukuran, dibutuhkan titik ikat elevasi maupun
koordinat yang telah dipakai oleh proyek-proyek terdahulu yang ada
hubungannya dengan pekerjaan perencanaan sistem drainase.
Dengan syarat bahwa kondisi titik ikat tersebut masih baik dan mempunyai
tingkat toleransi yang diijinkan. Berdasarkan hasil konsultasi dengan
Direksi, maka digunakan titik referensi dengan mengacu kepada Peta Rupa
Bumi yang dikeluarkan oleh Bakorsutanal edisi 1998.
Bila :
k = konstanta
Yn dan Sn = besaran yang merupakan fungsi dari
jumlah pengamatan (n).
Yt = reduksi sebagai fungsi dari probabilitas; besaran Yt, k; Sn;
Yn,
t = jumlah tahun kala ulang.
Tabel Harga Yt Sebagai Fungsi T
T Yt T Yt
1,01 -1,53
20 2,97
1,58 0,0
50 3,90
2,00 0,37
100 4,60
5,00 1,50
200 5,30
10,00 2,25
Sumber : Standar SK SNI M-18-1989-F, Metode Perhitungan Debit Banjir
KALA ULANG
n. 10 20 25 50 75 100 1000
15 1,703 2,410 2,632 3,321 3,721 4,005 6,265
20 1,625 2,302 2,517 3,179 3,563 3,836 6,006
25 1,575 2,235 2,444 3,088 3,463 3,729 5,843
30 1,541 2,188 2,393 3,026 3,393 3,653 5,727
40 1,495 2,126 2,326 2,943 3,301 3,554 5,467
50 1,466 2,086 2,283 2,889 3,241 3,491 5,478
60 1,466 2,059 2,253 2,852 3,200 3,446
70 1,430 2,038 2,230 2,824 3,169 3,413 5,359
75 1,423 2,029 2,220 2,812 3,155 3,400
100 1,401 1,998 2,187 2,770 3,109 3,349 5,261
Sumber : Standar SK SNI M-18-1989-F, Metode Perhitungan Debit Banjir
Data
Curah Hujan Harian
Maksimum
Metode
Metode Normal
Gumbell
Uji Kecocokan
(Smirnov-Kolmogorov)
Hasil:
Curah Hujan Rencana
Intensitas Hujan
Rencana
Data yang diperoleh dari stasiun curah hujan tidak semua tercatat atau
dengan kata lain ada data yang kosong. Dalam perhitungan intensitas curah
hujan dari masing-masing stasiun harus lengkap, oleh karena itu untuk
melengkapi data curah hujan yang kosong ini dilakukan perhitungan sebagai
berikut:
1 NX N N
RX R2 X R2 ..... X Rn
n N1 N2 Nn
Dimana:
RX = curah hujan yang hilang
R1, R2, .Rn = curah hujan pada stasiun 1, 2,...,n untuk tahun yang sama
(datanya lengkap)
NX = curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun yang hilang datanya.
N1, N2, ......Nn = curah hujan rata-rata pada stasiun 1, 2,.......,n (datanya lengkap)
n = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama
Reciprocal Method
Cara perhitungan yang dianggap lebih baik, adalah cara reciprocal method, yang
memanfaatkan jarak antar stasiun sebagai faktor koreksi. Hal ini dapat dimengerti
karena korelasi antara dua stasiun hujan menjadi makin kecil dengan besarnya
jarak antar stasiun tersebut. Metode ini dapat digunakan jika dalam DPS terdapat
lebih dari dua stasiun pencatat hujan. Umumnya, dianjurkan untuk menggunakan
paling tidak tiga stasiun acuan.
R1 R2 R
2 2 ...... 2n
RX 2X 1 X22 d Xn
d d
1 / d X 1 1 / d X 2 ........ 1 / d Xn
2
Dimana:
RX = curah hujan yang hilang
R1, R2, .Rn = curah hujan pada stasiun 1, 2,...,n untuk tahun yang
sama (datanya lengkap)
n = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang
sama.
dX1, dX2, ..., dXn = jarak stasiun dengan stasiun yang datanya tidak ada.
Analisa curah hujan wilayah adalah untuk menentukan curah hujan harian
maksimum rata-rata suatu daerah dari beberapa stasiun pengamat curah hujan
yang ada di daerah bersangkutan. Ada tiga macam cara yang berbeda dalam
menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka curah
hujan dibeberapa titik pos penakar atau pencatat curah hujan.
A2
1 3
A4
4
A1
A3
A5
A7
A6
7
5
6
Gambar 2-4 : Poligon Thiesen
R1 A1 R2 A2 ....... R7 A2
R
A1 A2 .......... A7
Dimana:
R = tinggi curah hujan rata-rata.
R1, R2,........R7 = tinggi curah hujan pada pos penakar.
A1 = luas daerah pengaruh pos penakar 1.
A2 = luas daerah pengaruh pos penakar 2.
.............
.............
A7 = luas daerah pengaruh pos penakar 7.
Cara isohyet
Dengan cara ini, kita harus menggambarkan dulu kontur tinggi hujan yang
sama (isohyet), seperti gambar di bawah:
R6
R4 R5
R7
R3
R2
R1
A
A
5
A A A A 5
1 2 3 4
R1 R2 R R3 R R7
A1 2 A2 ...... 6 A6
2 2
R
A1 A2 ........... A6
Dimana:
R = tinggi curah hujan rata-rata.
R1, R2,........R7 = tinggi curah hujan pada isohyet.
A1, A2, ........, A6 = luas daerah yg dibatasi oleh isohyet-isohyet
berdekatan.
Elev. Max
Kemiringan
S1
A1 = A2
A1
Kemiringan saluran alam
y Kemiringan S2
A2
Elev. Min
Gambar 2-6 :
Kemiringan Dasar Saluran Equivalen
=1
3 =
=1 ( 1 )
[ 2 ]
Bila:
S3 = kemiringan dasar saluran equivalen (equivalen slope).
Li = panjang saluran pada masing-masing sub-DPS/DPSal.
n = jumlah sub-DPS/DPSal.
Si = kemiringan dasar saluran pada masing-masing sub-
DPS/DPSal.
Probabilitas Terlampaui
Tool pertama yang diperkenalkan disini adalah Formulasi Weibull untuk
probabilitas terlampaui yang dirumuskan sebagai berikut:
m
p
N 1
Dimana:
p = probabilitas terlampaui.
m = posisi dalam rangking yang dibuat dari besar ke kecil.
N = jumlah titik data.
Penggunaan Formulasi Weibull terbatas pada interval data yang
diketahui, sedangkan hujan merupakan kejadian acak yang mungkin
sekali terjadi diluar interval yang diketahui tersebut. Untuk itu, dalam hal ini
diperkenalkan konsep periode ulang yaitu jangka waktu hipotetik dimana
secara statistik berdasarkan data dimasa lalu, suatu besaran angka
tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut.
Pr( X XT ) 1 F ( XT )
Tr 1
Maka F ( XT )
Tr
Dimana: F(XT) = probabilitas kumulatif
Distribusi Normal
Fungsi distribusi komulatif (CDF) dari distribusi normal dirumuskan:
1 1 x 2
F ( x) f ( x)dx exp dx
2 2
Dimana:
rata rata
deviasi s tan dar
Z 1 F ( x)
^
X .Z
Dalam distribusi ini harus mengubah parameter = 0 dan = 1
Distribusi Gumbel
Fungsi distribusi komulatif (CDF) dari ditribusi Gumbel dirumuskan:
F ( x) exp exp( y)
Dimana:
x
y
6
S
x 0.5772
Untuk x = xT maka
1
yT Ln Ln
F ( xT
Tr
yT Ln Ln
Tr 1
Menurut Gumbel persamaan peramalan dinyatakan sebagai berikut:
xT x KT S
6 Tr
KT 0.5772 Ln Ln
Tr 1
Dimana:
yN = reduced mean
SN = reduced standar deviasi
N 1 * N 2 * S 3
5. Hitung curah hujan: X T X S * K T
6. Distribusi Log Pearson type III
7. Fungsi distribusi kumulatif (CDF) dari distribusi Log Pearson dirumuskan:
c cx / 2
x
f ( x ) po 1 e
a
dx
N 1
N 1 * N 2 * S log 3
5. Hitung logaritma hujan: log X T log X Slog * KT
Log Normal
Fungsi distribusi komulatif (CDF) dari distribusi Log Normal
dirumuskan:
1 1 x 2
F ( x) f ( x)dx exp n
dx
2
2 n
Dimana:
n rata rata untuk y Lnx
3. Uji Kecocokan
b. Deviasi
Nilai deviasi sebanding dengan nilai simpangan data analisa terhadap
data lapangan. Semakin kecil nilai deviasi maka sebaran nilai fungsi
akan mendekati, dengan data pengamatan dan sebaliknya jika nilai
deviasi besar maka sebaran fungsi tersebut akan menjahui data. Nilai
deviasi dinyatakan dengan:
2
^
N
X i X1
i 1
N 1
Fungsi distribusi dikatakan cocok dengan data lapangan jika memiliki
nilai deviasi kecil jika dibandingkan terhadap fungsi yang lain maka
yang dipilih adalah yang tekecil.
c. Chi-Kuadrat
Pengujian Chi-kuadrat yaitu dengan membandingkan frekuensi-
frekuensi pengamatan n1, n2, n3, .....nk sejumlah nilai-nilai variat (atau
dalam k selang) terhadap frekuensi-frekuensi pengamatan e1, e2, e3,
.....ek yang bersangkutan dari suatu fungsi distribusi. Dasar untuk
memeriksa kebenaran perbandingan ini digunakan distribusi dari
besaran:
k
ni ei C
i 1ei
1f
Dimana C1-f adalah nilai distribusi komulatif (1- ) dari Xf2 distribusi
teoritis yang diasumsikan merupakan model yang dapat diterima pada
taraf nyata . Biasanya nilai yang digunakan adalah 5%. Jumlah
drajat kebebasan untuk fungsi distribusi dengan jumlah c buah
parameter dilakukan dengan (k c - 1) drajat kebebasan. Untuk
memberikan hasil yang memuaskan digunakan k5 dan ei5.
d. Kolmogorof-Smirnov
Prinsip dari metoda ini yaitu membandingkan probabilitas kumulatif
lapangan dengan distribusi komulatif fungsi yang ditinjau. Data yang
ditinjau berukuran N, diatur dengan urutan semakin meningkat. Dari
data yang diatur ini akan membentuk suatu fungsi frekuensi kumulatif
tangga sebagai berikut:
CV. NUSA PRATAMA KONSULT KRITERIA DESIGN 2 - 34
KONSEP LAPORAN AKHIR 2016
PENYUSUNAN DED DRAINASE PERMUKIMAN KABUPATEN LEMBATA
0 x x1
k
G ( x) xk x xk 1
N
1 x xN
Dimana:
xi = nilai data ke i
k = nomor urut data (1,2,3,4,.......,N)
G (x ) = CDF data aktual
G(x) = CDF data teoritis
Selisih maksimum antara G (x) dan G(x) untuk seluruh rentang x
merupakan ukuran penyimpangan dari model teoritis terhadap data
aktual. Selisih maksimum dinyatakan dalam:
DN G( x) G( x)
Secara teoritis, DN merupakan suatu variabel acak yang ditribusinya
tergantung pada N. Untuk taraf nyata yang tertentu, pengujian K-S
membandingkan selisih maksimum pengamatan dengan nilai kritis D N
diterima pada taraf yang ditentukan, jika tidak maka distribusi akan
ditolak.
kurang lebih sama dengan daerah yang ditinjau untuk kasus yang
dihadapi.
Intensitas hujan di Indonesia, dapat mengacu pada pola grafik IDC dari:
V. Breen
Yang dapat didekati dengan persamaan:
54 RT 0,707 RT2
IT
tc 0,31RT
Dimana:
IT = intensitas hujan pada PUH T dan pada waktu konsentrasi tc
(mm/jam)
RT = tinggi hujan pada PUH T (mm/hari)
t 72 (km / jam)
L
Dimana:
IT = intensitas hujan (mm/jam)
RT = hujan harian dengan PUH (tahun ) dalam (mm)
T = waktu tempuh aliran disaluran dalam (jam)
V = kecepatan aliran
H = beda tingi hulu-hilir (km)
Beberapa macam persamaan lengkung intensitas hujan, antara lain:
Formula Talbot
Formula Talbot dirumuskan sebagai berikut :
a
I
t b
Dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
T = waktu konsentrasi
a, b = konstanta
a
I .t . I 2 I 2 .t I
N I 2 I
2
b
I .t . I N I .t 2
N I I
2 2
N = jumlah data.
Formula Sherman
Formula sherman adalah:
a
I n
t
Dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
T = waktu konsentrasi
a,n = konstanta
log( I ). log( t )2 log( t ). log( I ) log( t )
log( a)
N log( t ) log( t )
2 2
n
log( I ). log( t ) N log( t ). log( I )
N log( t ) log( t )
2 2
N = banyaknya data
Formula Ishiguro
Formula Ishiguro dapat dirumuskan sebagai berikut :
a
I
t b
Dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = waktu konsentrasi
a, b = konstanta
a
I . t . I 2 I 2 . t I
N I 2 I
2
b
I . t I N I 2
. t
N I I
2 2
N = jumlah data.
2. Waktu yang dibutuhkan untuk air mengalir dari alur saluran permulaan
menuju ke suatu profil melintang saluran tertentu yang ditinjau (t df).
tc t0 f tdf
Ld
tdf
vd
Dimana:
Ld = panjang saluran dari awal sampai akhir titik yang ditinjau (m)
Vd = kecepatan rerata sepanjang saluran yang ditinjau.
Untuk menghitung tof (overland flow time) dapat dilakukan beberapa
pendekatan empiris, antara lain:
Jepang
1/ 6
2 n.d
tof 3,28 Lo (menit )
3 so
Dimana:
Lo = panjang pengaliran (m)
n.d = koefisien hambat.
Beton (aspal) : n.d = 0,013
Rerumputan : n.d = 0,200
So = kemiringan permukaan (%)
Kerby
0 , 467
r.L1,5
tof 3,03 ( jam)
H
Rumus ini berlaku untuk
L < 4 km
r = koefisien permukaan
r = 0,02 (permukaan halus)
r = (0,3-0,4) untuk rerumputan
L = Panjang permukaan (km)
H = beda tinggi permukaan (m)
Izzard
tof
0,024 i 0, 33
878k
20,67 L0,67 ( jam)
CH 0, 67 0, 67
Berlaku untuk:
i.L 3,8
i = intensitas hujan (mm/jam)
k = koefisien permukaan terdiri dari
K = 0,07 (aspal halus)
K = 0,012 (beton)
L = panjang permukaan (km)
C = koefisien limpasan
H = beda tinggi permukaan (m)
Brasby-William
0,96 L1, 2
tof 0,33 0,1 ( jam)
H A
Dimana:
L = panjang permukaan
H = beda tinggi permukaan (m)
A = luas daerah tadah (km2)
Aviation agency
3,64(1,1 C ) L0,83
tof ( jam)
H 0,33
Dimana:
C = koefisien limpasan
L = panjang permukaan (km)
H = beda tinggi permukaan (km)
3,64(1,1 C ) L0,5
Rumus lain tof 1
(menit )
3
S
Dimana:
C = koefisien limpasan
L = panjang permukaan (km)
S = kemiringan lahan (%)
0,784(1,1 C ) L0,5
Atau tof 1
(menit )
3
S
Dimana:
C = koefisien limpasan
L = panjang permukaan (km)
S = kemiringan lahan (m/m)
1. Metode Rasional
Dengan meggunakan metoda rasional, debit sungai dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Q C p .RT . A
Dimana:
Q = debit
Cp = koefisien pengaliran run off
RT = curah hujan dengan periode ulang tertentu
A = luas daerah tangkapan hujan
Dalam perkembangannya medote rasional ini terdiri dari:
Metoda Der Weduwen, untuk DAS 100 km2
Metoda Melchior, untuk DAS > 100 km2
Metoda Haspers
Metoda Rasional
a. Der Weduwen
Metoda Der Weduwen bisa digunakan dalam perhitungan apabila luas
daerah pengaliran sungai 100 km2. Formulasi pendekatan dalam
perhitungan debit banjir desain dengan metoda Der Weduwen dapat
disajikan sebagai berikut:
QTr . .qt . A
4,10
1
q t 7
120 A(t 1) /(t 9)
120 A
R 67, 65
qt Tr
240 t 1, 45
t 0, 25.L.QTr0.125 .I 0.25
Dimana:
QTr = debit banjir rencana dengan periode ulang tertentu (m3/dt)
= koefisien limpasan
= koefisien pengurangan limpasan
qt = luas curah hujan dengan periode ulang tertentu (m 3/det/km2)
A = luas daerah aliran sungai (km2)
L = panjang sungai (km)
I = kemiringan sungai
RTr = curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu (mm/hari)
b. Melchior
Metoda pendekatan perhitungan debit banjir rencana dengan
mengunakan metoda Melchior dapat dirumuskan sebagai berikut:
Q0 . q .qno . A
Dimana:
Q0 = debit banjir rencana dengan periode ulang tertentu (m3/det)
= koefisien pengaliran sungai
c. Haspers
Dalam perhitungan debit banjir rencana dengan metoda Haspers dapat
dirumuskan sebagai berikut:
QTr . .qt . A
Dimana:
QTr = debit banjir rencana dengan periode tertentu (m 3/dt)
= koefisien limpasan air hujan
1 0,012. A0,7
=
1 0,075. A0,7
= koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan pada aliran
sungai
1 t 3,7.10 0, 4t A 0,75
= 1 .
t 2 15 12
qt = run off per km2
r
qt = t
3,6t
t RTr
rt =
t 1
A = luas daerah aliran sungai (km2)
t = lamanya curah hujan (jam)
t = 0,1.L0,8 .I 0,3
I = kemiringan sungai
d. Rasional Praktis
Perhitungan debit banjir rencana dengan menggunakan metoda Rasional
dapat dirumuskan sebagai berikut:
.r . f
QTr t
3, 6
0,6
H
V 72
0,9 L
L
t
V
2
R 24 3
rt Tr
24 t
Dimana:
Q = debit banjir rencana (m3/det)
= koefisien pengaliran
rt = intensitas hutan selama time of construction
f = luas daerah aliran sungai (km2)
t = lama curah hujan atau waktu tiba dari banjir (jam)
L = panjang sungai (km)
H = beda tinggi antara titik di hulu dan hilir sungai
Prosedur perhitungan debit perencanaan dengan menggunakan metoda
rasional:
Hitung V
Hitung lamanya hujan
Hitung rt
Hitung debit banjir
2. Metode Hidrograf
Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Penentuan debit banjir rencana dengan Metode Unit Hidrograf (Hidrograf
Satuan Sintetik Nakayasu), dipergunakan rumus rational dengan koefisien
atau konstanta yang telah ditetapkan berdasarkan hasil empiris sebagai
berikut:
C A Ro
Qp
3,6 ( 0,3Tp T0,3 )
Dimana:
Qp = debit puncak banjir (m3/dt)
C = koefisien pengaliran
Ro = hujan effektif (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir
(jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak
sampai menjadi 30 % dari debit puncak (jam)
Qd Qp* 0.3
T0 , 3
Bagian atas: Qd > 0,3 Qp
t Tp 0 , 5 T0 , 3
Qd Qp * 0,3
1, 5 T0 , 3
Bagian tengah: 0,3 Qp > Qd >0,32 Qp
t Tp 1, 5 T0 , 3
Qd Qp * 0.3
2 T0 , 3
Bagian bawah: 0,3 Qp > Qd 2
Qp : debit banjir
Cp : koefisien yang dipengaruhi oleh waktu kelambatan (0,56 0,69)
semakin rendah semakin lambat
tp : waktu dari titik berat curah hujan ke puncak hidrograf
A : luas DPS
5) Lengkung Hidrograf
Untuk menggambatkan lengkung hidrograf dengan memakai persamaan
Alexeyev:
Dimana debit merupakan fungsi dari waktu==== Q = f(t)
y = Q/Qp atau y = 10k
x = t/tp
k = -a{(1/x) 1}1
1 x
2
y 1 0 ex p a
x
a 1 , 3 2 0 ,1 5 0 , 0 4 5
2
Q p T p
3 ,6
h A
Dimana:
Qp = (m3/dt)
h = (mm)
Tp = (jam)
A = (km2)
Untuk menjadikan satuan cgs (cm, gram, second) agak sukar maka dengan
konversi satuan:
1 mile= 1,609 km
1 inchi = 2,54 cm
Maka setiap Qp (cfs) dikalikan dengan besaran (0,30483/2,54), menghasilkan
Qp (m3/dt), curah hujan P = 1 cm dan tp (jam).
Penanganan Banjir
Tingkat resiko akibat banjir (ancaman terhadap jiwa dan harta benda) di
daerah yang terkena banjir dapat diukur sebagai fungsi kecepatan dan
kedalaman air. Resiko akan bertambah ketika kecepatan air atau kedalaman
air bertambah. Keputusan mengenai tingkat resiko banjir seringkali
dipengaruhi oleh kondisi sebelum dan sesudah proyek dilaksanakan.
Terdapat tiga tingkatan resiko banjir sebagai skala yaitu rendah, sedang dan
tinggi, tingkat resiko tersebut secara grafis merupakan fungsi dari kecepatan
aliran pada saat banjir dengan tinggi banjir, (lihat Gambar dibawah).
2.0
kecepatan aliran (v m/det)
Resiko tinggi
1.0
Resiko
sedang
0.5
Resiko rendah
Proyek darurat
5 10
Proyek baru
10 25
Untuk pedesaan dan/ atau kota
Sungai 25 50
dengan populasi < 2000000
Untuk perkotaan dengan
25 100
populasi > 2000000
Pedesaan 2 5
Sistem drainase primer (DPS<
Perkotaan Populasi < 500.000 5 10
500 ha)
Perkotaan 500.000 < P< 2000.000 5 15
Perkotaan dengan populasi > 2 JT 10 25
Pedesaan 1 2
Sistem drainase sekunder (DPS<
Perkotaan Populasi < 500.000 2 5
500 ha)
Perkotaan 500.000 < P< 2000.000 2 5
Perkotaan populasi > 2 JT 5 10
Sistem drainase tersier (DPS<
10 ha) Pedesaan dan Perkotaan 1 2
p = 1/T
Keterangan
T = Kala Ulang
Ly = Umur Layanan Bangunan
r = Resiko terjadinya banjir
p = Probabilitas
2.8.3.1.2. Pemodelan
Tujuan dari pemodelan ini adalah untuk mendapatkan gambaran pendekatan
kondisi eksisting dan pemilihan rencana pengembangan drainase dengan
bantuan sebuah program komputer. Dengan pemodelan ini diharapkan
pengembangan dan pembuatan sistem drainase lebih mendekati kondisi-
kondisi yang diinginkan. Program komputer yang nantinya akan digunakan
untuk pendekatan model hidrodinamik adalah aplikasi HEC-RAS 3.1.3,
sedangkan dalam menganalisa hidrologi akan digunakan aplikasi HEC-HMS
3.0.1
Program HEC-RAS 3.1.3 merupakan program lanjutan dari HEC-2 yang
dikeluarkan oleh U.S. Army Corps of Engineers. Program HEC-RAS dan
HEC-HMS sendiri dikembangkan oleh The Hydrologic Engineering Center
(HEC), yang merupakan bagian dari U.S. Army Corps of Engineers.
Program HEC-RAS versi 1.0 (HEC-1) yang merupakan versi pertama dari
program HEC-RAS dikeluarkan pada tahun 1995. Kemudian secara bertahap
aliran pada saluran terbuka tersebut dipenuhi oleh dua variabel yaitu
kedalaman aliran dan kecepatan atau kedalaman aliran dan debit yang
digunakan untuk mendefinisikan kondisi aliran pada penampang saluran.
Karena itu dua persamaan pengatur telah dapat digunakan untuk
menganalisa tipe situasi aliran. Persamaan kontinuitas dan persamaan
momentum atau persamaan energi dapat dipergunakan untuk kebutuhan ini.
Kecuali untuk koefisien head velocity, , dan koefisien momentum, , kedua
persamaan momentum dan persamaan energi adalah sama jika kedalaman
aliran dan kecepatan menerus (continous). Apabila terjadi diskontinuitas
yang melibatkan suatu perubahan permukaan dasar saluran maka yang
dipergunakan adalah persamaan momentum, karena tidak seperti
persamaan energi, persamaan momentum tidak memerlukan informasi
tentang kehilangan energi yang terjadi.
Dimana:
Y1, Y2 : kedalaman air di saluran
V1, V2 : kecepatan aliran di saluran
Z1, Z2 : elevasi dasar
g : gravitasi
he : kehilangan energi
: koefisien head velocity
Kehilangan energi dapat dihitung dengan rumus:
Dimana:
L : panjang saluran
Sf : kemiringan
: koefisien head velocity
Permodelan dengan menggunakan program HEC-RAS ini akan dilakukan
untuk sistem drainase kota di lokasi perencanaan dengan tujuan untuk
merencanakan dimensi saluran drainase yang diperlukan.
Sedangkan HEC-HMS akan digunakan untuk menghitung debit rencana
yang akan menjadi beban saluran. Debit hasil analisa dengan HEC-HMS ini
telah memperhitungkan skenario perubahan.
Bagan pelaksanaan pemodelan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Input data :
- Data Debit (Q) rencana
- Penampang Saluran dan elevasi dasar
- Nilai kekasaran saluran
- Kondisi Batas
Tdk
ok
ok
Output :
Cek thd kapasitas dan
- Tinggi muka air banjir di saluran Dimensi dan
parameter-parameter
- Kecepatan aliran jaringan definitif
hidrolik yg disyaratkan
- Head loss
Bila :
a = tinggi air (dalam m).
= sudut ketinggian air (dalam radial)=y
r = jari-jari lingkaran (dalam m).
A = luas profil basah (dalam m2) = 1/2 r2 ( - sin ).
P = keliling basah (dalam m) = r =r .
Penjelasan:
R = A/P = jari-jari hidrolis (dalam m).
Atau
Atau
Atau
Aliran atau debit terbesar (Q) terjadi apabila dQ/d = 0, ini berarti bahwa:
Q terbesar akan terdapat, jika terdapat = 3080 9 (hasil hitungan).
Bila :
A = luas profil basah (m2).
B = lebar dasar saluran (m).
h = tinggi air di dalam saluran (m).
T = (B + m h + t h) = lebar atas muka air.
m = kemiringan talud kanan.
t = kemiringan talud kiri.
Bila :
B = lebar dasar saluran (m).
h = tinggi air di dalam saluran (m).
T = B.
m = 0 (nol) dan
t = 0 (nol).
Bila :
V = kecepatan aliran dalam m/dt
C = koefisien Chezy;
R = jari-jari hidrolis dalam m;
A = profil basah saluran dalam m2;
P = keliling basah dalam m;
I = kemiringan dasar saluran.
Beberapa ahli telah mengusulkan beberapa bentuk koefisien Chezy dari
rumus umum V = C, antara lain : Bazin, Manning dan Strickler.
2. Rumus Bazin
Bazin mengusulkan rumus berikut ini :
Jenis Dinding gB
Dinding sangat halus (semen) 0,06
Dinding halus (papan, batu, bata) 0,16
Dinding batu pecah 0,46
Dinding tanah sangat teratur 0,85
Saluran tanah dengan kondisi biasa 1,30
Saluran tanah dengan dasar batu pecah dan tebing rumput 1,75
Sumber : Standar SK SNI M-18-1989-F, Metode Perhitungan Debit Banjir
3. Rumus Manning
Seorang ahli dari Islandia, Robert Manning mengusulkan rumus
berikut ini:
4. Rumus Strickler
Strickler mencari hubungan antara nilai koefisien n dari rumus Manning
sebagai fungsi dari dimensi material yang membentuk dinding
saluran. Untuk dinding saluran dari material yang tidak koheren, koefisien
Strickler, ks diberikan oleh rumus :
Bila:
n = nilai kekasaran dinding ekuivalen.
Pt = total keliling basah dalam m.
ni = kekasaran dinding pada sub-profil basah i.
Pi = panjang keliling basah pada sub-profil basah i.
Energi spesifik,
CV. NUSA PRATAMA KONSULT KRITERIA DESIGN 2 - 66
KONSEP LAPORAN AKHIR 2016
PENYUSUNAN DED DRAINASE PERMUKIMAN KABUPATEN LEMBATA
b. Bentuk Segiempat
Saluran dengan bentuk segiempat biasanya digunakan untuk saluran
yang terbuat dari pasangan batu atau beton seperti terlihat dalam
Gambar dibawah ini.
Luas Tampang Basah : A = By
Keliling Basah : P = B+2y
Lebar B = 2y
d. Bentuk Segitiga
Bila :
Tc = waktu konsentrasi dalam menit.
L = panjang saluran dari titik yang terjauh sampai dengan titik
yang ditinjau dalam meter.
S = kemiringan dasar saluran.
to = waktu pengaliran air yang mengalir di atas permukaan
tanah menuju saluran (inlet time) dalam menit.
td = waktu pengaliran air yang mengalir di dalam saluran sam pai
titik yang ditinjau (conduit time) dalam menit, atau
V = kecepatan air di dalam saluran dalam meter per menit.
Bila:
I = intensitas curah hujan dalam mm/jam.
e. Jari-jari hidraulis,
g. Kecepatan aliran,
Keliling Basah,
Jari-jari hidraulis,
konstruksi
Sistem Pengaliran
Pada umumnya sistem pengaliran air hujan dan air buangan dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu sistem tercampur dan sistem terpisah. Pertimbangan
pemilihan kedua sistem tersebut adalah sebagai berikut :
a. Sistem tercampur
Pengaliran dengan sistem tercampur digunakan untuk daerah-daerah
yang fluktuasi hujannya merata sepanjang tahun, sehingga dengan
diterapkannya sistem tercampur ini tidak menimbulkan gangguan terhadap
kesetabilan aliran.
b. Sistem terpisah
Dalam sisten terpisah, pengaliran air hujan dipisahkan dari pengaliran air
limbah. Sistem ini dipakai untuk melayani daerah-daerah dimana fluktuasi
hujannya tinggi, sehingga bila digunakan sistem tercampur dimensi
saluran akan menjadi sangat besar, dan ini tidak efisien terutama pada
musim kemarau dimana debit saluran sangat kecil.
b. Saluran terbuka
Saluran ini terdiri dari dua bentuk dengan karakteristik yang berbeda yaitu
:
- Saluran berbentuk trapesium dan nodifikasinya
Saluran ini dibuat dari pasangan batu kali atau batu belah dan
diterapkan pada daerah dengan ruang yang tersedia terbatas seperti
pada lingkungan pemukiman penduduk, dimana ambang saluran dapat
berfungsi sebagai inlet dari air hujan yang turun pada tributary area.
- Saluran segi empat dan modifikasinya
Saluran ini dibuat dari pasangan batu kali atau batu belah dan diterapkan
pada daerah dengan ruang yang tersedia.
Prinsip-Prinsip Pengaliran
Prinsip pokok dari perencanaan sistem penyaluran air hujan adalah sedapat
mungkin memanfaatkan jalur drainase alamiah sebagai badan air penerima.
Selain itu dikenal pula kaidah-kaidah pengaliran sebagai berikut :
a. Limpasan air hujan dari awal saluran (tributary) selama masih belum
berbahaya, dihambat agar ada kesempatan untuk infiltrasi-infiltrasi
sebesar-besarnya, sehingga dapat mengurangi debit limpasan kebawah
aliran dan sekaligus berfungsi untuk konservasi air tanah pada daerah
atas (upstream)
b. Saluran sebesar mungkin memberikan pengurangan debit limpasannya
melalui proses infiltrasi, untuk mengendalikan besarnya profil saluran
(debit aliran)
c. Kecepatan aliran tidak boleh terlalu besar agar tidak terjadi penggerusan
demikian pula tidak boleh terlalu rendah agar tidak terjadi pengendapan
/pendangkalan.
d. Profil saluran mampu menampung debit maksimum dari daerah
pengaliran sesuai dengan periode ulang hujan yang telah ditentukan.
Demikian pula badan air penerimanya.
Kapasitas Saluran
Untuk menghitung dimensi/kapasitas saluran dihitung dengan persamaan
kontinuitas dan rumus Manning / De Cezy.
Q = A. V persamaan kontinuitas
Rumus Manning
1 2/3 1/2
V= R .S artificial / lining
n
Rumus De cezy
Dengan harga
87
K =
1 ( R )1 / 2
A
R =
P
Dimana
Q = debit Pengaliran ( m 3/dt)
V = kecepatan dalam saluran ( m/dt ).
A = luas penampang basah ( m 2 )
P = keliling basah ( m)
R = jari-jari hidrolis ( m).
S = kemiringan dasar saluran
K = koefisien aliran
n = koefisien kekasaran
= koefisien kekasaran
Tabel 2-12
Harga Koefisien Kekasaran Saluran (n) Menurut Manning
N
No Tipe Saluran Baik
Baik Sedang Jelek
sekali
SALURAN BUATAN
1 Saluran tanah, lurus teratur 0.017 0.020 0.023 0.025
2 Saluran tanah yang dibuat dengan exsavator 0.023 0.028 0.030 0.040
3 Saluran pada dinding batuan, lurus, teratur 0.020 0.030 0.033 0.035
4 Saluran pada dinding batuan, tidak lurus, tidak teratur 0.035 0.040 0.045 0.045
5 Saluran batuan yang diledakan, ada tumbuh-tumbuhan 0.025 0.030 0.035 0.040
6 Dasar saluran dari tanah, sisi saluran berbatu 0.028 0.030 0.033 0.035
7 Saluran lengkung, dengan kecepatan aliran rendah 0.020 0.025 0.028 0.030
SALURAN ALAM
8 Bersih lurus, tidak berpasir, tidak berlubang 0.025 0.028 0.030 0.033
9 Seperti no 8, tetapi ada timbunan atau kerikil 0.030 0.033 0.035 0.040
10 Melengkung, bersih, berlubang dan berdinding pasir 0.033 0.035 0.040 0.045
11 Seperti no 10, dangkal tidak teratur 0.040 0.045 0.050 0.055
12 Seperti no.10, berbatu dan ada tumbuh-tumbuhan 0.035 0.040 0.045 0.050
13 Seperti no.11, sebagian berbatu 0.045 0.050 0.055 0.060
14 Aliran pelan banyak tumbuh-tumbuhan dan berlubang 0.050 0.060 0.070 0.080
15 Banyak tumbuh-tumbuhan 0.075 0.100 0.125 0.150
SALURAN BUATAN, BETON DAN BATU KALI
16 Saluran Pasangan batu kali tanpa penyelesaian 0.025 0.030 0.033 0.035
17 Seperti no. 16, tetapi dengan penyelesaian 0.017 0.020 0.025 0.030
18 Saluran beton 0.014 0.016 0.019 0.021
19 Saluran beton halus dan rata 0.010 0.011 0.012 0.013
20 Saluran beton pracetak dengan acuan baja 0.013 0.014 0.014 0.015
21 Saluran beton pracetak dengan acuan kayu 0.015 0.016 0.016 0.018
Kecepatan Aliran
Dalam penentuan kecepatan aliran didalam saluran harus memenuhi
persyaratan tidak boleh kurang dari kecepatan minimum yang diperbolehkan
agar tidak terjadi penumpukan sedimen / kotoran didalam saluran dan tidak
boleh melebihi kecepatan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi
saluran tetap aman (tidak terjadi erosi pada dasar dan dinding saluran).
a. Kecepatan minimum
Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang
memungkinkan terjadinya self cleansing sehingga tidak memberi
kesempatan terjadinya pengendapan partikel ( sedimentasi ) maupun
tumbuhan-tumbuhan air.
b. Kecepatan maksimum
Kecepatan aliran dalam saluran harus dibatasi untuk mencegah
terjadinya erosi akibat kecepatan aliran besar.
Untuk keperluan perencanaan kecepatan aliran ditentukan seperti pada
tabel dibawah ini.
Tabel 2-13:
Tipe Saluran Dan Batas Kecepatan Yang Dipakai Untuk Perkotaan
dimana
2
Li Si
Sr =
Li
Li
td
60.Vr
2
Li Si
Sr =
Li
Dimana
td = waktu pengaliran
Li = panjang bagian-bagian saluran ( m)
Vr = kecepatan rata-rata, ( m/dt )
Sr = kemiringan rata-rata
Si = kemiringan bagian-bagian saluran.
F = C.d
dimana
F = tinggi Jagaan ( m ).
C = koefisien,
Q (m3/det) C
< 0,60 0,14
0,60 < Q < 8,00 0,14 < C < 0,22
> 8,00 0,23
d = kedalaman air ( m).
CV. NUSA PRATAMA KONSULT KRITERIA DESIGN 2 - 86
KONSEP LAPORAN AKHIR 2016
PENYUSUNAN DED DRAINASE PERMUKIMAN KABUPATEN LEMBATA
1. Gutter Inlet
Gutter Inlet adalah bukaan horizontal dimana air jatuh kedalamnya.
Kapasitas Gutter inlet dihitung terhadap lebar yang tegak lurus aliran
serta depressionnya dimana penambahan depression V ( legokan ) akan
memberikan kapasitas yang cukup besar.Untuk menghitung kapasitas
Gutter Inlet dipergunakan formula Manning dengan asumsi :
Lebar atas saluran sama dengan keliling basahnya.
Kondisi aliran mirip dengan aliran pada saluran yang lebar dan
dangkal.
Z
Q0 = 0,56 . . S . dc 8/3
n
dimana
Q0 = kapasitas Gutter Inlet ( m3/dt)
Z = kemiringan potongan melintang jalan
S = kemiringan longitudinal Gutter
dc = kedalaman air didalam Gutter ( m) = ZW + d )
( D.I )0,50
D = 0,0474
S 0, 20
Dimana
2. Curb Inlet
Curb Inlet atau Kerb Inlet adalah bukaan vertikal dimana air masuk
kedalamnya. Kapasitas Curb Inlet dihitung terhadap panjang bukaan
dimana penambahan cekungan ( depression ) memberikan penambahan
kapasitas yang cukup berarti.
Untuk menghitung kapasitas curb inlet digunakan rumus empiris sebagai
berikut :
Dimana
Bangunan Gorong-Gorong
Bangunan ini diperlukan untuk mengalirkan air di saluran yang harus
melintasi jalan ( merupakan bangunan perlintasan ).
Bentuk gorong-gorong dapat berupa buis beton ( lingkaran ) atau box
culvert yang merupakan saluran empat persegi panjang dengan plat beton
diatasnya sebagai penutup dan penahan beban dari jalan raya.
Kecepatan pengaliran harus diperhitungkan terhadap kemampuan self
cleansingnya karena biasanya gorong-gorong terletak dibawah tanah dan
sulit pemeliharaannya. Perhitungan hidrolis dilakukan untuk menghitung
dimensi bangunan beserta kehilangan tekan (head lossed).
Untuk perencanaan gorong-gorong pendek L < 20,00 m dapat digunakan
rumus sebagai berikut :
Q = . A 2.g.Z
dimana
Q = debit ( m3/dt )
= koefisien debit
Aspek Hidrologi
Pada aspek hidrologi diperlukan data curah hujan yang terletak di
dalam atau di sekitar daerah studi, serta dapat mewakili kondisi
hidrologi pada daerah tersebut.
Pembagian Sub Wilayah zoning-
Pada suatu wilayah perkotaan biasanya rencana jalan akan
membatasi sub wilayah. Oleh karena itu pembagian zoning drainase
ditentukan oleh adanya jalan tersebut.
Keterpaduan dengan sektor lain
Kota merupakan suatu sitem dari berbagai sub sistem yang
membentuk kota. Dengan demikian pembangunan/pengembang-
an salah satu sub sistem/sektor tidak dapat terlepas dari sektor
lainnya yang saling terkait.
Sektor yang dimaksud antara lain :
- perhubungan
- telekomunikasi
- perumahan
- perindustrian
- pariwisata, dll
Pembangunan dari masing-masing sektor yang dimaksud tidak dapat
berjalan sendiri-sendiri, tetapi perlu adanya koordinasi terpadu sehingga
tidak terjadi tumpang tindih. Tumpang tindih tidak hanya dari aspek
kegunaan prasarana yang dibangun, tetapi juga dari segi teknis
perencanaan prasarana tersebut. Aspek kegunaan prsarana yang
dimaksud misalnya untuk sektor pariwisata telah merencanakan jalan
akses, kemudian sektor sektor perumahan juga merencanakan jalan
yang sama pada lokasi yang sama. Tumpang tindih seperti ini harus
dihindari melalui koordinasi.
Dari segi teknis, perencanaan prasarana juga seharusnya tidak terjadi
tumpang tindih. Perencanaan jalan dengan kapasitas yang memadai
untuk memikul berbagai kegiatan setiap sektor, hanya dapat
akan datang. Perubahan tata guna lahan yang terjadi dimasa yang akan
datang pada suatu daerah dapat diketahui dari Rencana Pengembangan
Kota.
j
Qj = I Cj
M1
Dimana
Kondisi/kasus khusus
Sistem jaringan drainase pada umumnya menggunakan sistem
pengaliran gravitasi, akan tetapi pada kondisi khusus dimana pengaliran
secara gravitasi tidak dapat dilakukan, maka akan digunakan beberapa
cara untuk mengatasi masalah tersebut.
Alternatif pemecahan masalah tersebut adalah :
- dengan tampungan sementara
- tanpa tampungan sementara
Untuk lebih jelasnya perbedaan antara kedua sistem tersebut akan
diuraikan sebagai berikut.