Sunteți pe pagina 1din 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan dimasyarakat berat. Diperkirakan di Amerika
Serikat ada 2 juta orang menderita glaukoma. Di antara mereka, hampir setengahnya
mengalami gangguan penglihatan, dan hampir 70.000 benar benar buta, bertambah
sebanyak 5500 orang buta tiap tahun.
Bila glaukoma di diagnosis lebih awal dan ditangani dengan benar, kebutaan hampir
selalu dapat dicegah. Namun kebanyakan kasus glauma tidak bergejala sampai sudah terjadi
kerusakan ekstensif dan ireversibel. Maka pemeriksaan rutin dan skrining mempunyai peran
penting dalam mendeteksi penyakit ini. Dianjurkan bagi semua yang memiliki faktor resiko
menderita glaukoma dan yang berusia diatas 35 tahun menjalani pemeriksaan berkala pada
oftalmologis untuk mengkaji TIO, lapang pandang, dan kaput nervi optisi.
Glaukoma mengenai semua usia namun lebih banyak sesuai bertambahnya usia,
mengenai sekitar 2% orang berusia di atas 35 tahun. Resiko lainya adalah diabetes, orang
Amerika keturunan Afrika, yang mempunyai riwayat keluarga menderita glaukoma, dan
mereka yang pernah mengalami trauma atau pembedahan mata, atau yang pernah mendapat
terapi kortikostreroid jangka panjang.
Meskipun tak ada penanganan untuk glaukoma, namun dapat dikontrol dengan obat..
kadang diperlukan pembedahan laser atau konvensional (insisional). Tujuan penanganan
adalah untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan agar dapat mempertahankan
penglihatan yang baik sepanjang hidup. Dapat dilakukan dengan menurunkan TIO. (Suzanne
C. Smeltzer, 2001 : 2004-2005)
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa definisi dari glaucoma?
2. Apa penyebab dari glaucoma?
3. Apa saja tanda dan gejala glaucoma?
4. Bagaimana pencegahan dan penatalaksaaan glaucoma?
5. Bagimana konsep asuhan keperawatan dengan glaucoma?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Sistem Persepsi Sensori dan
memberikan penjelasan tentang teori dan konsep Asuhan Keperawatan glaucoma.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui definisi dari glaucoma
b) Mengetahui penyebab dari glaucoma
c) Mengetahui saja tanda dan gejala glaucoma
d) Mengetahui pencegahan dan penatalaksaaan glaucoma
e) Mengetahui konsep asuhan keperawatan dengan glaucoma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI GLAUKOMA
Glaukoma adalah Sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan
intraokular.( Barbara C Long, 2000 : 262 )
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik(neoropati optik) yang
biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. Yang
menyebabkan defek lapang pandang dan hilangnya tajam penglihatan jika lapang pandang
sentral terkena.. (Bruce James. et al , 2006 : 95)
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf
optik, serta kerusakan lapang pandang yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan
bola mata yang tidak normal. (Sidarta Ilyas, 2002 : 239)
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal (N = 15-
20mmHg). (Sidarta Ilyas, 2004 : 135)
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh peningkatan abnormal
tekanan intraokular ( sampai lebih dari 20 mmHg). (Elizabeth J.Corwin, 2009 : 382)
Glaukoma adalah kelainan yang disebabkan oleh kenaikan tekanan didalam bola mata
sehingga lapang pandangan dan visus mengalami ganggauan secara progresif. (Vera H .
Darling, 1996 : 88 ).
B. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI GLAUKOMA
Glukoma diklasifikasikan dalam 2 kelompok sudut terbuka dan sudut tertutup. Pada
glaucoma sudut terbuka, humor aquos mempunyai akses bebas ke jaringan trabekula dan
ukuran sudut normal. Pada glaucoma sudut tertutup iris menutup jaringan trebekula dan
membatasi aliran humor aquos keluar kamera anterior. Kategori ini dibagi lebih lanjut
menjadi glaucoma primer (penyebab tak diketahui, biasanya bilateral dan mungkin
diturunkan) dan glaukoma sekunder (penyebab diketahui).
Klasifikasi glaucoma meliputi yang berikut:
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma Sudut Terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata.
Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka
karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran
dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan
saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Glaukoma Sudut
terbuka primer ditandai dengan atrofi saraf optikus dan kavitasi mangkuk fisiologis
dan defek lapang pandang yang khas. Glaukoma sudut terbuka, tekanan normal
ditandai dengan adanya perubahan meskipun TIO masih dalam batas parameter
normal.
b. Glaukoma Sudut Tertutup
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga
iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor
aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena
peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang
mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan
meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat,dan penglihatan yang kabur.
Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi
kebutaan dan nyeri yang hebat.
Dilatasi pupil dapat terjadi saat berada diruangan gelap atau obat yang
menyebabkan dilatasi akut pupil. Dilatasi bias pula terjadi akibat rasa takut atau nyeri,
pencahayaan yang kurang terang, atau berbagai obat topical atau sistemik
(vasokontriktor ,bronkodilator, penenang, anti Parkinson).
Aktifitas seperti membaca yang memerlukan gerakan ensa kedepan dan terapi
miosis juga dapat merupakan factor presipitasi.
2. Glaukoma sekunder
a. Glaukoma sudut terbuka
Peningkatan TIO disebabkan oleh peningkatan tahanan aliran keluar humor akuos
melalui jarring-jaring trabekuler,kanalis schlemm, dan system evissklerar.pori-pori
trabekula dapat tersumbat oleh setiap jenis debri,darah ,pus atau bahan
lainnya.peningkatan tahanan tersebut dapat diakibatkan oleh penggunaan
kortikosteroid jangka lama,tumor intra okuler uveitis akibat penyakit seperti herpes
simplek atau herpes zoster,atau penyumbatan jarring-jaring trabekula oleh material
lensa,bahan fispo elastis(digunakan pada pembedahan katarak),darah atau
pigmen.pennggian tekanan vena episklelar akibat keadaan seperti luka bakar
kimia,tumor retrobulber,penyakit teroid,fistula arteriovenosa,jugularis superior vena
kava atau sumbatan vena pulmonal juga dapat mengakibatkan peningkatan TIO.selain
itu,glaucoma sudut terbuka dapat terjadi setelah ekstraksi katarak,implantasi TIO
(khususnya lensa kamera anterior,)penguncia sclera,viterktomi,kapsulotomi
posterior,atau trauma.
b. Glaucoma sudut tertutup
Peningkatan tahanan aliran humor akuos disebabkan oleh penyumbatan jaring-
jaring trabekula oleh iris perifer.kondisi ini biasanya disebabkan oleh perubahan
aliran humor akuos setelah menderita penyakit atau pembedahan.keterlibatan anterior
terjadi setelah terbentuknya membrane pada glaucoma pada neuro
vaskuler,trauma,aniridia,dan penyakit endotel.penyebab posterior terjadi pada
penyumbatan pupil akibat lensa atau IQL menghambat aliran humor akuos ke kamera
anterior.

Berdasarkan lamanya :
1. Glaukoma akut
a. Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler
yang meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa
sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai
akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer,
menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.
c. Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik,
berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering
disebabkan hifema, luksasi/ subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak
hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca
pembedahan intraokuler.
d. Manifestasi klinik
1) Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah
belakang kepala.
2) Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan
muntah, kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3) Tajam penglihatan sangat menurun.
4) Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5) Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6) Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7) Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat
timbulnya reaksi radang uvea.
8) Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9) Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media
penglihatan.
10) Tekanan bola mata sangat tinggi.
11) Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f. Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler
(TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera.
Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi,
iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah
pengobatan medikamentosa.
2. Glaukoma kronik
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola
mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian
kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
c. Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang
secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak
mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa
pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit,
hingga kebutaan permanen.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan
peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25
mmHg. Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam,
dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil.
Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi
bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
e. Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang
pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran
tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga
dan minum harus sedikit-sedikit.

B. MANIFESTASI KLINIK GLAUKOMA


1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma Sudut Terbuka
1) Mata tampak normal
2) Penderita pun merasa matanya normal
3) Kecuali pada stadium lanjut Lapang pandang sudah sangat sempit
b. Glaukoma Sudut Tertutup
1) Hiperemia silier + konjungtiva mata merah ++
2) Kornea suram visus
3) Halo disekitar cahaya
4) Atrofi iris sekitar pupil reflek pupil
5) Pupil lebar (paralise otot sfingter pupil)
6) Nyeri mata dan sekitarnya
7) Mual, muntah
2. Glukoma Sekunder
a. Pembesaran bola mata
b. Gangguan lapang pandang
c. Nyeri didalam mata
C. PATOFISIOLOGI
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor aquelus oleh
badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor aquelus melalui sudut
bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan
episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan
dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23
mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut.
Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan
trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran
schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Disebut sudut
tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan,
menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran
schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan
cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari
penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO

D. PATHWAY
Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata

Obstruksi jaringan peningkatan tekanan


Trabekuler Vitreus

Hambatan pengaliran pergerakan iris kedepan


Cairan humor aqueous
Nyeri

TIO meningkat Glaukoma TIO Meningkat

Resiko
Gangguan saraf cidera
optik

Perubahan penglihatan perifer


Anxietas
Penurunan persepsi
sensori penglihatan
Kurang pengetahuan operatif
Iridektomi
Kebutaan

Gangguan
Perawatan nyeri
diri

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan bukan merupakan pemeriksaan khusus untuk glaukoma.
a. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat cara
tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :
1) Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
2) Indentasi dengan tonometer schiotz
3) Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
a) Nonkontak pneumotonometri
b) Portable electronic applanation (co: Tonopen)
TIO Normal
1) Berkisar :10,5 20,5 mmHg
2) Rata-rata :15,5 + 2,75 mmHg
TIO Tinggi
1) < 21 mmHg
Hipotoni
1) < 6,5 7 mmHg
2. Tonomerti Palpasi atau Digital
Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat, sebab
cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat digunakan dalam keadaan
terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah dengan dua jari telunjuk diletakan diatas
bola mata sambil pendertia disuruh melihat kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab
menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan bola
mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan perasaan
keras. Dilakukan dengann palpasi : dimana satu jari menahan, jari lainnya menekan
secara bergantian.
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut :
N : normal
N + 1 : agak tinggi
N + 2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
N 1 : lebih rendah dari normal
N 2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
3. GONIOSKOPI
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan
menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonioskopi diperlukan untuk
menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.

4. OFTALMOSKOPI
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan papil saraf
optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Papil saraf optik yang
dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi. Apakah suatu pengobatan
berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.
5. PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG
a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih lanjut,
karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan di daerah tepi,
yang kemudian meluas ke tengah.
b. Pemeriksaan lapang pandang sentral : mempergunakan tabir Bjerrum, yang meliputi
daerah luas 30 derajat. Kerusakan kerusakan dini lapang pandang ditemukan para
sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum. (Sidarta Ilyas, 2002 : 242-248)
E. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan glaucoma adalah menurunkan TIO ke tingkat yang
konsisten dengan mempertahankan penglihatan. Penatalaksanaan bias berbeda
bergantung pada klasifikasi penyakit dan responnya terhadap terapi. Terapi obat,
pembedahan laser, pembedahan konvensional dapat dipergunakan untuk mengontrol
kerusakan progresif yang diakibatka oleh glaucoma. (Suddart & Brunner,2002)
1. Farmakoterapi
Terapi obat merupakan penanganan awal dan utama untuk penanganan glaucoma
sudut terbuka primer. Meskipun program ini dapat diganti, terapi diteruskan seumur
hidup. Bila terapi ini gagal menurunkan TIO dengan adekuat, pilihan berikutnya pada
kebanyakan pasien adalah trabekuloplasti laser dengan pemberian obat tetap
dilanjutkan.
Glaucoma sudut tertutup dengan sumbatan pupil biasanya jarang merupakan
kegawatan bedah. Obat digunakan untuk mengurangi TIO sebelum iridektomi laser.
Penanganan glaucoma sekunder ditujukan untuk kondisi yang mendasarinya
begitu pula untuk menurunkan. Misalnya glaucoma yang disebabkan oleh terapi
kortikosteroid ditangani dengan menghentikan pengobatan kortikosteroid. Uveitis
dengan glaucoma diterapi dengan bahan anti inflamasi. Penggunanan obat dilator
pupil (midriatikum) merupakan kontraindikasi pada pasien glaucoma.
Kebanyakan obat mempunyai efek samping, yang biasanya menghilang setelah
satu sampai dua minggu. Namun pada beberapa kasus obat perlu dihentikan karena
pasien tidak dapat mentoleransinya. Efek samping yang biasa terdapat pada
pemakaian obat topical adalah pandangan kabur, pandangan meremang, khususnya
menjelang malam dan kesulitan memfokuskan pandangan. Kadang-kadang frekuens
denyut jantung dan respirasi juga terpengaruh.
Obat sistemik dapat menyebabkan rasa kesemutan pada jari dan jari kaki, pusing,
kehilangan nafsu makan, defekasi tidak teratur, dan terkadang terjadi batu ginjal.
Pasien harus diberitahu mengenai kemungkinan efek samping tersebut. Antagonis
Beta adrenergic merupakan obat topical yang paling banyak digunakan karena
efektifitasnya pada berbagai macam glaucoma dan tidak menyebabkan efek samping
yang biasa disebabkan oleh obat lain. Antagonis Beta adrenergic menurunkan TIO
dengan menguragi pembentukan humour aquous. Bahan kolinergik topical (missal
pilokartin hidroklorida, 1%-4%, asetilkolin klorida, karbakol) digunakan dalam
penanganan glaucoma jangka pendek dengan penyumbatan pupil akibat efek
langsungnya pada resptor parasimpatis iris dan badan silier. Sebagai akibatnya,
sfingter pupil akan berkontriksi, iris mengencang, volume jaringan irisan pada sudut
akan berkurang. Dan iris perifer tertarik menjauhi jarring-jaring trabekula. Perubahan
ini memungkinkan humour aquous mencapai saluran keluar dan akibatnya terjadi
penurunan TIO.
Pada glaucoma sudut terbuka digunakan obat golongan agonis adrenergic topical
yang berfungsi menurunkan IOP dengan meningkatkan aliran keluar humour aquous,
memperkuat dilatasi pupil, menurunkan produksi humour aquous, dan menyebabkan
kontriksi pembluh darah konjungtiva. Contoh bahan perangsang adrenerik adalah
epinefrin dan fenileprin hidriklorida. Tetes mata epinefrin (larutan 0,1%) banyak
digunakan untuk menangani glaucoma sudut terbuka. Fenileprin (1%,2,5%) sering
digunakan untuk mendilatasi mata sebelum pemerikasaan fundus ovuli dan
menangani uveitis.
Inhibitor anhydrase karbonat missal asetalzolamid (Diamox) diberikan secara
sistemik untuk menurunkan IOP dengan menurunkan produksi humour aquos.
Digunakan untuk menangani glaucoma sudut terbuka jangka panjang dan menangani
glaucoma sudut tertutup jangka pendek dan glaucoma yang sembuh sendiri, seperti
yang terjadi setelah tauma. Juga dibutuhkan setelah iridektomi untuk mengontrol
glaucoma residual. Dapat diberikan secara oral atau intravena selama serangan akut
glaucoma.
Diuretika osmotic. Bahan osmotic oral (gliserol atau intravena) misal manitol
dapat menurunkan TIO dengan meningkatkan osmolaritas plasma dan menarik air
dari mata ke dalam pembuluh darah. Obat hiperosmotik sangan berguna penanganan
jangka pendek glaucoma akut. Digunakan untuk menurunkan TIO preoperative
sehingga pembedahan dapat dilakukan dengan tekanan mata yang lebih normal. Juga
dapat menghindari perlunya pembedahan pada glaucoma transien. (Suddart &
Brunner,2002)
2. Bedah Laser
Pembedahan laser untuk memperbaiki aliran humour aquous dan menurunkan
TIO dapat diindikasikan sebagai penanganan primer untuk glaucoma, atau bias juga
dipergunakan bila terapi obat tidak bisa ditoleransi, atau tidak dapat menurunkan TIO
dengan adekuat. Laser dapat digunakan pada berbagai prosedur yang berhubungan
dengan penanganan glaucoma. (Suddart & Brunner,2002)
3. Bedah Konvesional
Prosedur bedah konvesional dilakukan bila teknik laser tidak berhasil atau
peralatan laser tidak tersedia, atau bila pasien tidak cocok untuk dilakukan bedah
laser (misal pasien yang tak dapat duduk diam atau mengikuti perintah). Prosedur
filtrasi rutin berhubungan dengan keberhasilan penurunan TIO pada 80-90% pasien.
Iridektomi perifer atau sektoral dilakukan untuk mengangkat sebagaian iris
untuk memungkinkan aliran humor aqueus dari kamera prosterior ke kamera anterior
di indikasikan pada penanganan glaucoma dengan penyumbatan pupil bila
pembedahan laser tidak berhasil atau tidak tersedia.
Trabulectomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran
baru melalui sclera. Dilakukan dengan melakukan diseksi flap ketebalan setengah
(half-tickness) sclera dengan engsel di limbus. Satu sekmen jaringan trabekula
diangkat, flap sclera ditutup kembali, dan konjungtiva dijahit rapat untuk mencegah
kebocoran cairan aqueus. Trabulectomi meningkatkan aliran keluar humor aqueus
dengan memintas struktur pengaliran yang alamiah. Ketika cairan mengalir melalui
saluran baru ini, akan terbentuk bleb (gelembung). Dapat diobservasi pada
pemeriksaan konjungtiva. Komplikasi ditengah prosedur filtrasi meliputi hipotoni
(TIO rendah yang tidak normal), hifema (darah dikamera anterior mata), infeksi
kegagalan filtrasi.
Prosedur seton meliputi penggunaan berbagai alat pintasan aqueus sintesis untuk
menjaga kepatenan fistula pengaliran. Tabung terbuka diimplementasikan ke kamera
anterior dan menhubungkan ke mean pengaliran episklera. Alat ini sering digunakan
pada TIO tinggi, pada mereka yang prosedur filtrasi gagal. Kemungkinan komplikasi
implant meliputi pembentukan katarak, hipotoni, diskompensasi kornea, dan erosi
alparatus. (Suddart & Brunner,2002.

BAB III
PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
b. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit
putih (dewit, 1998).
c. Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan UtamA
Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang pandang dan mata menjadi kabur
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan matanya kabur dan sering menabrak, gangguan saat membaca
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin
(menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume
Glaucoma), riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang
diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia tinggi)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
kaji apakah ada kelurga yang menglami penyakit glaucoma sudut terbuka primer.
5. Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara cepat, mudah
berganti topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka karena kehilangan
penglihatan. (Indriana N. Istiqomah, 2004)
B. Pemeriksaan Fisik
1. Neurosensori
Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/ tidak jelas), sinar terang dapat menyebabkan
silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat/ merasa diruang gelap (katarak), tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar
sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotfobia (galukoma akut) bahan kaca mata/
pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
a. Tanda : pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan, peningkatan
air mata.
b. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmaskop untuk mengetahui
adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan
dalampada glaukoma akut primer, karena anterior dangkal, Aqueus humor keruh dan
pembuluh darah menjalar keluar dari iris.
c. Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat
menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
d. Pemeriksaan melalui inspeksi, untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera
kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya
(Indriana N. Istiqomah,2004)
2. Nyeri atau kenyamanan
Gejala: ketidaknyamanan ringan atau mata berair ( glaucoma kronis).
Nyeri tiba-tiba atau berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala
(glaucoma akut)
3. Aktivitas
Gejala: perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan.
4. makanan atau cairan
5. Gejala:mual atau muntah
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus
humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan
optic.
2. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada
hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
3. Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
4. Pengukuran gonioskopi: Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glaukoma.
5. Tes Provokatif : digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya
meningkat ringan.
6. Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng
optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
7. Darah lengkap, LED : Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi, PAK.
9. Tes Toleransi Glukosa : menentukan adanya DM.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan persepsi sensori : Penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan dan kejelasan penglihatan.
2. Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan
prognosis.
3. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular.
4. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang operasi.
5. Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan, kehilangan
vitreus
6. Nyeri yang berhubungan dengan luka pascaoperasi
7. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Penurunan persepsi sensori : Penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan dan kejelasan penglihatan.
Subyektif :
Menyatakan penglihatan kabur, tidak jelas, penurunan area penglihatan.
Objektif :
a. Pemeriksaan lapang pandang menurun.
b. Penurunan kemampuan identifikasi lingkungan (benda, orang, tempat)
Tujuan :
Klien melaporkan kemampuan yang lebih untuk proses rangsang penglihatan dan
mengomunikasikan perubahan visual.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi penglihatan.
b. Klien mengindentifikasi dan menunjukkan pola-pola alternatif untuk meningkatkan
penerimaan rangsang penglihatan
Intervensi Rasional
1. Kaji ketajaman penglihatan klien. 1. Mengidentifikasi kemampuan visual klien.
2. Dekati klien dari sisi yang sehat. 2.Memberikan rangsang sensori, mengurangi
3. Identifikasi alternatif untuk optimalisasi rasa isolasi/terasing.
sumber rangsangan. 3. Memberi keakuratan penglihatan dan
4. Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi perawatannya.
penglihatan : 4. Meningkatkan kemampuan persepsi
- Orientasikan klien terhadap ruang rawat. sensori.
- Letakkan alat yang sering digunakan di dekat 5. Meningkatkan kemampuan respons
klien atau pada sisi mata yang lebih sehat. terhadap stimulus lingkungan.
- Berikan pencahayaan cukup.
- Letakkan alat ditempat yang tetap.
- Hindari cahaya menyilaukan.
5. Anjurkan penggunaan alternatif rangsang
lingkungan yang dapat diterima : auditorik,
taktil.

2. Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan


prognosis.
Subyektif :
Klien mengatakan takut tidak akan dapa melihat lagi setelah dilakukan tindakan operasi.
Obyektif :
a. Klien terlihat kebingungan dan selalu bertanya perihal tindakan operasi.
b. Tingkat konsentrasi klien berkurang.
c. Terdapat perubahan pada tanda vital, tekanan darah meningkat.
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengungkapkan kecemasan berkurang atau hilang.
b. Klien berpartisipasi dalam kegiatan pengobatan.
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat kecemasan, faktor yang 1. Umumnya faktor yang menyebabkan
menyebabkan kecemasan, tingkat kecemasan adalah kurangnya pengetahuan
pengetahuan, dan ketakutan klien akan dan ancaman aktual terhadap diri. Pada
penyakit. klien glaukoma, rasa nyeri dan penurunan
lapang pandang menimbulkan ketakutan
utama.
2. Orientasikan tentang penyakit yang 2. Meningkatkan pemahaman klien akan
dialami klien, prognosis, dan tahapan penyakit. Jangan memberikan keamanan
perawatan yang akan dijalani klien. palsu seperti mengatakan penglihatan akan
pulih atau nyeri akan segera hilang.
Gambarkan secara objektif tahap
pengobatan harapan proses pengobatan,
dan orientasi pengobatan masa berikutnya.
3. Berikan kesempatan pada klien untuk 3. Menimbulkan rasa aman dan perhatian
bertanya dengan penyakitnya. bagi klien.
4. Berikan dukungan psikologis. 4. Dukungan psikologis dapat berupa
penguatan tentang kondisi klien, peran
serta aktif klien dalam perawatan maupun
mengorientasikan bagaimana kondisi
5. Terangkan setiap prosedur yang dilakukan penyakit yang sama menimpa klien yang
dan jelaskan tahap perawatan yang akan lain.
dijalani, seperti riwayat kesehatan, 5. Mengurangi rasa ketidaktahuan dan
pemeriksaan fisik, foto toraks, EKG, diet, kecemasan yang terjadi.
sedasi operasi dll. 6. Memberi kesempatan klien untuk berbagi
6. Bantu klien mengekspresikan kecemasan perasaan dan pendapat dan menurunkan
dan ketakutan dengan mendengar aktif. ketegangan pikiran.
7. Beri informasi tentang penyakit yang 7. Mengorientasikan pada penyakit dan
dialami oleh klien yang berhubungan kemungkinan realistik sebagai
dengan kebutaan. konsekuensi penyakit dan menunjukan
realitas.

3. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular.


Subyektif :
Mengatakan mata tegang. Nyeri hebat, lebih sakit untuk melihat.
Objektif :
a. Meringis, menangis menahan nyeri.
b. Sering memegangi mata.
Tujuan :
Nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat mengidentifikasi penyebab nyeri.
b. Klien menyebutkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan nyeri.
c. Klien mampu melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat nyeri setiap hari atau sesering 1. Nyeri glaukoma umumnya sangat parah
mungkin, jika diperlukan. terutama pada glaukoma sudut tertutup.
2. Terangkan penyebab nyeri dan faktor/ 2. Penyebab munculnya nyeri adalah
tindakan yang dapat memicu nyeri. peningkatan tekanan intraokular, yang
3. Anjurkan klien untuk menghindari dapat meningkat akibat dipicu oleh :
perilaku yang dapat memprovokasi nyeri. - Mengejan (valsalva maneuver)
4. Secara kolaboratif, berikan obat analgetik. - Batuk
5. Ajarkan tindakan distraksi dan relaksasi - Mengangkat benda berat
pada klien. - Penggunaan kafein (rokok, kopi, teh)
- Gerakan kepala tiba-tiba
- Menunduk/ kepala lebih rendah dari
pinggang
- Tidur pada sisi yang sakit
- Hubungan seks
- Penggunaan obat kortikosteroid.
3. Untuk mencegah peningkatan TIO lebih
lanjut.
4. Analgetik berfungsi untuk meningkatkan
ambang nyeri. Biasanya analgetik yang
diberikan adalah kelompok narkotik/
sedatif.
5. Untuk menurunkan sensasi nyeri dan
memblokir sensasi nyeri menuju otak.
Teknik ini umumnya efektif saat nyeri
tidak sangat mengganggu klien.

4. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang operasi.


Subyektif :
a. Mengatakan takut dioperasi
b. Sering menanyakan tentang operasi
Objektif :
a. Perubahan tanda vital peningkatan nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan
b. Tampak gelisah, wajah murung, sering melamun
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan
Kriteria Hasil :
a. Klien mengungkapkan kecemasan minimal atau hilang.
b. Klien berpartisipasi dalam kegiatan persiapan operasi
Intervensi Rasional
1. Jelaskan gambaran kejadian pre- dan 1. Meningkatkan pemahaman tentang
pasca operasi. Manfaat operasi, dan sikap gambaran operasi untuk menurunkan
yang harus dilakukan klien selama masa ansietas.
operasi.
2. Jawab pertanyaan khusus tentang 2. Meningkatkan kepercayaan dan kerjasama.
pembedahan. Berikan waktu untuk Berbagi perasaan membantu menurunkan
mengekspresikan perasaan. Informasikan ketegangan. Informasi tentang perbaikan
bahwa perbaikan penglihatan tidak terjadi penglihatan bertahap diperlukan untuk
secara langsung, tetapi bertahap sesuai antisipasi depresi atau kekecewaan setelah
penurunan bengkak pada mata dan fase operasi dan memberikan harapan akan
perbaikan kornea. Perbaikan penglihatan hasil operasi.
memerlukan waktu 6 bulan atau lebih.

Intervensi Pasca-Operatif
5. Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan, kehilangan
vitreus.
Subyektif :
a. Keinginan untuk memegang mata
b. Menyatakan nyeri sangat
Obyektif :
a. Perilaku tidak terkontrol
b. Kecenderungan memegang darah operasi
Tujuan :
Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi
Kriteria Hasil :
a. Klien menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera
b. Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko cedera
Intervensi Rasional
1. Diskusikan tentang rasa sakit, 1. Meningkatkan kerjasama dan pembatasan
pembatasan aktifitas dan pembalutan yang diperlukan.
mata.
2. Tempatkan klien pada tempat tidur yang 2. Istirahat mutlak diberikan 12-24 jam pasca
lebih rendah dan anjurkan untuk operasi.
membatasi pergerakan mendadak/ tiba-
tiba serta menggerakkan kepala berlebih.
3. Bantu aktifitas selama fase istirahat. 3. Mencegah/ menurunkan risiko komplikasi
Ambulasi dilakukan dengan hati-hati. cedera.
4. Ajarkan klien untuk menghindari 4. Tindakan yang dapat meningkatkan TIO
tindakan yang dapat menyebabkan dan menimbulkan kerusakan struktur mata
cedera. pasca operasi antara lain :
- Mengejan ( valsalva maneuver)
- Menggerakan kepala mendadak
- Membungkuk terlalu lama
- Batuk
5. Berbagai kondisi seperti luka menonjol,
5. Amati kondisi mata : luka menonjol,
bilik mata depan menonjol, nyeri
bilik mata depan menonjol, nyeri
mendadak, hiperemia, serta hipopion
mendadak, nyeri yang tidak berkurang
mungkan menunjukan cedera mata pasca
dengan pengobatan, mual dan muntah.
operasi.
Dilakukan setiap 6 jam asca operasi atau
seperlunya.

6. Nyeri yang berhubungan dengan luka pascaoperasi


Subyektif :
Mengatakan nyeri/tegang.
Objektif :
Gelisah, kecenderungan memegang daerah mata.
Tujuan :
Nyeri berkurang, hilang, dan terkontrol.
Kriteria hasil :
a. Klien mendemonstrasikan teknik penurunan nyeri
b. Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat nyeri setiap hari. 1. Normalnya, nyeri terjadi dalam waktu
2. Anjurkan untuk melaporkan kurang dari 5 hari setelah operasi dan
perkembangan nyeri setiap hari atau berangsur menghilang. Nyeri dapat
segera saat terjadi peningkatan nyeri meningkat sebab peningkatan TIO 2-3 hari
mendadak. pasca operasi. Nyeri mendadak
3. Anjurkan pada klien untuk tidak menunjukan peningkatan TIO masif.
melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat 2. Meningkatkan kolaborasi , memberikan
memicu nyeri. rasa aman untuk peningkatan dukungan
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. psikologis.
5. Lakukan tindakan kolaboratif dalam 3. Beberapa kegiatan klien dapat
pemberian analgesik topikal/ sistemik. meningkatkan nyeri seperti gerakan tiba-
tiba, membungkuk, mengucek mata,
batuk, dan mengejan.
4. Mengurangi ketegangan, mengurangi
nyeri.
5. Mengurangi nyeri dengan meningkatan
ambang nyeri.

7. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan


aktivitas pascaoperasi.
Subyektif :
Mengatakan takut melaukan aktivitas tertentu.
Objektif :
a. Tubuh tidak terawat, kotor.
b. Pergerakan terbatas, hanya ditempat tidur.
Tujuan:
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil ;
a.Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pememnuhan kebutuhan diri.
b. Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara bertahap
Intervensi Rasional
1. Terangkan pentingnya perawatan diri dan 1. Klien dianjurkan untuk istiraht ditempat
pembatasan aktivitas selama fase tidur pada 2-3 jam peratama pascaoperasi
pascaoperasi atau 12 jam jika ada komplikasi. Selama
2. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan fase ini, bantuan total diperlukn bagi klien.
perawatan diri 2. Memenuhi kebutuhan perawatan diri
3. Secara bertahap, libatkan klien dalam 3. Melibatan klien dalam aktivitas perawatan
memenuhi kebutuhan diri dirinya dilakukan bertahap dengan
berpedoman pada prinsip bahwa aktivitas
tersebut tidak memprovokasi peningkatan
TIO dan menyebabkan cedera mata,
kontrol klinis dilakukan dengan
menggunakan indikator nyeri mata pada
saat melakukan aktivitas
( Anas Tamsuri, 2010 : 77-86 )

F. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan komponen dari proses asuhan keperawatan adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dari
rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari intervensi keperawatan.
Implementasi yang dilaksanakan meliputi :
1. Membantu aktivitas klien sehari-hari
2. Mengonsulnya dan memberikan penyuluhan kepada klien dan keluarga
3. Memberi asuhan keperawatan langsung
4. Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota staf medis lain
(Perry & Potter,2005)
G. EVALUASI
Berdasarkan intervensi keperawatan yang telah dibuat maka hasil yang diharapkan
adalah :
1. Klien mendapatkan kemampuan yang lebih untuk proses rangsang penglihatan dan
mengomunikasikan perubahan visual.
2. Tidak terjadi kecemasan.
3. Nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.
4. Tidak terjadi kecemasan
5. Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi
6. Nyeri berkurang, hilang, dan terkontrol.
7. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang
secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin
berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena saluran
cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola
mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata
tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati.
Glaucoma diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan berdasarkan mekanisme peningkatan
tekanan intra okuler. Penyebab tergantung dari klasifikasi glaucoma itu sendiri tetapi pada
umumnya disebabkan k arena aliran aqueus humor terhambat yang bisa meningkatkan TIO.
Tanda dan gejalanya kornea suram, sakit kepala , nyeri, lapang pandang menurun,dll.
Komplikasi dari glaucoma adalah kebutaan. Penatalaksanaannya dapat dilakukan
pembedahan dan obat-obatan.
B. SARAN
Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang penyakit serta
penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir pengobatan itu. Pendidikan kesehatan
yang diberikan harus menekankan bahwa pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi
penglihatan , tetapi hanya mempertahankan fungsi penglihatan yang masih ada.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Arsculapiks.


Corwin, Elizabeth J. , Buku saku Patofisiologi, Ed. 3, 2009, Jakarta : EGC.
Darling, Vera H, 1996, Perawatan Mata, Yogyakarta : Yayasan Esentia Medika.
Ilyas, Ramatjandra, Sidarta Ilyas, 1991, Klasifikasi dan Diagnosis Banding Penyakit Mata, 1991,
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Ilyas, Sidarta, 2002, Ilmu Penyakit Mata, Ed. 2, Jakarta : CV. Sagung Seto.
Ilyas, Sidarta, 2004, Ilmu Perawatan Mata, Jakarta : CV. Sagung Seto.
James, Bruce, 2006, Lecture Notes : Oftalmologi, Jakarta : Erlangga.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.
Doungoes, marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3,.Jakarta : EGC
Perry & Potter. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Konsep,Prose, dan Praktik Edisi 4.
Jakarta : EGC
Frida Simanjutak. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GLAUKOMA.(online) http://fridasimanjuntak.wordpress.com/2012/01/13/asuhan-
keperawatan-pada-pasien-dengan-glaukoma/ di akses tanggal 16 Mei 2014 jam 11.00 WIB
Lina Ayu Pramatasari.2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Diagnosa Medis
Glaukoma. (online) http://linaayupramatasari.blogspot.com.tr/2012/05/asuhan-keperawatan-
pada-klien-dengan.html/ di akses tanggal 16 Mei 2014 jam 11.00 WIB

S-ar putea să vă placă și