Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
Sejarah medis telah mencatat bahwa otopsi mayat, atau dengan kata lain
ilmu kedokteran forensik mulai diperkenalkan dari Negara Arab, kemudian
berkembang ke Yunani dan negara-negara barat seterusnya ke seluruh dunia.
Perkembangan kemajuan ilmu kedokteran dalam ilmu bedah adalah berbasis
kepada keilmuan yang dibawa oleh Ibnu Sina. Perkembangan dari waktu ke waktu
melalui penelitian dan studi ilmuwan medis telah menghasilkan teknologi modern
dalam ilmu otopsi mayat dengan cara lebih ilmiah untuk menemukan keadilan
yang diinginkan.
Pada abad ke 21 ini, otopsi mayat adalah satu hal yang tidak dapat
dihindari dan tidak asing di kalangan umat Islam. Ini karena ia adalah tindakan
yang harus diambil dan dilakukan untuk kepentingan masyarakat seperti untuk
menyelesaikan kasus kriminal atau bukan kasus kriminal serta penelitian dalam
bidang medis. Walau bagaimana pun dalam urusan otopsi mayat, Islam telah
1
menetapkan beberapa pedoman yang harus diikuti agar tidak timbul kontradiksi
antara klaim Islam dengan praktek yang dilakukan dalam bidang medis.
1. Etika apa saja yang harus di lakukan pada saat proses pembedah mayat
secara umum?
2. Ada sebuah hadist yang hadits yang berbunyi : Memecahkan tulang
orang mati itu sama dengan memecahkan tulangnya ketika masih hidup dalam
hal dosanya, bagaimana tanggapan hadits tersebut secara umum ?
1.3. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
3
A. Tujuannya bedah mayat
Bedah mayat memiliki berbagai tujuan yang bermacam-macam.Tujuan di
lakukan bedah mayat yang ditinjau dari aspek dan tujuannya bedah mayat dapat
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Bedah Mayat Klinis
Bedah mayat klinis ini adalah pembedahan yang dilakukan terhadap mayat
yang meninggal di rumah sakit, setelah mendapat perawatan yang cukup dari para
dokter. Bedah mayat ini biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
secara umum atau secara mendalam. Sifat perubahan suatu penyakit setelah
dilakukan pengobatan secara intensif terlebih dahulu semasa hidupnya dan untuk
mengetahui secara pasti jenis penyakit mayat yang tidak diketahui secara
sempurna selama dia sakit. Dengan melakukan otopsi ini seorang dokter dapat
mengetahui penyakit yang menyebabkan kematian jenazah tersebut, sehingga
kalau memang itu suatu wabah dan di khawatirkan akan menyebar bisa segera
diambil tindakan preventif, demi kemashlahatan.
4
dokter kehakiman (visum et reperthum) biasanya akan diperoleh penyebab
sebenarnya, dan hasil visum ini akan mempengaruhi keputusan hakim dalam
menentukan hukuman yang akan dijatuhkan. Jika sebelum divisum telah diketahui
pelakunya, maka visum ini berfungsi sebagai penguat atas dugaan yang terjadi.
Akan tetapi jika tidak diketahui secara pasti pelakunya dan jika bukan karena
kematian secara alamiah maka bedah mayat ini merupakan alat bukti bahwa
kematiannya bukan secara alamiah dengan dugaan pelakunya orang-orang
tertentu. Seorang hakim wajib memutuskan suatu perkara hukum secara benar dan
adil diperlukan bukti-bukti yang sah dan akurat. Autopsi Forensik merupakan
salah satu cara atau media untuk menemukan bukti.
5
kemaslahatan orang hidup lebih diutamakan dari pada kemaslahatan orang mati.
Hal ini berarti jani itu perlu untuk diselamatkan.
Dalam keadaan mati, orang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Oleh karena
itu orang hiduplah yang berkewajiban untuk menolongnya, terutama sekali
keluarganya yang harus memprakarsai pembedahannya untuk mengeluarkan
barang milik orang lain tersebut dari perutnya guna mengembalikan kepada
pemiliknya. Dalam hal seperti di atas tidak ada cara lain yang bisa ditempuh
kecuali dengan membedah mayat itu untuk mengeluarkan barang yang ada di
perut mayat.
6
sesuai dengan kaidah fiqhiyyah : Tidak haram bila darurat dan tidak makruh
karena hajat.
7
dibolehkan, karena pengembangan ilmu kedokteran bertujuan untuk
mensejahterakan umat manusia.
Dan dalam Surat Al-anbiya Ayat 35 yang Artinya: Setiap yang bernyawa
itu akan mengalami mati, Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami..
Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa Allah SWT menyatakan bahwa setiap
yang bernyawa akan mengalami kematian, dengan kematian itu akan diuji unsur
kejahatan dan kebaikan dan ayat ini sangat berkaitan dengan pernyataan Allah
SWT bahwa manusia adalah makhluk mulia. Yakni dalam Surat Al-Isra Ayat 70.
Artinya: Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak Adam, dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan
kelebihan yang sempurna..
8
Contoh konkretnya adalah orang yang sakit perlu bertanya kepada dokter
tentang penyakitnya agar bisa diobati. Hukum bedah mayat dengan tujuan
anatomis dan klinis dapat berpedoman kepada hadits Rasulullah SAW yang
menganjurkan untuk berobat, karena setiap penyakit ada obatnya. (H.R. Abu
Daud dari Abu Darda). Hadits ini juga mengandung anjuran untuk
mengembangkan ilmu kesehatan, seperti bedah mayat untuk mengantisipasi
penyakit yang belum ditemukan obatnya pada saat itu. Sedangkan bedah mayat
dengan tujuan forensik merupakan salah satu upaya menetapkan hukum secara
adil adalah wajib hukumnya. Ini berdasarkan Firman Allah SWT Surat An-Nisa
Ayat 58 yang Artinya: Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum
diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah
sebaik-baiknya yang memberi pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha
Mendengar, Maha Melihat..
Jadi pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat bukti dalam tindak
pidana dapat dibenarkan. Sebab alat bukti merupakan salah satu unsur dalam
proses perkara di pengadilan.
9
tanpa bantuan ilmu kedokteran forensik mustahil bagi ilmu hukum untuk dapat
mengungkapkan misteri kejahatan tersebut.
10
tetapi kebolehan itu dibatasi sekedar dalam keadaan darurat menurut kadar
kepentingannya.
Selain itu diperkuat juga oleh Pasal 133 dari Undang-undang tersebut
berbunyi sebagai berikut:
11
identitas mayat yang dilakukan dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain pada mayat.
Bedah Mayat tidak hanya berkaitan dengan agama dan hukum yang
berlaku saja.Etika juga berlaku dalam proses pembedahan mayat. Etika
adalahPemerintah telah memutuskan melalui Peraturan Pemerintah RI No.18
Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat Dan/Atau Jaringan Tubuh Manusia , bahwa bedah mayat klinis
hanya boleh di lakukan dalam keadaan sebagai berikut :
Pasal 2
a. Dengan persetujuan penulis penderita dan atau keluarganya yang
terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya
belum dapat di tentukan secara pasti.
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila di
duga penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang
lain atau masyarakat sekitarnya.
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya terdekat, apabila dalam
jangka waktu 2x24 jam tidak ada keluarga terdekat dari yang
meninggal dunia datang ke rumah sakit
Pasal 3
Bedah mayat klinis hanya di lakukan di ruangan dalam rumah sakit yang
disediakan untuk keperluan itu.
Pasal 4
Perawatan mayat sebelum, selama, dan sesudah bedah mayat klinis di
laksanakan sesuai dengan masing-masing agama dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan di atur oleh Menteri Kesehatan.
12
2.2. Pembahasan
Semua pegawai dan petugas medis yang terlibat dalam proses otopsi harus
menghormati mayat seperti manusia yang masih hidup.Islam menyuruh orang
yang masih hidup agar menjaga kemuliaan, hak dan kehormatan orang yang telah
mati sebagaimana orang hidup terlepas dari ras, agama dan keturunan . Islam
melarang seseorang memperlakukan seseorang yang lain sama ada pada diri,
martabat dan harta mereka. Firman Allah S.W.T. dalam Surah al-Israa 'ayat 70
yang artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam; dan
Kami telah beri mereka menggunakan berbagai kendaraan di darat dan di laut; dan
Kami telah memberikan rezeki kepada mereka dari benda-benda yang baik-baik
dan Kami telah lebihkan mereka dengan selebih-lebihnya atas banyak makhluk-
makhluk yang telah Kami ciptakan. "
Urusan otopsi mayat harus dilakukan dengan cepat agar sejalan sesuai kehendak
Islam yang mewajibkan mayat ditangani dengan segera, sebagaimana hadis yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda yang
berarti: "Segeralah dalam mengurus jenazah karena kalau itu jenazah orang saleh
maka berarti kamu menyegerakan kebaikan dan bila sebaliknya (mayat yang tidak
saleh) maka berarti kamu telah melepaskan kejahatan dari bahumu". (Riwayat
Muslim)
13
c. Kebenaran Waris
Untuk kasus otopsi klinis, petugas atau pihak medis yang akan melakukan
pembedahan mayat harus mendapat izin dari waris untuk melakukan otopsi.
Operasi harus dilakukan dengan cara cermat sehingga tidak merusak kehormatan
dan kemuliaan mayat. Hadis Rasulullah s.a.w. yang berarti; Dari Aisyah r.a.
Raslululllah s.a.w. bersabda; "Memecahkan / mematahkan tulang mayat sama
seperti memecahkannya / mematahkannya sewaktu hidupnya ". (Riwayat Abu
Daud)
Otopsi mayat yang dilakukan tidak dapat melampaui batas atau batas rukhsah
yang dibenarkan karena mempertimbangkan hukum asal menyakiti mayat adalah
haram. Jadi, otopsi mayat dapat dilakukan pada setiap anggota mayat yang
diyakini dapat membantu mencapai tujuan operasi dan mengidentifikasi sebab-
sebab kematian.Ini sesuai dengan metode fiqhiyyah yaitu 'hal dharurat adalah
dihitung berdasarkan kadarnya'.
Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang bersangkutan yang terlibat
dalam otopsi mayat harus menyimpan rahasia mayat, yaitu tidak mengaibkan dan
tidak mengungkapkan kondisi mayat kepada pihak yang tidak terkait.
14
g. Tidak menghina, mengejek dan memaki mayat
Pegawai dan Petugas medis pemerintah yang menjalankan otopsi mayat harus
mempertimbangkan langkah-langkah keamanan terutama dalam penanganan
mayat yang berisiko terutama bagi kasus penyakit menular.
Anggota mayat yang dibedah harus dijahit kembali dengan rapi. Semua organ
atau jaringan yang diambil untuk penelitian harus dikembalikan kepada mayat
sebelum mayat disempurna dan dimakamkan. Untuk kasus yang memerlukan
studi dan penelitian pada sampel dari setiap anggota mayat yang memakan waktu
lama (disimpan bertahun-tahun dalam laboratorium) karena kekurangan ahli,
penyakit masih tidak dapat diidentifikasi, kekurangan alat dan sebagainya, maka
jenazah harus disempurna dan dimakamkan dahulu . Sementara organ atau
jaringan yang diambil untuk penelitian harus ditanam atau diserah kepada waris
atau pihak bertanggung jawab. Ulasan dan investigasi atas sampel yang diambil
harus dilakukan dengan segera.
15
j. Tidak mengambil jaringan atau organ mayat
Hanya petugas medis yang otopsi mayat dan otoritas yang terkait hanya
diperbolehkan berada di dalam kamar otopsi saat otopsi dilakukan. Selain petugas
medis dan otoritas yang terkait dilarang masuk, hal ini dikarenakan untuk menjaga
kelangsungan proses pembedahan dan menjaga kerahasiaan mayat.
Ada sebuah hadist yang hadits yang berbunyi : Memecahkan tulang orang mati
itu sama dengan memecahkan tulangnya ketika masih hidup dalam hal dosanya.
Landasan normatif hukum di tersebut mengisyaratkan keharaman melakukan
pembedahan terhadap mayat. Di sisi lain, ajaran normatif Islam juga menekankan
perlunya mempelajari ilmu pengetahuan termasuk ilmu kedokteran yang
tujuannya untuk mencapai kemaslahatan hidup manusia. Penemuan baru sebagai
hasil dari perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang menjanjikan
kemaslahatan menurut penulis tidak seharusnya diabaikan begitu saja. Disiplin
ilmu yang sangat penting seperti ilmu bedah atau forensik dalam ilmu kedokteran
perlu diselaraskan dengan prinsip-prinsip hukum Islam, karena ia berada di antara
perintah dan larangan. Dalam tiadanya keharaman dalam kondisi darurat, seperti
halnya tidak adanya kemakruhan dalam kondisi darurat. Maka jika autopsi
tersebut dipahami sebagai hal yang bersifat darurat, artinya satu-satunya cara
membuktikan, maka autopsi itu sudah menempati level darurat, dan karena itu
status hukumnya dibolehkan dan dapat disimpulkan bahwa autopsi atau bedah
mayat untuk keperluan penelitian ilmu kedokteran hukumnya boleh, bahkan jika
dipahami sebagai kondisi yang berada pada level darurat maka hukumnya
menjadi wajib.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Bedah mayat adalah suatu tindakan dokter ahli untuk membedah mayat
karena dilandasi oleh suatu maksud atau kepentingan-kepentingan tertentu
seperti: kepentingan penegakkan hukum; menyelamatkan janin yang
masih hidup di dalam rahim mayat; untuk mengeluarkan benda yang
berharga dari mayat; dan untuk keperluan penelitian ilmu kedokteran.
Tindakan pembedahan yang didasari oleh motif-motif tersebut dibolehkan
dalam ajaran Islam, bahkan bisa dihukumkan wajib apabila keperluan
bedah itu menempati level hajat atau darurat. Namun pada proses
pembedahan mayat tetap harus mematuhi etika yang telah di
tetapkan,selain itu diwajibkan pula untuk menjaga kerahasiaan,
menghormati dan memuliakan mayat serta menyegerakan proses autopsi
serta mendapatkan izin dari ahli waris tentunya.
2. Hadits yang melarang memecahkan tulang mayat atau dengan kata lain
merusak mayat dalam pemaknaan penulis adalah apabila bedah mayat atau
autopsi yang dilakukan seseorang tersebut dilakukan tanpa tujuan yang
benar, maka hukumnya haram. Termasuk pula bila pembedahan mayat itu
melampaui batas dari tujuan yang dibutuhkan .
3.2 Saran
17
berlaku dalam masyarakat yaitu norma hukum, agama, dan kesopanan.Selain itu
dalam proses nya banyak sekali norma yang di patuhi untuk menjaga kehormatan
dan kemulian mayat tersebut sebagaimana manusia.
18