Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
INTOKSIKASI RACUN VX
Disusun oleh:
Cylla Revata Atmajaya
Jessica Theo Atmajaya
Ingrid Julia Atmajaya
Wendy Adelia Atmajaya
Jonathan Christopher Atmajaya
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR.KARIADI SEMARANG
Periode 20 Maret - 1 April 2017
HALAMAN PENGESAHAN
dr. Santosa, Sp. KF, M.Kes dr. Tuntas Dhanarmono, Msi, Med
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas rahmat dan kasih
karunia-Nya, penulisan referat Intoksikasi VX dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Santosa, Sp.KF dan dr. Tuntas atas
bimbingan dan saran Beliau selama penulisan referat ini. Penulis juga berterima
kasih kepada semua pihak yang membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penulisan referat ini.
Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan permohonan maaf
yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan baik yang disengaja maupun tidak.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini. Oleh karena
itu, segala saran atau kritik yang membangun akan dijadikan sebagai pemacu untuk
membuat karya yang lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap semoga referat
ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 1
1.3. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 2
1.3.1. Bidang Akademik .............................................................................................. 2
1.3.2. Masyarakat ......................................................................................................... 2
BAB II ............................................................................................................................... 3
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2.2. Tujuan Khusus
Mengetahui sejarah racun VX
Mengetahui definisi dan klasifikasi racun VX
Mengetahui farmakologi racun VX
Mengetahui manifestasi racun VX
Mengetahui talalaksana pada keracunan VX
Mengetahui regulasi hukum penggunaan senyawa kimia di
Indonesia dan dunia
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah1
VX yang dikenal sebagai agen saraf paling poten dalam sejarah,
ditemukan oleh seorang ahli kimia bernama Ranajit Ghosh dengan
kewarganegaraan Inggris pada tahun 1952 ketika sedang meneliti organofosfat.
Tujuan awal dari penelitian ini adalah mencari pengganti insektisida DDT,
namun efek dari VX ini terlalu letal untuk digunakan sebagai pestisida,
sehingga diberikan kepada Fasilitas Senjata Kimia dan Biologis di Porton
Down, Inggris. Pada saat itu, Inggris sudah berkomitmen untuk produksi Tabun
dan Sarin, sehingga senyawa ini diberikan kepada Amerika Serikat dan
Kanada. Pada tahun 1960, Amerika Serikat menyelesaikan industry VX di
Newport, Indiana. VX diisi ke dalam granat, roket, dan ranjau darat. Amerika
Serikat tidak pernah menggunakan agen saraf dalam peperangan, namun
penyimpanan jangka lama dan percobaan terus-menerus memengaruhi
program senjata kimia di Amerika Serikat. Pada tahun 1968, VX mengalami
kebocoran dari tangki penyemprot udara yang diduga kosong, dan melintasi
Skull Valley melewati perbatasan Duguway Proving Groud di Utah yang
menyebabkan sakit dan kematian pada 6000 domba.
Sebuah kejadian pada tahun 1980 yang terjadi di Timur Tengah yang
menyebabkan banyak perhatian terfokus pada ancaman perang kimia yang
diperbaharui. Produksi alat perang kimia yang relatif mudah dari perusahaan
kimia, pengunaan senjata kimia yang terdokumentasi oleh Irak terhadap rakyat
Kurdis dan personel militer Iran, dan kepemilikan senjata kimia yang semakin
luas, hal ini menyebabkan meningkatnya perhatian terhadap penyebaran
perang kimia dibandingkan terhadap konflik lain atau aktivitas teroris.
Perhatian terhadap alat perang kimia juga mulai dibahas dalam mandat kongres
untuk menghancurkan persediaan milik Amerika Serikat melalui pembakaran,
selain itu direksi kongres juga memeriksa pembuangan materi kimia bukan
persediaan yang diduga ada di 32 negara bagian. Pada bulan Januari 1993
dilakukan penandatanganan dari Chemical Weapons Convention yaitu
melarang pebuatan, penggunaan, dan pemindahan dari senjata kimia. Beberapa
3
negara yang hingga sekarang diketahui masih memiliki persediaan VX adalah
Amerika Serikat, Rusia, dan Syria.
Secara umum, agen saraf dibagi menjadi tipe V dan tipe G. V pada
VX mengidikasikan persistensinya yang panjang. Berbeda dengan agen saraf
variasi G seperti GA (Tabun) dan GB (Sarin), yang memiliki durasi kerja
lebih cepat. Dalam kondisi normal, VX berbentuk cairan karena viskositas
yang tinggi serta volatilitas yang rendah. VX memiliki bentuk mirip minyak
sehingga hal ini membuatnya berbahaya karena agen ini akan mudah
menempel di lingkungan untuk waktu yang lama. VX tidak berbau, tidak
4
memiliki rasa, dan memiliki kemampuan adhesi yang tinggi. Bila dibandingkan
dengan agen saraf tipe G, VX juga lebih stabil, lebih resisten terhadap
detoksifikasi dan lebih efisien dalam penetrasi jaringan. VX dapat berupa
cairan, gas atau krim.
Tipe G bening, tidak berwarna, dan tidak memiliki rasa serta mudah
larut dalam air. GB atau Sarin adalah salah satu agen saraf yang paling mudah
menguap, namun kecepatan penguapannya sama dengan air. Sarin lebih
beracun dibanding GA. GA atau Tabun memiliki sedikit bau buah dan GD
sedikit berbau camphora.
Tabel 1. Jenis Agen Saraf
5
AchE. Saat penuaan terjadi, enzim AchE tidak dapat direaktivasi, dan AchE
yang baru harus diproduksi untuk menghilangkan manifestasi klinis agen saraf.
Produksi enzim yang baru ini terjadi sangat lambat. Ikatan yang irreversibel ini
adalah salah satu perbedaan penting senyawa organofosfat (termasuk agen
saraf) dengan karbamat. Pada karbamat, ikatan AchE selalu reversibel. Pada
VX, terjadi aktivasi spontan AchE dalam jumlah kecil, yang telah ditemukan
sekitar 6% per hari untuk 3-4 hari pertama dan selanjutnya 1% per hari.2
Waktu yang diperlukan (T1/2) yang diperlukan untuk penuaan oleh
berbagai agen saraf dilampirkan dalam tabel di bawah ini. Agen saraf VX
mempunyai waktu paruh yang sangat panjang (lebih dari 2 hari). Hal ini
mengartikan bahwa beberapa antidot dapat lebih efektif untuk agen ini
dibandingkan antidot lain.
Rute Pemaparan:4
2.1. Inhalasi
Tanda awal terpapar organophospate adalah rhinorrhea dan tightness
pada tenggorokan dan dada. LCt50 VX adalah 10 mg-min/m3.
2.2. Kontak kulit/ mata
2.3. Ingesti
Tabel 2. Dosis Letal Berbagai Jenis Organofosfat Terhadap Mencit
6
Tabel 3. LD50 Zat Organofosfat berdasarkan Rute Pemberian2
Jenis Zat Organofosfat LD50 (mg/kg)
Per kutaneus Intra Vena
Tabun (GA) 14.28 0.014
Sarin (GB) 24.28 0.014
Soman (GD) 5 -
VX 0.142 0.008
7
Gejala tunda biasa disebut sebagai intermediate syndrome, terjadi
paralisis pada otot ekstremitas proksimal, fleksor pada leher, saraf motorik
kranial, dan otot pernapasan. Adanya gambaran defek pada neuromuscular
junction pada electromyography (EMG). Koma juga terjadi pada 17-29%
pasien yang dapat bertahan sampai beberapa hari. Walaupun jarang, tetapi pada
beberapa pasien juga dapat ditemukan gejala ekstrapiramidal seperti tremor,
dystonia, cog-wheel rigidity, choreo-athetosis.
Gejala lambat yaitu gejala neuropati berupa rasa keram dan parestesia,
serta kelemahan pada otot ekstremitas distal, terutama kaki. Biopsi saraf
menunjukkan adanya degenarasi akson dengan demielinisasi sekunder.9
Dari penelitian Chilcott RP, et al terhadap marmut, didapatkan bahwa efek toksik
VX melalui paparan per kutaneus dengan dosis 120 mcg/kg adalah sebagai berikut:
5 dari 6 hewan percobaan mati dalam 3 jam setelah paparan terhadap VX
dengan rata-rata waktu kematian 80 32 menit.
8
1 hewan percobaan yang bertahan hidup menunjukkan tanda intoksikasi
berat (miosis, salivasi, fasikulasi, dan dyspnea)
Kadar cholinesterase menurun
Sebelum penurunan aktivitas ChE , terjadi mastikasi selama kurang lebih 15
menit yang kemudian diikuti dengan miosis, salivasi terjadi 15-30 menit
sebelum dyspnea dan fasikulasi. 2-5 menit kemudian terjadilah apnea.
Tidak terdapat hewan percobaan yang mengalami penurunan ChE lebih dari
95%. Hal ini menunjukkan adanya sebagian ChE yang resisten terhadap
VX.
VX bekerja terutama pada sistem saraf pusat di bagian pusat pernapasan.10
9
Kelelahan otot
Paralisis otot
Respirasi terganggu
Pucat
Midriasis
Pandangan kabur
Nyeri pada mata
Takikardi
Hipertensi
Efek Sistem Saraf Pusat Gelisah, agitasi, tremor
Gangguan kesadaran
Halusinasi
Kejang
Gangguan pusat pernfasan
Hipotermia
Pada sebuah penelitian di Rumah Sakit Pendidikan BRIMS, Bidar,
India yang dilakukan untuk menentukan diagnosis konklusif pada
penggunaan komponen organofosfat, mengumpulkan data dari 3 sumber
yaitu laporan otopsi medikolegal, laporan pemeriksaan resmi, dan rekam
medis pasien. Penelitian ini menyertakan data dari 100 korban keracunan
organofosfat dengan tujuan untuk bunuh diri.11
Pada laporan otopsi medikolegal dijabarkan bahwa penemuan dari
keracunan organofosfat adalah tanda asfiksia. Pada pemeriksaan luar
ditemukan postmortem staining dan adanya cairan berbusa dari mulut dan
hidung. Ditemukan tanda sianosis pada bibir, lidah, daun telinga, dan kuku
jari tangan. Pada mata, ditemukan tanda kornea keruh dan dilatasi pupil
maksimal pada kedua mata. Pada pemeriksaan dalam, ditemukan tanda
kongesti organ dalam menyeluruh dengan edema paru dan edema otak.
Membrane mukosa pada traktus gastrointestinal juga mengalami kongesti
luas kecuali pada 7% kasus yang mengalami pembusukan. Pada penelitian
yang dilakukan di India pada 150 kasus keracunan yang dilakukan otopsi,
ditemukan tanda perdarahan dan kongesti mukosa lambung merupakan
tanda tersering yang muncul pada kasus keracunan secara umum, namun
10
tanda lain yang dapat muncul adalah tanda seperti pucat, erosi, rugae yang
menghilang, edema, dan perubahan warna. Bagian lambung yang sering
terlibat pada keracunan organofosfat adalah bagian pilorus dan fundus.12
Bintik perdarahan juga ditemukan di submukosa dan subpleura. Terjadi
kongesti ekstensif pada membrane mukosa vagina dengan bukti adanya
bintik perdarahan petekie di mukosa vagina pada 2 kasus keracunan.11
2.5. Tatalaksana
2.5.1. Tatalaksana awal
Memastikan patensi jalan napas korban
Mempertahankan sirkulasi yang adekuat
Apabila terdapat kecurigaan trauma, gunakan cervical collar dan
lakukan penekanan apabila terjadi perdarahan arteri
Administrasi antidote. Apabila tersedia, dapat digunakan bentuk
autoinjeksi, dengan autoinjeksi pertama Atropine dengan dosis 2 mg
dan autoinjeksi lainnya 2-PAM Cl dengan dosis 600 mg. Pihak
militer telah membuat rangkaian autoinjektor yang terdiri dari dua
antidot, sebuah oxime (reaktivator AchE) dan atropin. Rangkaian
Antidote Treatment Nerve Agent Autoinjector (ATNAA)
mengkombinasikan kedua antidote kedalam satu autoinjektor.
Rangkaian antidote ini juga sudah tersedia secara komerisiil.
Apabila korban dapat berjalan, arahkan korban ke zona
dekontaminasi. Apabila korban tidak sadar, korban dibawa dengan
brangkar atau digendong ke zona dekontaminasi
11
2-PAM Cl: 15 mg/kg 2-PAM Cl: 25 mg/kg IM mg setiap 5 menit
IM sampai berhenti
Dewasa Atropine: 2 to 4 mg Atropine: 6 mg IM terjadi sekresi
IM 2-PAM Cl: 1800 mg IM dan napas korban
2-PAM Cl: 600 mg baik.
IM
Lansia Atropine: 1 mg IM Atropine: 2 to 4 mg IM
2-PAM Cl: 10 mg/kg 2-PAM Cl: 25 mg/kg IM
IM
2.5.2. Pencegahan
Beberapa hal yang penting diketahui dalam tatalaksana agen saraf:
Kontaminasi agen saraf bentuk cair pada kulit dan pakaian korban
dapat mengkontaminasi penolong melalui kontak langsung atau
penguapan.
Agen saraf bersifat sangat toksik dan dapat menyebabkan hilangnya
kesadaran dan kejang dalam beberapa detik serta kematian akibat
gagal napas dalam beberapa menit.
Antidote untuk keracunan agen saraf adalah atropine dan
pralidoxime chloride (2-PAM Cl). Pralidoxime harus diberikan
dalam beberapa menit atau beberapa jam pertama setelah paparan.
12
Uap dari agen saraf cepat diabsorpsi melaui inhalasi dan kontak mata
sehingga menimbulkan efek lokal dan sistemik yang sangat cepat. Agen
saraf bentuk cair juga dapat diabsorpsi melalui kulit tetapi efek yang
ditimbulkan timbul lebih lama, bisa mencapai 18 jam. Oleh karena itu,
proteksi bagi penolong sangat penting yaitu:
Proteksi sistem respirasi: Pressure-demand. self-contained
breathing apparatus (SCBA)
Proteksi kulit: Pakaian proteksi terhadap bahan kimia dan sarung
tangan butyl rubber
13
pengembangan, produksi, penyimpanan, dan penggunaan senjata kimia dan
mengenai penghancuran senjata kimia ini. Negara-negara yang memihak
diminta untuk tidak mengembangkan, memproduksi, jika tidak memperoleh,
menyimpan atau mempertahankan senjata kimia, atau pemindahan, secara
langsung atau tidak langsung, senjata kimia kepada siapa pun; untuk tidak
menggunakan senjata kimia; tidak terlibat dalam persiapan militer untuk
penggunaan senjata kimia; tidak membantu, mendorong, atau membujuk
orang untuk terlibat dalam aktivitas yang dilarang untuk suatu Negara Pihak
di bawah konvensi. Setiap Negara Pihak harus menghancurkan semua senjata
kimia dan fasilitas produksi senjata kimia atau memiliki atau yang terletak di
setiap tempat di bawah yurisdiksi atau kontrol, serta senjata kimia itu
ditinggalkan di wilayah negara lain selambat-lambatnya 10 tahun setelah
berlakunya konvensi atau sesegera mungkin dalam kasus Amerika
meratifikasi atau menyetujui lebih dari 10 tahun setelah berlakunya. Setiap
Negara Pihak juga diminta untuk tidak menggunakan agen anti huru-hara
sebagai metode perang. Konvensi mendefinisikan senjata kimia sebagai
berikut, bersama-sama atau secara terpisah:
a. bahan kimia beracun serta prekursornya sesuai dengan bahan kimia daftar,
kecuali untuk keperluan atau tujuan yang tidak dilarang oleh konvensi/
Undang-Undang ini;
b. amunisi dan alat peralatan yang secara khusus dirancang untuk
menyebabkan kematian atau menimbulkan bahaya melalui sifat beracun
dari bahan kimia sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau
c. setiap perlengkapan yang secara khusus dirancang untuk digunakan secara
langsung berkaitan dengan digunakannya amunisi dan alat peralatan
sebagaimana dimaksud pada huruf b.
14
dapat diproduksi menjadi senjata kimia (prekursor), tetapi dapat dimanfaatkan
untuk keperluan komersial.4
15
Gambar 2. Bahan Kimia Daftar 2
16
sebagai Senjata Kimia. Undang-Undang ini diratifikasi berdasarkan Chemical
Weapons Convention yang juga ditandatangani oleh Indonesia pada tahun
1993 di Paris, kemudian UU ini dipertegas dengan munculnya Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008. Pada tahun 2017, Presiden
mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 yang mengatur
tentang otoritas nasional senjata kimia yang dimaksud dalam UU Nomor 9
Tahun 2008. Beberapa tugas yang dilakukan oleh otoritas nasional adalah
mewakili Indonesia sebagai Negara Pihak dalam konvensi, mendorong
pemajuan pelaksanaan konvensi di tingkat nasional, serta kerja sama dengan
organisasi internasional dan/ atau Negara Pihak lainnya dalam bentuk
peningkatan kemampuan sumber daya manusia, bantuan peralatan, pengujian
bahan kimia, tanggap darurat dan perlindungan terhadap serangan senjata
kimia, dan/ atau bentuk kerja sama lainnya.
17
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Romano J, Lukey B, Salem H. Chemical warfare agents. 2nd ed. Boca Raton:
Taylor & Francis; 2008.
2. Organophosphate Toxicity: Background, Pathophysiology, Epidemiology
[Internet]. Emedicine.medscape.com. 2017 [cited 24 March 2017]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/167726-overview#a5
3. Voicu, V. A., Thiermann, H., Rdulescu, F. ., Mircioiu, C. and Miron, D.
S. (2010), The Toxicokinetics and Toxicodynamics of
Organophosphonates versus the Pharmacokinetics and Pharmacodynamics
of Oxime Antidotes: Biological Consequences. Basic & Clinical
Pharmacology & Toxicology, 106: 7385. doi:10.1111/j.1742-
7843.2009.00486.x
4. ATSDR - Medical Management Guidelines (MMGs): Nerve Agents (GA,
GB, GD, VX) [Internet]. Atsdr.cdc.gov. 2017. Available from:
https://www.atsdr.cdc.gov/mmg/mmg.asp?id=523&tid=93
5. U.S. Department of State. (2017). Geneva Protocol. [online] Available at:
https://www.state.gov/t/isn/4784.htm
6. Un.org. (2017). 1925 Geneva Protocol UNODA. [online] Available at:
https://www.un.org/disarmament/wmd/bio/1925-geneva-protocol/
7. Nti.org. (2011). Protocol for the Prohibition of the Use in War of
Asphyxiating, Poisonous, or Other Gasses, and of Bacteriological Methods
of Warfare (Geneva Protocol) | Treaties & Regimes | NTI. [online] Available
at: http://www.nti.org/learn/treaties-and-regimes/protocol-prohibition-use-
war-asphyxiating-poisonous-or-other-gasses-and-bacteriological-methods-
warfare-geneva-protocol/
8. Nti.org. (2017). Convention on the Prohibition of the Development,
Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on Their
Destruction (CWC) | Treaties & Regimes | NTI. [online] Available at:
http://www.nti.org/learn/treaties-and-regimes/convention-prohibition-
development-production-stockpiling-and-use-chemical-weapons-and-their-
destruction-cwc
9. Peter JV, Sudarsan TI, Moran JL. Clinical features of organophosphate
poisoning: A review of different classification systems and approaches.
19
Indian J Crit Care Med Peer-Rev Off Publ Indian Soc Crit Care Med. Nov
2014;18(11):73545.
10. Chilcott RP, Dalton CH, Hill I, Davidson CM, Blohm KL, Hamilton MG.
Clinical manifestations of VX poisoning following percutaneous exposure in
the domestic white pig. Hum Exp Toxicol Lond. 2003 May;22(5):25561.
11. B A V, Patil P, Mudbi S, Patil M, Uppar T, S P V. STUDY OF VICTIMS
OF ORGNOPHOSPHORUS COMPOUND POISONING IN A TERTIARY
CARE CENTER. Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences.
2014;3(33):8918-8923.
20