Sunteți pe pagina 1din 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengue Hemorrhagic fever (DHF) atau Demam berdarah dengue adalah

penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui

gigitan nyamuk aedes aegypti (Nursalam, 2005). Penyakit ini dapat menyerang

semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak. Penyakit ini

juga sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah. Anak-anak dengan DHF

umumnya menunjukkan peningkatan suhu tiba-tiba yang disertai dengan

kemerahan wajah dan gejala konstitusional non-spesifik yang menyerupai DF,

seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, dan nyeri otot atau tulang dan sendi

(WHO, 1999).

Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes

aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks

virus antibody, dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplement. Akibat

aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk

melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya

permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel

dinding itu.

Wabah demam dengue di Eropa meletus pertama kali pada tahun 1784,

sedangkan di Amerika Selatan wabah itu muncul diantara tahun 1830 1870. Di

Afrika wabah demam dengue hebat terjadi pada tahun 1871 1873 dan di

Amerika Serikat pada tahun 1922 terjadi wabah demam dengue dengan 2 juta

1
penderita. Dalam kurun waktu 4 tahun yaitu pada tahun 2007-2010, kasus DBD di

Indonesia meningkat tiap tahunnya. Terdapat dua puncak epidemik di tahun 2007

terdapat 158.115 kasus dan 2009 terdapat sekitar 158.912 kasus. Pada tahun 2008

terdapat 137.469 kasus (Insiden Rate = 59,02 per 100.000 penduduk) dan tahun

2010 mencapai sekitar 140.000 kasus.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu menjelaskan DHF
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian DHF
b. Mahasiswa mampu mendeskripsikan etiologi DHF
c. Mahasiswa mampu mendeskripsikan vektor DHF
d. Mahasiswa mampu mendeskripsikan epidemiologi DHF
e. Mahasiswa mampu mendeskripsikan manifestassi klinis untuk DHF
f. Mahasiswa mampu mendeskripsikan patofisiologi DHF
g. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pathways DHF

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI.

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang

disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan

renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;

419).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan

oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 1995 ; 341).

Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan

oleh empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama

yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda

kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai

akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Rohim dkk,

2002 ; 45).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat

pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya

memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).

3
B. ETIOLOGI.

1. Virus Dengue.

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam

Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus

dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia

dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang

termasuk dalam genus flavovirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang

biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel

sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel sel

Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.

2. Vektor.

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu

nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan

beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi

dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap

serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang

lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;420).

C. PATOFISIOLOGI.

Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan

infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi

tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia

4
seperti demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan

limfa denopati.

Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan

virus dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya.

Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga

menimbulkan konsentrasi komplek antigen antibodi (komplek virus anti bodi)

yang tinggi.

Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah

mengakibatkan :

1. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator

anafilatoksin C 3a dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin

dan merupakan mediator kuat yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas

pembuluh darah (plasma Leakage), dan menghilangnya plasma melalui

endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara adekuat akan

menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.

2. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi

dan mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan

akibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.

3. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir

terjadinya pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini

maka plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada

pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin

Degradation Product (FDP).

5
D. TANDA DAN GEJALA

1. Demam.

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian

turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung

demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri

punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat

menyetainya.

2. Perdarahan.

Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan

umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah

6
terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan

ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga

menyebabkan haematemesis (Ngastiyah, 1995 ; 349)

Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang

hebat (Ngastiyah, 1995 ; 349).

3. Hepatomegali.

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada

anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali

dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada

penderita.

4. Renjatan (Syok).

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,

dimulai dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada

ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi

pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.

E. KLASIFIKASI.

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya

menjadi 4 golongan, yaitu :

1. Derajat I.

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet

positif.

7
2. Derajat II.

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti

petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.

3. Derajat III.

Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat

(>120x/mnt), tekanan nadi sempit ( 20 mmHg ), tekanan darah menurun,

(120/80 120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0 ).

4. Derajat IV.

Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt),

anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG.

1. HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.

Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.

Nilai normal : - HB = L : 12,0 16,8 g/dl.

P : 11,0 15,5 g/dl.

- PCV /Hm = L : 35 48 %.

P : 34 45 %.

2. Trombosit menurun 100.000 / mm3.

Nilai normal : L : 150.000 400.000/mm3.

P : 150.000 430.000/mm3.

3. Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.

Nilai normal : L/P : 4.600 11.400/mm3.

8
4. Waktu perdarahan memanjang.

Nilai normal : 1 5 menit.

5. Waktu protombin memanjang.

Nilai normal : 10 14 detik.

G. PENATALAKSANAAN.

Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :

1. Tirah baring atau istirahat baring.

2. Diet makan lunak.

3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri

penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi

penderita DHF.

4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan

yang paling sering digunakan.

5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi

pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.

6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya

dari golongan asetaminopen.

7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

8. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda

vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.

9
10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien

dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan

yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma

ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg BB.Pemberian cairan intravena

baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam setelah renjatan teratasi.

Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup

besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi

10 ml/kg BB/jam.Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan

gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF

yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang

dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi

banyak minum yaitu 1-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit

dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan

apabila :

a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam

terjadinya dehidrasi.

b. Hematokrit yang cenderung mengikat.

H. PENCEGAHAN.

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian

vektornya, yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat

dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :

10
1. Lingkungan.

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain

dengan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi

tempat pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia.

2. Biologis.

Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan

cupang).

3. Kimiawi.

Pengendalian kimiawi antara lain :

a. Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai

batas waktu tertentu.

b. Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong

air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN.
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak anak
dengan usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama
terjadi pada saat musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan.
2. Keluhan Utama.
Panas atau demam.
3. Riwayat Kesehatan.

11
a. Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan
kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan
keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi
pendarahan pada kulit
b. Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan
ulang DHF.
c. Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
komplikasi dapat dihindarkan.
d. Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan
nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang.
e. Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).

4. Acitvity Daily Life (ADL)


1) Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
2) Aktivitas : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.
3) Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
4) Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
5) Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan
diri.

12
5. Pemeriksaan fisik, terdiri dari :
Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan
klien (inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan
jalan mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal
atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan
meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan
stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda tanda
vital dan nadi lemah.
2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda tanda vital : nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit
tampak sianosis.
b. Kepala dan leher.
1) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan
fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang)
sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan : Hiperemia
5) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah
servikal posterior.

13
c. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
d. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor
kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV).
e. Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f. Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan
dan kaki.
6. Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat ( 20%).
b. Trambositopenia (100.000/ml).
c. Leukopenia.
d. Ig.D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
f. Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.

14
B. DIAGNOSA.
Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan
yang dapat timbul pada klien dengan DHF adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme. Ditandai oleh :
a. Konvulsi.
b. Kulit kemerahan.
c. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
d. Kejang.
e. Takikardi.
f. Takipnea.
g. Kulit terasa hangat.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
a. Perubahan status mental.
b. Penurunan tekanan darah.
c. Penurunan tekanan nadi.
d. Penurunan volume nadi.
e. Penurunan turgor kulit.
f. Penurunan turgor lidah.
g. Pengeluaran haluaran urine.
h. Penurunan pengisian vena.
i. Membrane mukosa kering.
j. Kulit kering.
k. Peningkatan hematokrit.
l. Peningkatan suhu tubuh.
m. Peningkatan frekuensi nadi.
n. Peningkatan konsentrasi urine.
o. Penurunan berat badan tiba-tiba.
p. Haus.
q. Kelemahan

15
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
a. Kram abdomen.
b. Nyeri abdomen.
c. Menghindari makanan.
d. Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.
e. Kerapuhan kapiler.
f. Diare.
g. Kehilangan rambut berlebihan.
h. Bising usus hiperaktif.
i. Kurang makanan.
j. Kurang informasi.
k. Kurang minat pada makanan.
l. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.
m. Kesalahan konsepsi.
n. Kesalahan informasi.
4. Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.
a. kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber
informasi.
a. Perilaku hiperbola.
b. Ketidakakuratan mengikuti perintah.
c. Ketidakakuratan melakukan tes.
d. Perilaku tidak tepat.
e. Pengungkapan masalah.

C. INTERVENSI.
Nanda (2009) dan Doenges (2000), menyatakan bahwa rencana tindakan
keperawatan yang dapat disusun untuk setiap diagnose adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme.

16
Tujuan Rencana Rasional
Mempertahankan suhu a. Ukur tanda-tanda vitala. Suhu 38,90C-41,10C
tubuh normal. (suhu). menunjukkan proses
KH : b. Berikan kompres penyakit infeksi akut.
Suhu tubuh antara 36 hangat. b. Kompres hangat akan
0 c. Tingkatkan intake terjadi perpindahan
37 C.
Membrane mukosa cairan. panas konduksi.
basah. c. Untuk mengganti cairan
Nyeri otot hilang. tubuh yang hilang akibat
evaporasi.

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.


Tujuan Rencana Rasional
Kebutuhan cairan a. Observasi tanda-tandaa. Penurunan sirkulasi
terpenuhi. vital paling sedikit darah dapat terjadi dari
KH : setiap tiga jam. peningkatan kehilangan
b. Observasi dan cata
Mata tidak cekung. cairan mengakibatkan
intake dan output.
Membrane mukosa tetapc. Timbang berat badan. hipotensi dan takikardia.
lembab. d. Monitor pemberian b. Menunjukkan status
Turgor kulit baik. cairan melalui volume sirkulasi,
intravena setiap jam. terjadinya / perbaikan
perpindahan cairan, dan
respon terhadap terapi.
c. Mengukur keadekuatan
penggantian cairan sesuai
fungsi ginjal.
d. Mempertahankan
keseimbangan
cairan/elektrolit.

17
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
Tujuan Rencana Rasional
Kebutuhan nutrisi a. Berikan makanan yanga. Mengganti kehilangan
adekuat. disertai dengan vitamin karena
KH : suplemen nutrisi untuk malnutrisi/anemia.
meningkatkan kualitas
Berat badan stabil atau b. Porsi lebih kecil dapat
intake nutrisi.
meningkat. b. Anjurkan kepada orang meningkatkan masukan.
tua untuk memberikan c. Mengawasi penurunan
makanan dengan teknik berat badan.
porsi kecil tapi sering d. Mulut yang bersih
secara bertahap. meningkatkan selera
c. Timbang berat badan makan dan pemasukan
setiap hari pada waktu
oral.
yang sama dan dengan
skala yang sama. e. Jelaskan pentingnya
d. Pertahankan kebersihan intake nutrisi yang
mulut klien. adekuat untuk
e. Jelaskan pentingnya penyembuhan penyakit.
intake nutrisi yang
adekuat untuk
penyembuhan penyakit.

4. Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan Rencana Rasional
Perfusi jaringan perifer a. Kaji dan catat tanda-
a. Penurunan sirkulasi
adekuat. tanda vital. darah dapat terjadi dari
KH : peningkatan kehilangan
b. Nilai kemungkinan
TTV stabil. cairan mengakibatkan
terjadinya kematian hipotensi.
jaringan pada b. Kondisi kulit dipengaruhi
oleh sirkulasi, nutrisi, dan
ekstremitas seperti
immobilisasi.
dingin, nyeri,
pembengkakan kaki.

18
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi
Tujuan Rencana Rasional
Klien mengerti dan a. Tentukan kemampuana. Adanya keinginan untuk
memahami proses dan kemauan untuk belajar memudahkan
penyakit dan pengobatan. belajar. penerimaan informasi.
b. Jelaskan rasional b. Dapat meningkatkan
pengobatan, dosis, efek kerjasama dengan terapi
samping dan obat dan mencegah
pentingnya minum obat penghentian pada obat dan
sesuai resep. atau interkasi obat yang
c. Beri pendidikan merugikan.
kesehatan mengenai c. Dapat meningkatkan
penyakit DHF. pengetahuan pasien dan
dapat mengurangi
kecemasan.

D. IMPLEMENTASI.
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan,
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).
1. Tindakan Keperawatan Mandiri.
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan
mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang tenang,
mengompres hangat saat klien demam.
2. Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan
anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang
bertahan untuk mengatasi masalah klien.

19
E. EVALUASI.
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan.
Evaluasi terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya
adalah pada hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien
mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan
(Perry Potter, 2005).
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau
perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam
berdarah dengue sebagai berikut :
a. Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.
b. Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
c. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
d. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien
terpenuhi.
e. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
f. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik
dengan tanda vital dalam batas normal.
g. Infeksi tidak terjadi.
h. Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
i. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat
tentang proses penyakitnya.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang

disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi

mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &

Suprohaita; 2000; 419).

B. Saran

Penulis berharap semoga penyusunan makalah DHF ini dapat

memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan praktik

keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk

tindakan proses keperawatan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC.
Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

Rohim dkk, 2002. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika.
Jakarta.

Ngastiyah (1995), Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC,


Jakarta.

Soeparman; 1987, Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan,


EGC ; Jakarta.

22

S-ar putea să vă placă și