Sunteți pe pagina 1din 23

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kucing adalah hewan karnivora yang telah berbaur dengan kehidupan manusia. Saat
ini, kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Peningkatan populasi
hewan dalam jumlah besar menjadi masalah tersendiri bagi kesehatan manusia, terutama
hewan kecil seperti anjing dan kucing karena hewan- hewan tersebut dapat menularkan
dan membawa berbagai agen penyakit.
Tindakan sterilisasi pada anjing maupun kucing betina sebagai pengendalian
penyebaran penyakit yang bersifat zoonosis. Sterilisasi pada hewan betina dapat
dilakukan dengan mengangkat ovarium beserta dengan uterusnya dikenal dengan istilah
ovariohisterectomy. Tindakan bedah ini akan memberikan efek pada hewan yaitu
perubahan tingkah laku seperti hewan tidak berahi, tidak bunting, dan tidak dapat
menyusui. Perubahan tingkah laku ini dapat terjadi akibat dari ketidakseimbangan
hormonal.
Penanganan operasi ini memiliki berbagai tingkat kesulitan, sesuai dengan kasus
penyakit yang diderita seperti halnya pyometra, penderita mengalami pre-renal uremia
dan immune mediated glomerulopathy di mana merupakan kasus penyakit yang sangat
berat seperti penderita penyakit ginjal, untuk hewan penderita dengan prognosis yang
jelek.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan kegiatan bedah ovariohisterectomi pada rotasi bedah dan radiologi
adalah untuk melatih dan meningkatkan keterampilan mahasiswa PPDH dalam persiapan
preoperasi, operasi dan perawatan post operasi.

1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ovariohisterectomy

Ovariohisterectomy merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari ovariectomy dan


histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan
menghilangkan ovarium dari rongga abdomen, sedangkan hysterectomy adalah tindakan
mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan uterus dari rongga abdomen. Pengertian
ovariohisterectomy merupakan gabungan dari pengetian diatas yaitu tindakan pengambilan
ovarium, corpus uteri dan cornua uteri. Ovariohisterectomy dilakukan pada kasus-kasus
pyometra, metritis, dan salphingitis ataupun keduanya.
Pada ovariohysterectomy dilakukan teknik bedah laparotomi medianus posterior.
Penyayatan kulit dilakukan pada bagian caudal umbilical, pada anjing penyayatan
dilakukan lebih ke cranial, karena badan uterus terletak lebih cranial apabila dibandingkan
dengan kucing (Hosgood,1998).
Ovarium berfungsi ganda yaitu sebagai alat tubuh yang memproduksi sel kela-min
betina yaitu ovum dan hormon-hormon kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron.
Pada kucing ovari-um jumlahnya sepasang dan relatif sangat kecil dibandingkan dengan
besar tubuh. Letak ovarium kucing di daerah lumbal kaudal (ke 3 4) dari ginjal dengan
bentuk bulat / oval dengan permukaan tidak rata berukuran panjang 8 9 mm. Ke dua
ovarium bergantung pada bagian cranial peritoneum yaitu plika urogenitalis. Alat
penggantung ovarium adalah mesovarium yang dilalui oleh pembuluh darah. Pembuluh
limfe dan serabut-serabut saraf menuju ovarium (Tanudimadja, 1983; Christiansen, 1984)

Uterus merupakan bagian caudal tuba fallopii yang terdiri dari sepasang tanduk
rahim / kornua uteri, badan rahim / korpus uteri, dan leher rahim / servik uteri.
Rahim kucing tipenya bipartitus yang ditandai oleh satu leher rahim, korpus uteri satu
dengan dua buah kornua. Letak uterus seluruhnya dalam cavum abdomen kecuali servik
yang masih mencapai bagian peritoneal dari cavum pelvis. Pada bagian dorsal, uterus
berhubungan dengan belitan colon (alat penggantung yang menyusup diantara colon). Alat
penggantung adalah ligamentum lata uteri mesometrium yang merupakan otot-otot licin,
berserat pipih yang berasal dari bagian dinding cavum pelvis dari daerah lumbal mencapai
uterus. Panjang korpus uteri kucing 1,5 2 Cm dan kornua terbentang memanjang dari
vertebre 6-7 hingga ke ginjal (sepanjang 9 10 Cm) dengan diameter 3 4 mm
(Tanudimadja, 1983; Christiansen, 1984).

2
Gambar 2.1 Bagian reproduksi kucing betina (Nash, 2008)

2.2 Premedikasi
Pemberian premedikasi sebelum pemberian obat anestesi bertujuan untuk membuat
hewan penderita menjadi tenang, pemberian obat sedative akan menyebabkan penderita
mengantuk sehingga memudahkan untuk penanganan dalam persiapan tindak operasi,
seperti melakukan induksi dan pemberian cairan tubuh pada hewan penderita.
Pemberian premedikasi juga bertujuan untuk mengurangi metabolism basal sehingga
induksi dan pemeliharaan anestesi menjadi lebih mudah dan memerlukan obat anestesi
yang lebih sedikit dengan mengurangi dosis anestesi, akan membuat hewan penderita
sadar lebih cepat setelah operasi selesai. Trauma pembedahan sering menyebabkan gerak
reflex dari hewan penderita sehingga pemberian analgetika dapat diberikan untuk
menekan reflex yang tidak diinginkan atau mencegah gerak tubuh yang tidak disadari.
Preanestetikum yang paling umum digunakan pada hewan adalah atropine,
acepromazin, xylazine, diazepam, midazolam, dan opioid atau narkotik. Pemberian
atropine sebagai obat antikolinergik digunakan untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah
dan bronkus serta mencegah brakikardia yang diberikan sebelum pemberian obat
anesthesia, mengingat sekresi bronchial berlangsung selama anestesi dan dapat
berlangsung dengan memasang pipa intubasi trachea. Obat golongan antikolinergik
seperti atropine diberikan dengan dosis pada kucing dengan dosis 0,02 mg/kg BB sc.
Acepromazin digunakan sebagai penenang atau tranquilizer. Xylazine, medetomidin,
diazepam, dan midazolam digunakan sebagai agen sedatif dan merelaksasi otot (Sardjana
dan Kusumawati, 2011).

3
2.3 Anestesi
Dalam tindakan pembedahan dilakukan pemberian anestesi yang disesuaikan dengan
keperluan dan tujuan pembedahan. Pemberian anestesi dimaksutkan untuk penderita
menjadi tidak peka terhadap rasa sakit yang dengan keadaan tersebut hewan penderita
menjadi tenang dan mudah dikendalikan. Dengan demikian pemberian anestesi
menyebabkan hilangnya sensibilitas rasa sakitdan meniadakan reflex yang terjadi pada
penderita, yaitu tekanan pada reflex berhubungan dengan lokomosi dan juga system
neurovegetatif.
Anestesi yang diberikan menyebabkan terjadinya blockade pergerakan yang tidak
disadari dan menyebabkan berkurangnya tonus muskulus yang mengakibatkan terjadinya
paralisis muskulus. Terdapat beberapa macam anestesi, yaitu anestesi local, anestesi
regional, anestesi epidural, dan anestesi general. Anestesi yang digunakan untuk
ovariohisterectomi adalah anestesi general/umum. Anestesi umum adalah tindakan
meniadakan rasa nyeri yang diikuti hilangnya kesadaran dan terjadinya relaksasi otot
pada penderita. Secara teoritis pemberian anestesi umum yang masuk kedalam system
sirkulasi akan menyebar ke jaringan, terutama jaaringan yang kaya akan pembuluh darah
seperti otak sehingga terjadi penurunan atau hilangnya rasa sakit dan kesadaran penderita.
Metode pemberian dapat dilakukan secara parentral baik melalui intravena maupun
intramuskuler, dan juga secara perinhalasi.
Beberapa anestesika yang sering digunakan adalah ketamin, zoletil, diazepam,
xylazin, propofol. Ketamin HCl adalah anestetikum golongan phencyclidine (PCP)
dengan rumus 2-(0-chlorophenyl)-2-(methylamino)-cyclohexanone hydrochloride,
golongan nonbarbiturat, dan termasuk dissosiatif anestesi, yaitu pada dosis rendah sebagai
preanestesi dan pada dosis lebih tinggi sebagai anestesi umum. Ketamin HCl merupakan
larutan tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan mempunyai tingkat keamanan lebar
(Adams, 2001).
Ketamin HCl mempunyai sifat menghilangkan rasa sakit yang kuat serta reaksi
anestesinya tidak menyebabkan ngantuk (Kul et al., 2001). Ketamin menghasilkan
pengaruh anestesi melalui mekanisme yang bekerja pada reseptor N methyl D aspartate
(NMDA). Ketamin diklasifikasikan sebagai antagonis reseptor NMDA, pada daerah
tempat kerja PCP. Afinitas ketamin sangat tinggi pada reseptor NMDA, sehingga
menghasilkan pengaruh analgesik yang sangat kuat (Stawicki, 2007). Sebagai antagonis
NMDA, ketamin menghambat refleks nosiseptik spinal, yaitu menghambat konduksi rasa
nyeri ke hipotalamus dan daerah kortek. Penghambatan reseptor NMDA dengan dosis
4
ketamin yang rendah akan menghasilkan pengaruh analgesik yang baik (Intelisano et al.,
2008).
Ketamin juga menyebabkan gangguan fungsi pada beberapa tempat di otak seperti
pada talamus dan kortek serebral menjadi tertekan. Ketamin juga memperpanjang kerja
GABA (gamma amino butyric acid), suatu neurotransmiter penghambat di otak dengan
cara menghambat pengikatannya di ujung syaraf. Reseptor GABA dapat merubah
permiabilitas ion Cl-dan dapat menyebabkan pelepasan norepineprin pada syaraf simpatik
(Adams 2001). Pengaruh klinis yang ditimbulkan ketamin sangat bervariasi seperti :
analgesia, anestesi, halusinasi, neurotoksisitas, hipertensi arterial, dan bronkodilatasi.
Xylazine adalah salah satu golongan alpha2-adrenoceptor stimulant atau alpha- 2
adrenergic receptor agonist. Alpha-2 agonist seperti xylazine adalah preanestetikum yang
sering digunakan pada anjing dan kucing untuk menghasilkan sedasi, analgesi, dan
pelemas otot. Golongan alpha-2 agonist yang lain seperti romifidin sering digunakan pada
kuda, tetapi tidak direkomendasikan untuk anjing dan kucing (Lemke, 2004). Xylazine
HCl mempunyai rumus kimia 2(2,6- dimethylphenylamino)-4H-5,6-dihydro 1,3-thiazine
hydrochloride (Bishop, 1996).
Xylazine menyebabkan tertekannya sistem syaraf pusat, bermula dari sedasi,
kemudian dengan dosis yang lebih tinggi menyebabkan hypnosis, tidak sadar dan
akhirnya keadaan teranestesi. Pada sistem pernafasan, xylazine menekan pusat
pernafasan. Xylazine juga menyebabkan relaksasi otot yang bagus melalui imbibisi
transmisi intraneural impuls pada SSP. Penggunaan xylazine pada kucing menghasilkan
efek samping merangsang muntah tetapi dapat mengosongkan lambung pada kucing yang
diberi makan sebelum dianestesi. Xylazine biasa digunakan pada kucing, anjing dan kuda
sebagai agen sedatif untuk keperluan pembedahan minor dan untuk menguasai hewan
atau handling. Penggunaaan xylazine dengan dosis yang lebih tinggi bukan saja untuk
sedasi dan analgesi, tetapi juga menghasilkan immobilisasi (Lemke, 2004).
2.4 Stadium Anestesi
Stadium anestesi terbagi atas stadium I, II, III, dan IV. Stadium I disebut sebagai
stadium analgesia yang dikenal juga sebagai stadium eksitasi yang disadari atau
disorientasu. Stadium ini berlangsung antara saat induksi dilakukan sampai hilangnya
kesadarn dari hewan penderita. Pada stadium ini pupil tidak melebar (midriasis) akibat
terjadinya rangsang psikosensorik.
Stadium II disebut stadium hipersekresi atau stadium eksitasi yang tidak disadari,
stadium ini juga disebut stadium delirium. Stadium ini dimulai dari hilangnya kesadarn,
5
terjadi depresi pada ganglia basalis sehingga terjadi reaksi berlebihan maupun reflex yang
tidak terkendali terhadap segala bentuk rangsangan, reflex faring yang berhubungan
dengan menelan dan muntah simpatik pada otot dilatators. Stadium I dan II adalah
stadium yang menyulitkan ahli anestesi karena bias berbahaya bagi hewan penderita, oleh
karena itu diupayakan bias dilewati secepatnya mencapai stadium III.
Stadium III disebut sebagai stadium anestesi atau stadium pembedahan, pupil
mengaalami midriasis kembali disebabkan pelepasan adrenalin. Stadium pembedahan ini
dilakukan bilaman pupil dalam posisi terfiksasi di tengah dan respirasi teratur. Pada
anestesi yang dalam, pupil mengalami dilatasi maksimal akibat paralisis saraf cranial III.
Stadium pembedahan dibagi menjadi 4 plane, yaitu sebagai berikut :
Plane 1 : Ventilasi teratur bersifat torakoabdominal, anak mata terfiksasi, pupil
miosis, reflex cahay positif, lakrimasi meningkat, reflex faring dan muntah
negative, tonus otot mulai menurun. Operasi kecil dapat dilakukan pada plane ini.
Plane 2 : Ventilasi teratur bersifat abdomino torakal, frekuensi napas meningkat,
pupil midriasis, reflex cahaya menurun dan reflex kornea negative, reflex laring
negative dan semua operasi dapat dilakukan pada plane ini.
Plane 3 : Ventilasi teratur bersifat abdominal karena terjaddi kelumpuhan saraf
interkostal, pupil melebar, reflex laring dan peritoneum negative, tonus otot makin
menurun. Semua operasi dapat dilakukan pada plane ini.
Plane 4 : Ventilasi tidak teratur pupil midriasis, tonus otot menurun, reflek
spinchter ani dan kelenjar air mata negative.

Stadium IV disebut stadium overdosis, hewan penderita mengalami henti napas


dan henti jantung yang berakhir dengan kematian.
Pemantauan anestesi dilakukan setelah pemberian obat oleh anestesi terhadap
fungsi pernafasan dan jantung. Pemantauan pertama dilakukan pada tingkat ke dalaman
anestesi yang sesuai dengan tingkat depresi terhadap fungsi susunan saraf pusat, yaitu
antara lain dapat dilihat pada perubahan tekanan darah, pernafasan, pupil reflex,
pergerakan bola mata dan dari hewan penderita.
Pemantauan yang kedua berhubungan dengan temperature tubuh, dimana tubuh
tidak dapat mempertahankan temperature normal dari tubuh disebabkan pemberian obat
anestesi yang mendepresi pusat pengatur temperature tubuh disusunan saraf pusat,
sehingga temepartr tubuh turun naik dengan temperature lingkungan. Hal ini terjadi
karena jenis jalur anestesi. Pada jenis jalur yang tertutup akan menyebabkan panas tubuh

6
yang meningkat. Disamping itu penyebab lainya seperti tebal dan tipisnya kain penutup
operasu, intensitas lampu operasi dan proses anestesi dan pembedahan yang lama.
Pemantauan yang ketiga melalui system kardiovaskuler, fungsi jantung dapat
dipantau melalui observasi, yaitu pemeriksaan pulsus hewan penderita berkaitan dengan
frekuensi ritmenya melalui arteri femoralis, sedangkan detak jantung dapat didengarkan
melalui stetoskop. Anestesi yang dalam dapat menyebabkan pulsus yang lambat dan
jantung melemah. Disamping itu pemeriksaan elektrokardografi untuk memantau
perubahan frekuensi dan ritme jantung serta system konduksi jantung, yang bertujuan
untuk mendiagnosa adanya cardiac arrest, adanya arrhythmia sebagai diagnosa ischemia
myocard.
Pemantauan keempat berhubungan dengan respirasihewan penderita, dilakukan
dengan melihat jenis respirasi torakal, abdominal, dan pantauanterhadap komplikasi
system respirasi seperti spasmus laring.

2.5 Pemberian Antibiotik


Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Menurut Tjay dan Rahardja (2007), berdasarkan
struktur kimianya dibedakan menjadi beberapa golongan seperti : Golongan Beta-Laktam,
antara lain golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil,
seftazidim), golongan monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).
Penisilin adalah suatu agen antibakterial alami yang dihasilkan dari jamur jenis
Penicillium chrysognum. Antibiotik golongan aminoglikosida, aminoglikosida dihasilkan
oleh jenis-jenis fungi Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa dan turunan
semi-sintesisnya mengandung dua atau tiga gula-amino di dalam molekulnya, yang saling
terikat secara glukosidis. Spektrum kerjanya luas dan meliputi terutama banyak bacilli
gram-negatif. Obat ini juga aktif terhadap gonococci dan sejumlah kuman gram-positif.
Aktifitasnya adalah bakterisid, berdasarkan dayanya untuk menembus dinding bakteri dan
mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Contohnya streptomisin, gentamisin, amikasin,
neomisin, dan paranomisin.
Antibiotik golongan tetrasiklin, khasiatnya bersifat bakteriostatis, hanya melalui
injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisid lemah. Mekanisme kerjanya
berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spektrum antibakterinya luas dan
meliputi banyak cocci gram positif dan gram negatif serta kebanyakan bacilli. Tidak

7
efektif Pseudomonas dan Proteus, tetapi aktif terhadap mikroba khusus Chlamydia
trachomatis (penyebab penyakit mata trachoma dan penyakit kelamin), dan beberapa
protozoa (amuba) lainnya. Contohnya tetrasiklin, doksisiklin, dan monosiklin.
Antibiotik golongan makrolida, bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri
gram-positif dan spectrum kerjanya mirip Penisilin-G. Mekanisme kerjanya melalui
pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga sintesa proteinnya dirintangi. Bila
digunakan terlalu lama atau sering dapat menyebabkan resistensi. Absorbinya tidak
teratur, agak sering menimbulkan efek samping lambung-usus, dan waktu paruhnya
singkat, maka perlu ditakarkan sampai 4x sehari.
Antibiotik golongan kloramfenikol, kloramfenikol mempunyai spektrum luas.
Berkhasiat bakteriostatis terhadap hampir semua kuman gram positif dan sejumlah kuman
gram negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman.
Contohnya kloramfenikol.

8
BAB 3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Ovavriohisterctomy (OH) pada kucing Mozarella dilakukan pada tanggal 31 Maret
2017 di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Brawijaya.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk Ovariohisterectomy (OH) pada kucing Mozarella
antara lain stetoskop, termometer, scalpel, pinset anatomis/chirugis, gunting lurus tumpul-
runcing, gunting lurus runcing-runcing, gunting bengkok, needle holder,
ovariohisterectomy hook, towel clamp, arteri clamp, jarum.
Bahan-bahan yang diperlukan saat melakukan OH antara lain cat gut chromik 3.0, cat
gut plaint 3.0 dan silk 3.0, tissue, kapas, tampon, drip, gurita, perlengkapan alat bedah
steril (baju bedah, glove, dan masker), larutan desinfektan : alkohol 70% dan TH4,
atropine sulfat, ketamin 10%, xylazin 2%, tolfenamic acid Inj, Amoxicilin inj.

3.3 Metode Operasi

3.3.1 Preoperasi
Prosedur sebelum dilakukan tindakan operasi adalah mempersiapkan beberapa
prosedur penting yang mempengaruhi dan mendukung dalam keseluruhan hasil operasi.
Prosedur yang dilakukan adalah persiapan ruangan, sterilisasi alat, persiapan hewan dan
anestesi.
Persiapan Ruang dan Sterilisasi Alat
Persiapan ruang operasi dilakukan dengan cara membersihkan kotoran dan
debu dalam ruangan. Tindakan sterilisasi ruangan menggunakan radiasi atau
dengan menggunakan desinfektan alkohol 70%. Perlakuan sterilisasi alat operasi
seperti baju operasi, masker, penutup kepala, sarung tangan, dan handuk.
Perlengkapan ini dimasukkan ke dalam oven untuk disterilisasi dengan suhu 60 0C
selama 15-30 menit.
Perlakuan sterilisasi yang dilakukan pada alat bedah minor adalah dengar cara
mencuci bersih dan dikeringkan, kemudian peralatan ini dimasukkan ke dalam
kotak sesuai yang selanjutnya peralatan tersebut dibungkus dengan muslin atau
non woven lalu disterilisasi menggunakan oven dengan suhu 121 0C selama 15

9
menit. Keseluruhan peralatan yang sudah steril digunakan pada saat tindakan
operasi dilaksanakan.
Persiapan Hewan dan Anestesi
Persiapan yang dilakukan meliputi phisical examination yaitu anamnese,
signalement dan status present serta hewan sudah dipuasakan selama 7 jam.
Sebelum dilakukan operasi, hewan diperiksa suhu tubuh, frekuensi jantung,
frekuensi nafas, warna mukosa, CRT, dan diameter pupil.
Anestesi diinduksi dengan menyuntikan premedikasi atropin dan di induksi
dengan kombinasi ketamin bersama xylazine yang diaplikasikan secara IM.
Kemudian dilakukan penyuntikan antibiotik dan analgesik pre-operatif. Setelah
hewan tidak sadarkan diri, rambut hewan dicukur terlebih dahulu bagian abdomen
menggunakan pencukur listrik dan dibersihkan dengan menggunakan silet secara
pelan dan hati-hati, dan kemudian dicuci dengan menggunakan alkohol, kemudian
berikan salep antibiotik untuk mata. Setelah itu hewan dibawa ke meja operasi dan
diposisikan dengan bagian ventral menghadap ke atas. kemudian hewan difiksir di
atas meja dengan cara mengikatkan keempat kaki hewan pada sisi meja operasi
menggunakan tali sumbu kompor dengan simpul tomfool. Setelah hewan terfiksir
dengan baik, hewan ditutup menggunakan kain drip dengan memastikan area
umbilicalis kebawah dan difiksir menggunakan towel clamp dan operasi siap
dilakukan.
Persiapan Operator dan Asisten
Persiapan operator dan asisten sebelum melakukan operasi, operator dan
asisten I harus mencuci tangan dengan menggunakan sabun chlorhexidine selama
5 menit dengan cara menyikat kedua tangan dengan sabun lalu membilasnya
dengan air mengalir sebanyak 10-15 kali. Penyikatan tangan dimulai dari ujung
jari kemudian terus berlanjut ke arah lengan. Setelah cuci tangan selesai, kran
ditutup menggunakan siku untuk mencegah kontaminasi lalu tangan kemudian
disemprot dengan alkohol 70 % oleh asisten non steril. Setelah itu menggunakan
tutup kepala dan masker, baju operasi dipakai, sarung tangan dipakai dan operator
serta asisten I siap melakukan operasi.

10
3.3.2 Prosedur Operasi

Setelah kucing teranestesi, keempat kakinya difiksir menggunakan simpul tomfool ke


meja operasi. Duk dipasang pada hewan hingga yang terlihat hanya daerah orientasi
operasi. Duk difiksasi dengan menggunakan towel clamp pada keempat sisinya.
Penyayatan dilakukan menggunakan laparotomi medianus posterior pada daerah linea alba,
1 cm posterior umbilikal.

Gambar 3.1. Sayatan pada daerah linea alba


Penyayatan pertama dilakukan pada lapisan kulit terluar. Pada saat penyayatan,
sayatan dibuat lurus dan tidak terputus-putus (seminimal mungkin). Sayatan juga
dilakukan secara kontinyu dengan scalpel. Pisahkan fascia dan lapisan lemak. Setelah
ditemukan linea alba, maka linea alba harus difiksir terlebih dahulu dengan menggunakan
towel clamp agar sayatan tepat di atasnya, sehingga tidak menimbulkan adanya
pendarahan.

Gambar 3.2. Sayatan pada kulit terluar pisahkan antara fascia dan lapisan lemak
Setelah linea alba disayat, maka akan ditemukan peritoneum dan omentum.
Setelah omentum disingkirkan, uterus dan ovarium dicari dengan hati-hati menggunakan
jari dan bantuan spy hook.

Gambar 3.3 Setelah terlihat peritonium gunakan spy hook untuk mencari ovarium
dan uterus

11
Uterus dan ovarium diisolasi dari rongga abdomen, kemudian di sobek bagian
penggantungnya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengikatan atau ligasi dan
pemotongan pada ovarium maupun uterus. Ovarium kanan kemudian difiksir
menggunakan 2 arteri clam dan dilakukan pengikatan atau ligasi pada arteri ovarina
sebanyak 2 kali untuk menghindari pendarahan.

Gambar 3.4. Setelah ditemukan ovarium dan uterus dilakukan ligasi


Hal yang sama dilakukan pada ovarium kiri. Setelah kedua ovarium dan cornua
uterus terbebas, maka dilakukan pengikatan pada bifurcatio sebanyak 2 kali kemudian
dilakukan pemotongan. Setelah selesai melakukan pemotongan, uterus (cervix)
dikembalikan ke dalam rongga abdomen.

Gambar 3.5. Dilakukan pemotongan bagian uterus


Dilakukan flushing antibiotik dengan menggunakan metronidazole. Kemudian
dilakukan penjahitan pada lapisan peritoneum dan muskulus dengan menggunakan jarum
berpenampang bulat dan benang hincryl dengan tipe jahitan simple interrupted.

Gambar 3.6. Jahitan pada lapisan muskulus dan peritonium


Lapisan subkutan dalam hal ini juga dijahit tersendiri menggunakan jarum
berpenampang bulat dan benang hincryl dengan tipe jahitan simple interrupted.
Selanjutnya lapisan kutis dijahit dengan menggunakan jarum berpenampang segitiga dan

12
benang silk dengan tipe jahitan simple interrupted untuk memudahkan dalam waktu lepas
jahitan.

Selesai penjahitan, bekas sayatan dioleskan salep bioplacentone dan dibalut


dengan kain kassa dan plester. Terakhir, hewan disuntikkan dengan antibiotik
amoxicillin.
3.3.3 Postoperasi
Perawatan dan pengobatan pasca operasi dilakukan dengan memberikan antibiotik
amoxicillin inject sebanyak 0,26 ml sehari sekali secara IM selama 5 hari. Pemberian
analgesik tolfen sebanyak 0,26 ml sehari sekali secara SC 2 hari sekali selama 3 kali
pemberian. Dilakukan pemberian salep antibiotik Bioplacenton secara topikal dan
pergantian hipavic setiap 3 hari sekali. Pelepasan jahitan dilakukan hari ke 6 dan
dipastikan bahwa luka sudah kering.

13
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kegiatan
Signalement
Jenis Hewan : Kucing
Nama Hewan : Mozarella
Jenis Kelamin : Betina
Bangsa : Domestic Short Hair
Berat badan : 2,6 kg
Umur : 1,5 tahun
Warna bulu : Puih-hitam-coklat (belang telon)
Tanda khusus :-

Gambar 4.1 Kucing Mozarella setelah dilakukan ovariohisterectomy (OH)


Pemeriksaan Fisik ( Pre Operasi)
Pemeriksaan fisik dilakukan sebelum kucing Mozarella dilakukan operasi, dari
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan, kulit mengkilat, tidak mengalami
kekurusan dan telah dipastikan tidak bunting. Berikut hasil pemeriksaan fisik dari kucing
Mozarella.
Suhu : 38,1 oC
Respirasi :32X Menit
CRT : < 2 sec
Pulsus : 124x menit
Defekasi : Normal
Urinasi : Normal

14
Perhitungan Dosis Obat
Rumus dari volume obat yang diberikan adalah :

Jumlah yang diberikan = bobot badan x dosis


sediaan

Atropin Sulfat = 0,04 mg/kg x 2,6 kg = 0,416 ml


0,25 mg/ml
Ketamine = 10 mg/kg x 2,6 kg = 0,26 ml
100 mg/ml

Xylazine = 2 mg/kg x 2,6 kg = 0,26 ml


20 mg/ml
Amoxicillin = 10 mg/kg x 2,6 kg = 0,26 ml
200 mg/ml

Tolfen = 0,1 ml/kg x 2,6 kg = 0,26 ml

Kondisi Harian Pasca Operasi


Tabel 4.1 Kondisi harian kucing Mozarella pasca operasi

Tanggal Keadaan Umum Terapi


1/04/17 Pagi Sore Obat (Inj/oral/vol) Pagi Sore
Suhu 37,8C 37,8C Amoxicillin 0,125ml/im
App Tolfen 0,25ml/sc
Defe - Bioplacenton (topical)
Urinasi
Catatan :
Tanggal Keadaan Umum Terapi
2/04/17 Pagi Sore Obat (Inj/oral/vol) Pagi Sore
Suhu 37,9 C 37,6 C Amoxicillin 0,125ml/im
App Tolfen 0,25ml/sc
Defe Bioplacenton (topical)
Urinasi
Catatan :
Jahitan bagus, luka kering
Tanggal Keadaan Umum Terapi
3/04/17 Pagi Sore Obat (Inj/oral/vol) Pagi Sore
Suhu 38,0C 37,5C Amoxicillin 0,125ml/im
App Tolfen 0,25ml/sc
Defe - Bioplacenton (topical)
Urinasi - Sagestam salep(topical)
Catatan :

15
Tanggal Keaadaan Umum Terapi
04/04/17 Pagi Sore Obat (Inj/oral/vol) Pagi Sore
Suhu 37,8C 38,1C Amoxicillin 0,125ml/im
App Tolfen 0,25ml/sc
Defe - Bioplacenton (topical)
Urinasi -
Catatan :

Tanggal Keaadaan Umum Terapi


05/04/17 Pagi Sore Obat (Inj/oral/vol) Pagi Sore
Suhu 38,0C 37,6C Amoxicillin 0,125ml/im
App Tolfen 0,25ml/sc
Defe - Bioplacenton (topical)
Urinasi -
Catatan :
Luka kering, sudah mulai
menyatu, jahitan bagus
Tanggal Keaadaan Umum Terapi
06/04/17 Pagi Sore Obat (Inj/oral/vol) Pagi Sore
Suhu 38,2C 38,3C Bioplacenton (topical)
App
Defe -
Urinasi -
Catatan :
Lepas jahitan
Tanggal Keaadaan Umum Terapi
07/04/17 Pagi Sore Obat (Inj/oral/vol) Pagi Sore
Suhu 37,6C 37,7C Bioplacenton (topical)
App
Defe -
Urinasi - -
Catatan :
Luka bekas jahitan masih
kelihatan sedikit

Tanggal Keaadaan Umum Terapi


08/04/17 Pagi Sore Obat (Inj/oral/vol) Pagi Sore
Suhu 37,7C 37,9C Bioplacenton (topical)
App
Defe -
Urinasi -
Catatan :
Luka bekas jahitan masih
kelihatan sedikit

Tanggal Keaadaan Umum Terapi


09/04/17 Pagi Sore Obat (Inj/oral/vol) Pagi Sore
Suhu 38,0C 37,8C Bioplacenton (topical)
App
16
Defe - -
Urinasi -
Catatan :
Luka bekas jahitan mulai
tidak nampak
Tanggal Keaadaan Umum Terapi
10/04/17 Pagi Sore Obat (Inj/oral/vol) Pagi Sore
Suhu 37,8C 38,1 C
App
Defe - -
Urinasi -
Catatan :
Jahitan menutup sempurna
Tanggal Keaadaan Umum Terapi
11/04/17 Pagi Sore Obat (Inj/oral/vol) Pagi Sore
Suhu 38,2C 37,8C
App
Defe -
Urinasi -
Catatan :
Kucing diperbolehkan untuk
di release

4.2 Pembahasan
Ovariohisterectomy (OH) merupakan tindakan bedah atau operasi pengangkatan
organ reproduksi betina dari ovarium sampai dengan uterus. Sebelum operasi
ovariohisterectomy dilakukan, alat - alat operasi dipersiapkan. Alat tersebut berupa :
1. Duk yang berfungsi sebagai pelindung pasien dari kontaminan dan sebagai alas untuk
meletakkan alat - alat operasi yang digunakan selama operasi berlangsung.
2. Towel clamp berfungsi untuk menjepit duk agar menempel / melekat pada kulit.
3. Needle holder yang berfungsi untuk memegang jarum.
4. Pinset yang berfungsi untuk memegang jaringan.
5. Gunting yang berfungsi untuk memotong jaringan.
6. Pisau scalpel berfungsi untuk menginsisi kulit.
7. Spy Hook berfungsi untuk mencari organ yang dikehendaki
Setelah hewan dipastikan dapat dilakukan ovariohisterectomy. Segera sepuluh menit
sebelum dioperasi, hewan diberikan premedikasi atropin dengan dosis 0,04 mg/kgBB
diberikan dengan rute subcutan (SC).
Setelah premedikasi (Atropin Sulfat) diberikan kemudian tunggu 10-15 menit,
dilanjutkan dengan pemberian obat anastesi, yaitu Ketamin dan Xylazine. Setelah efek

17
obat anestesi hilang dapat dilakukan pemasangan iv cat dan infuse, kemudian dilakukan
pencukuran. Setelah siap kucing mozzarella dipindahkan kedalam ruang operasi.
Atrophin sulfat merupakan anti cholinergica yang kerjanya memblokir kerja
acetilcholin pada terminal terminal ganglion dan syaraf otonom, mengurangi kerja kelenjar
saliva dan bronkhial serta meningkatkan kerja jantung (Plumb, 2008). Tujuan medikasi
preanestetik adalah untuk mengurangi jumlah anestetikum umum yang diperlukan dan
meningkatkan batas keamanan; mengurangi rasa takut, menenangkan pasien.
Pembiusan dilakukan dengan menggunakan anestesi umum yaitu kombinasi ketamin
dan xylazine. Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan
hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem
syaraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan sensori pada syaraf.
Agen anestesi umum bekerja dengan cara menekan sistem syaraf pusat (SSP) secara
reversibel (Adams, 2001). Anestesi umum merupakan kondisi yang dikendalikan dengan
ketidaksadaran reversibel dan diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara injeksi
dan atau inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya
ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak
spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness) (McKelvey dan
Hollingshead, 2003). Anestesi umum akan melewati beberapa tahapan dan tahapan
tersebut tergantung pada dosis yang digunakan. Tahapan teranestesi umum secara ideal
dimulai dari keadaan terjaga atau sadar kemudian terjadi kelemahan dan mengantuk
(sedasi), hilangnya respon nyeri (analgesia), tidak bergerak dan relaksasi (immobility),
tidak sadar (unconsciousness), koma, dan kematian atau dosis berlebih (Miller, 2010).
Ketamin dan Xylazin diinjeksi ke dalam tubuh hewan secara IM. Pada kucing, dosis
aplikasi xylazin adalah 1,1-2,2 mg mg/kg BB dan ketamin sebanyak 10 mg/kg BB (Plumb,
2005). Dalam bedah ovariohisterektomi yang dilakukan oleh mahasiswa PPDH dosis yang
digunakan untuk xylazin 2 mg/kg BB, dan ketamin sebanyak 10 mg/kg BB. Berdasarkan
dosis ini, jumlah pemberian xylazin sebesar 0,26 ml dan ketamin sebanyak 0,26 ml.
Salah satu obat anestetik yang sering digunakan pada kucing adalah ketamin. Dalam
penggunaannya ketamin mempunyai beberapa keuntungan, di antaranya yaitu mempunyai
mula kerja (onset of action ) yang cepat dan efek analgesik yang kuat serta aplikasinya
cukup mudah, yaitu dapat diinjeksikan secara intramuskular. Namun, ketamin juga
mempunyai kerugian yaitu tidak terjadi relaksasi otot sehingga dapat menimbulkan
kekejangan dan depresi ringan pada saluran respirasi. Oleh karena itu, untuk mengurangi

18
efek samping ketamin, penggunaannya sering dikombinasikan dengan obat premedikasi
seperti xylazine (Kilic et al., 2004).
Kombinasi kedua obat ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu; ekonomis, mudah
dalam pemberiannya, induksinya yang cepat, mempunyai pengaruh relaksasi yang baik
serta jarang menimbulkan komplikasi klinis. Kombinasi xylazin-ketamin merupakan agen
kombinasi yang saling melengkapi antara etek analgesik dan relaksasi otot serta sangat
baik dan efektif untuk kucing karena memiliki rentang keamanan yang lebar (Lemke,
2004).
Pelaksanaan operasi memakan waktu kurang lebih sekitar 2 jam. Selama operasi tidak
terjadi pendarahan yang banyak. Pengangkatan organ reproduksi betina yang diangkat
berupa organ ovarium dan uterus sampai dengan batasan corpus uteri. Pada kucing
ovarium jumlahnya sepasang dan relatif sangat kecil dibandingkan dengan besar tubuh,
serta jumlah sel telur yang dihasilkan dalam satu kali periode fase estrus lebih dari satu sel
telur. Secara anatomis ovarium kucing yang terfiksir oleh mesovarium, terletak di daerah
lumbal kaudal yang ke 34 dari ginjal dengan bentuk bulat atau oval dengan permukaan
tidak rata berukuran panjang 8 9 mm. Sistem vaskularisasi ovarium berasal dari suplai
darah arteri ovarica dan percabangan dari arteri utero ovarica (Tobias,2010).
Secara anatomis, uterus terletak di bagian dorsal vesica urinaria yang terfiksir
mesometrium. Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu kornua, korpus dan servik. Sistem
vaskularisasi ovarium berasal dari suplai darah arteri uterina mediana, uteri utero ovarica
dan percabangan dari arteri pudenda interna (Frandson 1992). Bagian korpus uteri kucing
memiliki panjang sekitar 1,5 2 Cm dan bagian kornua kucing memiliki panjang sekitar 9
10 Cm dengan diameter 3 4mm yang terbentang memanjang dari vertebre 6-7 hingga ke
ginjal (Tobias,2010), uterus mengalami perubahan yang erat hubungannya dengan sistem
hormonal dalam proses reproduksi ketika mengalami birahi, kebuntingan sampai
melahirkan.
Saat operasi menggunakan dua jenis benang yang yaitu benang hincryl dan benang
silk. Benang hincryl termasuk dalam bahan benang yang dapat diserap tubuh (absorbable).
Benang hincryl akan meningkatkan respon selular pada luka dan mempercepat penutupan
luka. Diharapkan juga setelah bahan benang terserap habis (Moya, A.Quisor and A.Cruz,
2006). Penggunaan benang hincryl juga dapat mengurangi komplikasi inflamasi.
Benang silk memiliki sifat tidak licin seperti sutera biasa, karena sudah dikombinasi
dengan perekat. Bahan benang termasuk dalam jenis yang tidak dapat diserap tubuh (non
absorbable). Pada penggunaan bagian luar seperti bagian kulit maka benang harus dibuka
19
kembali. Benang silk terbuat dari pintalan filamen protein alami oleh ulat sutra. Benang silk
mudah dipakai dan disimpul serta relatif murah. Namun, benang jenis ini harus segera
dibuka pada minggu pertama setelah dipasang karena memiliki potensi untuk menyebabkan
inflamasi dan infeksi akibat sifatnya yang mudah mengalami penumpukan akumulasi plak
serta dapat menyebabkan bakteri masuk kedalam luka.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat post operasi adalah monitoring
kesehatan hewan, pemberian antibiotik topikal dan general, perawatan luka, kebersihan
kandang, serta pemberian makan dan minum sampai proses pembukaan jahitan. Hal yang
perlu diperhatikan pada saat perawataan luka adalah adanya pendarahan atau peradangan
yang ditandai dengan kemerahan, panas, dan bengkak. Pembukaan jahitan dapat dilakukan
pada hari 7-10 post operasi jika dapat dipastikan bahwa luka sudah menutup dan jahitan
tersebut sudah kering.
Pemberian obat post operasi yaitu antibiotik berupa Amoxicillin selama 5 hari secara
intramuskular (IM), non-steroidal anti inflamatory (NSAID) berupa tolfenamic acid selama
3 kali dengan pemberian 2 hari sekali secara subcutan (SC) dan pemberian obat topikal
antibiotik berupa sagestam dan bioplacenton. Amoxicillin adalah antibiotika yang termasuk
ke dalam golongan penisilin. merupakan antibiotika berspektrum luas yang mempunyai
daya kerja bakterisida.
Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.
Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan
penisilin-protein (PBPs Protein binding penisilins), sehingga menyebabkan
penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel
bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel terhambat, dan sel bakteri menjadi pecah (lisis).
Tolfenamic acid merupakan salah satu golongan non-steroidal anti inflamatory
(NSAID) Long-acting. Kerja dari obat Tolfenamic acid yaitu sebagai potensial inhibitor
dari cyclooxigenase yang akan menghambat rilisnya prostaglandin. Obat ini juga akan
menghambat secara langsung pada daerah reseptor prostaglandin. Tolfenamic acid
memiliki aktivitas yang signifikan sebagai anti tromboksan sehingga tidak dianjurkan
digunakan pada saat pre-operasi maupun dalam kondisi teranastesi karena akan
memberikan pengaruh pada fungsi platelet (Coughland, 2011)
Kandungan Bioplacenton terdiri dari Ekstrak Plasenta 10 %, Neomycin sulfat 0,5%,
dan Jelly base. Ekstrak plasenta sebagai "biogenic stimulator" memegang peranan penting
dalam mempercepat regenerasi sel dan penyembuhan luka. Sedangkan neomycin sulfate

20
bekerja sebagai antibiotik yang mampu membunuh beragam jenis kuman dengan daya kerja
yang tidak terganggu oleh nanah.
Dari hasil kondisi harian kucing Mozarella menunjukan hasil yang bagus Hal tersebut
ditunjukkan dengan frekuensi napas dan temperatur masih dalam keadaan normal serta
proses penyembuhan luka semakin hari semakin menutup. Sehingga, pelepasan jahitan
dilakukan setelah hari ke enam pasca operasi. Release kucing Mozarella dilakukan pada
hari ke- 11 pasca operasi, hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa luka jahitan dari
kucing Mozarella benar benar telah menutup serta kondisi fisik kucing Mozarella sendiri
dalam kondisi sehat dan siap untuk dilepaskan.

A B C
Gambar 4.2 (A) luka 3 hari pasca operasi, (B) luka 6 hari pasca operasi dan dilakukan
lepas jahitan, (C) Luka pada hari ke 11 dan dilakukan release. (sumber :
dokumen pribadi).

Proses persembuhan luka dipengaruhi oleh umur, nutrisi, perawatan, pengobatan,


kebersihan selama operasi dan pengobatan post operasi. Perban hendaknya dibiarkan
sampai 3 hari pasca operasi, hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan pada jaringan
segera regenerasi dan juga agar jahitan tidak terganggu sehingga mudah lepas.
Fisiologi penyembuhan luka akan mengalami fase-fase seperti fase inflamasi, fase
proliferasi, dan fase remodelling. Fase inflamasi setelah terjadinya luka, pembuluh darah
yang putus mengalami kontriksi dan retraksi disertai reaksi homestasis karena agregasi
trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah. Fase proliferasi disebut fibroplasi
karena pada masa ini fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat
kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada
fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi. Fase remodelling
merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka. Terjadi
proses yang dinamis berupa remodelling kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut
(Dealey, 2005). Pada masa 3 minggu penyembuhan, luka telah mendapatkan kembali 20%
kekuatan jaringan normal (Hunt, 2003; Mann,dkk 2001; Ting,dkk 2008).
BAB 5 PENUTUP

21
5.1 Kesimpulan
Ovariohisterektomi (OH) merupakan suatu tindakan bedah yang dilakukan untuk
mengambil ovarium dan uterus. Tindakan operasi ini sering dilakukan untuk mencegah
siklus estrus dan kebuntingan berulang. Teknik yang digunakan pada operasi ini adalah
dengan menjepit distal ovarium dengan 2 arterial clamps lalu dilakukan pengikatan dan
pemotongan di ligamen suspensorius pada uterus. Teknik ini juga dilakukan pada corpus
uterus. Pemberian premedikasi dengan menggunakan Atropin sulfat sedangkan anestesi
dengan pemberian Ketamin 10% dan dikombinasikan dengan Xylazine 2%. Terapi yang
diberikan pasca operasi adalah antibiotik dengan menggunakan Amoxicillin, non-steroidal
anti inflamatory drug (NSAID) dengan menggunakan Tolfen dan salep topikal dengan
menggunakan Bioplacenton sebagai salep antibiotic. Secara keseluruhan operasi OH
berjalan lancar, membutuhkan waktu 6 hari luka bekas insisi sudah mongering dan dapat
dilakukan lepass jahitan. Perawatan post operasi selama 11 hari menunjukkan kondisi
kucing sudah dalam keadaan sehat.
5.2 Saran
Saran unuk kegiatan ini alat-alat yang digunakan lebih dilengkapi, selain itu sterilitas
juga sangat diperlukan bukan hanya untuk alat, operator, ruangan, namun sebisa mungkin
pasien juga harus dijaga kesterilannya.

DAFTAR PUSTAKA
22
Christiansen, IB. J. 1984. Reproduction in the Dog and Cat. Bailliere Tindall.

Cuningham, JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology .3rd edition. W.B saunders
Company : USA

Fossum, TW. 2002. Small Animal Surgery. 2 nd edition. Mosby

Hosgood, G dan Johnny D.H. 1998. Small Animal Paediatric Medicine and Surgery. London:
Reed Educational and Professional Publishing Ltd.

Hunt, KT. 2003. Wound Healing. In: Doherty MG. Current Surgical Diagnosis and
Treatment. 12th Ed., McGraw-Hills, USA.; p75-87

Katzung. BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika : Jakarta

Mann, A., Breuhahn K, Schirmacher P, Blessing M. Keratinocyte-Drived Granulocyte


Macrophage Colony Stimulating Factor Accelerates Wound Healing: Stimulation of
Keratinocyte Proliferation, Granulation Tissue Formation, and Vascularization. J Invest
Dermatol.2001; 117:1382-1390

McKelvey, D. and Hollingshead, K.W. 2003. Veterinery Anesthesia and Analgesia 3rd edition.
United Stated of America. Mosby

Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe C.C. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar.
Lippincottts Illustrated Reviews: Farmacology. Penerjemah Azwar Agoes. Edisi II.
Jakarta. Widya Medika. Halaman 259.

Moya, F., A.Quisor, P. and A.Cruz, C.M. (2006) 'The Healing Process', in Basic Principle of
Opthalmic Surgery, San Francisco: American Academy of Opthalmology.

Northsworthy G. 2003. The Feline Patient. USA : Lippincott Williams and Wilkins.
Plumb, D. C., 2008. Plumbs Veterinary Drug Handbook 6th edition. The IOWA State University
Press. Ames.

Sardjana, I Komang W. dan Diah K. 2011. Bedah Veteriner. Airlangga University Press :
Surabaya.

Tanudimadja, K. 1983. Biologi Reproduksi. Institut Pertanian Bogor.

Ting EA, Mays RW, Frey RM, Hof vW, Madicetty S, Deans R . Therapeutic Pathway of
Adult Stem Cells Repair. Critical Review in Oncology and Hematology., Elsevier,
Ireland.2008; p.81-93

Tranquilli, WJ. 2007. Veterinary Anesthesia and Analgesia. Edisi ke-4. Ames: Blackwell.

23

S-ar putea să vă placă și