Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
2. Etiologi
Dalam etiologi sirosis hepatis di kelompokkan menjadi :
a. Sirosis Laennec
Sirosis yang terjadi akibat mengkonsumsi minuman beralkohol secara
kronis dan berlebihan. Sirosis portal laenec (alkoholik, nutrisional), dimana
jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering
ditemukan oleh alkoholisme kronis, sering ditemukan di negara barat.
b. Sirosis pascanekrotik
Sirosis yang terjadi akibat nekrosis masif pada hati oleh toksin. Pada
beberapa kasus sirosis ini diakibatkan oleh intoksikasi bahan kimia industri,
racun, arsenik, karbon tetraklorida atau obat obatan seperti INH dan
metildopa. Sirosis pascanekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
c. Sirosis Biliaris
Sirosis ini terjadi akibat sumbatan saluran empedu (obstruksi biliaris)
pascahepatik yang menyebabkan statisnya empedu pada sel hati. Statisnya
aliran empedu menyebabkan penumpukan empedu di masa hati dan pada
akhirnya menyebabkan kerusakan sel sel hati. Pada sirosis bilier,
pembentukan jaringanparut biasanya terjadi dalam hati sekitar saluran empedu.
Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
d. Sirosis cardiac
Sirosis ini merupakan sirosis sekunder yang muncul akibat gagal jantung
dengan kongesti vena hepar yang kronis.
3. Manifestasi Klinis
Pada tingkat awal gejala penderita sirosis hati umumnya samar samar dan
tidak khas. Manifestasi klinis pada sirosis hati di bagi dua yaitu manifestasi klinis
dengan gejala dini atau awal dan manifestasi klinis lanjut.
4. Patofisologi
Adanya faktor penyebab kerusakan hati menimbulkan respon inflmasi pada
jaringan hepar, manifestasi lanjut sebagian di sebabkan oleh kegagalan fungsi hati
yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari
organ organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke
hati. Karena hati yan sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas,
maka aliran tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal
dengan konsekuensi bahwa organ organ ini menjadi tempat kongsti pasif yang
kronis. Tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini
cendrung menderita dyspepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara
berangsur angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dengan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perkusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superficial menyebabkan jaring jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh.
Varises gastrointestinal, obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrotic juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral
system gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang
mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi
pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esophagus, lambung dan rectum
bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh
darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varieses atau
hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan
yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami rupture dan
menimbulkan pendarahan. Edema merupaka gejala lanjut lainnya pada sirosis
hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma
menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi
aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi
kalium.
5. Komplikasi
a. Pecahnya Varises Esofagus
Kompilkasi yang biasa muncul adalah pecahnya varises esofagus dan
menyebabkan hematemesis malena. Perdarahan dapat berhenti atau masif. Bila
masih terjadi pendarahan maka klien memerlukan transfusi darah, vasopressin,
dan pemasanan NGT untuk lavage lambung. Pemberian vitresin bertujuan untuk
vasokontriksi arteri splanikus. Apabila perdarahan belum juga berhenti maka
dapat dilakukan pemasangan balon untuk tamponade.
b. Hipertensi Portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta yang menetap di
atas nilai normal yaitu 6 12 cm H2O. penyebabnya adalah resistensi aliran
darah yang keluar masuk melalui vena hepatika dan peningkatan aliran arteri
splangnikus sehingga terjadi peningkatan tekanan pada sistem portal yang
memicu munculnya aliran kolateral guna menurunkan tekanan dan menghindari
obstruksi hepatik. Sirkulasi kolateral ini mengenai esofagus bagian bawah dan
menyebabkan dilatasi vena vena tersebut sehingga menimbulkan varises dan
esofagus.
Sirkulasi kolateral juga mencapai vena superfisial dinding abdomen dan
mengakibatkan dilatasi vena vena sekitar umbilikus. Sistem vena rektal
membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena vena rektal berdilatasi
dan menyebabkan hemoroid internal.
c. Asites
Asites adalah akumulasi caiandi rongga peritoneum. Mekanisme yang
menyebabkan terjadinya asitas pada pasien sirosis adalah :
1) Hipertensi portal mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik
2) Penurunan produksi albumin menyebabkan penurunan tekanan osmotik
koloid
3) Penurunan volume sirkulasi menyebabkan hiperaldoseteronism yang
mengakibatkan retensi natrium dan air
d. Ensefalopati hepatikum
Penyebab ketidkmampuan hepar untuk metabolisme amonia menjadi
ureum, amonia bersifat toksik pada SSP ( susunan saraf pusat ). Ditandai dengan
peningkatan anomia di dalam darah dan CSF ( cerebro spinal fluid). Setiap
proses yang meningkatkan protein di dalam usus seperti peningkatan intake
protein atau perdarahan saluran cerna akan meningkatan amonia dalam darah.
Mekanisme dasarnya adalah karena intoksikasi otak oleh poduk pemecahan
metabolisme protein oleh kerja bakteri dalam usus. Darah yang masuk ke usus
juga akan dipecah komponen proteinnya seperti globin, oleh kerja bakteri usus.
Keadaan yang mempercepat terjadinya ensefalopati hepatikum antara lain :
perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan, obat diuretik, parasintesis,
hipokalemia, infeksi akut, pembedahan, azotemia, dan pemberian morfin,
sedatif, atau obat mengandung NH3. Manifestasinya berupa perubahan tingkat
kesadaran, perubahan memori, perhatian, konsentrasi, respon,perubahan pola
tidur, asterixis, fetor hepatikum.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
sirosis hepatis antara lain :
a. CT Scan / biaposi hati : bertujuan untuk mendeteksi adanya infiltrat lemak,
jaringan fibrosis dan kerusakan jaringan hati.
b. Kolesistografi / kolangiografi : bertujuan untuk mengindentifikasi adanya
penyakit duktus empedu sebagai faktor predisposisi sirosis hepatis.
c. Portografi transhepatik perkutaneus : bertujuan untuk memperlihatkan sirkulasi
sistem vena portal
d. Bilirubin serum : bertujuan untuk mengetahui adanya ganguan seluler, bilirubin
serum meningkat menunjukkan ketidakmampuan hati untuk mengkonjugasi
bilirubin atau adanya obstruksi biliaris.
e. Darah lengkap : anemia terjadi karena kerusakan eritrosit (hemolisis) karena
masa hidupnya berkurang oleh destruksi eritrosit dalam limpa, hipersplenisme,
defisiensi (besi dan folat) karena hepar tidak dapat menyimpan asam folat,
kegagalan sumsum tulang dan kerusakan hepar sehingga eritropoiesis menurun.
Leucopenia mungkin ada sebagian akibat hiperspenisme.trombosit menurun
karena hipersplenisame dan memicu terjadinya perdarahan. Pecahnya varises
esophagus dan lambung juga memicu perdarahan.
f. Masa protombin / PTT. Masa protombin memanjang : kegagalan hepar
mensintesis protrombin sehingga protrombin menurun dan memicu terjadinya
perdarahan
g. Fibrinogen : menurun ( disfibrinogenemia) karena penurunan produksi oleh
hepar. Fibrinogen berperan penting sebagai factor pembekuan darah.
h. Glukosa serum : proses metabolism glukosa menurun karena kerusakan sel hati
yang menggangu glukogenesis, glikolisis dan glukoneogenesis.
7. Penatalaksanaan Medis
Fokus penatalaksanaan medis adalah mengontrol komplikasi,
memaksimalkan fungsi hati dengan diet yang bergizi, istirahat yang cukup dan
pemberian kortikosteroid untuk mengurangi manifesatsi sirosis dan memperbaiki
fungsi hati, mengobati penyebab seperti tidak minum alkohol, menghilangkan
obstruksi empedu dan mengurangi terpaparnya hepar oleh zat toksin, mencegah
infeksi, dan lemak secukupnya, bila terdapat ensefalopati hepatikum maka protein
dikurangi untuk mengurangi amoniak, diet rendah garam, pembatasan cairan 1,5
liter/hari, pemberian diuretik, filter cairan asites.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SIROSIS HEPAR
A. Pengkajian
1. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
2. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
a. Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi,
dan kondisi patologis.
b. Pulse rate
c. Respiratory rate
d. Suhu
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit yang
berbahaya, misalnya hepatitis, gagal fungsi ginjal akut, dan hipertensi porta. Dan juga
kaji riwayat penyakit keturunan yang dialami oleh keluarga klien. Dan tanyakan gaya
hidup klien seperti meroko dan alkohol.
4. Pengkajian Data Dasar
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, terlalu lelah.
Tanda : latergi, penurunan massa otot/tonus.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat GJK kronis, perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker
(malfungsi hati menimbulkan gagal hati). Disritmia, bunyi jantung
ekstra (S3 dan S4). DVJ: vena abdomen distensi.
c. Eliminasi
Gejala : flatus
Tanda :distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan/tak
adanya bisisng usus, feses warna tanah liat, melena dan urin pekat dan
gelap.
d. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tak dapat mencerna,
mula/muntah.
Tanda : penurunan berat badan atau peningkatan (cairan), penggunaan
jaringan, edema umum pada jaringan, kulit kering dan turgor buruk,
ikterik; angioma spider, napas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
e. Neurosensori
Gejala : orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan
mental.
Tanda : perubahan mental, bingung halusinasi, dan koma, bicara lambat/tak
jelas, asetrik (ensefalopati hepatik).
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritis
perifer.
Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri.
g. Pernapasan
Gejala : dispnea
Tanda : takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru
terbatas (asites) dan hipoksia.
h. Keamanan
Gejala : pruritus
Tanda : demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), ikterik, ekimosis, ptekie,
angioma spider/teleangiektasis dan eritema palmar.
i. Seksualitas
Gejala : gangguan menstruasi, impoten
Tanda : atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan,
dan pubis).
j. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/penyalahgunaan,
penyakit hati alkoholik. Riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan
pada toksin; terutama hati; perdarahan GI atas; episode perdarahan
varises esofangeal; penggunaan obat yang memperngaruhi gungsi hati.
5. Review of system
a. Pernafasan B1 (Breath)
1) Inspeksi : ekspansi paru tidak normal, bentuk dada normal
2) Perkusi : sonor/redup.
3) Palpasi : tidak ada fremitus, napas klien cepat 27x/menit
4) Auskultasi : terdengar bruit pada leher, ada bunyi tambahan napas.
b. Kardiovaskuler B2 ( Blood)
1) Inspeksi : (-) peningkatan JVP,(-) tanda cyanosis
2) Perkusi : Perkusi untuk menentukan letak jantung (jantung pada batas kanan
di intercosta 6, atas intercosta 2, kiri intercosta 8, bawah intercosta 4/5) untuk
mengetahui terjadinya kardiomegali.
3) Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada letak anatomi jantung.
4) Auskultasi : ada bunyi jantung tambahan (S3 dan S4), dan disritmia.
c. Persyarafan B3 ( Brain)
1) Adanya perubahan kepribadian, bicara lambat dan tidak jelas, bingung
halusinasi, dan koma.
d. Perkemihan B4 (Bladder)
1) Urine klien tampak gelap dan pekat
e. Pencernaan B5 (Bowel)
1) Inspeksi : terjadi asites/edema abdomen, napas klien bau, tampak perdarahan
pada gusi.
2) Palpasi : adanya hepatomegali, adanya nyeri tekan abdomen,
3) Auskultasi : tidak adanya bising usus, splenomegali.
4) Perkusi : terdengar adanya bunyi cairan pada bagian abdomen.