Sunteți pe pagina 1din 11

OTONOMI KHUSUS

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

RIPTA RARUNG RASKA


4212101030
Kewarganegaraan
Kelas 27
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Sang Maha Pencipta dan Pengatur Alam Semesta, berkat
Ridho Nya, penulis akhirnya mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
"Otonomi Khusus, Daerah Istimewa Yogyakarta".
Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
penulis alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari orang terdekat,
sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis pada kesempatan
ini mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu dan Ayah, atas semua doa dan bantuan finansial untuk
menyelesaikan makalah ini.
2. Teman-teman yang telah memberikan bantuan pengetahuan sebagai
refrensi sumber bagi penulis untuk menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena
itu segala kritikan dan saran yang membangun akan penulis terima dengan baik.
Semoga makalah "Otonomi Khusus Daerah Istimewa Yogyakarta", ini dapat bermanfaat
bagi khususnya mahasiswa ITS yang sedang mencari refrensi dan masyarakat umum
pada umumnya agar setelah membaca makalah ini, lebih memahami mengenai
otonomi daerah khusus di Daerah Istimewa Yogyakarta semua.

Surabaya, 22 Mei 2014

Ripta Rarung Raska

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 4
1.2 Pembatasan masalah ................................................................... 4
1.3 Rumusan masalah ....................................................................... 5
1.4 Tujuan .................................................................................... 5
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................... 6
2.1 Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta ................................................ 6
2.2 Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah otonomi khusus . 7
2.3 Dampak positif dan negatif dari bentuk otonomi daerah khusus di Daerah
Istimewa Yogyakarta ................................................................... 8
BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................... 10
REFRENSI .......................................................................................... 11

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebagai respon atas tuntutan reformasi pemerintah dengan cukup cepat telah
mela-kukan pembahan yang cukup mendasar atas berbagai UU dalam bidang
politik dari yang berwatak sentralistisotoritarian ke otonomi-demokratis.
Setelah berhasil menyusun tiga UU bidang politik yang menjadi landasan
pelaksanaan pemilu tahun 1999 pemerintah segera menyusulinya dengan UU
baru dalam bidang politik khusus mengenai hubungan kekuasaan antara pusat
dan daerah yakni UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No
25 Tahun 1999 tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan
pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
disamping sebagai pendidikan politik ditingkat lokal. Pertimbangan dan syarat
lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan
tujuan dibentuknya daerah dan diberikannya otonomi daerah. Pemerintah
dapat menetapkan kawasan khusus di daerah otonomi untuk menyelenggarakan
fungsi fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan untuk
kepentingan nasional/ berskala nasional yang bertujuan khusus untuk
kepentingan-kepentingan dan bermanfaat bagi Indonesia. Salah satu daerah
otonomi khusus ini ialah Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah diakui daerah
otonomi khusus pada UU No.13 tahun 2012 tentang keistimewaan Yogyakarta.
Dalam makalah ini akan banyak dibahas mengenai, keistimewaan
Yogyakarta dimulai dari sejarah Yogyakarta, perundang-undangan yang
mengatur,dampak positif dan negatif dari sistem daerah otonomi khusus,
pengembangan daerah Yogyakarta serta pembahasan-pembahasan tambahan
lain dari penulis.

1.2 Pembatasan masalah


Untuk pembatasan masalah, fokus mengenai permasalahan yang akan
dibahas adalah :
1. Otonomi khusus membahas Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Pemerintahan dan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
3. Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
4. Permasalahan yang timbul di daera

4
1.3 Rumusan masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas ialah :
1. Bagaimana sejarah dari Yogyakarta?
2. Bagaimana proses pembentukan wilayah otonomi khusus oleh Yogyakarta?
3. Apakah dampak positif dan negatif dari otonomi khusus yang diberikan
kepada Yogyakarta
4. Bagaimana perkembangan pemerintahan Yogyakarta saat kini?

1.4 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui sejarah dari Yogyakarta
2. Mengetahui proses pembentukan wilayah otonomi khusus oleh Yogyakarta
3. Mengetahui dampak positif dan negatif dari otonomi khusus yang diberikan
kepada Yogyakarta
4. Mengetahui perkembangan pemerintahan Yogyakarta saat ini

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta


Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah provinsi tertua kedua di
Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian
Indonesia. Provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi khusus.
Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan
Menurut Babad Gianti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah
nama yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai
pengganti nama pesanggrahan Gartitawati. Yogyakarta berarti Yogya yang
kerta, Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti
Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber lain mengatakan, nama
Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos
Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan
Jogja(karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa). Sebelum Indonesia merdeka,
Yogyakarta sudah mempunyai tradisi pemerintahan karena Yogyakarta adalah
Kasultanan, termasuk di dalamnya terdapat juga Kadipaten Pakualam. Daerah
yang mempunyai asal-usul dengan pemerintahannya sendiri, di jaman
penjajahan Hindia Belanda disebut Zelfbesturende Landschappen. Di jaman
kemerdekaan disebut dengan nama Daerah Swapraja.
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri sejak 1755 didirikan oleh
Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I.
Kadipaten Pakualam, berdiri sejak 1813, didirikan oleh Pangeran Notokusumo,
(saudara Sultan Hamengku Buwono II) kemudian bergelar Adipati Paku Alam I.
Baik Kasultanan maupun Pakualaman, diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda
sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu
dinyatakan di dalam kontrak politik. Terakhir kontrak politik Kasultanan
tercantum dalam Staatsblad 1941 No. 47 dan kontrak politik Pakualaman dalam
Staatsblaad 1941 No. 577.
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX
dan Sri Paku Alam VIII mengetok kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa
Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian wilayah
Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu mewujudkan satu
kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri sultan Hamengku Buwono IX dan Sri
Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung
jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Pegangan hukumnya
adalah :
1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam
VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden Republik Indonesia.
2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Amanat Sri Paku Alam VIII
tertanggal 5 September 1945 ( yang dibuat sendiri-sendiri secara
6
terpisah).
3. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII
tertanggal 30 Oktober 1945 (yang dibuat bersama dalam satu naskah).

2.2 Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah otonomi


khusus
Pada saat ini Kraton Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono X dan Puro Pakualaman oleh Sri Paduka Paku Alam IX. Keduanya
memainkan peranan yang sangat menentukan di dalam memelihara nilai-nilai
budaya dan adat-istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat
Yogyakarta. Dengan dasar pasal 18 Undang-undang 1945, Dewan Perwakilan
Rakyat Propisni Daerah Istimewa Yogyakarta menghendaki agar kedudukan
sebagai Daerah Istimewa untuk Daerah Tingkat I, tetap lestari dengan
mengingat sejarah pembentukan dan perkembangan Pemerintahan Daerahnya
yang sepatutnya dihormati.
Pasal 18 undang-undang dasar 1945 itu menyatakan bahwa pembagian
Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan
mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara dan
hak-hak asal-usul dalam Daerah-daerah yang bersifat Istimewa. Sebagai
Daerah Otonom setingkat Propinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk
dengan Undang-undang No.3 tahun 1950, sesuai dengan maksud pasal 18 UUD
1945 tersebut. Disebutkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah meliputi
bekas Daerah/Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman.
Dalam perjalanan menjadi daerah otonomi khusus, Yogyakarta
mendabatkan kecaman serta perdebatan yang hanya bisa dipecahkan dengan
cara kajian dan masukan dari masyarakat luas. Hal ini membuat terjadi
perubahan Undang-undang untuk keistimewaan Yogyakarta,diantaranya :
1. Dalam perumusan Undang-Undang nomer I tahun 1957 tentang pokok
pokok pemerintahan daerah, 4 masalah pokok yang diperdebatkan itu
dipecahkan menjadi pasal-pasal undang undang sebagi berikut:
- Sistem otonomi real, yaitu kesempatan bagi daerah-daerah
untuk menunaikan tugasnya secara penuh sesuai bakat dan
kesanggupannya agar dapat berkembang secara luas.
- Tingkat daerah yang ditetapkan dalam undang-undang adalah
pendapat pemerintah yaitu dua tingkat daerah otonom dan
kalau dperlukan tiga tingkat.
- Kepala daerah harus mendapat kepercayaan dan diserahi
kekuasaan atas kepercayaan rakyat itu.
- Undang-undang membebankan pengawasan kepada menteri
dalam negeri untuk daerah tingkat I dan kepada DPD setingkat
lebih atas untuk daerah-daerah lain yaitu dengan
menangguhkan atau membatalkan peraturan serta keputusan

7
DPRD atau DPD yang tidak sesuai atau bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
kepentingan umum.
Dengan UU nomer 1/ 1957 ini pertentangan antara pemerintah pusat
yang menginginkan daerah-daerah dapat dikontrol dengan ketat
dengan lembaga-lembaga serta birokrasi pemerintahan dan daerah
yang menginginkan otonomi seluas-luasnya dikompromikan oleh
pemerintah dan DPR.
2. Setelah UU No. 1 / tahun 1957, ternyata masalah kembali timbul,
dimulainya pesta demokrasi Indonesia dalam kurun waktu tahun 1999
sampai dengan 2009 masih membuat orang bertanya-tanya mengenai
penetapan gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
tersebut. Ke depannya, apakah akan di gantikan atau diberi
kekuasaan penuh yang sesuai dengan aturan yang telah di tetapkan
UUD 1945. Perjuangan rakyat Yogyakarta dalam mengawal
keistimewaannya sebagaimana Amanat Maklumat 5 September 1945
dari Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII, yang
menyatakan bahwa Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat menjadi
bagian dari NKRI, merupakan perjuangan yang tak boleh selesai pada
tahapan telah disahkannya UUK DIY saja. Kemudian pada tahun 2012
ditetapkanlah UU Nomer 3 / tahun 2012 tentang keistimewaan
Yogyakarta yang dibagi menjadi 3 bahasan pokok utama yaitu :
- Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta, Pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY
disepakai melalaui penetapan Sultan dan Pakualam yang terdaftar
masing-masing sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
- Sumber dan mekanisme penyaluran dana keistimewaan
Yogyakarta bersumber dari APBN dan juga memperhatikan
kebutuhan pemerintah Yogyakarta, proses pelaksanaannya
dilaksanakan melalui transfer ke daerah.
- Penyelenggaraan keistimewaan di bidang pertanahan
keistimewaan dilakukan dengan ketentuan Sultan dan Pakualaman
ground merupakan badan hukum subyek hak.

2.3 Dampak positif dan negatif dari bentuk otonomi daerah khusus di
Daerah Istimewa Yogyakarta
Dalam melakukan suatu tindakan, tentu selalu ada akibat yang
dilakukan. Dalam sub-bab ini, akan dibahas mengenai dampak positif dan
negatif dalam pelaksanaannya.
Dampak positif yang dirasakan adalah bahwa dengan otonomi daerah
maka pemerintah daerah Yogyakarta akan mendapatkan kesempatan untuk
menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang
dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah

8
daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan
dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur
birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah
lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi
kebudayaan dan juga pariwisata yang sudah mengakar dan berbudaya di
Yogyakarta. Dengan melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan
pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah
daerah cinderung lebih mengerti keadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-
potensi yang ada di daerahnya daripada pemerintah pusat.
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi
oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat
merugikan Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu
terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi
Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan
daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh
pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi di tingkat daerah. Hal tersebut
dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih
susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang
dengan sistem otonomi daerah membuat peranan pemerintah pusat tidak
begitu berarti. Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah
yang terkadang dapat memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah
sedang mengadakan promosi pariwisata, maka daerah lain akan ikut melakukan
hal yang sama seakan timbul persaingan bisnis antar daerah. Selain itu otonomi
daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar daerah.
Daerah yang kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan
daerah pendapatannya kurang akan tetap begitu-begitu saja tanpa ada
pembangunan. Hal ini sudah sangat mengkhawatirkan karena ini sudah
melanggar pancasila sila ke-lima, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.

9
BAB 3
KESIMPULAN

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang berdasarkan wilayah


Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Selain itu
ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Praja
Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enklave di Yogyakarta. Sementara itu,
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah provinsi yang memiliki status istimewa atau
otonomi khusus. Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum
kemerdekaan. Kesultanan Yogyakarta dan juga Kadipaten Paku Alaman, sebagai cikal
bakal atau asal usul DIY, memiliki status sebagai "Kerajaan vasal/Negara
bagian/Dependent state" dalam pemerintahan penjajahan mulai dari VOC , Hindia
Perancis (Republik Bataav Belanda-Perancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris),
Hindia Belanda (Kerajaan Nederland), dan terakhir Tentara Angkatan Darat XVI
Jepang (Kekaisaran Jepang).
Daerah Istimewa Yogyakarta yang dinilai mengunakan sistem monarki karena
pemilihan Kepala Daerah/Gubernur yang dilakukan secara turun-temurun tanpa
adanya pemilihan langsung seperti Propinsi lain pada umumnya ternyata masih
mengandung nilai-nilai demokrasi. Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dikatakan jauh
dari kata monarki hal itu terlihat dari keikutsertaan masyarakat didalam
pemerintahan, dan juga pemilihan Gubernur yang dilakukan secara turun-temurun itu
adalah atas kehendak masyarakat yang dikarenakan unsur tradisi dari nenek moyang
masih sangat kental di masyrakat Yogyakarta, yang sehingga Pemerintah harus
menghargai dan mengakui adanya keistimewaan tersebut yang ditunjukan dengan
membentuk/menyusunkan undang-undang yang secara jelas mengatur tentang
keistimewaan Yogyakarta yang sudah di putuskan.

10
REFRENSI

- Selosoemardjan, ed (1962). Social Changes in Jogjakarta. New York: Cornell


University Press.
- Soedarisman Poerwokoeoemo (1984). Daerah Istimewa Yogyakarta.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Saafroedin Bahar et. al., ed (1993). Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-
19 Agustus 1945. Edisi kedua. Jakarta: Sekretariat Negara RI. ISBN 979-8300-
00-9.
- Heru Wahyukismoyo (2004). Keistimewaan jogja vs Demokratisasi. Bayu Indra
Grafika, Yogyakarta. ISBN 979-8680-73-X.
- UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta

11

S-ar putea să vă placă și