Sunteți pe pagina 1din 22

Keperawatan anak

Konsep bermain anak dari usia balita 3 5 tahun

DISUSUN OLEH
MARTADILA GAUTAMA
THIA FARDARINA

POLITEKNIK KESEHATAN JURUSAN


DIII KEPERAWATAN PALEMBANG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang " Konsep bermain anak dari usia balita 3 5
tahun" ini.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang
lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta
rahmat bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi
tugas pendidikan keperawatan anak dengan judul " Konsep bermain anak dari
usia balita 3 5 tahun ". Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini
berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat
dan jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya
bisa diperbaiki.

Palembang, agustus 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Usia dini merupakan usia yang efektif untuk mengembangkan berbagai
potensi yang dimiliki oleh anak. Upaya pengembangan potensi dapat
dilakukan dengan berbagai cara termasuk dalam bermain dan permainan.
Pembelajaran untuk anak usia dini hendaknya memperhatikan proses
pembelajaran yang menerapkan prinsip PAKEMI (Pembelajaran yang Aktif,
Kreatif, Efektif, Menyenangkan dan Inovatif).
Bermain bagi anak merupakan cara yang paling tepat untuk belajar. Anak
yang aktif, melakukannya secara sukarela, tanpa paksaan.Ketika bermain anak
merasa senang, diberi kesempatan bereksplorasi, dan ketika bermain ada pula
masa mula, tengah, dan ada akhirannya.Bermain juga simbolik, bermakna, dan
ada peraturannya. Oleh karena itu permainan bola pintar memiliki tujuan,
aspek perkembangan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak
usia dini.
Kegiatan bermain memberi kontribusi untuk perkembangan aspek
kecerdasan kognitif, emosi, sosial, serta fisik anak.Kegiatan bermain sangat
penting untuk anak dan sudah menjadi salah satu hak mereka.Melalui kegiatan
bermain, anak prasekolah dapat berkenalan dengan kosakata secara
perlahan.Selain itu, ketika bermain tanah liat, merangkai manik-manik atau
yang lain, keterampilan motorik halus anak dapat berkembang.Sedangkan
keterampilan motorik kasar dapat ditingkatkan melalui kegiatan bermain bola,
lompat tali, berjalan, dan lainnya. Lantas, kegiatan bermain yang tidak
diarahkan dapat membuat anak belajar mengenai cara bekerja di dalam sebuah
tim, berbagi, bernegosiasi, mendengar, serta mencari solusi. Permainan mobil-
mobilan juga memungkinkan anak belajar untuk terampil dalam mengambil
keputusan.
Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia sejak lahir
hingga 8 tahun. Batasan usia 0-8 tahun merupakan batasan usia yang
mengacu pada konsep DAP (Developmentally Aprropriate Practices) yaitu
acuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang diterbitkan oleh asaosiasi
PAUD di Amerika. Dalam DAP sudah dikembangkan kurikulum, kegiatan
pembelajaran, dan assessment atau penilaian yang disesuaikan dengan
perkembangan anak berdasarkan usia dan kebutuhan individunya. Berdasar
pada karakteristik usia tersebut, anak usia dini dibagi menjadi:
1) usia 0-1 tahun merupakan masa bayi,
2) Usia 1-3 tahun merupakan masa Toddler (BATITA),
3) Usia 6 tahun merupakan masa prasekolah,
4) usia 6-8 tahun merupakan masa SD kelas awal.
Anak usia dini memiliki proses pertumbuhan dan perkembangan yang
bersifat unik. Secara fisik pertumbuhan anak usia dini sangat pesat. Tinggi
badan dan berat badan anak bertambah cukup pesat, dibanding dengan
pertumbuhan pada usia di atasnya. Begitu pula pertumbuhan otak anak, otak
sebagai pusat koordinasi berbagai kemampuan manusia tumpuh sangat pesat
pada anak usia dini. Pada usia 4 tahun pertumbuhan otak anak sudah
mendekati 80 % sempurna. Pemberian stimulasi pendidikan pada saat
pertumbuhan fisik anak yang pesat dan otak sedang tumbuh dan mengalami
kelenturan atau pada usia kematangannya akan mendapat hasil yang
maksimal dibandingkan pada usia sebelum dan sesudahnya. Dengan demikian
sebagai pendidik perlu memahami kapan munculnya masa peka atau usia
kematangan anak tersebut.
Di samping pertumbuhan, perkembangan anak usia dinipun muncul
dengan pesat. Berbagai macam aspek yang berkembang sering
dikelompokkan sebagai perkembangan fisik (motorik halus dan kasar),
inteligensi (daya pikir dan daya cipta), bahasa (kosa kata, komuikasi), social-
emosional (sikap, kebiasaan, perilaku, moral). Pada usia dini perkembangan
masing-masing aspek memiliki karakteistik khusus yang berbeda pada usia-
usia tertentu. Pemberian stimulasi yang sesuai dengan karakteristik
perkembangan anak akan menjadikan berbagai aspek perkembangan anak
berkembang maksimal.
Dalam penyelenggaraan pendidikan berbagai metode dapat dilakukan
misalnya belajar melalui bermain. Dengan bermain, anak dapat
mengembangkan berbagai aspek dalam pertumbuhan dan perkembangan
tersebut. Pesatnya anak dalam mempelajari segala hal dapat dimanfaatkan
pendidik dengan sebuah permainan.

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hakekat bermain bagi anak?
2. Bagaimana perkembangan fase bermain pada anak?
3. Bagaimana karakteristik bermain pada anak?

1.3.Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk mengetahui:
1. Hakikat bermain bagi anak.
2. Perkembangan fase bermain pada anak.
3. Karakteristik bermain pada anak.
BAB II
KONSEP BERMAIN

2.1. HAKEKAT BERMAIN BAGI ANAK


1. Pengertian Bermain
Bermain adalah hal yang penting bagi perkembangan kognitif dan sosio-
emosi anak-anak (Coplan & Arbeau, 2009).Menurut Freud dan Ericson, bermain
membantu anak-anak dalam mengatasi kecemasan dan konflik-konfliknya.Karena
ketegangan dapat diredakan melalui aktivitas bermain, anak dapat mengatasi
masalah-masalah dalam hidup.Bermain memungkinkan anak lebih mengeluarkan
energi dan melepaskan ketegangan yang tertahan.Anak-anak dapat merasa kurang
terancam dan cenderung lebih dapat mengekspresikan perasaan-perasaan
sebenarnya di dalam konteks bermain.
Bermain juga merupakan konteks penting dalam perkembangan koginif
(Coplan & Arbeau, 2009).Baik Piaget dan Vygotsky menyimpulkan bahwa
bermain adalah pekerjaan anak-anak. Bermain pula membuat anak-anak
mempraktikkan kompetensinya serta memperoleh keterampilan melalui cara yang
menyenangkan. Menurut Piaget, struktur kognitif harus dilatih, dan bermain dapat
sebagai media untuk latihan tersebut.
Daniel Berlyne (1960) mendeskripsikan bermain sebagai aktivitas yang
menggairahkan dan menyenangkan karena bermain memuaskan dorongan
eksplorasi kita.Dorongan ini mencangkup rasa ingin tahu dan hasrat untuk
memperoleh informasi mengenai sesuatu yang baru atau tidak biasa. Bermain juga
mendorong perilaku eksplorasi dengan cara menawarkan berbagai kemungkinan
yang baru, kompleks, tidak pasti, penuh kejutan, dan aneh bagi anak.
Selain bermain, terdapat games dimana aktivitas yang dilakukan untuk
memperoleh kesenangan dan memiliki aturan-aturan. Games memiliki peranan
yang lebih besar bagi kehidupan anak-anak sekolah dasar. Dalam sebuah studi,
insiden tertinggi bermain terjadi antara usia 10 hingga 12 tahun (Eiferman, 1971).
Setelah usia 12 tahun, popularitas games menurun (Bergen, 1988).
Bermain adalah kegiatan yanga anak-anak lakukan sepanjang hari
karena bagi anak bermain adalah hidupdan hidup adalah bermain
(Mayesty, 1990: 196-197). Anak usia dini tidak membedakan antara
bermain belajar dan bekerja. Anak-anak umum nya menikmati permainan
dan akan terus melakukan dimanapun mereka berada dan memiliki
kesempatan untuk bermaian.
Piaget dalam Mayesti (1990: 42) mengatakan bahwa bermain adalah
sesuatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan akan
menimbulkan kesenangan, kepuasan bagi diri sendiri, sedangkan Parten
dalam Dockett dan Fleer (2000: 14) memandang bahwa bermain adalah
sebagai sarana sosialisasi diharapkan melalui bermain dapat memberi
kesempatan anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan
perasaan, berkreasai dan belajar secara me nyenangkan (Yuliani Nurani
Sujiono, 2009: 144-145).
Emmy Budiati (2008) Bermain merupakan kebutuhan bagi anak,
karena melalui bermain anak akan merasa senang, dan bermain adalah
suatu kebutuhan yang sudah ada dalam diri anak. Dalam redaksi yang lain
dijelaskan bahwa bermain merupakan seluruh aktivitas anak termasuk
bekerja kesenangannya dan merupakan metode bagaimana mereka
mengenal dunia. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan
kebutuhan anak seperti halnya makanan, cinta kasih (Soetjiningsih, 1995).
Tentang bermain, Hurlock (1999) menyatakan setiap kegiatan yang
dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan
hasil akhir. Dengan demikian anak dapat mempelajari berbagai
keterampialan dengan senang hati, tanpa merasa dipaksa ataupun terpaksa
ketika kegiatan bermain.
Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan
ketrampilan dan kecerdasan anak agar lebih siap menuju pendidikan
selanjutnya. Kecerdasan anak tidak hanya ditentukan oleh skor tunggal
yang diungkap melalui tes intelegensi saja akan tetapi anak juga memiliki
sejumlah kecerdasan yang berwujud keterampilan dan kemampuan.
Frobel menganggap jika bermain sebagai kegiatan yang mempunyai
nilai praktis. Artinya, bermain sebagai media untuk meningkatkan
ketrampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Bermain juga berfungsi
sebagai sarana refresing untuk memulihkan tenaga seseorang setelah lelah
bekerja dan dihinggapi rasa jenuh (Iva Noorlaila, 2010: 35-37).
Jadi, jika sejak awal perkembangannya anak dikondisikan pada
bidang yang diminatinya, maka anak akan semakin meningkat
pengetahuannya akan bidang yang ditekuni kelak. Sedangkan Frobel
berdasarkan pengalamannya sebagai pengajar, lebih menekankan
pentingnya bermain dalam belajar, dia menyadari bahwa kegiatan bermain
maupun mainan yang dinikmati anak dapat digunakan untuk menarik
perhatian kepada anak dan mampu untuk mengembangkan pengetahuan
mereka.

2. Prinsip dan Tujuan Bermain


Pada dasarnya bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara
perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini. Artinya bahwa
tumbuh kembang anak akan optimal melalui bermain yang kreatif,
interaktif dan terintregrasi dengan lingkungan bermain anak.
Elkonin dalam Catron dan Allen (1999: 163) salah seorang murid
dari Vygodsky menggambarkan empat prinsip bermain yaitu:
a) Dalm bermain anak mengembangkan sistem untuk memahami apa yang
sedang terjadi dalam rangka mengetahui tujuan yang kompleks
b) Kemampuan untuk menempatkan perspektif orang lain melalui aturan-
aturan dan menegosiasikan aturan bermain.
c) Anak menggunakan suatu replika untuk menggantikan produk nyata
lalu mereka menggantikan suatu produk yang berbeda, kemampuan
menggunakan simbol termasuk ke dalam perkembangan berfikir abstrak
dan imajinatif.
d) Kehati-hatian dalam bermain mungkin terjadi karena anak perlu
mengikuti aturan permainan yang telah di tentukan bersama teman lain
nya.
Untuk mendukung hal tersebut seorang anak mampu melakukan
pembelajaran yang situasinya merupakan khayalan anak tersebut atau yang
bisa di sebut dengan bermain sosiodrama, bermain pura-pura atau bermain
drama.
Beberapa tujuan dari bermain dan permainan anak sebagai berikut:
Menanamkan kebiasaan disiplin dan tanggungjawab dalam kehidupan
sehari- hari.
Melatih sikap ramah dan suka bekerja sama dengan teman, menujukkan
kepedulian.
Menanamkan budipekerti yang baik.
Melatih anak untuk berani dan menantang ingin mempunya rasa ingin
tahu yang besar.
Melatih anak untuk menyayangi dan mencintai lingkungan dan ciptaan
tuhan.
Melatih anak untuk mencari berbagai konsb moral yang mendasar
seperti salah, benar, jujur, adil dan fair.
Permainan meningkatkan afiliasi dengan teman sebaya, mengurangi
tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya
jelajah, dan memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang
secara potensial berbahaya.
Permainan meningkatkan kemungkinan bahwa anak-anak akan
berbicara dan berinteraksi dengan satu sama lain.
3. Permainan sebagai wadah untuk mempraktikkan peran-peran yang
mereka akan laksanakan dalam hidup masa depannya.

3. Fungsi dan Manfaat Bermain


Pada awal abad yang lalu, Sigmund Freud sudah mengemukakan
bahwa kegiatan bermain memungkinkan tersalurnya dorongan-dorongan
instingtual anak dalm meringankan snak pada beban mental. Kegiatan
bermain merupakan sarana yang aman yang dapat digunakan untuk
mengulan ulang pelaksanan dorongan-dorongan itu dan juga reaksi-reaksi
mental yang mendasarinya.
Wolfgang dan wolfgang (1999: 32-37) berpendapat bahwa terdapat
sejumlah nilai- nilai dalam bermain (the value of play) yaitu bermain dapat
mengembangkan keterampilan sosial, emosional, kognitif. Dalam
pembelajaran terdapat berbagai kegiatan yang memiliki dampak dalam
perkembangan anak, sehingga dapat diidentifikasikan bahwa fungsi
bermain antara lain:
a) Berfungsi untuk mencerdaskan otot pikiran.
b) Berfungsi untuk mengasah panca indra.
c) Berfungsi sebagai media terapi.
d) Berfungsi untuk memacu kreatifitas.
e) Berfungsi untuk melatih intelektual.
f) Berfungsi utuk menemukan sesuatu yang baru.
g) Berfungsi untuk melatih empati Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 45-47).
Beberapa manfaat yang bisa diperoleh seorang anak melalui
bermainantara lain (Zaviera, 2008):
o Aspek fisik, dengan mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan
yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, akan membuat tubuh
anak menjadi sehat.
o Aspek perkembangan motor kasar dan halus, hal ini untuk
meningkatkan ketrampilan anak.
o Aspek sosial, anak belajar berpisah dengan ibu dan pengasuh. Anak
belajar menjalin hubungan dengan teman sebaya, belajar berbagi hak,
mempertahankan hubungan, perkembangan bahasa, dan bermain
peran sosial.
o Aspek bahasa, anak akan memperoleh kesempatan yang luas untuk
berani bicara. Hal ini penting bagi kemampuan anak dalam
berkomunikasi dan memperluas pergaulannya.
o Aspek emosi dan kepribadian. Melalui bermain, anak dapat
melepaskan ketegangan yang dialaminya. Dengan bermain
berkelompok, anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya
tentang kelebihan yang dimiliki sehingga dapat membantu
perbentukan konsep diri yang positif, mempunyai rasa percaya diri
dan harga diri.
o Aspek kognisi. Pengetahuan yang didapat akan bertambah luas dan
daya nalar juga bertambah luas, dengan mempunyai kreativitas,
kemampuan berbahasa, dan peningkatan daya ingat anak.
o Aspek ketajaman panca indra. Dengan bermain, anak dapat lebih peka
pada hal-hal yang berlangsung dilingkungan sekitarnya.
o Aspek perkembangan kreativitas. kegiatan ini menyangkut
kemampuan melihat sebanyak mungkin alternatif jawaban.
Kemampuan divergen ini yang mendasari kemampuan kreativitas
seseorang.
o Terapi. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengubah emosi
negative menjadi positif dan lebih menyenangkan.

2.2.PERKEMBANGAN FASE BERMAIN


Beberapa hal untuk mengetahui tentang proses perkembangan anak
adalah proses pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung secara
teratur, saling terkait dan berkesinambungan. Secara umum karakteristik
perkembangan anak adalah pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara
bersamaan dan berkorelasi. Sebagai contoh: pertumbuhan anak serat syaraf
otak dan akan disertai oleh perubahan fungsi dari suatu perkembangan
intelegensianya. Pembangunan ini memiliki pola yang teratur dan urutan.
Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal akan menentukan
tahap berikutnya dari pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai contoh:
sebelum anak bisa berjalan, ia harus mampu bangun pertama. (Iva Noorlaila,
2010: 42)
Dalam bermaian, anak belajar untuk berinteraksi dengan lingkungan
dan orang yang ada di sekitarnya. Dari interaksi dengan lingkungan dan orang
di sekitarnya maka kemampuan untuk ber sosialisasi anak pun akan semakin
bertambah dan berkembang.pada usia 2 hingaga 5 tahun, anak memiliki
perkembangan bermain dengan teman bermainnya.
Berikut ini ada enam tahapan perkembangan bermaian pada anak
menurut Parten dan Rogersdalam Dockettdan Fleer (1992: 62):
1) Unoccupied atau tidak menetap
Anak hanya melihat anak yang lain lagi bermain akan tetapi anak tidak
ikut bermain. Anak pada tahap ini hanya mengamati sekeliling dan
berjalan jalan, tetapi tidak terjadi interaksi dengan anak yang lagi bermain.
2) Unlooker atau penonton
Pada tahap ini anak belum mau terlibat untuk bermain akan tetapi anak
sudah memolai untuk mendekaat dan bertanya pada teman yang sedanh
bermain dan anak sudah mulai muncul ketertarikan untuk bermain setelah
mengamati anak mampu mengubah caranya untuk bermaian.
3) Solitary independent play atau bermain sendiri
Tahap ini anak sudah mulai untuk bermain akan tetapi seorang anak
bermain sendiri dengan mainannya, terkadang anak berbicara dengan
temannya yang sedang bermain, tetapi tidak terlibat dengan permainan
anak lain.
4) Parallel activiti atau kegiatan pararel
Anak sudah molai bermain dengan anak yang lain tetapi belum terjadi
interaksi dengan anak yang lainnya dan anak cenderung menggunakan alat
yang ada di sekelilingnya. Pada tahap ini, anak juga tidak mempengaruhi
dalam bermain dengan permainannya anak masih senang memanipulasi
benda daripada bermain dengan anak lain. Dalam tahap ini, biasanya anak
memainkan alat permainan yang sama dengan anak yang lainnya. Apa
yang dilakukan anak yang satu tidak mempengaruhi anak yang lainnya.
5) Associative play atau bermain dengan teman
Pada tahap terjadi interaksi yang lebih komplek pada anak. Terjadi tukar
menukar mainan antara anak yang satu dengan yang lain nya dan cara
bermain anak sudah saling mengingatkan. Meskipun anak dalam satu
kelompok melakukan kegiatan yang sama, tidak terdapat aturan yang
mengikat dan belum memiliki tujuan yang khusus atau belum terjadi
dikusi untuk mencapai satu tujuan yang sama seperti menyusun bangunan
bangunan yang bernacam-macam akan tetapi masing masing anak dapat
sewaktu-waktu meninggalkan bangunan tersebuat dengan semaunya tidak
terikat untuk merusak nya kembali.
6) Cooperative or organized supplementary play atau kerja sama dalam
bermain
Saat anak bermain bersama dan lebih terorganisir dan masing masing
menjalannkan sesuai dengan job yang sudah mereka dapat yang saling
mempengaruhi satu sama yang lain. Anak bekerja sama dengan anak yang
lain nya untuk membangun sesuatu terjadi persaingan memmbentuk
permainan drama dan biasanya terpengaruh oleh anak yang memimpin
permainan.
Dari keenam tahap diatas tampak bahwa dalam suatu permaian akan
timbul rasa ingin tahu rasa ingin berinteraksi dan rasa untuk bersosialisasi
dengan anak yang lainnya. Bermain juga mengalami perkembangan
kemampuan yang berbeda bagi masing masing anak yaitu sesuai dengan usia
antara lain dari umur 0-2, 1-2, 2-3, 3-4, 4-5, 5-7, dan 7+. (Yuliani Nurani
Sujiono, 2009: 146)

2.3. KARAKTERISTIK BERMAIN


Bermain merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan sekaligus
memiliki unsur pendidikan bagi anak. Sejalan dengan definisi sederhana ini,
bermain memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.
1) Motivasional. Bermain dilakukan atas motivasi intrinsik dari seorang anak
atau berdasarkan keinginan sendiri serta untuk kepentingan sendiri.
2) Emosional. Bermain adalah kegiatan yang melibatkan emosi-emosi positif
pada diri seorang anak. Hal ini tercermin seperti ketika meluncur dari
tempat yang tinggi secara berulang-ulan tanpa rasa takut.
3) Fleksibilitas. Kegiatan bermain biasanya ditandai dengan mudahnya
melakukan permainan yang berbeda-beda atau beralih dari satu permainan
ke permainan dengan menyenangkan.
4) Enjoyable. Aktivitas bermain lebih mengutamakan proses bermain, tanpa
memperhatikan hasil akhir dari bermain. Anak bermain dengan tanpa
harus memperhatikan prestasi apa yang akan didapat apabila ia dapat
melakukan hal tersebut. Mereka cenderung terpusat pada proses bermain,
seperti anak bisa memasang gambar sesuai dengan bentuknya.
5) Terbuka. Anak bebas memilih permainan atas kehendaknya tanpa ada
yang menyuruh atau memaksa. Ketika seorang anak menyusun balok akan
disebut bermain seandainya aktivitas tersebut atas kehendak sendiri tanpa
ada yang menyuruh atau memaksa.
6) Imajinatif. Bermain mempunyai daya imajinasi yang tinggi. Seorang anak
yang mempunyai daya imajinasi tinggi akan memungkinkan anak
bereksperimen pada hal-hal yang baru. Biasanya realitas internal lebih
diutamakan dari pada realitas eksternal, karena anak akan memberikan
makna baru terhadap obyek yang dimainkan, dan mengabaikan keadaan
obyek yang sesungguhnya. Misalnya anak yang pura-pura membakar sate
tapi yang sebenarnya hanya mengipasi kepingan gambar yang berbentuk
ayam, sapi, kuda, bebek, atau menganggap guling sebagai seekor kuda.
7) Bebas. Bermain bebas dari aturan-aturan yang ditetapkan dari luar dan
hanya menuntut keterlibatan aktif dari sang anak.
8) Dimensional. Bermain mempunyai batasan tertentu. Tanpa mengabaikan
kebebasan dalam bermain, bermain memiliki dimensi sebagai barometer
sejauh mana aktivitas yang dilakukan anak bisa dikategorikan ke dalam
aktivitas bermain atau bukan aktivitas bermain. Seandainya aktivitas
tersebut dianggap bukan aktivitas bermain lagi, biasanya anak tidak lagi
bisa menikmati aktivitas yang dilakukannya.
Bermain harus dilakukan berdasarkan keinginan sendiri tanpa ada
paksaan dari orang lain, sehingga anak akan bermain tanpa ada rasa takut
untuk melakukan aktivitas bermain apapun dan melakukan aktivitas-aktivitas
bermain yang berbeda-beda setiap saat dan berganti-ganti secara fleksible.
Karakteristik bermain anak akan menentukan perkembangan anak di masa
datang.
Dalam bermain, anak-anak harus mempunyai batasan dengan tidak
mengabaikan kebebasan pada anak untuk bermain. Bermain bukan bekerja
tapi bermain adalah berpura-pura. Bermain juga bukan suatu kegiatan yang
sungguh-sungguh, dan juga bukan melakukan kegiatan yang produktif.
Namun demikian dalam bermain, anak-anak akan mengalami atau melakukan
hal-hal yang produktif. Mereka juga dapat membentuk dunianya sendiri
sehingga seringkali dianggap nyata. Itulah ajaibnya dunia anak-anak.
Sejalan dengan pendapat di atas, Dockett dan Fleer (2000) menyatakan
bahwa suatu ativitas dikatakan bermain jika ia memiliki karakteristik sebagai
berikut.
a) Simbolik, bermain pada dasarnya adalah aktivitas yang dilakukan anak
untuk mengemukakan berbagai ide dan gagasannya ke dalam bentuk-
bentuk simbolik yang mewakili berbagai benda, orang atau pun aktivitas
yang diketahuinya. Karateristik ini terlihat ketika anak memainkan balok
yang diibaratkan sebagai kereta api, anak berperan sebagai seorang ibu
yang sedang memasak, bahkan sebagai ibu dari boneka yang dinggap
sebagai anaknya.
b) Bermakna, bermain pada hakikatnya adalah kegiatan memainkan berbagai
pengalaman, keterampilan, dan pemahaman yang dapat dilakukannya
sejalan dengan apa yang telah diketahui anak.
c) Aktif, kegiatan bermain adalah kegiatan aktif yang dilakukan anak dengan
melibatkan berbagai jenis aktivitas baik fisik, psikis, maupun imajinasinya.
d) Menyenangkan, bermain adalah segala sesuatu yang dilakukan yang dapat
memberikan rasa senang, kegembiraan, dan keceriaan pada anak.
e) Motivasional, bermain adalah segala jenis kegiatan yang dilakukan atas
dasar dorongan dari dalam diri anak sehingga anak melakukannya dengan
penuh semangat.
f) Beraturan, segala bentuk permainan memiliki aturan-aturan, baik dalam
hal waktu, lingkungan, maupun peralatannya. Hal inilah yang
menyebabkan anak dapat melakukan berbagai jenis permainan jika
waktunya ada, lingkungannya mendukung, dan peralatannya tersedia.
g) Berepisode, layaknya sebuah cerita bermain pun memiliki tahapan yakni
tahapan awal, tengah, dan akhir dalam satu tema tertentu yang dipilih
anak. Jika sebuah permainan telah memasuki tahap akhir, biasanya anak
akan memainkan permainan baru.
Seluruh karakteristik tersebut berhubungan dengan bermain, walaupun
dalam kenyataannya tidak semua karakteristik berada pada satu permainan
yang sama. Namun demikian, perlu dicatat bahwa seluruh karakteristik
tersebut bukanlah seperangkat aksi yang dapat membuat sesuatu dikatakan
bermain. Bruner menyatakan bahwa karakteristik utama dari bermain
bukanlah terletak pada isinya melainkan pada jenisnya. Bermain adalah
sebuah pendekatan untuk beraksi, bukan bentuk sebuah aktivitas.

2.4. PERKEMBANGAN BERMAIN ANAK USIA 3-5 TAHUN

a. Anak usia 3-5 tahun lebih menyukai permainan yang dimainkan bersama-
sama teman sebaya. Itulah mengapa, anak usia 4-5 tahun mulai
suka nenangga.

b. Mulai bisa berbagi mainan, mengikuti aturan main, bermain bergantian,


dan patuh menunggu giliran.

c. Anak 3-5 tahun mulai melakukan kegiatan bermain yang dianggap sesuai
dengan kelompok seksnya. Misal, anak lelaki bermain balap mobil, kejar-
kejaran, perang-perangan, dan lainnya serupa itu, sementara anak perempuan
lebih senang bermain boneka, masak-masakan, rumah-rumahan, dan lainnya
sejenis itu.

d. Menyukai permainan-permainan yang lebih menantang dan menguji


keterampilannya, seperti lomba lari, bergulat, adu kelereng, menjelajah
lingkungan dengan bersepeda, dan lainnya.

e. Mulai hobi mengumpulkan sesuatu yang menarik dan selektif.


2.5. STIMULASI BERMAIN ANAK 3-5 TAHUN

a. Beri kesempatan anak 4-5 tahun bermain dengan teman-teman sebayanya.


Izinkan ia berkunjung ke rumah temannya dan sesekali mengundang teman-
temannya datang ke rumah. Tugas orangtua hanyalah mengarahkan anak 4-5
tahun agar tak terpengaruh hal-hal buruk semisal omong kasar dan kotor,
membiasakan anak 4-5 tahun bersikap sopan-santun dan berdisiplin.

b. Ajak anak 4-5 tahun bermain dan melakukan permainan yang aturannya
jelas, semisal bermain kartu domino bisa memudahkan orangtua mengenalkan
konsep berbagi dan menunggu giliran.

c. Sediakan tempat khusus untuk menyimpan barang-barang koleksi


bermainnya. Kenalkan benda-benda yang dikumpulkan anak 4-5 tahun agar
pengetahuan dan wawasannya bertambah.

d. Sediakan mainan/permainan lain yang juga dibutuhkan anak 4-5 tahun, di


antaranya buku bacaan, program-program komputer sederhana,

e. Libatkan anak 4-5 tahun pada aktivitas kelompok seperti ikut kelompok
bernyanyi, teater, olahraga, melukis, dan sebagainya.

2.6. PEDOMAN KEAMANAN BERMAIN ANAK USIA 3 5 TAHUN


A .pemilihan
1. Pilih mainan yang sesuai dengan keterampilan, kemampuan dan minat
anak
2. lihat label yang menunjukkan kelompok usia yang sesuai. Mainan yang
aman untuk suatu usia mungkin tidak aman untuk usia lain
3. yang masih memasukkan objek-objek ke mulut, hindari mainan dengan
bagian-bagian yang kecil yang dapat menimbulkan bahaya tersedak dan
aspirasi yang fatal. Mainan pada kategori ini biasanya di label : tidak
dianjurkan untuk anak dibawah 3 tahun
4. hindari mainan dengan kawat atau kabel yang panjangnya 17 cm atau
lebih, karena dapat menyebabkan ia tercekik
5. hindari mainan listrik dengan elemen pemanas
6. hindari panah atau papan panahan.
7. Periksa adnya label keamanan sepertitahan api atau tahan panas.
8. Pilih mainan yang cukup tahan lama untuk permainan kasar, lihat untuk
kekokohan konstruksi seperti mata, hidung, atau bagian kecil lainnya.
9. mainan dengan tepi halus atau kasar. Hindari mainan dengan tepi tajam
yang dapat memotong atau mempunyai ujung yang tajam. Ujung pada
bagian dalam mainan dapat menusuk bila mainan tersebut patah.
10. Hindari mainan dengan objek tembakan atau lemparan yang dapat
mencederai mata.
11. Hal ini termasuk mainan dimana peluru, seperti stik atauu batu kerikil
dapat digunakan sebagai pengganti untuk proyek tersebut.
12. Panah dan papan panahan yang digunakan oleh anak, harus berujung
tumpul dan dibuat dari bahan pegas. Pastikan ujung terletak dengan aman.
13. Pastikan bahwa bahan-bahan pembuat mainan tersebbut tidak beracun.
14. Hindari mainan yang membuat kebisingan yang dapat merusak kebisingan
yang dapat merusak pendengaran.
15. Mainan yang berdecit sekalipun akan terlalu keras bila dibunyikan didekat
telinga
16. Bila memilih penutup untuk menutupi senjata, cari label yang diharuskan
oleh negara atau tipe pelindung lain. Periksa untuk memastikan baahwa
ujung tersebut aman.
17. Bila memilih mainan senjata, pastikan bahwa barel atau keseluruhan
senjata berwarna terang untuk menghindari kesalahan dengan senjata yang
sebenarnya.
18. Periksa instruksi mainan untuk kejelasan. Instruksi ini harus jelas untuk
orang dewasa dan bila tepat untuk anak-anak.

B. Pengawasan

1. Pertahankan lingkungan bermain yang aman.


2. Singkirkan dan buang penutup plastic dengan segera, pembungkus ini dapat
menyumbat pernapasan.
3. Singkirkan mainan-maina yang besar, bantalan benturan, dan kotak-kotak
dari bantalan bermain, anak yang sangat berani dapat menggunakan alat-
alat tersebut sebagai alat untuk memanjat atau terjatuh
4. Susun aturan dasar untuk bermain
5. Awasi anak kecil dengan cermat selama bermain
6. Ajarkan anak tentang bagaimana caranya menggunakan mainan dengan
tepat dan aman
7. Instruksikan anak yang lebih besar untuk menyimpan mainan mereka jauh
dari saudara yang lebih kecil, teman
8. Jaga agar anak yang sedang bermain dengan mainan mainan yang dapat
dikendarai agar jauh dari tangga, tanjakan, lalu lintas dan kolam renang
9. Tetapkan dan kuatkan aturan mengenai pakaian pelindung
10. Tegaskan bahwa anak memakai helm ketika mengendarai sepeda,
skateboard, in-line skate
11. Tegaskan bahwa anak memakai sarung tangan dan pelindung pergelangan,
siku dan lutut ketika bermain skate board atau in-line skate
12. Instruksikan anak tentang keamanan listrik
13. Ajarkan anak tentang cara yang tepat untuk melepaskan mainan listrik dari
terminal stop kontaknya, tarik stop kontaknya, buak kabelnya
14. Ajarkan anak untuk memperhatikan alat-alat listrik dan bahkan mainan
yang dioperasikan dengan listrik, seringkali anak tidak mengenal bahwa
listrik ada hubungannnya dengan air
15. Ajarkan anak tentang keamanan penggunaan alat dalam situasi yang dapat
menyebabkan cedera seperti gunting, pisau, jarum, elemen pemanas atau
loop, kawat panjang atau kabel

C. Pemeliharaan

1. Inspeksi mainan yang lama dan baru secara teratur untuk melihat adanya
kerusakan, bagian yang kendor, dan bahaya potensial lain
2. Cari adanya tepi yang tajam atau bergerigi atau bagian yang patah yang
dapat menimbulkan bahaya tersedak
3. Periksa bagian yang dapat digerakkan untuk memastikan alat ini dilekatkan
dengan aman pada mainan menjadi berbaahaya bila dilepaskan
4. Periksa semua mainan diluar rumah secara teratur untuk adanya karat dan
bagian-bagian yang sudah lemah atau tajaam yang dapat membahayakan
anak
5. Periksa kabel listrik dan stop kontak untuk melihat adanya bagian yang
terputus atau menjuntai
6. Pertahankan mainan dalam kondisi baik, tanpa tanda bahaya yang mungkin
seperti tepi tajam, serpihan, tampak lemah atau berkarat
7. Lakukan perbaikan dengan segera atau buang jauh dari jangkauan anak
8. Kikir mainan kayu yang tajam atau haluskan permukaannya
9. Gunakn hanya cat berlabel non toksik untuk mencat ulang mainan, kotak
mainan, atau perabot anak.

D. Penyimpanan

1. Berikan tempat yang aman untuk menyimpan mainan anak


2. Pilih kotak atau boks mainan yang berventilasi, bebas dari alat pengunci
yang dapat menjebak anak di dalamnya dan berikan design penutup bukan
untuk menjepit jari anak atau menjatuhi kepala anak
3. Bila wadah lain yang digunakan untuk menyimpan barang-barang, wadah
ini harus disesuaikan dengan alat penyokong bila memiiliki penutup untuk
meenghindari anak terjebak dan kekurangan napas
4. Ajarkan anak untuk menyimpan mainan dengan aman dalam upaya
mencegah cedera kecelakaan dari tergelincir, terjebak atau jatuh karena
mainan
5. Alat bermain yang berarti untuk anak-anak yang lebih besar dan orang
dewasa harus disimpan di tempat yang tinggi di lemari tertutup, atau di area
lain yang tidak dapat dijangkau oleh anak kecil
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E. B., 1999. Perkembangan Anak Jilid 2 (Edisi 6). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Iva Noorlaila, 2010. Panduan Lengkap Mengajar Paud. Yogyakarta: Pinus Book
Publisher.
Mayke S. Tedjasaputra, 2001. Bermain, Mianan dan Permaianan. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasrana indobesia.
Munandar. S.C.U., 1995 Perkembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
Rineka Cipta kejasama dengan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Santrock, Jhon W, 2011. Masa Perkembangan Anak. Jakarta: Salemba Humanika.
Sumintarsih, 2008. Permainan Tradisional Jawa. Yogyakarta: Penerbit Kepel
Press.
Yuliani Nurani Sujiono, 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
PT. Indeks.

S-ar putea să vă placă și