Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
a. Hipoparatiroid adalah defisiensi kelenjar paratiroid dengan tetani sebagai gejala utama
(Haznam).
b. Hipoparatiroid adalah hipofungsi kelenjar paratiroid sehingga tidak dapat mensekresi
hormon paratiroid dalam jumlah yang cukup. (Guyton).
c. Hipoparatiroidisme adalah kondisi dimana tubuh tidak membuat cukup hormon paratiroid
atau parathyroid hormone (PTH).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipoparatiroid hipofungsi dari kelenjar
paratiroid sehingga hormon paratiroid tidak dapat disekresi dalam jumlah yang cukup,
dengan gejala utamanya yaitu tetani. Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau
kehilangan fungsi kelenjar paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium
dan fosfor; serum kalsium menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5
mg%). Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan
atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih
jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).
2.4 Etiologi
Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti. Adapun
etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :
1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi
Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat congenital atau didapat (acquired)
2) Hipomagnesemia
3) Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif
4) Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah luka pada kelenjar-kelenjar
paratiroid, seperti selama operasi kepala dan leher.
Pada kasus-kasus lain, hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran atau mungkin berhubungan
dengan penyakit autoimun yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid bersama dengan
kelenjar-kelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjar-kelenjar tiroid, ovari, atau adrenal.
Hipoparatiroidisme adalah sangat jarang. Ini berbeda dari hiperparatiroidisme, kondisi yang
jauh lebih umum dimana tubuh membuat terlalu banyak PTH.
2.5 Patofisiologi
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni
kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5
12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk
mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah
untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak
jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal
ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi
oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau
terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada
banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara
sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat
segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH
dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka
penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih
sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat
meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang,
respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang disebabkan
oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70 %) adalah tetani
atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus corpopedal dimana
tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain dalam
keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan fleksi dan tungkai
bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi. Dalam tetanic aequivalent:
1) Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis
2) Stridor laryngeal (spasme ) yang bisa menyebabkan kematian
3) Parestesia
4) Hipestesia
5) Disfagia dan disartria
6) Kelumpuhan otot-otot
7) Aritmia jantung
8) Gangguan pernapasan
9) Epilepsi
10) Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil
11) Gangguan ingatan dan perasaan kacau
12) Perubahan kulit rambut, kuku gigi, dan lensa mata
13) Kulit kering dan bersisik
14) Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang
15) Kuku tipis dan rapuh
16) Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik
Pada pemeriksaan kita bisa menemukan beberapa refleks patologis:
1. Erbs sign: Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi dari
otot (normal pada 6 milli-ampere)
2. Chvosteks sign: Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat keluarnya
dari foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot muka.
3. Trousseaus sign: Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari tekanan
sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagai pada spasme carpopedal.
4. Peroneal sign: Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan terjadi
dorsofleksi dan adduksi dari kaki
Pada 40 % dari penderita-penderita kita mencurigai adanya hipoparatiroidisme karena ada
kejang-kejang epileptik. Sering pula terdapat keadaan psikis yang berubah, diantaranya
psikosis. Kadang-kadang terdapat pula perubahan-perubahan trofik pada ektoderm:
1. Rambut : tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.
2. Kulit : kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan bulla.
3. Kuku : tipis dan kadang-kadang ada deformitas.
Pada anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigi-gigi tidak baik dan keadaan
mental bisa tidak sempurna. Juga agak sering terdapat katarak pada hipoparatiroidisme
2.7 Komplikasi
1. Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9 mg/100ml. Kedaan
ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar paratiroid waktu pembedahan atau
sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar tersebut.
2. Insufisiensi ginjal kronik
Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena retensi dari fosfor
dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan tidak adanya kerja hormon
paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan seperti diatas (etiologi).
2.9 Pencegahan
Tidak ada tindakan spesifik yang dapat anda lakukan untuk mencegah hipoparatiroidisme.
Namun, jika hendak menjalani operasi tiroid atau leher, bicaralah dengan dokter bedah
mengenai jaminan bahwa selama prosedur operasi berlangsung, dokter akan berusaha
menghindari tindakan yang dapat merusak kelenjar paratiroid Anda.
Jika sudah menjalani operasi yang melibatkan tiroid atau leher, waspadalah untuk tanda-tanda
dan gejala-gejala hipoparatiroidisme seperti kesemutan atau sensasi terbakar pada jari kaki,
jari tangan, bibir,otot berkedut atau kram. Ketika gejala tersebut muncul, dokter biasanya
merekomendasikan pengobatan dengan kalsium dan vitamin D untuk meminimalkan
keseriusan gangguan tersebut
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Asuhan Keperawatan Pada Tn. A
Dengan Gangguan Pada Sistem Persepsi Sensori : Hypoparatyroid
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Agama :
Pekerjaan :
Pend. Terakhir :
Suku/Bangsa :
gol. Darah :
Alamat :
Diagnose mendis : Hipoparatiroid
Tanggal masuk RS : Selasa, 26 april 2016
Tgl. pengkajian :
b. Identitas penanggung jawab
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
2. Keluhan Utama / Alasan Kunjungan
Sakit kepala
3. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Tn. A usia 58 tahun datang ke rumah sakit pada tangggal 26 APRIL 2012 dengan keluhan
sering mengalami kejang 1 bulan terakhir dan akhir-akhir ini pasien tidak mau makan
dikarenakan susah menelan.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan Umum :
b. Tanda-Tanda Vital :
1) Tekanan Darah : 90/70 mmhg
2) Nadi : 90x/menit
3) Suhu : 37,5C
4) CRT :
7. Riwayat Psikososial
a. Kemampuan mengenal masalah kesehatan
b. Konsep diri
c. Sumber stress
d. Mekanisme koping
e. Kebiasaan dan pengaruh budaya
8. Dukungan emosional
a. Emosional
b. Finansial
9. Pola aktifitas
No Jenis Aktivitas Saat di Rumah Di RS
1.
Nutrisi :
a. Frekuensi dan porsi
b. Jenis makanan
c. Pola makan
d. Nafsu makan
e. Pantangan
f. Alergi
g. Kesulitan/hambatan
Tidak teratur
Tidak nafsu makan
Sulit menelan
2. Minum :
a. Jenis air minum
b. Frekuensi dan porsi
c. Kesulitan
3. Personal hygine :
a. frekuensi mandi
b. frekuensi keramas
c. oral hygine
4. Eliminasi :
a. Eliminasi fecal
1) Frekuensi BAB
2) Warna feces
3) Konsistensi
b. Eliminasi Urin :
1) Frekuensi BAK
2) Warna urin
3) Konsistensi
5. Istirahat/tidur :
a. Kualitas
b. Kuantitas
c. Konsistensi
6. Latihan/olah raga
a. Jenis kegiatan
b. Sikap
10. Pemeriksaan Head to toe (berfokus pada salah satu organ yang terdapat gangguan)
No Jenis Inspeksi Palpasi Auskultasi Perkusi
1 Kepala
3 Leher
4 Dada
5 Abdomen
6 Eksremitas
12,0-16,0 g/dL
6-24 mg/dL
0,5-1,5 mg/dL
150-270 mg/dL
3.5-5,0 mg/dL
135-155 mEq/L
3,6-5,5 mEq/L
98-108 mEq/L
22-23 mEq/L
0,5-1,2 mg/dl
72-126 mg/dl
Meningkat
Meningkat
15 Kalsium 3-5 mg/dl 8,5-10,5 mg/dl Menurun
16 Fosfat 6.0 mg/dl 2,5-4,5 mg/dl Meningkat
B. Diagnosa Keperawatan
1. Analisa Data
No Masalah Etiologi Data
1. Pola nafas tidak efektif
Hipoparatiroid
Defisiensi PTH
meningkatnya sekresi Ca oleh ginjal
hipokalsemia
B1 : breath
Kadar Ca menurun
Potensial membran terganggu
Potensial Aksi mudah terjadi
Do :
Suara nafas stridor
2.
Ds:
Akhir-akhir ini pasien tidak mau makan karenakan pasien susah menelan
Do :
TTV :
Suhu : 37,5 OC
Nadi : 90 x/menit
TD : 90/70 mmhg
Hasil uji laboratorium menunjukan kalsium 3-5 mg/dL (normalnya 8.510.5 mg/dl) dan
kadar fosfat 6.0 mg/dL (normalnya 2.5-4.5 mg/dL).
3. Intoleransi aktivitas Hipoparatiroid
Defisiensi PTH
meningkatnya sekresi Ca oleh ginjal
hipokalsemia
B2 : Blood
Jantung kekurangan kalsium
Potensial membran terganggu
Potensial aksi mudah terjadi
Impuls saraf ke otot jantung meningkat
Aritmia jantung
Menurunnya curah jantung
Tubuh mudah lelah/cape
Intolerasi aktivitas
Ds :
Keluarga pasien mengatakan bahwa saat dirumah pasien sering mengeluh sakit kepala,
kekakuan dirasakan pada muka terkadang pada tangan dan kaki.
Do :
TTV :
Suhu : 37,5 OC
Nadi : 90 x/menit
TD : 90/70 mmhg
Hasil uji laboratorium menunjukan kalsium 3-5 mg/dL (normalnya 8.510.5 mg/dl) dan
kadar fosfat 6.0 mg/dL (normalnya 2.5-4.5 mg/dL).
Terdapat Tanda Chvosteks atau Trousseaus positif pada pasien
4. Resiko cedera Hipoparatiroid
Defisiensi PTH
meningkatnya sekresi Ca oleh ginjal
hipokalsemia
B5 : Brain
kadar Ca menurun fosfat meningkat
eksitasi impuls saraf meningkat
kejang dan kehilangan kesadaran
kejang dengan penurunan kesadaran
resiko cedera
Ds :
Pasien sering mengalami kejang 1 bulan terakhir.
Keluarga pasien mengatakan bahwa saat dirumah pasien sulit nafas saat kejang atau
kekakuan dirasakan pada muka terkadang pada tangan dan kaki.
Do :
TTV :
Suhu : 37,5 OC
Nadi : 90 x/menit
TD : 90/70 mmhg
Hasil uji laboratorium menunjukan kalsium 3-5 mg/dL (normalnya 8.510.5 mg/dl) dan
kadar fosfat 6.0 mg/dL (normalnya 2.5-4.5 mg/dL).
2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat. Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC :
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.
3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kekakuan ekstremitas. Energy conservation
Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri NIC:
Energy Management
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang
tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi
dan social
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
4 Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang yang diakibatkan oleh hipokalsemia.
Kontrol Resiko
Tujuan : Resiko cedera terkontrol dan berkurang
Kriteria hasil:
1. Mengetahui resiko
2. Memonitor faktor resiko lingkungan
3. Memonitor faktor resiko perilaku individu
4. Mengembangkan strategi kontrol resiko yang
efektif
5. Memonitor perubahan status kesehatan
NIC:
Manajemen keamanan lingkungan
1. Identifikasi tingkat kebutuhan pasien akan keamanan
2. Identifikasi bahaya yang ada di lingkungannya
3. Atur lingkungan untuk meminimalkan resiko cedera
4. Gunakan alat pelindung atas situasi yang berbahaya
5. Monitor lingkungan untuk perubahan status keamanan
6. Awasi pasien terhadap tindakan yang membahayakan
D. Implementasi
1. Kaji kadar kalsium dan fosfor dalam darah
2. Kemampuan dalam melakukan aktivitas segari-hari.
3. Kaji jumlah masukan dan keluaran nutrisi
4. Tingkatkan kenyamanan dan keamanan pasien terhadap lingkungan.
5. Kekuatan otot pernapasan dalam bernapas
E. Evaluasi
1. Mencapai fungsi pernapasan adekuat
2. Mengalami pemulihan krisis Hipoparatiroidisme
3. Klien tidak mengalami cedera apa bila ada kejang berulang.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hypoparatiroidisme adalah penurunan produksi hormone oleh kelenjar paratiroid,
menyebabkan kadar kalsium dalam darah rendah. Hipokalsemia menyebabkan eksitabilitas
neuromuskular dan kontraksi muscular. Risiko terjadinya hypoparatiroidisme meningkat
apabila terdapat infeksi, kehamilan, serta penggunaan obat diuretic.Gejala utama
hypoparatiroidisme yaitu berupa tetanus yang disertai dengan tremor dan konstriksi
spasmodic/ tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan
volunteer.Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya
hypoparatiroidisme yaitu pemeriksaan darah, urine, EKG, dan sinar-X.
B. Saran
Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa hambatan dalam
penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.
Demi kemajuan selanjutnya maka penulis menyarankan kepada :
a) Perawat.
Sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien sangat perlu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar mampu merawat pasien secara
komprehensif dan optimal.
Mampu memberikan informasi untuk kesejahteraan pasien. Terkait dengan masalah
kesehatan yang dialami.
b) Rumah sakit (bidang pelayanan)
Penulis mengharapkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada pasien.
Khususnya dalam bidang keperawatan, guna meningkatkan pelayanan atau asuhan
keperawatan yang lebih optimal.
c) Institusi pendidikan.
Penulis mengharapkan makalah ini dapat digunakan sebagain bahan acuan bacaan untuk
menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa Stikes Kuningan dan karya
tulis ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur yang membahahas masalah tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan Hypoparatiroid..
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
PADA SISTEM ENDOKRIN : HYPOPARATIROID
Disarankan untuk memenuhi salah satu tugas tutorial Blok Sistem Endokrin
ASKEP HIPOPARATIROID
BAB I
PENDAHULUAN
Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada kehidupan
sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid mengalami gangguan dari
metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon
paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid
sendiri secara spesifik belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni
hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid.
2.Rumusan Masalah
Tujuan umum
Menjelaskan tentang bagaimana konsep dan pendekatan asuhan keperawatan pada klien
dengan hipoparatiroid.
Tujuan khusus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Paratiroid
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan
keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu
dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial.
Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian
kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya
sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral
kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar
paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim
de Jong, 2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub
inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi,
jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
2.3 Definisi
a. Hipoparatiroid adalah defisiensi kelenjar paratiroid dengan tetani sebagai gejala utama
(Haznam).
b. Hipoparatiroid adalah hipofungsi kelenjar paratiroid sehingga tidak dapat mensekresi hormon
paratiroid dalam jumlah yang cukup. (Guyton).
c. Hipoparatiroidisme adalah kondisi dimana tubuh tidak membuat cukup hormon paratiroid atau
parathyroid hormone (PTH).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipoparatiroid hipofungsi dari
kelenjar paratiroid sehingga hormon paratiroid tidak dapat disekresi dalam jumlah yang
cukup, dengan gejala utamanya yaitu tetani.
Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar
paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor; serum kalsium
menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5 mg%). Keadaan ini jarang
sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan
kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah
tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).
2.4 Etiologi
Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti.
Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :
2. Hipomagnesemia
3. Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif
4. Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah luka pada kelenjar-
kelenjar paratiroid, seperti selama operasi kepala dan leher.
Pada kasus-kasus lain, hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran atau mungkin
berhubungan dengan penyakit autoimun yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid
bersama dengan kelenjar-kelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjar-kelenjar tiroid, ovari,
atau adrenal.
Hipoparatiroidisme adalah sangat jarang. Ini berbeda dari hiperparatiroidisme, kondisi
yang jauh lebih umum dimana tubuh membuat terlalu banyak PTH.
2.5 Patofisiologis
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat,
yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai
9,5 - 12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk
mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah
untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak
jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal
ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi
oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau
terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada
banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara
sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat
segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi
kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap
hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk
yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak
dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih
jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.
2.6 WOC
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang
disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70 %)
adalah tetani atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus
corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan
jari-jari lain dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan
fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi. Dalam tetanic aequivalent:
3. Parestesia
4. Hipestesia
6. Kelumpuhan otot-otot
7. Aritmia jantung
8. Gangguan pernapasan
9. Epilepsi
14. Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang
1. Erbs sign: Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi
dari otot (normal pada 6 milli-ampere)
2. 2.Chvosteks sign: Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat
keluarnya dari foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot muka.
3. Trousseaus sign: Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari tekanan
sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagai pada spasme carpopedal.
4. Peroneal sign: Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan
terjadi dorsofleksi dan adduksi dari kaki
2. Kulit : kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan bulla.
Pada anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigi-gigi tidak baik dan
keadaan mental bisa tidak sempurna. Juga agak sering terdapat katarak pada
hipoparatiroidisme.
2.8 Klasifikasi
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik hipoparatiroid,
dan hipoparatiroid pascabedah.
1.Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang
menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh
maternal hiperkalsemia.
2.Simpel idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya sebagai akibat
pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium,
jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita
hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium
primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
3.Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau sesudah operasi
radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid,
biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme karena
pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau
permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-
operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun
tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
1. Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9 mg/100ml. Kedaan
ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar paratiroid waktu pembedahan atau
sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar tersebut.
1. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Riwayat Penyakit :
1. Keluhan Utama
Biasanya Klien merasa ada kelainan bentuk tulang , pendarahan yang sulit berhenti , kejang-
kejang , kesemutan dank lien merasa lemas / lemah .
Periksa juga terhadap temuan tanda Chvosteks atau Trousseaus positif. Kaji pula manifestasi
distress pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan
hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti
kulit dan rambut kering. Juga kaji terhadap sindrom seperti
Parkinson atau adanya katarak.
4. Pemeriksaan diagnostik
1. Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh
hipokalsemia.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas
kejang.
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.
3.4 Intervensi
1. Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh
hipokalsemia.
Tujuan:
Klien tidak mengalami cedera dengan kriteria: reflek normal, tanda vital stabil, makan diet
dan obat seperti yang dianjurkan, kadar kalsium serum normal.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
a. Kaji pola aktivitas yang lalu. a. Untuk membandingkan aktivitas sebelum sakit
b. Kaji terhadap perubahan dalam dan yang akan diharapkan setelah perawatan.
gejala muskuloskeletal setiap 8 jam.b. Untuk memantau keberhasilan perawatan.
c. Kaji respon terhadap aktivitas: Catatc. Untuk melihat suatu perkembangan perawatan
perubahan tensi, nadi, pernafasan, terhadap aktivitas secara bertahap.
hentikan aktivitas bila terjadi d. Dengan merencanakan perawatan, perawat
perubahan, tingkatkan keikutsertaan dengan klien dapat mempermudah suatu
Intervensi Rasional
dalam kegiatan kecil sesuai dengan keberhasilan karena datangnya kemauan dari
peningkatan toleransi, ajarkan klien.
pasien untuk memantau respon e. Untuk mengatasi kelelahan akibat latihan.
terhadap aktivitas dan untuk f. Untuk menghemat penggunaan energi klien.
mengurangi, menghentikan atau
meminta bantuan ketika terjadi
perubahan.
d. Rencanakan perawatan bersama
pasien untuk menentukan aktivitas
yang ingin pasien selesaikan:
Jadwalkan bantuan dengan orang
lain.
e. Seimbangkan antara waktu aktivitas
dengan waktu istirahat.
f. Simpan benda-benda dan barang
lainnya dalam jangkauan yang
mudah bagi pasien.
BAB IV
PENUTUP
4.1Kesimpulan
Hormon paratiroid dapat mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh manusia. Efek utama
mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh. Kelainan hormon paratiroid banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma soliter), paratiroid carsinoma,
dan hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat mengakibatkan terjadinya
hiperparatiroidisme. Hipoparatiroid terjadi apabila kelenjar paratiroid memproduksi hormon
paratiroid lebih sedikit dari biasanya.
4.2 Saran
Melihat dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para tenaga medis dan
perawat harus lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh sistem
metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar paratiroid.
Karena penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan penatalaksanaan pengobatan
yang cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar paratiroid.
DAFTAR PUSTAKA
Rumarhobo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8. Jakarta : EGC.
Hipoparatiroidisme. http://www.totalkesehatananda.com/hipoparatiroid.html diakses tanggal
1 Mei 2011
Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
PSIK REGULER 2
1. DEFINISI
Hiperparatiroid adalah akibat dari kelebihan produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid dan ditandai dengan kalsifikasi tulang dan pembentukan batu ginjal yang
mengandung kalsium (Baughman, Diane C. 2000).
Hiperparatiroid adalah gangguan mineralisasi tulang dan kelemahan otot yang
disebabkan oleh tingginya kadar hormon paratiroid bersirkulasi. Biasanya peningkatan kadar
hormon paratiroid disebabkan oleh tumor kelenjar paratiroid atau kelenjar lain. Akibat
hormon paratiroid yang berlebihan, resorpsi tulang distimulasi sehingga kadar kalsium dalam
serum tinggi. Kadar fosfat serum yang rendah menyertai kadar hormon paratiroid yang tinggi.
Tulang menjadi rapuh dan lemah (Corwin, Elizabeth J. 2009).
Hiperparatiroid berarti peningkatan hormon paratiroid yang dapat mempengaruhi
keseimbangan elektrolit, khususnya kalsium, magnesium dan fosfor.
2. KLASIFIKASI
3. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap
tahunnya. Wanita yang berusia 50 tahun lebih, memiliki faktor risiko 2 kali lebih besar
daripada pria. Di Amerika Serikat prevalensinya mencapai 100.000 orang diketahui terkena
penyakit hiperparatiroid tiap tahunnya. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1.
Pada wanita yang berusia 60 tahun lebih, sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena
hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primee merupakan salah satu dari 2 penyebab
tersering hiperkalsemi, penyebab yang lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat terjadi pada
semua usia, tetapi yang tersering adalah pada dekade 6 dan wanita lebih sering 3 kali
dibandingkan laki-laki.
Sekitar 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau
hyperplasia). Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma
(Smeltzer& Bare, 2002)
4. ETIOLOGI
a. Adenoma tunggal menjadi penyebab paling sering dari hiperparatiroid.
b. Hiperplasia
c. Adenoma multipel.
d. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pada kurang lebih 15% pasien,
kelenjarnya mengalami hiperfungsi.
e. Kanker menjadi penyebab yang jarang ditemui pada kasus hiperparatiroid.
f. Hiperpospatemia.
g. Hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang
akhirnya akan meningkatkan produksi hormon paratiroid (Brooker, Chris. 2008).
5. FAKTOR RISIKO
Faktor yang dapat menyebabkan hiperparatiroid meliputi:
1) hiperplasia paratiroid, adenoma atau karsinoma.
2) Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan
absorpsi kalsium oleh usus meningkat.
3) Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), nefrokalsinosis atau nefrolitiasis, dan
kalsifikasi kornea.
Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. Hipersekresi hormon
paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap penurunan kadar
kalsium terionisasi didalam serum.
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi hormon
paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan produksi
vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia berperan penting
dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan produksi
hormon paratiroid (Lawrence Kim, MD, 2005,section 5).
6. PATOFISIOLOGI (terlampir)
7. MANIFESTASI KLINIS
Diagnosa hiperparatiroidisme atau hiperparatiroid sub-klinis agak sulit ditetapkan.
Gejala klinis yang mungkin terjadi pada hiperparatiroid diantaranya adalah :
1. cepat lelah
2. otot menjadi lemah
3. konstipasi
semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah.
4. resorbsi kalisum dari tulang meningkat sehingga terjadi hiperkalsemia darah
5. Hiperkalsemia darah dapat menyebabkan gangguan klinis sekunder
a. Poliuria dan polidipsi
b. Neprolithiasis ginjal. berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan
salah satu komplikasi hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi
kalsium fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena
calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
c. Pangkreatitis bahkan terjadi ulkus peptikum (Manuba, Manuba Chandranita, Manuba Fajar.
2007)
6. Resorbsi kalsium tulang meningkat sehingga tulang mudah fraktur diberbagai tempat. Gejala
muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat demineralisasi
tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan
osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan,
khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur
patologik; deformitas; dan pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan
hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur (Brunner & Suddath, 2001).
Gambaran Radiografis
Manifestasi awal hiperparatiroid adalah hilangnya lamina dura di sekitar akar gigi
dengan perubahan pola trabecular rahang yang muncul kemudian. Terdapat penurunan
densitas trabecular dan kaburnya pola normal yang menghasilkan penampakan ground
glass pada gambaran radiografiknya. Dengan menetapnya penyakit, lesi tulang lainnya
muncul, seperti hiperparatiroid brown tumor. Nama ini berasal dari warna spesimen
jaringan yang mencolok, biasanya merah tua-coklat akibat perdarahan dan tumpukan
hemosiderin dalam tumor. Gambaran radiografik menunjukkan lesi ini unilokuler atau
multiloculer radiolusen yang berbatas tegas yang biasanya merusak mandibula, clavicula, iga,
dan pelvis. Lesi ini soliter, namun lebih sering multipel. Lesi yang bertahan lama dapat
mengakibatkan ekspansi cortical yang nyata. Secara histologik, lesi ini dicirikan sebagai
proliferasi hebat jaringan granulasi vascular yang menjadi latar belakang timbulnya multi-
nucleated osteoclast-type giant cells. Hal ini identik dengan lesi lain yang dikenal dengan lesi
giant cell sentral pada rahang.
Gambar
9. KOMPLIKASI
a. peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
b. Dehidrasi
c. batu ginjal : Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme primer
d. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal parenkim
yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
e. Hiperkalsemia : Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiperparatiroidisme. Keadaan ini
terjadi pada kenaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl
(3,7mmol/L) akan mengakibatkan gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat
membawa kematian.
f. Osteoklastik
g. osteitis fibrosa cystica adalah gangguan tulang yang disebabkan oleh surplus hormon
paratiroid yang terlalu aktif dari kelenjar paratiroid. Produksi hormon paratiroid yang
berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang,
penyakit tulng yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit
meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang
lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung (Ganong,1999).
B. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DO: Meningkatnya sekresi Risiko Cedera
Adanya peningkatan kadar hormone paratiroid
kalsium serum
Adanya deformitas pada Hiperparatiroid
tulang
DS: Resorpsi tulang
klien sering mengeluhkan
nyeri pada tulang Pemecahan tulang oleh
Klien mengatakan jarang osteoclast
melakukan olahraga
Pelepasan kalsium ke
darah
Hiperkalsemia
Degenerasi tulang
Mudah fraktur
Risiko cedera
DO: Meningkatnya sekresi Intoleransi aktivitas b.d
kelemahan otot menurun, hormone paratiroid kelemahan
kekakuan pada ekstremitas,
aktivitas dibantu keluarga dan Hiperparatiroid
perawat.
DS: Resorpsi tulang
menyatakan merasa lemah,
menyatakan merasa letih. Pemecahan tulang oleh
osteoclast
Pelepasan kalsium ke
darah
Hiperkalsemia
kelemahan
DO : Meningkatnya sekresi Kekurangan volume
Tekanan darah klien hormone paratiroid cairan b. d kehilangan
meningkat cairan aktif
DS : Hiperparatiroid
Klien mengeluhkan sering
buang air kecil Mengurangi klirens
Klien mengatakan sebagai kalsium melalui ginjal
pengonsumsi susu berkalsium
Klien mengatakan sering Insufisiensi renal
mangalami rasa haus
Klien mengeluhkan nyeri Poliuria
pada ginjal
Klien juga mengeluhkan Dehidrasi
rasa lemah
Kekurangan volume
cairan
DO : Meningkatnya sekresi Nyeri akut b.d agen
Nadi dan RR klien hormone paratiroid cedera biologis
meningkat
Respon non verbal klien Hiperparatiroid
memperlihatkan respon nyeri
DS : Reabsorbsi kalsium di
Klien mengeluh nyeri pada usus
daerah perut
Lakukan pengukuran Ulkus peptikum
kualitas nyeri klien
menggunakan skala nyeri Nyeri lambung
C. INTERVENSI
1. Risiko Cedera
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x 24 jam resiko cedera pasien dapat terkontrol.
KH :
1. Pengetahuan tentang resiko cedera yang dialami klien meningkat
2. Klien mampu memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko cedera
3. Klien mampu mengenali factor resiko cedera dari lingkungan
4. Serum Ca dalam batas normal (8.4-10.2 mg/dL atau 2.1-2.8 mmol/L)
Intervensi :
1. Monitor hasil lab serum kalsium klien
2. Anjurkan untuk keluarga selalu menemani pasien
3. Pasang siderail tempat tidur
4. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang perubahan status kesehatan dan
penyebab dari penyakitnya
5. Diskusikan dengan klien mengenai kondisi yang dapat mengakibatkan cedera
6. Hindarkan klien dari lingkungan yang berbahaya.( Misalnya jangan member klien kamar
tidur dilantai 2 rumah).
7. Ajarkan klien untuk menghindari agen cedera
8. Beri penerangan yang cukup bila klien berada dalam suatu ruangan
9. Pindahkan barang- barang berbahaya yang dapat meningkatkan resiko cedera. (misalnya
jangan meletakan kursi disembarang tempat)
10. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai asupan makanan dan minuman yang dianjurkan
11. Kolaborasi dengan dokter terkait terapi farmakologi
12. Monitor pemberian terapi farmakologi
Keterangan
1 = Severe
2 = substantially
3 = Moderately
4 = Mild
5 = No
Intervensi :
1. Kolaborasikan pemberian cairan intarvena
2. Pertahankan catatan intake dan output cairan yang akurat
3. Monitor masukan makanan dan cairan dan hitung intake kalori harian
4. Monitor vital sign (tekanan darah) klien secara adekuat
5. Catat adanya perubahan dari tekanan darah
6. Pantau perubahan tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, RR).
7. Monitor pengisian kapiler (CRT 3 dtk)
8. Monitor status hidrasi: turgor kulit (pitting edema) dan membran mukosa (inspeksi)
NO INDIKATOR 1 2 3 4 5
1 Reported pain
2 Respiratory rate
3 Facial expression of pain
4 Radial pulse rate
Keterangan :
1. Severe
2. Substantial
3. Moderate
4. Mild
5. None
Intervensi:
1. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Monitor perkembangan nyeri (meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
factor resipitasi)
4. Monitor TTV
5. Kontrol lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
6. Kurangi faktor presipitasi yg meningkatkan nyeri
7. Kolaborasi pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri
8. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
9. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
10. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (kompres hangat, masase, dan
spiritual)
11. Minta keluarga untuk memberikan support pada klien
12. Tingkatkan istirahat
13. Evaluasi keefektifan control nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x24 jam diharapakan pola eliminasi urin
klien normal
KH:
1. Kandung kemih kosong secara penuh
2. Tidak ada residu urin > 100-200cc
3. Intake cairan dalam rentang normal
Intervensi:
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Monitor intake dan output
3. Monitor derajat distensi bladder
4. Instruksikan pada klien dan keluarga untuk mencatat output urin
5. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
6. Kolaborasikan penggunaan katerisasi jika perlu
DAFTAR PUSTAKA