Sunteți pe pagina 1din 66

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada


kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid
mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang
disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid.
Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik belum diketahui, namun
penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan
karsinoma paratiroid. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang,
ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini
dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang
terjadi pada kerusakan pada area tulang dan ginjal.Prevalensi penyakit hipoparatiroid
di Indonesia jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus dalam.

Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit


hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada
wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena
hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu dari 2
penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan. Kelainan ini
dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada dekade ke-6 dan
wanita lebih serinbg 3 kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya mencapai 1:500-1000.
Bila timbul pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik
seperti neoplasia endokrin multipel tipe I dan II.

Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang


membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh
karena itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar
kalsium dalam tubuh sesorang. Dengan mengetahui fungsi dan komplikasi yang dapat
terjadi pada kelainan atau gangguan pada kelenjar paratiroid ini maka perawat
dianjurkan untuk lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan
menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga kelainan pada
kelenjar paratiroid tidak semakin berat
.
1.2 Rumusan Masalah

Dilihat dari latar belakang, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:


Bagaimana melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system
endokrin (hypoparatiroid) pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek
legal dan etis.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Agar mahasiswa mampu menganalisa serta mengaplikasikan materi-materi


yang berhubungan dengan penyakit Hypoparatiroid

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mampu mengetahui anatomi fisiologi sistem yang mendasari Hypoparatiroid


2. Mampu melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus Hypoparatiroid
3. Mampu melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan kasus Hypoparatiroid
4. Mampu mengidentifikasi masalah-masalah penelitian yang berhubungan dengan
penyakit Hypoparatiroid dan menggunakan hasil-hasil penelitian dalam mengatasi
masalah sistem endokrin.
5. Mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus dengan Hypoparatiroid
pada berbagai tingkat usian dengan standar yang berlaku dengan berpikir kreatif dan
inovatif sehingga menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan ini mengguanakan metode kepustakaan dengan cara membaca buku-buku
tentang penyakit dan mengambil referensi dari internet.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari:
1. Bab I
Pendahuluan
2. Bab II
Tinjauan Teori
3. Bab III
Pembahasan Kasus
4. Bab IV
Penutup

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
a. Hipoparatiroid adalah defisiensi kelenjar paratiroid dengan tetani sebagai gejala utama
(Haznam).
b. Hipoparatiroid adalah hipofungsi kelenjar paratiroid sehingga tidak dapat mensekresi
hormon paratiroid dalam jumlah yang cukup. (Guyton).
c. Hipoparatiroidisme adalah kondisi dimana tubuh tidak membuat cukup hormon paratiroid
atau parathyroid hormone (PTH).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipoparatiroid hipofungsi dari kelenjar
paratiroid sehingga hormon paratiroid tidak dapat disekresi dalam jumlah yang cukup,
dengan gejala utamanya yaitu tetani. Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau
kehilangan fungsi kelenjar paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium
dan fosfor; serum kalsium menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5
mg%). Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan
atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih
jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).

2.2 Anatomi Fisiologi


Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub
inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi,
jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya 2
millimeter serta memiliki berat 50 miligram dan memiliki gambaran makroskopik lemak
coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel
utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum
endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid
(PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan
sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya
sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian
besar binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih
belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi
mensekresi sejumlah hormon Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH),
senyawa yang tersusun atas 84 asam amino yang disekresikan oleh kelenjar paratiroid
berfungsi membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh.
PTH juga berfungi mengatur tingkat kalsium dalam darah, melepaskan kalsium dari tulang,
penyerapan kalsium dalam usus, dan ekskresi kalsium dalam urin.
Saat kadar kalsium meningkat, kalsium yang banyak terikat dengan reseptor membrane pada
sel di kelenjar paratiroid akan menghambat sintesis PTH dan sekresi dari PTH, dan ketika
tingkat kalsium dalam darah jatuh terlalu rendah, kelenjar paratiroid akan meningkatkan
sintesis dan mensekresi PTH untuk mengatur kembali kalsium dalam darah agar tetap
normal.
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan
keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu
dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial.
Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian
kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya
sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral
kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar
paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. Kelenjar paratiroid
mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit
D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh
kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang
bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal,
meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat
dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran
utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R.
Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)
2.3 Klasifikasi
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik hipoparatiroid, dan
hipoparatiroid pascabedah.
Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang
menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh
maternal hiperkalsemia.
Simpel idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya sebagai akibat
pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium,
jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita
hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium
primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau sesudah operasi
radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid,
biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme karena
pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau
permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-
operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun
tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.

2.4 Etiologi
Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti. Adapun
etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :
1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi
Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat congenital atau didapat (acquired)
2) Hipomagnesemia
3) Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif
4) Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah luka pada kelenjar-kelenjar
paratiroid, seperti selama operasi kepala dan leher.
Pada kasus-kasus lain, hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran atau mungkin berhubungan
dengan penyakit autoimun yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid bersama dengan
kelenjar-kelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjar-kelenjar tiroid, ovari, atau adrenal.
Hipoparatiroidisme adalah sangat jarang. Ini berbeda dari hiperparatiroidisme, kondisi yang
jauh lebih umum dimana tubuh membuat terlalu banyak PTH.
2.5 Patofisiologi
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni
kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5
12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk
mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah
untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak
jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal
ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi
oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau
terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada
banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara
sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat
segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH
dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka
penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih
sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat
meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang,
respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang disebabkan
oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70 %) adalah tetani
atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus corpopedal dimana
tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain dalam
keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan fleksi dan tungkai
bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi. Dalam tetanic aequivalent:
1) Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis
2) Stridor laryngeal (spasme ) yang bisa menyebabkan kematian
3) Parestesia
4) Hipestesia
5) Disfagia dan disartria
6) Kelumpuhan otot-otot
7) Aritmia jantung
8) Gangguan pernapasan
9) Epilepsi
10) Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil
11) Gangguan ingatan dan perasaan kacau
12) Perubahan kulit rambut, kuku gigi, dan lensa mata
13) Kulit kering dan bersisik
14) Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang
15) Kuku tipis dan rapuh
16) Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik
Pada pemeriksaan kita bisa menemukan beberapa refleks patologis:
1. Erbs sign: Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi dari
otot (normal pada 6 milli-ampere)
2. Chvosteks sign: Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat keluarnya
dari foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot muka.
3. Trousseaus sign: Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari tekanan
sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagai pada spasme carpopedal.
4. Peroneal sign: Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan terjadi
dorsofleksi dan adduksi dari kaki
Pada 40 % dari penderita-penderita kita mencurigai adanya hipoparatiroidisme karena ada
kejang-kejang epileptik. Sering pula terdapat keadaan psikis yang berubah, diantaranya
psikosis. Kadang-kadang terdapat pula perubahan-perubahan trofik pada ektoderm:
1. Rambut : tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.
2. Kulit : kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan bulla.
3. Kuku : tipis dan kadang-kadang ada deformitas.
Pada anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigi-gigi tidak baik dan keadaan
mental bisa tidak sempurna. Juga agak sering terdapat katarak pada hipoparatiroidisme
2.7 Komplikasi
1. Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9 mg/100ml. Kedaan
ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar paratiroid waktu pembedahan atau
sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar tersebut.
2. Insufisiensi ginjal kronik
Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena retensi dari fosfor
dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan tidak adanya kerja hormon
paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan seperti diatas (etiologi).

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Elektrokardiografi : ditemukan interval QT yang lebih panjang.
Foto Rontgen : sering terlihat klasifikasi bilateral pada ganglion basalis di tengkorak,
kadang-kadang juga serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang normal/bertambah.
Laboratorium : Kadar kalsium serum rendah, kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase alkali
normal atau rendah.

2.9 Pencegahan
Tidak ada tindakan spesifik yang dapat anda lakukan untuk mencegah hipoparatiroidisme.
Namun, jika hendak menjalani operasi tiroid atau leher, bicaralah dengan dokter bedah
mengenai jaminan bahwa selama prosedur operasi berlangsung, dokter akan berusaha
menghindari tindakan yang dapat merusak kelenjar paratiroid Anda.
Jika sudah menjalani operasi yang melibatkan tiroid atau leher, waspadalah untuk tanda-tanda
dan gejala-gejala hipoparatiroidisme seperti kesemutan atau sensasi terbakar pada jari kaki,
jari tangan, bibir,otot berkedut atau kram. Ketika gejala tersebut muncul, dokter biasanya
merekomendasikan pengobatan dengan kalsium dan vitamin D untuk meminimalkan
keseriusan gangguan tersebut

2.10 Penatalaksanaan medis


1. Hipoparatiroid akut
Serangan tetani akut paling baik pengobatannya adalah dengan pemberian intravena 10-20 ml
larutan kalsium glukonat 10% (atau chloretem calcium) atau dalam infus. Di samping
kalsium intravena, disuntikkan pula parathormon (100-200 U) dan vitamin D 100.000 U per
oral.
2. Hipoparatiroid menahun
Tujuan pengobatan yang dilakukan untuk hipoparatiroid menahun ialah untuk meninggikan
kadar kalsium dan menurunkan fosfat dengan cara diet dan medikamentosa. Diet harus
banyak mengandung kalsium dan sedikit fosfor. Medikamentosa terdiri atas pemberian
alumunium hidroksida dengan maksud untuk menghambat absorbsi fosfor di usus. Di
samping itu diberikan pula ergokalsiferol (vitamin D2), dan yang lebih baik bila ditambahkan
dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus waspada terhadap kemungkinan
terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka kortisol diperlukan untuk menurunkan kadar
kalsium serum.

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan Secara Teoritis


1.Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas
a) Identitas klien
b) Identitas penanggung jawab
2) Riwayat kesehatan
a) Sejak kapan klien menderita penyakit
b) Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama
c) Apakah klien pernah mengalami tindakan oprasi khususnya pengangkatan kelenjar
paratiroid atau kelenjar tiroid
d) Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.
3) Keluhan utama meliputi:
a) Kelainan bentuk tulang
b) Perdarahan yang sulit berhenti
c) Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.
4) Pemeriksaan fisik
a) Sistem persarafan
(1) Parestesis: bibir, lidah, jari-jari, kaki.
(2) Kesemutan
(3) Tremor
(4) Hiperefleksia
(5) Tanda chvosteks dan trousseaus positif
(6) Papil edema
(7) Labilitas emosional
(8) Peka rangsang
(9) Ansietas
(10) Depresi
(11) Delirium
(12) Delusi
(13) Perubahan dalam tingkat kesadaran
(14) Tetani
(15) Kejang
b) Sistem muskuloskeletal
(1) Kekakuan
(2) Keletihan
c) Sistem cardiovaskuler
(1) Sianosis
(2) Palpitasi
(3) Disritmia jantung
d) Sistem pernafasan
(1) Suara serak
(2) Edema/stridor laring
e) Sistem gastrointestinal
(1) Mual muntah
(2) Nyeri abdomen
f) Sistem urinaria
Pembentukan kalkuli pada ginjal
g) Sistem integumen
(1) Distrofik, kering, kulit, dan kuku keras
(2) Figmentasi kutan
(3) Alopesia
(4) Tepi kuku horizontal
(5) Kuku rapuh
5) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
b) Pemeriksaan radiologi
c) Pemeriksaan EKG
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Potensial cedra berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh
hipokalsemia.
1) Tujuan:
Klien tidak mengalami cedra dengan kriteria: reflek normal, tanda vital stabil, makan diet dan
obat seperti yang dianjurkan, kadar kalsium serum normal.
2) Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Pantau tanda-tanda vital dan reflek tiap 2 jam sampai 4 jam.
b. Pantau fungsi jantung secara terus menerus/gambaran EKG.
c. Bila pasien dalam tirah baring berikan bantalan paga tempat tidur dan pertahakan tempat
tidur dalam posisi rendah.
d. Bila aktivitas kejang terjadi ketika pasien bangun dari tempat tidur, bantu pasien untuk
berjalan, singkirkan benda-benda yang membahayakan, bantu pasien dalam menangani
kejang dan reorientasikan bila perlu.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam menangani gejala dini dengan memberikan dan memantau
efektifitas cairan parenteral dan kalsium.
f. Pemberian kalsium dengan hati-hati.
g. Berikan suplemen vitamin D dan kalsium sesuai program.
h. Kaji ulang pemeriksaan kadar kalsium. a. untuk mengetahui kelainan sedini mungkin.
b. Untuk mengetahui abnormalitas dari gambaran EKG.
c. Untuk mencegah terjadinya injuri/jatuh.
d. Untuk menghindari cedra yang terjadi akibat benda yang terdapat di lingkungan sekitar
klien dan mencegah kerusakan lebih berat akibat kejang.
e. Antisifasi terhadap hipokalsemia dengan cara penanganan medis.
f. Pemberian kalsium yang terlalu cepat akan mengakibatkan tromboflebitis hipotensi.
g. Untuk membantu memenuhi kekurangan kalsium dalam tubuh.
h. Untuk mengontrol kadar kalsium serum.
b. Potensial tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan oedema laring atau aktivitas
kejang.
1) Tujuan:
Jalan nafas efektif dengan kriteria:
a) Frekwensi, irama, dan kedalaman pernafasan normal.
b) Auskultasi paru menunjukan bunyi yang bersih.
2) Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Siapkan peralatan penghisap dan jalan nafas oral di dekat tempat tidur sepanjang waktu.
b. Siapkan tali tracheostomi, oksigen, dan peralatan resusitasi manual siap pakai sepanjang
waktu.
Edema laring:
c. Kaji upaya pernafasan dan kualitas suara setiap 2 jam.
d. Auskultasi untuk mendengarkan stridor laring setiap 4 jam.
e. Laporkan gejala dini pada dokter dan kolaborasi untuk mempertahankan jalan nafas tetap
terbuka.
f. Intruksikan pasien agar menginformasikan pada perawat atau dokter saat pertama terjadi
tanda kekakuan pada tenggorok atau sesak nafas.
g. Baringkan pasien untuk mengoptimalkan bersihan jalan nafas, pertahankan kepala dalam
posisi kepala dalam posisi alamiah, garis tengah.
Kejang:
h. Bila terjadi kejang: pertahankan jalan nafas, penghisapan orofaring sesuai indikasi, berikan
O2 sesuai pesanan, pantau tensi, nadi, pernafasan dan tanda-tanda neurologis, periksa setelah
terjadi kejang, catat frekwensi, waktu, tingkat kesadaran, bagian tubuh yang terlibat dan
lamanya aktivitas kejang.
i. Siapkan untuk berkolaborasi dengan dokter dalam mengatasi status efileptikus misalnya:
intubasi, pengobatan.
j. Lanjutkan perawatan untuk kejang. a. Supaya memudahkan karena serangan bisa secara
tiba-tiba.
b. Untuk memudahkan dalam tindakan apabila terjadi sumbatan jalan nafas.
c. Untuk mengetahui suara dan keadaan jalan nafas.
d. Adanya stridor suatu tanda adanya oedema laring.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk mempertahankan jalan nafas tetap terbuka karena perawat
terbatas akan hak dan wewenang.
f. Agar perawat bisa siap-siap untuk melakukan suatu tindakan.
g. Untuk mencegah penekanan jalan nafas/mempertahankan jalan nafas untuk tetap terbuka.
h. Bila terjadi kejang otomatis O2 ke otak menurun sehingga bisa berakibat fatal ke seluruh
jaringan tubuh termasuk pernafasan.
i. Kolaborasi dengan dokter dalam hal tindakan wewenang dokter (pengobatan dan tindakan).
j. Untuk mencegah terjadinya serangan berulang.
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.
1) Tujuan:
Kien dapat memenuhi kebutuhan aktivitas dengan kriteria:
a) Tingkat aktivitas meningkat tanpa dispnoe, tachicardi atau peningkatan tekanan darah.
b) Melakukan aktivitas tanpa bersusah payah.
2) Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Kaji pola aktivitas yang lalu.
b. Kaji terhadap perubahan dalam gejala muskuloskeletal setiap 8 jam.
c. Kaji respon terhadap aktivitas: Catat perubahan tensi, nadi, pernafasan, hentikan aktivitas
bila terjadi perubahan, tingkatkan keikutsertaan dalam kegiatan kecil sesuai dengan
peningkatan toleransi, ajarkan pasien untuk memantau respon terhadap aktivitas dan untuk
mengurangi, menghentikan atau meminta bantuan ketika terjadi perubahan.
d. Rencanakan perawatan bersama pasien untuk menentukan aktivitas yang ingin pasien
selesaikan: Jadwalkan bantuan dengan orang lain.
e. Seimbangkan antara waktu aktivitas dengan waktu istirahat.
f. Simpan benda-benda dan barang lainnya dalam jangkauan yang mudah bagi pasien. a.
Untuk membandingkan aktivitas sebelum sakit dan yang akan diharapkan setelah perawatan.
b. Untuk memantau keberhasilan perawatan.
c. Untuk melihat suatu perkembangan perawatan terhadap aktivitas secara bertahap.
d. Dengan merencanakan perawatan, perawat dengan klien dapat mempermudah suatu
keberhasilan karena datangnya kemauan dari klien.
e. Untuk mengatasi kelelahan akibat latihan.
f. Untuk menghemat penggunaan energi klien.
d. Resti terhadap inefektif penatalaksanaan regimen therapetik berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.
1) Tujuan:
Klien mengerti tentang diet dan medikasinya, dengan kriteria:
Klien dan orang terdekat mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit dan prinsip
perawatan tindak lanjut dan perawatan di rumah serta pengobatan dan diet yang diperlukan.
2) Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Jelaskan tentang konsep dasar tentang proses penyakit.
b. Diskusikan alasan tentang terjadinya perubahan fisik dan emosional.
c. Ajarkan pasien untuk memeriksakan dan melaporkan gejala dini tetani, kesemutan, tremor,
tanda chvosteks atau trusseaus positif perubahan dalam upaya pernafasan.
d. Ajarkan orang terdekat untuk mengenali aktivitas kejang pasien dan menentukan cara yang
harus dilakukan menghindari restrain atau menghentikan prilaku, observasi dan mencatat
prilaku yang diperlihatkan sebelum dan selama kejang.
e. Tekankan aktivitas sehari-hari dan latihan sesuai toeransi dan untuk melaporkan
peningkatan keletihan atau kelemahan otot.
f. Diskusikan tentang pentingnya mempertahankan lingkungan yang aman.
g. Ajarkan nama obat-obatan, dosis, waktu dan metode pemberian, tujuan, efek smping dan
toxik.
h. Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium rendah fosfat, seperti mengurangi susu dan keju
karena banyak mengandung fosfor. a. Penyuluhan tentang penyakitnya sangat penting karena
klien membutuhkan medikasi dan modifikasi diet sepanjang hidupnya.
b. Agar klien mengerti akan keadaan dirinya sehingga klien tahu tentang penanggulangannya.
c. Agar klien bisa mengontrolkan dirinya secara berkala sehingga penyakitnya bisa
tertanggulangi dan tidak mengakibatkan lebih parah.
d. Orang terdekat adalah orang yang selalu berada dan tahu persis tentang pasien sehingga
bila terjadi sesuatu terhadap diri klien dia bisa melakukan sesuatu dan apa yang tidak boleh
dilakukan sehingga bisa memperingan penyakitnya.
e. Untuk melatih mobilisasi sehingga klien bisa melakukan ADLnya.
f. Untuk mencegah cedra akibat dari lingkungan.
g. Obat-obat tersebut penting untuk mempertahankan hidupnya.
h. Asupan diet yang seimbang akan meningkatkan kadar kalsium darah.
e. Resti terhadap inefektif penatalaksanaan regimen therapetik berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.
1) Tujuan:
Klien mengerti tentang diet dan medikasinya, dengan kriteria:
Klien dan orang terdekat mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit dan prinsip
perawatan tindak lanjut dan perawatan di rumah serta pengobatan dan diet yang diperlukan.
2) Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Jelaskan tentang konsep dasar tentang proses penyakit.
b. Diskusikan alasan tentang terjadinya perubahan fisik dan emosional.
c. Ajarkan pasien untuk memeriksakan dan melaporkan gejala dini tetani, kesemutan, tremor,
tanda chvosteks atau trusseaus positif perubahan dalam upaya pernafasan.
d. Ajarkan orang terdekat untuk mengenali aktivitas kejang pasien dan menentukan cara yang
harus dilakukan menghindari restrain atau menghentikan prilaku, observasi dan mencatat
prilaku yang diperlihatkan sebelum dan selama kejang.
e. Tekankan aktivitas sehari-hari dan latihan sesuai toeransi dan untuk melaporkan
peningkatan keletihan atau kelemahan otot.
f. Diskusikan tentang pentingnya mempertahankan lingkungan yang aman.
g. Ajarkan nama obat-obatan, dosis, waktu dan metode pemberian, tujuan, efek smping dan
toxik.
h. Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium rendah fosfat, seperti mengurangi susu dan keju
karena banyak mengandung fosfor. a.Penyuluhan tentang penyakitnya sangat penting karena
klien membutuhkan medikasi dan modifikasi diet sepanjang hidupnya.
b.Agar klien mengerti akan keadaan dirinya sehingga klien tahu tentang penanggulangannya.
c.Agar klien bisa mengontrolkan dirinya secara berkala sehingga penyakitnya bisa
tertanggulangi dan tidak mengakibatkan lebih parah.
d.Orang terdekat adalah orang yang selalu berada dan tahu persis tentang pasien sehingga bila
terjadi sesuatu terhadap diri klien dia bisa melakukan sesuatu dan apa yang tidak boleh
dilakukan sehingga bisa memperingan penyakitnya.
e.Untuk melatih mobilisasi sehingga klien bisa melakukan ADLnya.
f.Untuk mencegah cedra akibat dari lingkungan.
g.Obat-obat tersebut penting untuk mempertahankan hidupnya.
h.Asupan diet yang seimbang akan meningkatkan kadar kalsium darah.

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Asuhan Keperawatan Pada Tn. A
Dengan Gangguan Pada Sistem Persepsi Sensori : Hypoparatyroid

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Agama :
Pekerjaan :
Pend. Terakhir :
Suku/Bangsa :
gol. Darah :
Alamat :
Diagnose mendis : Hipoparatiroid
Tanggal masuk RS : Selasa, 26 april 2016
Tgl. pengkajian :
b. Identitas penanggung jawab
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
2. Keluhan Utama / Alasan Kunjungan
Sakit kepala
3. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Tn. A usia 58 tahun datang ke rumah sakit pada tangggal 26 APRIL 2012 dengan keluhan
sering mengalami kejang 1 bulan terakhir dan akhir-akhir ini pasien tidak mau makan
dikarenakan susah menelan.

4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


pernah mengalami operasi bedah leher 2 bulan yang lalu

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

6. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan Umum :
b. Tanda-Tanda Vital :
1) Tekanan Darah : 90/70 mmhg
2) Nadi : 90x/menit
3) Suhu : 37,5C
4) CRT :
7. Riwayat Psikososial
a. Kemampuan mengenal masalah kesehatan

b. Konsep diri

c. Sumber stress

d. Mekanisme koping

e. Kebiasaan dan pengaruh budaya

8. Dukungan emosional
a. Emosional

b. Finansial

9. Pola aktifitas
No Jenis Aktivitas Saat di Rumah Di RS
1.

Nutrisi :
a. Frekuensi dan porsi
b. Jenis makanan
c. Pola makan
d. Nafsu makan
e. Pantangan
f. Alergi
g. Kesulitan/hambatan

Tidak teratur
Tidak nafsu makan

Sulit menelan


2. Minum :
a. Jenis air minum
b. Frekuensi dan porsi
c. Kesulitan

3. Personal hygine :
a. frekuensi mandi
b. frekuensi keramas
c. oral hygine

4. Eliminasi :
a. Eliminasi fecal
1) Frekuensi BAB
2) Warna feces
3) Konsistensi
b. Eliminasi Urin :
1) Frekuensi BAK
2) Warna urin
3) Konsistensi

5. Istirahat/tidur :
a. Kualitas
b. Kuantitas
c. Konsistensi

6. Latihan/olah raga
a. Jenis kegiatan
b. Sikap

10. Pemeriksaan Head to toe (berfokus pada salah satu organ yang terdapat gangguan)
No Jenis Inspeksi Palpasi Auskultasi Perkusi
1 Kepala

Hidung Rambut tumbuh jarang


Terdengar stridor
2 Wajah

Mata Kekakuan pada muka

3 Leher

Terdapat luka bekas pembedahan

4 Dada
5 Abdomen
6 Eksremitas

7 Kulit Kering dan bersisik Kering dan bersisik

11. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
No Jenis Pemeriksaan Nilai Hasil Nilai Normal Interpretasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14 Hb
LED
BUN
Creatinin
Kolesterol
Albumin serum
Protein
Na
K
Cl
CO2
SCr
Gula darah sewaktu
T3 dan T4

12,0-16,0 g/dL

6-24 mg/dL
0,5-1,5 mg/dL
150-270 mg/dL
3.5-5,0 mg/dL

135-155 mEq/L
3,6-5,5 mEq/L
98-108 mEq/L
22-23 mEq/L
0,5-1,2 mg/dl
72-126 mg/dl

Meningkat
Meningkat
15 Kalsium 3-5 mg/dl 8,5-10,5 mg/dl Menurun
16 Fosfat 6.0 mg/dl 2,5-4,5 mg/dl Meningkat

b. Terapi Obat obatan

12. Data Fokus


Data Subjektif Data Objektif
Pasien sering mengalami kejang 1 bulan terakhir.
Keluarga pasien mengatakan bahwa saat dirumah pasien sering mengeluh sakit kepala, sulit
nafa saat kejang atau kekakuan dirasakan pada muka terkadang pada tangan dan kaki.
Akhir-akhir ini pasien tidak mau makan karenakan pasien susah menelan. TTV :
Suhu : 37,5 OC
Nadi : 90 x/menit
TD : 90/70 mmhg
Suara nafas stridor
Hasil uji laboratorium menunjukan kalsium 3-5 mg/dL (normalnya 8.510.5 mg/dl) dan
kadar fosfat 6.0 mg/dL (normalnya 2.5-4.5 mg/dL).
Terdapat Tanda Chvosteks atau Trousseaus positif pada pasien.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Analisa Data
No Masalah Etiologi Data
1. Pola nafas tidak efektif

Hipoparatiroid
Defisiensi PTH
meningkatnya sekresi Ca oleh ginjal
hipokalsemia
B1 : breath
Kadar Ca menurun
Potensial membran terganggu
Potensial Aksi mudah terjadi

impuls saraf ke otot pernafasan meningkat


spasme laring
sesak nafas saat kejang
pola nafas tidak efektif Ds :
Keluarga pasien mengatakan bahwa saat dirumah pasien sering mengeluh sulit nafa saat
kejang.

Do :
Suara nafas stridor

2.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Hipoparatiroid


Defisiensi PTH
meningkatnya sekresi Ca oleh ginjal
hipokalsemia
B5 : Bowel
Kadar Ca menurun
Potensial membran menurun
Potensial aksi mulai terjadi
Impuls saraf ke otot meningkat
disfagia
intake nutrisi kurang
Kebutuhan kurang dari nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Ds:
Akhir-akhir ini pasien tidak mau makan karenakan pasien susah menelan
Do :
TTV :
Suhu : 37,5 OC
Nadi : 90 x/menit
TD : 90/70 mmhg
Hasil uji laboratorium menunjukan kalsium 3-5 mg/dL (normalnya 8.510.5 mg/dl) dan
kadar fosfat 6.0 mg/dL (normalnya 2.5-4.5 mg/dL).
3. Intoleransi aktivitas Hipoparatiroid
Defisiensi PTH
meningkatnya sekresi Ca oleh ginjal
hipokalsemia
B2 : Blood
Jantung kekurangan kalsium
Potensial membran terganggu
Potensial aksi mudah terjadi
Impuls saraf ke otot jantung meningkat
Aritmia jantung
Menurunnya curah jantung
Tubuh mudah lelah/cape
Intolerasi aktivitas

Ds :
Keluarga pasien mengatakan bahwa saat dirumah pasien sering mengeluh sakit kepala,
kekakuan dirasakan pada muka terkadang pada tangan dan kaki.
Do :
TTV :
Suhu : 37,5 OC
Nadi : 90 x/menit
TD : 90/70 mmhg
Hasil uji laboratorium menunjukan kalsium 3-5 mg/dL (normalnya 8.510.5 mg/dl) dan
kadar fosfat 6.0 mg/dL (normalnya 2.5-4.5 mg/dL).
Terdapat Tanda Chvosteks atau Trousseaus positif pada pasien
4. Resiko cedera Hipoparatiroid
Defisiensi PTH
meningkatnya sekresi Ca oleh ginjal
hipokalsemia
B5 : Brain
kadar Ca menurun fosfat meningkat
eksitasi impuls saraf meningkat
kejang dan kehilangan kesadaran
kejang dengan penurunan kesadaran
resiko cedera

Ds :
Pasien sering mengalami kejang 1 bulan terakhir.
Keluarga pasien mengatakan bahwa saat dirumah pasien sulit nafas saat kejang atau
kekakuan dirasakan pada muka terkadang pada tangan dan kaki.

Do :
TTV :
Suhu : 37,5 OC
Nadi : 90 x/menit
TD : 90/70 mmhg
Hasil uji laboratorium menunjukan kalsium 3-5 mg/dL (normalnya 8.510.5 mg/dl) dan
kadar fosfat 6.0 mg/dL (normalnya 2.5-4.5 mg/dL).

Terdapat Tanda Chvosteks atau Trousseaus positif pada pasien

C. Nursing Care Planning


No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas kejang.
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat. Nutritional Status : food and Fluid Intake

Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC :
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.
3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kekakuan ekstremitas. Energy conservation
Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri NIC:
Energy Management
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang
tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi
dan social
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

4 Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang yang diakibatkan oleh hipokalsemia.
Kontrol Resiko
Tujuan : Resiko cedera terkontrol dan berkurang

Kriteria hasil:

1. Mengetahui resiko
2. Memonitor faktor resiko lingkungan
3. Memonitor faktor resiko perilaku individu
4. Mengembangkan strategi kontrol resiko yang
efektif
5. Memonitor perubahan status kesehatan
NIC:
Manajemen keamanan lingkungan
1. Identifikasi tingkat kebutuhan pasien akan keamanan
2. Identifikasi bahaya yang ada di lingkungannya
3. Atur lingkungan untuk meminimalkan resiko cedera
4. Gunakan alat pelindung atas situasi yang berbahaya
5. Monitor lingkungan untuk perubahan status keamanan
6. Awasi pasien terhadap tindakan yang membahayakan

D. Implementasi
1. Kaji kadar kalsium dan fosfor dalam darah
2. Kemampuan dalam melakukan aktivitas segari-hari.
3. Kaji jumlah masukan dan keluaran nutrisi
4. Tingkatkan kenyamanan dan keamanan pasien terhadap lingkungan.
5. Kekuatan otot pernapasan dalam bernapas

E. Evaluasi
1. Mencapai fungsi pernapasan adekuat
2. Mengalami pemulihan krisis Hipoparatiroidisme
3. Klien tidak mengalami cedera apa bila ada kejang berulang.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hypoparatiroidisme adalah penurunan produksi hormone oleh kelenjar paratiroid,
menyebabkan kadar kalsium dalam darah rendah. Hipokalsemia menyebabkan eksitabilitas
neuromuskular dan kontraksi muscular. Risiko terjadinya hypoparatiroidisme meningkat
apabila terdapat infeksi, kehamilan, serta penggunaan obat diuretic.Gejala utama
hypoparatiroidisme yaitu berupa tetanus yang disertai dengan tremor dan konstriksi
spasmodic/ tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan
volunteer.Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya
hypoparatiroidisme yaitu pemeriksaan darah, urine, EKG, dan sinar-X.

B. Saran
Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa hambatan dalam
penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.
Demi kemajuan selanjutnya maka penulis menyarankan kepada :
a) Perawat.
Sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien sangat perlu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar mampu merawat pasien secara
komprehensif dan optimal.
Mampu memberikan informasi untuk kesejahteraan pasien. Terkait dengan masalah
kesehatan yang dialami.
b) Rumah sakit (bidang pelayanan)
Penulis mengharapkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada pasien.
Khususnya dalam bidang keperawatan, guna meningkatkan pelayanan atau asuhan
keperawatan yang lebih optimal.
c) Institusi pendidikan.
Penulis mengharapkan makalah ini dapat digunakan sebagain bahan acuan bacaan untuk
menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa Stikes Kuningan dan karya
tulis ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur yang membahahas masalah tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan Hypoparatiroid..
DAFTAR PUSTAKA

Griffin, winter. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Jakarta: Arca.


Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta: EGC.
NANDA.2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan
Klasifikasi.Jakarta: EGC
Jhonson, Marion, dkk. 2000. NOC. Jakarta: Morsby.
McCloskey, Cjoane, dkk. 1995.NIC. Jakarta: Morsby
Smeltzer, C . Suzanne,dkk.2002.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1.
Jakarta: EGC
Hudak & Gallo.2001.Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta: EGC
Doengoes,ME.2000.Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: EGC

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
PADA SISTEM ENDOKRIN : HYPOPARATIROID
Disarankan untuk memenuhi salah satu tugas tutorial Blok Sistem Endokrin

ASKEP HIPOPARATIROID
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada kehidupan
sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid mengalami gangguan dari
metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon
paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid
sendiri secara spesifik belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni
hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid.

Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun


dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan
sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan pada area tulang dan
ginjal.

Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus


dalam setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat
penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak ditemukan, kurang lebih 1000 kasus dalam
setahun. Pada Wanita mempunyai resiko untuk terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari
pria. Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap tahunnya.
Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari pria. Di
Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit hiperparatiroid tiap tahun.
Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas
sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer merupakan
salah satu dari 2 penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan.
Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada dekade ke-6 dan
wanita lebih sering 3 kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya mencapai 1:500-1000. Bila
timbul pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik seperti neoplasia
endokrin multipel tipe I dan II Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH),
senyawa yang membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam
tubuh. Oleh karena itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan
kadar kalsium dalam tubuh seseorang.
Dengan mengetahui fungsi dan komplikasi yang dapat terjadi pada kelainan atau
gangguan pada kelenjar paratiroid ini maka perawat dianjurkan untuk lebih peka dan teliti
dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien
terhadap penyakit, sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid tidak semakin berat.

2.Rumusan Masalah

a.Apa definisi dari hipoparatiroid?


b.Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan hipoparatiroid?
3.Tujuan

Tujuan umum

Menjelaskan tentang bagaimana konsep dan pendekatan asuhan keperawatan pada klien
dengan hipoparatiroid.

Tujuan khusus

1. Dapat menjelaskan anatomi kelenjar hipoparatiroid


2. Dapat menjelaskan fisiolohis kelenjar paratiroid
3. Dapat menjelaskan definisi hipoparatiroid
4. Dapat menjelaskan etiologi dari hipoparatiroid
5. Dapat menjelaskan patofisiologi dari hipoparatiroid
6. Dapat menjelaskan manifestasi klinis dari hipoparatiroid
7. Dapat menjelaskan klasifikasi dari hipoparatiroid
8. Dapat menjelaskan pemeriksaan-pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien
hipoparatiroid
9. Dapat menjelaskan penatalaksaan medis pada klien hipoparatiroid
10. Dapat menjelaskan komplikasi dari hipoparatiroid
11. Dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada klien hipoparatiroid

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Paratiroid

Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan
keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu
dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial.
Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian
kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya
sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral
kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar
paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim
de Jong, 2004, 695)

Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub
inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi,
jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.

Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan


tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman.
Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell) yang
mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula
sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih
sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam
sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu
jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia muda,
sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas, sel-sel ini mungkin
merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.

2.2 Fisiologi Paratiroid

Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang


bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis
PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium
tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium
pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat
reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga
titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan
usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)

2.3 Definisi

a. Hipoparatiroid adalah defisiensi kelenjar paratiroid dengan tetani sebagai gejala utama
(Haznam).
b. Hipoparatiroid adalah hipofungsi kelenjar paratiroid sehingga tidak dapat mensekresi hormon
paratiroid dalam jumlah yang cukup. (Guyton).
c. Hipoparatiroidisme adalah kondisi dimana tubuh tidak membuat cukup hormon paratiroid atau
parathyroid hormone (PTH).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipoparatiroid hipofungsi dari
kelenjar paratiroid sehingga hormon paratiroid tidak dapat disekresi dalam jumlah yang
cukup, dengan gejala utamanya yaitu tetani.
Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar
paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor; serum kalsium
menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5 mg%). Keadaan ini jarang
sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan
kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah
tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).

2.4 Etiologi

Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti.
Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :

1. Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:

Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi


Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat congenital atau didapat (acquired)

2. Hipomagnesemia
3. Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif
4. Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah luka pada kelenjar-
kelenjar paratiroid, seperti selama operasi kepala dan leher.
Pada kasus-kasus lain, hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran atau mungkin
berhubungan dengan penyakit autoimun yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid
bersama dengan kelenjar-kelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjar-kelenjar tiroid, ovari,
atau adrenal.
Hipoparatiroidisme adalah sangat jarang. Ini berbeda dari hiperparatiroidisme, kondisi
yang jauh lebih umum dimana tubuh membuat terlalu banyak PTH.

2.5 Patofisiologis
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat,
yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai
9,5 - 12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk
mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah
untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak
jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal
ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi
oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau
terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada
banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara
sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat
segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi
kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap
hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk
yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak
dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih
jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.

2.6 WOC
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang
disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70 %)
adalah tetani atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus
corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan
jari-jari lain dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan
fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi. Dalam tetanic aequivalent:

1. Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis

2. Stridor laryngeal (spasme ) yang bisa menyebabkan kematian

3. Parestesia

4. Hipestesia

5. Disfagia dan disartria

6. Kelumpuhan otot-otot

7. Aritmia jantung

8. Gangguan pernapasan

9. Epilepsi

10. Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil

11. Gangguan ingatan dan perasaan kacau

12. Perubahan kulit rambut, kuku gigi, dan lensa mata

13. Kulit kering dan bersisik

14. Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang

15. Kuku tipis dan rapuh

16. Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik


Pada pemeriksaan kita bisa menemukan beberapa refleks patologis:

1. Erbs sign: Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi
dari otot (normal pada 6 milli-ampere)
2. 2.Chvosteks sign: Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat
keluarnya dari foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot muka.

3. Trousseaus sign: Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari tekanan
sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagai pada spasme carpopedal.

4. Peroneal sign: Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan
terjadi dorsofleksi dan adduksi dari kaki

Pada 40 % dari penderita-penderita kita mencurigai adanya hipoparatiroidisme


karena ada kejang-kejang epileptik. Sering pula terdapat keadaan psikis yang berubah,
diantaranya psikosis. Kadang-kadang terdapat pula perubahan-perubahan trofik pada
ektoderm:

1. Rambut : tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.

2. Kulit : kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan bulla.

3. Kuku : tipis dan kadang-kadang ada deformitas.

Pada anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigi-gigi tidak baik dan
keadaan mental bisa tidak sempurna. Juga agak sering terdapat katarak pada
hipoparatiroidisme.
2.8 Klasifikasi
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik hipoparatiroid,
dan hipoparatiroid pascabedah.
1.Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang
menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh
maternal hiperkalsemia.
2.Simpel idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya sebagai akibat
pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium,
jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita
hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium
primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
3.Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau sesudah operasi
radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid,
biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme karena
pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau
permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-
operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun
tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.
2.9 Pemeriksaan Diagnostik

1. Elektrokardiografi : ditemukan interval QT yang lebih panjang.


2. Foto Rontgen : sering terlihat klasifikasi bilateral pada ganglion basalis di tengkorak,
kadang-kadang juga serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang
normal/bertambah.
3. Laboratorium : Kadar kalsium serum rendah, kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase
alkali normal atau rendah.
2.10 Penatalaksanaan Medis
A.Hipoparatiroid akut
Serangan tetani akut paling baik pengobatannya adalah dengan pemberian intravena 10-20 ml
larutan kalsium glukonat 10% (atau chloretem calcium) atau dalam infus. Di samping
kalsium intravena, disuntikkan pula parathormon (100-200 U) dan vitamin D 100.000 U per
oral.
B.Hipoparatiroid menahun
Tujuan pengobatan yang dilakukan untuk hipoparatiroid menahun ialah untuk meninggikan
kadar kalsium dan menurunkan fosfat dengan cara diet dan medikamentosa. Diet harus
banyak mengandung kalsium dan sedikit fosfor. Medikamentosa terdiri atas pemberian
alumunium hidroksida dengan maksud untuk menghambat absorbsi fosfor di usus.
Di samping itu diberikan pula ergokalsiferol (vitamin D2), dan yang lebih baik bila
ditambahkan dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus waspada terhadap
kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka kortisol diperlukan untuk
menurunkan kadar kalsium serum.
2.11 Komplikasi

1. Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9 mg/100ml. Kedaan
ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar paratiroid waktu pembedahan atau
sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar tersebut.

2. Insufisiensi ginjal kronik


Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena retensi dari fosfor
dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan tidak adanya kerja hormon
paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan seperti diatas (etiologi).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPOPARATIROID
3.1Pengkajian
Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji manifestasi
distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan hipoparatiroidisme
akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut
kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian
keperawatan lainnya mencakup :

1. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

2. Riwayat Penyakit :
1. Keluhan Utama
Biasanya Klien merasa ada kelainan bentuk tulang , pendarahan yang sulit berhenti , kejang-
kejang , kesemutan dank lien merasa lemas / lemah .
Periksa juga terhadap temuan tanda Chvosteks atau Trousseaus positif. Kaji pula manifestasi
distress pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan
hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti
kulit dan rambut kering. Juga kaji terhadap sindrom seperti
Parkinson atau adanya katarak.

2. Riwayat penyakit saat ini


Tanyakan pada klien tentang manifestasi bekas atau kesemutan disekitar mulut atau ujung jari
tangan atau ujung jari kaki .

3. Riwayat penyakit dahulu :


Tanyakan apakah klien pernah megalami tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar
tiroid atau kelenjar paratiroid. Tanyakan pada klien apakah ada riwayat penyinaran pada leher
.

4. Riwayat penyakit keluarga:


Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan Hipoparatiroid.
3. Pemeriksaan Fisik :
B1 (Breathing) : amati bunyi suara nafas . pada klien hipoparatiroid biasanya terdengar suara
stridor, suara serak.
B2 (Blood) : amati adanya disritmia jantung, sianosis, palpitasi
B3 (Brain) : amati adanya parestesis pada bibir, lidah, jari-jari, kaki. Kesemutan, tremor,
hiperefleksia, tanda chvosteks dan trousseaus positif papil edema, labilitas emosional, peka
rangsang, ansietas, perubahan dalam tingkat kesadaran, tetani kejang
B 4 (Bladder) : pembentukan kalkuli pada ginjal
B 5 (Bowel) : mual, muntah, nyeri abdomen
B 6 (Bone) : Amati tanda fisik, seperti; rambut tipis, pertumbuhan kuku buruk yang
deformitas dan gampang patah, kulit kering. Amati apakah ada kelainan bentuk tulang
(Endokrin) : penurunan sekresi parathormon dari jumlah normal

4. Pemeriksaan diagnostik

1. Pemeriksaan kadar kalsium serum.


2. Pemeriksaan radiologi.

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh
hipokalsemia.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas
kejang.
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.
3.4 Intervensi

1. Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh
hipokalsemia.
Tujuan:
Klien tidak mengalami cedera dengan kriteria: reflek normal, tanda vital stabil, makan diet
dan obat seperti yang dianjurkan, kadar kalsium serum normal.
Intervensi:
Intervensi Rasional

a. Pantau tanda-tanda vital dan reflek


tiap 2 jam sampai 4 jam.
b. Pantau fungsi jantung secara terus
menerus/gambaran EKG.
c. Bila pasien dalam tirah baring
berikan bantalan paga tempat
a. untuk mengetahui kelainan sedini mungkin.
tidur dan pertahakan tempat tidur
b. Untuk mengetahui abnormalitas dari gambaran
dalam posisi rendah.
EKG.
d. Bila aktivitas kejang terjadi ketika
c. Untuk mencegah terjadinya injuri/jatuh.
pasien bangun dari tempat tidur,
d. Untuk menghindari cedera yang terjadi akibat
bantu pasien untuk berjalan,
benda yang terdapat di lingkungan sekitar
singkirkan benda-benda yang
klien dan mencegah kerusakan lebih berat
membahayakan, bantu pasien
akibat kejang.
dalam menangani kejang dan
e. Antisifasi terhadap hipokalsemia dengan cara
reorientasikan bila perlu.
penanganan medis.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam
f. Pemberian kalsium yang terlalu cepat akan
menangani gejala dini dengan
mengakibatkan tromboflebitis hipotensi.
memberikan dan memantau
g. Untuk membantu memenuhi kekurangan
efektifitas cairan parenteral dan
kalsium dalam tubuh.
kalsium.
h. Untuk mengontrol kadar kalsium serum.
f. Pemberian kalsium dengan hati-
hati.
g. Berikan suplemen vitamin D dan
kalsium sesuai program.
h. Kaji ulang pemeriksaan kadar
kalsium.

2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas


kejang.
Tujuan:
Jalan nafas efektif dengan kriteria:
a) Frekwensi, irama, dan kedalaman pernafasan normal.
b) Auskultasi paru menunjukan bunyi yang bersih.
Intervensi:

Intervensi Rasional

a. Siapkan peralatan penghisap dan a. Supaya memudahkan karena serangan bisa


jalan nafas oral di dekat tempat secara tiba-tiba.
tidur sepanjang waktu. b. Untuk memudahkan dalam tindakan apabila
b. Siapkan tali tracheostomi, oksigen, terjadi sumbatan jalan nafas.
dan peralatan resusitasi manual c. Untuk mengetahui suara dan keadaan jalan
siap pakai sepanjang waktu. nafas.
Edema laring: d. Adanya stridor suatu tanda adanya oedema
laring.
c. Kaji upaya pernafasan dan kualitas
e. Kolaborasi dengan dokter untuk
suara setiap 2 jam.
mempertahankan jalan nafas tetap terbuka
d. Auskultasi untuk mendengarkan
karena perawat terbatas akan hak dan
stridor laring setiap 4 jam.
wewenang.
e. Laporkan gejala dini pada dokter
f. Agar perawat bisa siap-siap untuk
dan kolaborasi untuk
melakukan suatu tindakan.
mempertahankan jalan nafas tetap
g. Untuk mencegah penekanan jalan
terbuka.
nafas/mempertahankan jalan nafas untuk
f. Intruksikan pasien agar
tetap terbuka.
menginformasikan pada perawat
h. Bila terjadi kejang otomatis O2 ke otak
atau dokter saat pertama terjadi
menurun sehingga bisa berakibat fatal ke
tanda kekakuan pada tenggorok
seluruh jaringan tubuh termasuk
atau sesak nafas.
pernafasan.
g. Baringkan pasien untuk
i. Kolaborasi dengan dokter dalam hal
mengoptimalkan bersihan jalan
tindakan wewenang dokter (pengobatan dan
nafas, pertahankan kepala dalam
tindakan).
posisi kepala dalam posisi alamiah,
j. Untuk mencegah terjadinya serangan
garis tengah.
berulang.
Kejang:
Intervensi Rasional

h. Bila terjadi kejang: pertahankan


jalan nafas, penghisapan orofaring
sesuai indikasi, berikan O2 sesuai
pesanan, pantau tensi, nadi,
pernafasan dan tanda-tanda
neurologis, periksa setelah terjadi
kejang, catat frekwensi, waktu,
tingkat kesadaran, bagian tubuh
yang terlibat dan lamanya aktivitas
kejang.
i. Siapkan untuk berkolaborasi dengan
dokter dalam mengatasi status
efileptikus misalnya: intubasi,
pengobatan.
j. Lanjutkan perawatan untuk kejang.

3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.


Tujuan:
Kien dapat memenuhi kebutuhan aktivitas dengan kriteria:
a) Tingkat aktivitas meningkat tanpa dispnoe, tachicardi atau peningkatan tekanan darah.
b) Melakukan aktivitas tanpa bersusah payah.
Intervensi:

Intervensi Rasional

a. Kaji pola aktivitas yang lalu. a. Untuk membandingkan aktivitas sebelum sakit
b. Kaji terhadap perubahan dalam dan yang akan diharapkan setelah perawatan.
gejala muskuloskeletal setiap 8 jam.b. Untuk memantau keberhasilan perawatan.
c. Kaji respon terhadap aktivitas: Catatc. Untuk melihat suatu perkembangan perawatan
perubahan tensi, nadi, pernafasan, terhadap aktivitas secara bertahap.
hentikan aktivitas bila terjadi d. Dengan merencanakan perawatan, perawat
perubahan, tingkatkan keikutsertaan dengan klien dapat mempermudah suatu
Intervensi Rasional

dalam kegiatan kecil sesuai dengan keberhasilan karena datangnya kemauan dari
peningkatan toleransi, ajarkan klien.
pasien untuk memantau respon e. Untuk mengatasi kelelahan akibat latihan.
terhadap aktivitas dan untuk f. Untuk menghemat penggunaan energi klien.
mengurangi, menghentikan atau
meminta bantuan ketika terjadi
perubahan.
d. Rencanakan perawatan bersama
pasien untuk menentukan aktivitas
yang ingin pasien selesaikan:
Jadwalkan bantuan dengan orang
lain.
e. Seimbangkan antara waktu aktivitas
dengan waktu istirahat.
f. Simpan benda-benda dan barang
lainnya dalam jangkauan yang
mudah bagi pasien.

BAB IV
PENUTUP
4.1Kesimpulan
Hormon paratiroid dapat mempengaruhi banyak sistem didalam tubuh manusia. Efek utama
mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh. Kelainan hormon paratiroid banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma soliter), paratiroid carsinoma,
dan hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat mengakibatkan terjadinya
hiperparatiroidisme. Hipoparatiroid terjadi apabila kelenjar paratiroid memproduksi hormon
paratiroid lebih sedikit dari biasanya.
4.2 Saran
Melihat dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para tenaga medis dan
perawat harus lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh sistem
metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar paratiroid.
Karena penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan penatalaksanaan pengobatan
yang cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar paratiroid.

DAFTAR PUSTAKA

Rumarhobo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8. Jakarta : EGC.
Hipoparatiroidisme. http://www.totalkesehatananda.com/hipoparatiroid.html diakses tanggal
1 Mei 2011

Paratiroid. http://akbar-unair.blogspot.com/ diakses tanggal 1 Mei 2011

Hipoparatiroid http://andysunaryo.blogspot.com/2011/04/askep-hipoparatiroid.html diakses


tanggal 5 Mei 2011

Hiperparatiroid dan hipoparatiroid http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/hiperparatiroidisme-


dan.html diakses tanggal 5 Mei 2011

Diposting oleh lissa novia di 14.44


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
HIPERPARATIROID & HIPOPARATIROID

PROJECT BASED LEARNING (PJBL) 2


HIPERPARATIROID & HIPOPARATIROID

Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
PSIK REGULER 2

Bryan Prasetyo 115070200111014


Any Setiyorini 115070200111016
M Junjung Rasa Bakti 115070200111018
Ni Made Ardaningsih 115070201111008
Rani indrawati 115070201111010
Adelia Rochma 115070201111006
Siti Roslinda Rohman 115070206111002
Istiqomah 115070201111030
Zulvana 115070207111018

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
HIPERPARATIROID

1. DEFINISI
Hiperparatiroid adalah akibat dari kelebihan produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid dan ditandai dengan kalsifikasi tulang dan pembentukan batu ginjal yang
mengandung kalsium (Baughman, Diane C. 2000).
Hiperparatiroid adalah gangguan mineralisasi tulang dan kelemahan otot yang
disebabkan oleh tingginya kadar hormon paratiroid bersirkulasi. Biasanya peningkatan kadar
hormon paratiroid disebabkan oleh tumor kelenjar paratiroid atau kelenjar lain. Akibat
hormon paratiroid yang berlebihan, resorpsi tulang distimulasi sehingga kadar kalsium dalam
serum tinggi. Kadar fosfat serum yang rendah menyertai kadar hormon paratiroid yang tinggi.
Tulang menjadi rapuh dan lemah (Corwin, Elizabeth J. 2009).
Hiperparatiroid berarti peningkatan hormon paratiroid yang dapat mempengaruhi
keseimbangan elektrolit, khususnya kalsium, magnesium dan fosfor.

2. KLASIFIKASI

1. Primary hiperparathyroidism (hiperparatiroidisme primer)

Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi


serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum
kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi. Tes
diagnostic yang paling penting untuk kelainan ini adalah menghitungserum hormone
paratiroid dan ion kalsium.

2. Secondary hyperparathyroidisme (hiperparatiroidisme sekunder)

Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan


karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkitan dengan
gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. Hipersekresi
hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap penurunan
kadar kalsium terionisasi didalam serum.
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi hormon
paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan produksi
vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia berperan penting
dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan produksi
hormon paratiroid.
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah
osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan
kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak
muncul secara langsung.
Hiperparatiroidisme sekunder biasanya disertai dengan penurunan kadar kalsium serum
yang normal atau sedikit menurun dengan kadar PTH tinggi dan fosfat serum rendah.
Perubahan tulang disebabkan oleh konsentrasi PTH yang tinggi sama dengan pada
hiperparatiroidisme primer. Beberapa pasien menunjukkan kadar kalsium serum tinggi dan
dapat mengalami semua komplikasi ginjal, vaskular, neurologik yang disebabkan oleh
hiperkalsemia.

3. Hyperparathyroidism tersier (hiperparatiroidisme tersier)

Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder


yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan
perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia.
Hiperparatiroidisme tersier paling umum diamati pada pasien penderita
hiperparatiroidisme sekunder yang kronis dan yang telah menjalani cangkok ginjal. Kelenjar
hipertrophied paratiroid gagal kembali menjadi normal dan terus mengeluarkan hormon
paratiroid berlebih, meskipun kadar cairan kalsium masih dalam level normal atau bahkan
berada diatas normal. Pada kasus ini, kelenjar hipertropid menjadi autonomi dan
menyebabkan hiperkalsemia, bahkan setelah penekanan kadar kalsium dan terapi kalsitriol.
Penyakit tipe ketiga ini sangat berbahaya karena kadar phosfat sering naik (Lawrence Kim,
MD, 2005,section 5).

3. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap
tahunnya. Wanita yang berusia 50 tahun lebih, memiliki faktor risiko 2 kali lebih besar
daripada pria. Di Amerika Serikat prevalensinya mencapai 100.000 orang diketahui terkena
penyakit hiperparatiroid tiap tahunnya. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1.
Pada wanita yang berusia 60 tahun lebih, sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena
hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primee merupakan salah satu dari 2 penyebab
tersering hiperkalsemi, penyebab yang lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat terjadi pada
semua usia, tetapi yang tersering adalah pada dekade 6 dan wanita lebih sering 3 kali
dibandingkan laki-laki.
Sekitar 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau
hyperplasia). Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma
(Smeltzer& Bare, 2002)

4. ETIOLOGI
a. Adenoma tunggal menjadi penyebab paling sering dari hiperparatiroid.
b. Hiperplasia
c. Adenoma multipel.
d. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pada kurang lebih 15% pasien,
kelenjarnya mengalami hiperfungsi.
e. Kanker menjadi penyebab yang jarang ditemui pada kasus hiperparatiroid.
f. Hiperpospatemia.
g. Hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang
akhirnya akan meningkatkan produksi hormon paratiroid (Brooker, Chris. 2008).

5. FAKTOR RISIKO
Faktor yang dapat menyebabkan hiperparatiroid meliputi:
1) hiperplasia paratiroid, adenoma atau karsinoma.
2) Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan
absorpsi kalsium oleh usus meningkat.
3) Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), nefrokalsinosis atau nefrolitiasis, dan
kalsifikasi kornea.
Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. Hipersekresi hormon
paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap penurunan kadar
kalsium terionisasi didalam serum.
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi hormon
paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan produksi
vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia berperan penting
dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan produksi
hormon paratiroid (Lawrence Kim, MD, 2005,section 5).
6. PATOFISIOLOGI (terlampir)

7. MANIFESTASI KLINIS
Diagnosa hiperparatiroidisme atau hiperparatiroid sub-klinis agak sulit ditetapkan.
Gejala klinis yang mungkin terjadi pada hiperparatiroid diantaranya adalah :
1. cepat lelah
2. otot menjadi lemah
3. konstipasi
semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah.
4. resorbsi kalisum dari tulang meningkat sehingga terjadi hiperkalsemia darah
5. Hiperkalsemia darah dapat menyebabkan gangguan klinis sekunder
a. Poliuria dan polidipsi
b. Neprolithiasis ginjal. berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan
salah satu komplikasi hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi
kalsium fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena
calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
c. Pangkreatitis bahkan terjadi ulkus peptikum (Manuba, Manuba Chandranita, Manuba Fajar.
2007)
6. Resorbsi kalsium tulang meningkat sehingga tulang mudah fraktur diberbagai tempat. Gejala
muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat demineralisasi
tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan
osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan,
khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur
patologik; deformitas; dan pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan
hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur (Brunner & Suddath, 2001).
Gambaran Radiografis
Manifestasi awal hiperparatiroid adalah hilangnya lamina dura di sekitar akar gigi
dengan perubahan pola trabecular rahang yang muncul kemudian. Terdapat penurunan
densitas trabecular dan kaburnya pola normal yang menghasilkan penampakan ground
glass pada gambaran radiografiknya. Dengan menetapnya penyakit, lesi tulang lainnya
muncul, seperti hiperparatiroid brown tumor. Nama ini berasal dari warna spesimen
jaringan yang mencolok, biasanya merah tua-coklat akibat perdarahan dan tumpukan
hemosiderin dalam tumor. Gambaran radiografik menunjukkan lesi ini unilokuler atau
multiloculer radiolusen yang berbatas tegas yang biasanya merusak mandibula, clavicula, iga,
dan pelvis. Lesi ini soliter, namun lebih sering multipel. Lesi yang bertahan lama dapat
mengakibatkan ekspansi cortical yang nyata. Secara histologik, lesi ini dicirikan sebagai
proliferasi hebat jaringan granulasi vascular yang menjadi latar belakang timbulnya multi-
nucleated osteoclast-type giant cells. Hal ini identik dengan lesi lain yang dikenal dengan lesi
giant cell sentral pada rahang.
Gambar

Terjadi perubahan tulang yang meliputi


hilangnya lamina dura, dikemukannya ground
glass pada pola trabekula, penipisan dari tulang kortikal di bagian inferior canalis dental.

Pada periapikal terlihat gambaran radiolusen giant cell


lesion (brown tumor) di antara insisivus bawah yang telah mengalami pergeseran (Smeltzer,
Suzzanne C.2001)
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium
dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat
menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang
menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Pemeriksaan
radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia lainnya.
Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan hiperkalsemia.
Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia
pada kelenjar paratiroid.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian
yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain
sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar hormon
paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pada
hiperparatiroid biasanya ditemukan:
a. Kalsium serum meninggi
b. Fosfat serum rendah
c. Fosfatase alkali meninggi
d. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
2. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya klasifikasi tulang,
penipisan dan osteoporosis, pada hiperparatiroid dapat ditemukan:
a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
b. Cystic-cystic dalam tulang
c. Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
3. Percobaan Kalsium intravena
Percobaan ini didasarkan pada anggapan bahwa bertambhanya kadar serum kalsium akan
menekan pembentukan paratharmon. Normal bila pospor serum meningkat dan pospor
diuresis berkurang. Pada hiperparatiroid, pospor serum dan pospor diuresis tidak banyak
berubah.
4. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan gambaran EKG akibat
perubahan kadar kalsium terhadap otot jantung, biasanya pada hiperparatiroid ditemukan QT-
interval mungkin normal.
5. Pemeriksaan Elektromiogram (EMG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot akibat
perubahan kadar kalsium serum (Rumarhorbo, 1999).

9. KOMPLIKASI
a. peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
b. Dehidrasi
c. batu ginjal : Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme primer
d. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal parenkim
yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
e. Hiperkalsemia : Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiperparatiroidisme. Keadaan ini
terjadi pada kenaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl
(3,7mmol/L) akan mengakibatkan gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat
membawa kematian.
f. Osteoklastik
g. osteitis fibrosa cystica adalah gangguan tulang yang disebabkan oleh surplus hormon
paratiroid yang terlalu aktif dari kelenjar paratiroid. Produksi hormon paratiroid yang
berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang,
penyakit tulng yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit
meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang
lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung (Ganong,1999).

10. PENATALAKSANAAN MEDIS


Penatalaksanaan pada hiperparatiroid adalah :
1. Tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal.
Namun demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium
serum ringan dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien
dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia,
kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal calculi).
2. Minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita hiperparatiroidisme
primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien dianjurkan untuk minum
sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya batu ginjal. Kepada pasien
diuminta untuk melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan
hemapturia.
3. Mobilitas pasien
Dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan sebanyak mungkin
karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan kalsium merupakan
predisposisi terbentuknya batu ginjal.
4. Pemberian fosfat per oral
Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien.
Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan
ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
5. Diet dan obat-obatan.
Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan untuk menghindari diet
kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera
makan pasien harus diupayakan.
Penatalaksanaan untuk hiperkalsemia:
Penatalaksanaan tergantung kadar kalsium darah dan ada tidaknya gejala. Jika kadar
kalsium <12 mg/dL, tanpa gejala, biasanya tidak perlu tindakan terapeutik. Jika kadar
kalsium 12-14 mg/dL disertai gejala hiperkalsemia, diperlukan terapi agresif, tetapi jika tidak
disertai gejala, cukup diterapi dengan hidrasi adekuat 3000 6000 mL cairan NaCl 0,9%
pada 24 jam pertama. Perbaikan volume cairan ekstraseluler ke normal akan meningkatkan
ekskresi kalsium urin sebesar 100-300mg/hari. Perbaikan gejala klinis, seperti status mental
dan mual muntah tampak < 24 jam pertama. Namun rehidrasi merupakan terapi intervensi
sementara dan jarang mencapai kadar normal jika digunakan sendiri. Jika terapi sitoreduktif
definitif (operasi, radiasi, atau kemoterapi) terhadap penyakit dasar tidak dilakukan, terapi
hipokalsemik seharusnya digunakan dalam jangka lama untuk mencapai kontrol.
Setelah hidrasi tercapai, dengan kadar kalsium masih tinggi, dapat diberi loop diuretic
(furosemide 20-40 mg/IV/2 jam). Loop diuretic akan bekerja menghambat reabsorpsi kalsium
dan natrium di ansa Henle, meningkatkan ekskresi kalsium urin, juga natrium, kalium,
klorida, magnesium, dan air. Penting memantau status hemodinamik secara intensif untuk
mencegah kelebihan cairan dan dekompensasi jantung, dengan mengukur volume urin secara
serial dan pemeriksaan elektrolit untuk mencegah kondisi yang dapat mengancam jiwa,
seperti hipofosfatemia, hipokalemia, dan hipomagnesemia.
Terapi lain Hiperkalsemia
Glukokortikoid
Glukokortikoid mempunyai efek hipokalsemik terutama pada tumor-tumor yang respon
terhadap steroid (limfoma dan mieloma) dan hiperkalsemia yang dihubungkan dengan
peningkatan sintesis vitamin D atau peningkatan asupan (sarkoidosis dan hipervitaminosis
D). Glukokortikoid meningkatkan ekskresi kalsium urin dan menghambat absorpsi kalsium
gastrointestinal yang dimediasi vitamin D. Responsnya biasanya lambat 1 - 2 minggu.
Hidrokortison oral (100- 300mg) atau glukokortikoid ekuivalen dapat diberikan per hari.
Fosfat
Terapi fosfat oral jangka panjang pada hiperkalsemia ringan sampai sedang efektivitasnya
minimal. Dosis 250-375 mg empat kali sehari dapat menimbulkan efek samping minimal
berupa diare. Terapi fosfat intravena merupakan salah satu modalitas terapi pada
hiperkalsemia berat. Penurunan kalsium dapat terjadi secara cepat dalam beberapa menit.
Dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal, normofosfatemia dan hiperfosfatemia.
Dialisis
Dialisis diindikasikan pada hiperkalsemia dengan gangguan fungsi ginjal atau yang
mengancam jiwa, yang tidak respon dengan rehidrasi, kalsitonin dan diuresis. Dialisis dapat
menurunkan konsentrasi kalsium serum 3-12 mg/dL. Hemodialisis dengan dialisat rendah
kalsium lebih efektif dibandingkan peritoneal dialisis.
Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan terapi farmakologi paling efektif mengontrol hiperkalsemia;
merupakan analog pirofosfat anorganik yang menghambat resorpsi tulang. Onsetnya lambat
(2-3 hari) dengan durasi lama (beberapa minggu). Etidronat adalah bisfosfonat pertama yang
dianjurkan pada terapi hiperkalsemia. Konsentrasi kalsium mulai turun setelah dua hari dan
mencapai nadir pada hari ke tujuh. Efek hipokalsemik mungkin berlangsung lama sampai
beberapa minggu. Jika kalsium serum cepat turun dalam 48 jam pertama, sebaiknya obat
dihentikan untuk mencegah hipokalsemia. Dapat diberikan secara intravena dengan dosis
7,5mg/kgBB lebih dari 4 jam selama 3 hari berturut-turut. Pemberian intravena dengan dosis
30mg/kgBB dalam NaCl 0,9% selama 24 jam mungkin lebih efektif. Pamidronat lebih poten
daripada etidronat. Diberikan dengan dosis 60-90 mg intravena selama 4 jam. Jika kadar
kalsium 13,5 mg/dL, diberikan 60 mg dan jika >13,5 diberikan 90 mg. Konsentrasi kalsium
serum umumnya turun dalam 2-4 hari. Dosis tunggal biasanya efektif selama 1-2 minggu.
Umumnya kadar kalsium normal setelah tujuh hari terapi. Asam zolendronat acid merupakan
bisfosfonat paling umum saat ini, karena dapat diberikan intravena sehingga mencegah
kerusakan esofagus pada dosis oral dan mungkin efeknya lebih lama dibandingkan
pamidronat. Dosis harus disesuaikan pada penderita disfungsi ginjalberdasarkan laju filtrasi
glomerulus (LFG)nya. Jika LFG > 60 mL/mnt diberikan 4 mg, 50 - 60 mL/ mnt : 3,5 mg, 40 -
45 mL/mnt : 3,3 mg, 30 - 39 mL/mnt : 3 mg, dan jika <30 mL/mnt belum ada data.
Dianjurkan menghentikan obat apabila terjadi peningkatan konsentrasi kreatinin serum 0,5
mg/dL di atas nilai normal atau > 1 mg/dL pada penderita dengan kreatinin serum 1,4
mg/dL. Bisfosfonat dihubungkan dengan toksisitas yang bermakna, meliputi sklerosis
glomerulus fokal dengan pamidronat dan acute kidney injury dengan asam zolendronat.
Toksisitas paling banyak pada penderita chronic kidney diseases sebelumnya atau melebihi
dosis yang dianjurkan. Pemberian bisfosfonat jangka lama pada penderita keganasan
khususnya multipel mieloma dan kanker payudara, dihubungkan dengan osteosklerosis
rahang (Ginayah, 2011).

11. ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan hiperkalsemia resultan.
Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :
1) Riwayat kesehatan klien
a. Adanya riwayat ISK atau pernah Obstruksi batu
b. Makan dan Minum
c. Adanya riwayat klien mengkonsumsi makan/minuman diet tinggi kalsium/susu
d. Adanya riwayat Penyakit Ginjal
2) Riwayat penyakit dalam keluarga
3) Keluhan utama, antara lain :
a) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot
b) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri lambung yang
akan disertai penurunan berat badan
c) Depresi
d) Nyeri tulang dan sendi.
4) Riwayat penyakit sekarang
Pasien tampak lemah,biasanya adanya peningkatan ukuran kelenjar tiroid, anoreksia,
obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan,Depresi,Nyeri tulang
dan sendi.
5) Riwayat trauma/fraktur tulang
6) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala
7) Pemeriksaan fisik yang mencakup :
a) Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang
b) Amati warna kulit, apakah tampak pucat
c) Perubahan tingkat kesadaran
8) Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik seperti bingung
bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam
9) Pemeriksaan penunjang, termasuk :
a) Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma yang
merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroidisme primer akan ditemukan peningkatan
kadar kalsium serum; kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan
posfat urine meningkat.
b) Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada
tulang.

B. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DO: Meningkatnya sekresi Risiko Cedera
Adanya peningkatan kadar hormone paratiroid
kalsium serum
Adanya deformitas pada Hiperparatiroid
tulang
DS: Resorpsi tulang
klien sering mengeluhkan
nyeri pada tulang Pemecahan tulang oleh
Klien mengatakan jarang osteoclast
melakukan olahraga
Pelepasan kalsium ke
darah

Hiperkalsemia

Degenerasi tulang

Mudah fraktur

Risiko cedera
DO: Meningkatnya sekresi Intoleransi aktivitas b.d
kelemahan otot menurun, hormone paratiroid kelemahan
kekakuan pada ekstremitas,
aktivitas dibantu keluarga dan Hiperparatiroid
perawat.
DS: Resorpsi tulang
menyatakan merasa lemah,
menyatakan merasa letih. Pemecahan tulang oleh
osteoclast

Pelepasan kalsium ke
darah

Hiperkalsemia

kelemahan
DO : Meningkatnya sekresi Kekurangan volume
Tekanan darah klien hormone paratiroid cairan b. d kehilangan
meningkat cairan aktif
DS : Hiperparatiroid
Klien mengeluhkan sering
buang air kecil Mengurangi klirens
Klien mengatakan sebagai kalsium melalui ginjal
pengonsumsi susu berkalsium
Klien mengatakan sering Insufisiensi renal
mangalami rasa haus
Klien mengeluhkan nyeri Poliuria
pada ginjal
Klien juga mengeluhkan Dehidrasi
rasa lemah
Kekurangan volume
cairan
DO : Meningkatnya sekresi Nyeri akut b.d agen
Nadi dan RR klien hormone paratiroid cedera biologis
meningkat
Respon non verbal klien Hiperparatiroid
memperlihatkan respon nyeri
DS : Reabsorbsi kalsium di
Klien mengeluh nyeri pada usus
daerah perut
Lakukan pengukuran Ulkus peptikum
kualitas nyeri klien
menggunakan skala nyeri Nyeri lambung

DO : Hiperparatiroid Gangguan eliminasi Urin


-
DS : Pembentukan vit.D di
Klien menyatakan sering ginjal dan rangsangan
buang air kecil di malam hari reabsorbsi kalsium di
Klien menyatakan BAK ginjal
tidak puas
Penurunan ekskresi
kalsium di ginjal

Insufiensi ginjal

nokturia

C. INTERVENSI
1. Risiko Cedera
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x 24 jam resiko cedera pasien dapat terkontrol.
KH :
1. Pengetahuan tentang resiko cedera yang dialami klien meningkat
2. Klien mampu memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko cedera
3. Klien mampu mengenali factor resiko cedera dari lingkungan
4. Serum Ca dalam batas normal (8.4-10.2 mg/dL atau 2.1-2.8 mmol/L)
Intervensi :
1. Monitor hasil lab serum kalsium klien
2. Anjurkan untuk keluarga selalu menemani pasien
3. Pasang siderail tempat tidur
4. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang perubahan status kesehatan dan
penyebab dari penyakitnya
5. Diskusikan dengan klien mengenai kondisi yang dapat mengakibatkan cedera
6. Hindarkan klien dari lingkungan yang berbahaya.( Misalnya jangan member klien kamar
tidur dilantai 2 rumah).
7. Ajarkan klien untuk menghindari agen cedera
8. Beri penerangan yang cukup bila klien berada dalam suatu ruangan
9. Pindahkan barang- barang berbahaya yang dapat meningkatkan resiko cedera. (misalnya
jangan meletakan kursi disembarang tempat)
10. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai asupan makanan dan minuman yang dianjurkan
11. Kolaborasi dengan dokter terkait terapi farmakologi
12. Monitor pemberian terapi farmakologi

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam, toleransi aktivitas klien akan
meningkat.
KH: - Menunjukkan kebiasaan rutin
- Klien dapat beraktivitas secara mandiri
Intervensi:
- Tingkatkan pelaksanaan ROM pasif sesuai indikasi untuk mengurangi ketegangan otot
- Bantu klien untuk mengidentifikasi pilihan-pilihan aktivitas
- Buat jadwal latihan aktivitas secara bertahap untuk klien dan berikan periode istirahat
- Kolaborasikan ahli fisioterapi
- Berikan support dan libatkan keluarga dalam program terapi
- Monitor lokasi nyeri selama aktivitas
- Batasi stimulus lingkungan
- Batasi pengunjung

3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif


Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam kebutuhan cairan atau hidrasi pasien
terpenuhi
KH :
1. Tidak ada tanda tanda dehidrasi (elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak
ada rasa haus yang berlebihan)
2. TTV dalam batas normal (TD: 100/60-120/90 mmHg, Nadi 80-100x/mnt, RR 16-20x/mnt,
suhu 36,50C-37,50C)
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Membran mukosa lembab

2 Turgor kulit baik

3 Rasa haus berkuranng

4 TTV dalam batas normal

Keterangan
1 = Severe
2 = substantially
3 = Moderately
4 = Mild
5 = No

Intervensi :
1. Kolaborasikan pemberian cairan intarvena
2. Pertahankan catatan intake dan output cairan yang akurat
3. Monitor masukan makanan dan cairan dan hitung intake kalori harian
4. Monitor vital sign (tekanan darah) klien secara adekuat
5. Catat adanya perubahan dari tekanan darah
6. Pantau perubahan tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, RR).
7. Monitor pengisian kapiler (CRT 3 dtk)
8. Monitor status hidrasi: turgor kulit (pitting edema) dan membran mukosa (inspeksi)

3. Nyeri akut b.d agen cedera biologis


Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri yang dirasakan klien
berkurang
KH:
1. Klien mengatakan nyerinya berkurang
2. Ekspresi klien menunjukkan nyeri berkurang
3. TTV dalam batas normal (TD: 100/60-120/90 mmHg, Nadi 80-100x/mnt, RR 16-20x/mnt,
suhu 36,50C-37,50C)

NO INDIKATOR 1 2 3 4 5
1 Reported pain
2 Respiratory rate
3 Facial expression of pain
4 Radial pulse rate
Keterangan :
1. Severe
2. Substantial
3. Moderate
4. Mild
5. None
Intervensi:
1. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Monitor perkembangan nyeri (meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
factor resipitasi)
4. Monitor TTV
5. Kontrol lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
6. Kurangi faktor presipitasi yg meningkatkan nyeri
7. Kolaborasi pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri
8. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
9. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
10. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (kompres hangat, masase, dan
spiritual)
11. Minta keluarga untuk memberikan support pada klien
12. Tingkatkan istirahat
13. Evaluasi keefektifan control nyeri

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x24 jam diharapakan pola eliminasi urin
klien normal
KH:
1. Kandung kemih kosong secara penuh
2. Tidak ada residu urin > 100-200cc
3. Intake cairan dalam rentang normal
Intervensi:
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Monitor intake dan output
3. Monitor derajat distensi bladder
4. Instruksikan pada klien dan keluarga untuk mencatat output urin
5. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
6. Kolaborasikan penggunaan katerisasi jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Edisi 3. Jakarta: EGC
Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd Edition, Eric Whaites.
Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Ginayah, Miratul dan Harsinen Sanusi. 2011. Hiperkalsemia. Continuing Medical Education. CDK
184/Vol.38 no.3/April 201. Subbagian Endokrinologi & Metabolik Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/ Rumah Sakit Dr Wahidin
Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
Kozier, et al.1993. Fundamental of nursing. California: Addison-Wesley Publishing Company
Manuba, Manuba Chandranita, Manuba Fajar. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin.Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8.Jakarta: EGC.

S-ar putea să vă placă și