Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Oleh :
Oleh :
i
LAPORAN KASUS KOASISTENSI KLINIK VETERINER
DI RUMAH SAKIT HEWAN DAN KLINIK HEWAN
Dosen Pembimbing :
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan total kasus mandiri koasistensi klinik veteriner
tepat waktu. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
khususnya kepada :
1. H. Agus Sjafarjanto, drh. M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
2. Ady Kurnianto, drh. M.Si selaku dosen pembimbing kasus mandiri koasistensi
klinik veteriner.
3. Teman-teman sekelompok dan semua pihak yang secara tidak langsung
membantu terlaksananya dan terselesaikan laporan koasistensi klinik veteriner.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
BAYU ADIYANTO B
1. Kasus Otitis pada Kucing ..................................................................... 1
2. Kasus Gastritis pada Kucing ................................................................ 9
3. Kasus Calicivirus pada Kucing ............................................................ 15
ACHMAD NUGROHO N.
1. Kasus Ascites pada Kucing .................................................................. 22
2. Kasus Hernia Diafragmatika pada Kucing ........................................... 29
3. Kasus Abses pada Kucing .................................................................... 37
FRIMA ANGGRAENITA Y.
1. Kasus Candidiasis pada Ayam Bangkok ............................................. 75
2. Kasus Konjungtivitis pada Kucing ...................................................... 85
3. Kasus Enteritis pada Kucing ................................................................ 95
iv
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS OTITIS PADA KUCING
RUMAH SAKIT HEWAN DAN PENDIDIKAN SETAIL
SURABAYA
Oleh :
1
Otitis eksterna adalah suatu peradangan pada liang telinga luar, baik akut
maupun kronis, yang biasanya dihubungkan dengan infeksi sekunder oleh bakteri dan
atau jamur yang menyertai maserasi kulit dan jaringan subkutan. Otitis eksterna terbagi
menjadi otitis eksterna superfisialis dan otitis eksterna profunda atau otitis eksterna
akut (Dhingra, 2008).
I.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui penyebab dari kasus otitis
eksterna, dampak yang terjadi, serta pemberian terapi dengan cara yang benar untuk
hewan yang mengalami otitis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Todar (2004), menyatakan bahwa infeksi telinga yang disebabkan oleh P.
aeruginosa dapat menyebabkan gangguan pendengaran berupa luka dan inflamasi.
Menurut Mayasari (2005), P. aeruginosa merupakan suatu bakteri yang bersifat
oportunistik, pada hewan dan manusia yang menderita immunosuppressif dan
merupakan penyebab utama terjadinya infeksi nosokomial. Infeksi oleh Pseudomonas
sp dapat terjadi melalui pemasangan kateter, jarum suntik, alat respirator dan alat alat
medis lainnya..
4
BAB III
METODE KEGIATAN
5
BAB IV
LAPORAN KASUS
6
Interhistin adalah obat yang digunakan untuk mengobati berbagai jenis alergi. Obat
Interhistin mengandung mebhydrolin, suatu obat alergi yang termasuk golongan
antihistamin (antagonis reseptor histamin H1).
Multivitaplex multivitan yang terdiri dari Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B2,
Vitamin B6, Vitamin B 12, Vitamin C, Vitamin D, Vitamin E, Vitamin K,
Otolin ear drop untuk mengobati radang telinga otitis yang mempunyai kandungan
chlorampenicol, polimiksin B sulfat, benzokain dan nipagin
Fungsi vitamin B comp untuk membantu pertumbuhan, perkembangan serta fungsi
tubuh lain
7
DAFTAR PUSTAKA
Barr, F. 1990. Diagnostic Ultrasound in the Dog and Cat. Blackwell Sceintific
Publication, London.
Bull, PD. Conditions of The External Auditory Meatus. In : Lecture Notes on Diseases
of The Ear, Nose and Throat. Ninth Edition. USA: Blackwell Science Ltd. 2002:
p.27-30.
Dhingra, P.L. 2008. Perbandingan Efektivitas Klinis Ofloksasin Topikal dengan
Ofloksasin Kombinasi Steroid Topikal pada Otitis Eksterna Profunda di
Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Kustiningsih, H. 2001. Studi Kasus Otitits Akibat Otodectes Cynotis pada Kucing di
Rumah Sakit Hewan Jakarta Sejak Januari 1999 Sampai Dengan Desember 2000.
Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mariandayani, H. N. 2012. Keragaman kucing domestic (felis domesticus) berdasarkan
morfogenetik. Jurnal Peternakan Sriwijaya. 1(1) : 11-19.
Mayasari, E. 2005. Pseudomonas aeruginosa, Karakteristik, Infeksi dan Penanganan.
Tesis. Dapartemen Mikrobiologi Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Mukhopadhyay C., S. Basak, S. Gupta, K. Chawla dan I. Bairy. 2008. A comparative
analysis of bacterial growth with earphone use. Journal Health Allied Scs. 7(2) :
1-4.
Murniati. 2015. Prevalensi dan Faktor Risiko Infeksi Cacing Zoonotik pada Kucing
Peliharaan di Kota Bogor. Tesis. Pascarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rosenfeld, R. M., M. Richard, L. Brown, C.R. Cannon, J. Rowena, Dolor, G. Theodore,
Ganiats, H. Maureen, K. Phillip, M. S. Marcy, P. S. Roland, R. N. Shiffman, S.
S. Stinnett, and D. L. Witsell. 2006. Clinical practice guideline: Acute otitis
externa. Journal Otolaryngology Head and Neck Surgery. 134(4) : 4-23.
Suwed, M.A., dan R.M. Napitupulu. 2011. Panduan Lengkap Kucing. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Todar,Kenneth. 2008 Pseudomonas aeruginosa. www.textbookofbacteriology.net. 18
Desember 2010
8
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS GASTRITIS PADA KUCING
RUMAH SAKIT HEWAN DINAS PETERNAKAN PROVINSI
JAWA TIMUR
Oleh :
I.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui penyebab dari kasus
gastritis, dampak yang terjadi, serta pemberian terapi dengan cara yang benar untuk
hewan yang mengalami gastritis.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gastritis
Suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan
erosi. Gastritis ini paling banyak ditemukan. Gastritis adalah suatu peradangan pada
mucosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik atau lokal (Rendi. M, clevo. 2012).
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan-kerusakan erosi. Sedangkan gastritis kronik adalah inflamasi
lambung yang lama yang disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung,
atau oleh bakteri H. Pylori (Dermawan. D, 2010).
2.2 Penyebab
Diet (makan basi, perubahan pakan mendadak, toksin bakterial, alergi, diet lemak
tingi pada hewan muda), ingesti benda asing, tanaman, obat (NSAID) aspirin,
phenylbutazone, ibuprofen, glukokortikoid, agen infeksius (viral, bakterial), parasit.
Non gastrik Gagal ginjal, penyakit hepar, sepsis, shock, stress, hipoadrenokortisism,
penyakit neurologis.
10
BAB III
METODE KEGIATAN
11
BAB IV
LAPORAN KASUS
R/ ondansentron
Amoxilin
Natovit
Fungsi. Interferon, terutama alfa dan beta memiliki peranan penting dalam pertahanan
terhadap infeksi virus. Senyawa interferon adalah bagian dari sistem imun non-spesifik
dan senyawa tersebut akan terinduksi pada tahap awal infeksi virus, sebelum sistem
imun spesifik merespon infeksi tersebut.
Fungsi vitamin B comp untuk membantu pertumbuhan, perkembangan serta fungsi
tubuh lain
Ondansentron adalah obat yang digunakan untuk mencegah serta mengobati mual dan
muntah yang disebabkan oleh efek samping kemoterapi, radioterapi, atau operasi.
Terjadinya mual dan muntah disebabkan oleh senyawa alami tubuh yang bernama
serotonin.
12
Ranitidin adalah obat yang diindikasikan untuk sakit maag. Pada penderita sakit maag,
terjadi peningkatan asam lambung dan luka pada lambung. Hal tersebut yang sering
kali menyebabkan rasa nyeri ulu hati, rasa terbakan di dada, perut terasa penuh, mual,
banyak bersendawa ataupun buang gas
Amoxilin adalah salah satu jenis antibiotik golongan penisilin yang digunakan untuk
mengatasi infeksi berbagai jenis bakteri, seperti infeksi pada saluran pernapasan,
saluran kemih, dan telinga.
13
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2006. Buku Ajar Keperawatan. Medikal Beda. Jakarta: EGC.
Choge A; Saps M, 2009. Envinromental Factors of Abdominal Pain. Pediatric Annals
(Pediatr Ann) 2009. Jul; Vol (7). PP. 398-404.
Dermawan D. 2010. Keperawatan Medikal Bedah: Gosyen Publishing. Yogjakarta.
Rendi M. Clevo. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam :
Nuha Medika.Yogjakarta.
Sharif.Ode, La. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik: Nuha Medika. Yogjakarta.
Smelzer, s & Bare B. 2002. Buku Ajar Keperawatan. Medikal Bedah Brunner Suddart.
Volume 2 Edisi 8 Jakarta : EGC.
14
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS CALICIVIRUS PADA KUCING
KLINIK HEWAN TABBY PET CARE
SIDOARJO
Oleh :
I.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui penyebab dari kasus
calisivirus pada kucing, dampak yang terjadi, serta pemberian terapi dengan cara yang
benar untuk hewan yang mengalami calisivirus.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Calisivirus
Feline calisivirus merupakan virus RNA yang dikenal sebagai picornavirus
(Foster dan smith, 2009). Biasanya virus ini menyerang saluran pernafasan atas seperti
paru-paru,selain itu juga menyerang lidah sehingga menyebabkan tongue and lung
disease. Masa inkubasi penyakit kurang dari 48 jam dan bila tidak diikuti infeksi
sekunder berlangsung 5-7 hari (Lagerwerf, W. 2008).
Penyebaran virus ini biasanya terjadi melalui kontak dengan air liur, cairan yang
keluar dari hidung dan mata serta kadang-kadang melalui kotoran kucing yang
terinfeksi. Virus ini tahan terhadap beberapa desinfektan dan dapat bertahan di luar
tubuh kucing hingga 8-10 hari. Banyak kucing yang telah sembuh tetapi dapat
menularkan penyakit ini meskipus tidak menunjukan gejala sakit (karier). Virus ini
sering menyerang kucing muda (kitten), rumah/tempat dengan jumlah kucing banyak
dan tempat penampungan hewan (Tilley dan smith, 2005). Wabah biasanya terjadi pada
kandang/populasi kucing yang padat, ventilasi yang kurang baik, kandang yang kurang
bersih, nutrisi kurang dan suhu lingkungan yang terlalu panas dan terlalu dingin.
Kucing yang terinfeksi menyebabkan gangguan pernafasan, luka sekitar bibir dan
mulut seperti sariawan (ulkus oral), kadang disertai sakit persendian. Calisivirus
mempunyai beberapa strain, strain tertentu menyebabkan gejala yang berbeda seperti
luka (ulkus) pada telapak kaki dan hilangnya nafsu makan (Maclachlan dan Dubovi,
2011).
Replikasi calicivirus terjadi pada jaringan oropharyngeal dan menyebar terutama
pada epitel konjungtiva, hidung dan rongga mulut termasuk lidah dan langit-langit
mulut (Cote, 2011). Kemudian terjadi sitolisis pada jaringan yang terinfeksi dengan
cepat. Bentuk virulensi sistemik, gejala klinis yang muncul terjadi akibat valkulitis dan
perkembangan koagulasi intravaskuler yang menyebar atau gejala respon peradangan
sistemik (systemic inflammatory response syndrome).
16
BAB III
METODE KEGIATAN
17
BAB IV
LAPORAN KASUS
18
Oxyfresh pet gel adalah Untuk mengurangi rasa sakit, pendarahan serta mempercepat
penyembuhan luka pada sariawan dan luka operasi gigi.
19
DAFTAR PUSTAKA
Cote E. 2011. Clinical Veterinary Advisor. Edisi ke-2. Canada: Elsevier Inc.
Foster and Smith M. 2009. Feline Upper Respiratory Disease : Rhinotracheintis
Infection In cat.
Lagerwerf W. 2008. Feline Upper Respiratory Viruses-Part Two; Calici Virus.
MacLachlan NJ, Dubovi EJ. 2011. Fenners Veterinary Virology. Edisi Ke-4. UK:
Academic Press Elsevier.
Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Tilley LP dan Smith SWK. 2005. The 5 Minute Veterinary Consult Canine and
Feline Third Edition. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins
20
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS ASCITES PADA KUCING
RUMAH SAKIT HEWAN DAN PENDIDIKAN SETAIL
SURABAYA
Oleh :
21
yang lama kelamaan akan menyebabkan penekanan pada rongga traktus
gastrointestinal sehingga akan timbul keluhan anoreksia. Bahkan jika cairan makin
bertambah akan menekan daerah diafragma sehingga akan timbul gangguan
pernapasan. Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya menjadi semakin
kompleks. Seperti Infeksi pada cairan asites akan lebih memperberat perjalanan
penyakir dasarnya. Oleh karena itu asites harus dikelola dengan baik.
22
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Ascites
Peritoneum adalah membran pada cavitas abdomen. Fungsinya yaitu sebagai
proteksi, lubrikasi dan absorbsi transudat/ eksudat. Ascites sesungguhnya berdasarkan
dari akumulasi cairan serous/serosanguinous pada peritoneal space. Deskripsi umum
lainnya meliputi distensi abdomen dengan cairan lainnya, contoh chyle, darah dan
radang eksudat.
Ascites adalah tanda dari penyakit yang digunakan untuk mengidentifikasi
masalah utama. Ascites dapat disebabkan oleh jumlah inflamasi, infeksi, metabolic,
degenerative dan proses penyakit neoplastik. Karakteristik biokimia dan sitologi dari
cairan asites dapat membantu membedakan penyebab efusi abdominal (Tilley dan
Smith, 2011).
23
diagnosa hypoalbuminemia dan microhepatic yang mengindikasikan penyakit hati
kronis.
Anamnesa mungkin menyediakan informasi penting mengenai potensial dari
paparan yang diketahui sebagai penyebab kerusakan hepar seperti terapi obat, operasi,
dan prosedur anaestesi, dan racun dari agen infeksius.
Menentukan apakah hewan memiliki sejarah intoleransi terhadap obat yang
normal di metabolisme di hati, seperti sedative, transquilizer, antikonvulsan, dan
anaestesi. Menentukan status vaksinasi terakhir dan potensial paparan dari agen
infeksius yang diketahui memberikan efek pada hati, seperti leptospirosis, infectious
canine hepatitis, dan FIP (Feline Infectious Peritonitis) (Tilley dan Smith, 2011).
2.3 Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi utama dari asites yaitu transudasi, eksudasi, sel
neoplastik, rupture pembuluh darah dan viscus. Transudat adalah akumulasi cairan
akibat ketidak seimbangan hidrostatik berdasarkan permebilitas pembuluh darah
normal. Pada kegagalan hepar, ascites merupakan hasil dari hipertensi portal dan
retensi sodium, hipoalbumin mungkin berkontribusi pada akumulasi cairan tetapi
bukan masalah utama.
Modified transudat adalah cairan dari limfatik atau pembuluh darah dengan
protein tinggi pada transudat. Akumulasi cairan ini mengiritasi mesothelium.
Kebanyakan efusi neoplastik adalah modified transudat.
Eksudat adalah meningkatnya permeabilitas pembuluh darah normal. Eksudat
dapat berupa septic atau non septic. Pelepasan mediator inflamasi dan pembuluh darah
meningkat dan menginduksi respon chemotactic dari inflamasi dan sel fagosit. Pada
inflamasi akut menyebabkan dilatasi arteriolar dan aliran darah serta tekanan pada
kapiler meningkat yang berarti tekanan hidrostatik capillary memungkinkan tekanan
pada plasma molecular dengan berat yang ringan dan cairan dapat melewati intraseluler
space dalam volume besar. Pada jaringan inflamasi, sel endotel pada pembuluh darah
memproduksi lubang dimana molekul besar seperti protein dapat keluar (Tilley dan
Smith, 2011).
24
2.4 Teknik Abdominocentesis
Abdominocentesis adalah prosedur memindahkan cairan dari peritoneal
menggunakan jarum. Dapat dilakukan jika sejumlah besar cairan mengganggu
pernafasan dari hewan tersebut. Abdominocenetesis diindikasikan jika terdapat
akumulasi cairan dalam peritoneal atau jika adanya rasa sakit pada abdomen.
Abdominocentesis dilakukan jika adanya suspect abdominaleffusion, hemoabdomen,
gastrointestinal perforation, urinary tract rupture atau pancreatitis.
Pada banyak kasus abdominocentesis dapat dilakukan tanpa sedasi dan
memberikan resiko yang minimal kepada pasien. Bagian ventral tengah abdomen
dipreparir di atas dari umbilicus dan disterilisasi. Anestesi lokal dapat melalui kulit atau
subcutan. Hewan direstrain dan dibaringkan pada posisi lateral. Menjalankan prosedur
ini pada hewan yang berdiri sampel cairan yang dapat dikumpulkan dari ascites tersebut
jumlahnya sedikit. Sebuah 25 mm, jarum 20 G atau kateter dimasukkan pada garis
tengah, 1-2 cm di belakang umbilicus dan sampel cairan dapat dikoleksi untuk
dianalisis. Jika darah sedang aspirasi, kemudian satu sampel dikoleksi dalam
antikoagulan dan sampel keduanya dapat dilihat jika itu adalah clot. Sampel cairan
dapat dikoleksi dalam EDTA untuk analisis cytological, estimasi total protein dan
tekanan specific gravity. Sampel dikoleksi dalam tabung steril untuk pengujian
bakteriologi dan konsentrasi kolesterol/trigliserida.
25
III. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil
Data Pasien dan Anamnesa
Macam hewan : Kucing
Nama Hewan : Mio
Signalement : Jantan, 3 tahun, Abu-abu putih
Berat Badan : 3,4 Kg
Temperatur : 38,3 C
Anamnesa : Perut membesar 10 hari
3.2 Pembahasan
Kucing jantan bernama mio didiagnosis mengalami ascites dengan gejala perut
membesar berisi cairan, nafsu makan kucing tersebut masih baik.
Untuk mengurangi volume cairan maka dilakukan abdominosentesis
menggunakan needle 22G. Needle tersebut dilengkapi dengan three way yang
kemudian dipasang spuit 20cc unuk membantu menarik cairan keluar. Pengambilan
cairan tersebut harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar needle tidak terkena organ
di dalam abdomen. Jumlah maksimal pengambilan cairan tergantung pada kondisi
26
pasien. Apabila cairan yang diambil terlalu banyak dapat menyebabkan shock
hipovolemik yang dapat berakhir dengan kemaian pasien. Setelah pengambilan cairan,
pasien diberikan injeksi hematopan yang berfungsi untuk membantu proses
hematopoiesis.
Obat yang diberikan furosemid, imunostimultan dan multivitamin . Furosemide
merupakan obat diuertik yang diberikan dengan tujuan untuk membantu pengeluaran
cairan yang terakumulasi di abdomen. Furosemid jangan diberikan pada pasien dengan
keseimbangan elektrolit yang jelek atau dehidrasi, gangguan fungsi hati dan diabetes
militus. Imunostimultan Imboost adalah sejenis suplemen yang sering digunakan untuk
terapi suportif yang mengandung Echinacea yang merupakan salah satu jenis tanaman
herbal yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi akut,
kronis atau infeksi kambuhan, dan multivitamin Lycalvit yang juga mengandung
vitamin dan beberapa mineral sehingga dapat membantu mengatasi anemia.
27
Daftar Pustaka
Ettinger, S.J. and Feldman, E.C. 2010. Textbook of Veterinary Internal Medicine.
Diseases of the Dog and the Cat. 7 th Edition. Elsevier Inc. Missouri.
Subroto. 2014. Ilmu Penyakit Hewan Kesayangan Anjing (Canin Medicine). Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Tilley, P.L and Smith, F.W.K. 2011. The Five Minute Veterinary Consult Canine and
Feline. Lippicont. Philadelphia. USA
28
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS HERNIA DIAFRAGMATIKA PADA KUCING
RUMAH SAKIT HEWAN DINAS PETERNAKAN PROVINSI
JAWA TIMUR
Oleh :
Malformasi kongenital yang terjadi pada kucing sebenarnya jarang terjadi. Salah
satu contoh kasus malformasi kongenital yang terjadi pada kucing adalah hernia
diafragmatika. Diafragma adalah otot yang memisahkan organ abdomen dari jantung
dan paru-paru. Udara dapat memasuki paru-paru karena adanya tekanan negatif pada
rongga thoraks. Kelainan berupa hernia diafragmatika memungkinkan organ-organ
abdomen seperti lambung, hati, dan usus masuk ke dalam rongga thoraks akibat adanya
tekanan negatif. Organ-organ ini kemudian terpindah menempati rongga thoraks
sehingga menekan paru-paru dan jantung sehingga sulit untuk memperluas lapangan
paru-paru saat mengambil napas dan menghambat sirkulasi darah pada jantung.
Hernia diafragmatika umumnya dikenal dalam praktek hewan kecil dan dapat
terjadi akibat trauma atau kelainan yang bersifat kongenital. Penyakit yang biasanya
menyerang anjing dan kucing ini kebanyakan merupakan hasil dari trauma, terutama
akibat kecelakan kendaraan bermotor. Lokasi dan ukuran kerobekan tergantung pada
posisi asal hewan sesaat sebelum kecelakaan dan lokasi organ yang terkena (Fossum
et al. 2005). Mengingat kasus hernia diafragmatika jarang terjadi maka studi kasus ini
penting untuk dilakukan
29
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada
melalui suatu lubang pada diafragma. Diafragma adalah otot inspirasi utama berupa
sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Sewaktu diafragma berkontraksi,
diafragma akan bergerak ke kaudal. Dengan menurunnya diafragma, vicera abdomen
akan terdorong juga kearah kaudal. Akibatnya akan terjadi penurunan tekanan intra
thoracal, sehingga udara tersedot ke dalam paru. Volume cavitas abdominalis akan
sedikit berkurang dan tekanan intraabdominal akan meningkat. Diafragma dibentuk
dari 3 unsur yaitu membran pleuro peritoneal, septum transversum dan membran tepi
yang berasal dari otot-otot dinding dada. Hernia difragma dibedakan menjadi 2 bentuk
yaitu hernia diafragma traumatika dan hernia diafragma peritoneo-pericardial.
Hernia diafragma traumatika adalah hernia yang terjadi karena kecelakaan
dengan benturan keras pada rongga dada sehingga menyebabkan diafragma robek.
Kasus tersebut sering terjadi pada anjing dan kucing, dengan kronologis tertabrak
kendaraan bermotor pemiliknya atau karena luka tembak thorakoabdominalis.
Membran diafragma yang robek dapat mempengaruhi tekanan negatif rongga dada,
akibatnya organ-organ yang seharusnya berada pada bagian peritoneal masuk ke dalam
rongga dada. Kejadian tersebut menyebabkan hewan kesulitan bernapas karena volume
paru-paru berkurang karena terdesak oleh organ lainnya. Organ-organ peritoneal yang
sering masuk mengisi ruang dada saat terjadi hernia diafragma traumatika adalah hati,
omentum, usus, lambung, ginjal, dan limpa. Tekanan pleuroperitoneal berkisar antara
7-20 cm H2O tetapi dapat meningkat hingga 100 cm H2O pada saat inspirasi maksimal.
Saat terjadi kerusakan pada dinding diafragma maka tekanan intra abdominal akan
meningkat. Keadaan masuknya organ peritoneal ke dalam rogga dada tidak terjadi
secara mendadak tetapi secara perlahan-lahan. Ketika otot perut berkontraksi organ-
organ tersebut terdorong kedalam lubang diafragma karena organ-organ perut
umumnya tidak terfiksir sempurna untuk proses fisiologis. Efusi perikardium akan
terjadi sebagai konsekuensi ruang yang berkurang untuk kerja jantung akibat tekanan
30
dari organ-organ peritoneal tersebut. Hernia thorakal sebelah kiri lebih sering terjadi
daripada bagian kanan pada anjing dan kucing. Hewan yang mengalami kondisi ini
akan menunjukkan gejala kesulitan bernapas dengan posisi adduksio, tidak mau makan
karena obstruksi saluran pencernaan, muntah, hidrotoraks , pneumotoraks, dehidrasi,
alkalosis metabolik, dan penipisan dinding vena cava dengan peningkatan tekanan
darah dari 8 ke 12 mm Hg (vena portal), 3 ke 4 mm Hd (sinusoid intrahepatik), 0.5 ke
1 mm Hg (vena hepatika dan vena cava caudalis).
Hernia diafragma peritoneoperikardikal kongenital adalah keadaan anomali yang
sering ditemukan pada anjing (ras weismeraner) dan kucing (ras persia). Pembentan
septum transversum saat organogenesis yang memisahkan organ abdominal dengan
organ thorakal menyebabkan kondisi bersatunya jantung dengan hati. Hewan yang
lahir dengan kondisi tersebut biasanya akan langsung mati tetapi jika hewan sesaat
setelah dilahirkan dapat bertahan maka hewan tersebut akan memiliki peluang hidup
tinggi walaupun sangat rentan. Penyebab kejadian ini kemungkinan besar adalah
teratogenetik. Akibat kegagalan saat embriogenesis tersebut hewan akan kesulitan
bernapas dengan kerja jantung terganggu (tamponade jantung). Keadaaan
patofisiologis pada hernia diafragma peritoneopericardical kongenital kurang lebih
sama dengan keadaan hernia diafragma taumatika. Keadaan paling fatal yang mungkin
terjadi adalah insufisiensi kerja jantung karena tertekan kemudian kolaps
31
III. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil
Data Pasien dan Anamnesa
Macam hewan : Kucing
Nama Hewan : Mio
Signalement : Jantan, 3 tahun
Berat Badan : 3 Kg
Temperatur : 39,7 C
Anamnesa : Hewan terlihat dispnoe, kifosis, regio abdomen mengempis
dan mukosa terlihat pucat
Diagnosa dan Terapi / Pengobatan
Diagnosis : Hernia Diafragmatika
Terapi :-
RIP
3.2 Pembahasan
Kucing jantan bernama mio didiagnosis mengalami hernia diafragmatika
dengan gejala dispnoe, kifosis, regio abdomen mengempis dan mukosa terlihat pucat.
Kucing mio mati setelah di x-ray dan sebaiknya untuk kasus hernia diafragmatika untuk
x-ray tidak dilakukan dengan posisi rebah dorsal hanya dilakukan dengan posisi lateral.
Perawatan Pre-operatif
Kasus hernia diafragmatika memiliki tanda-tanda klinis yang mencolok seperti
adanya sesak napas dengn tipe pernapasan abdominal. Disamping anamnesa dan tanda-
tanda klinis, diagnosa juga ditegakkan dengan pembuatan foto rontgen bagian thoraks
dengan posisi lateral. Kasus hernia diafragmatika ini angka kematiannya cukup tinggi
karena adanya perdarahan di dalam rongga thoraks atau hipoksia.
32
Adapun management pre operatif yang dapat dilakukan adalah meletakkan
hewan pada posisi yang nyaman sehingga hewan dapat bernapas. Management pre
operatif yang dilakukan tidak banyak membantu karena kondisi dari organ abdominal
yang menekan daerah paru-paru dalam jangka waktu lama akan menyebabkan hewan
hipoksia (kekurangan oksigen) dan dapat berakibat fatal bila tidak segera ditangani.
Hidrasi, kekurangan asam basa dan elektrolit perlu diperiksa sebelum melakukan
operasi.
Terapi/ Treatment
Operasi
Operasi reposisi, menutup cincin hernia dan pengembalian tekanan negatif
rongga dada melalui laparotomi medianus anterior. Prinsip penanganan sama dengan
kasus trauma lainnya, yaitu dengan berpedoaman pada airway, breathing dan
circulation. Ruptur diafragma biasanya memerlukan tindakan operasi segera untuk
mencegah terjadinya obstruksi usus, strangulasi dan gangguan kardiorespiratori.
Laparoskopi rutin digunakan pada kasus trauma abdomendan bermanfaat untuk
menghindari tindakan laparotomi yang tidak perlu. Laparoskopi biasanya juga
digunakan untuk memperbaiki ruptur diafragma namun hal ini hanya untuk pasien
dengan hemodinamik yang stabil. Thorakoskopi digunakan untuk mengevaluasi pasien
trauma thorak dan untuk mendiagnosa adanya hernia diafragmatika, jahitan pada
diafragma dapat dikerjakan bila defek pada diafragma ukurannya kecil dan herniasi ke
rongga thorak minimal.
Tindakan laparotomi dapat dikerjakan apabila didapatkan trauma lain didaerah
abdomen, sedangkan thorakotomi dikerjakan apabila ada trauma di daerah thorak,
robekan besar serta terjadi herniasi yang besar dan munculnya empiema. Adanya
adhesi yang kuat akibat proses herniasi yang lama dapat dengan mudah diatasi dengan
thorakotomi. Defek pada diafragma tersebut di perbaiki dengan melakukan jahitan
dengan benang silk interupted dan bila memungkinkan dilakukan.
Penutupan spontan dari robekan diafragma biasanya tidak akan terjadi, oleh
karena adanya perbedaan tekanan antara kavum abdomen dengan kavum thorak yang
33
akan menyebabkan bertambah besarnya ukuran defek, ruptur diafragma yang akut
dapat dilakukan pendekatan operasi melalui abdomen dengan insisi laparotomi mid
line, sekaligus untuk mengevaluasi adanya trauma pada organ-organ intra abdomen
lainnya. Laparoskopi eksplorasi juga bisa menjadi pertimbangan untuk diagnosis dan
sekaligus terapi yang bersifat minimal invasive. Laparoskopi juga dapat menjadi
pilihan terapi pada keadaan ruptur diafragma akibat trauma tusuk atau trauma tembak.
34
hypothermia, produksi urin yang menurun, infeksi dan obstruksi usus. Pengawasan
yang dilakukan saat pasien masih dirawat adalah monitoring pernapasan, evaluasi
neurologis, dan masalah pemberian makanan. Pernapasan pasien awal post operasi
dibantu dengan memakai ventilator untuk mengontrol pernafasan hingga pernafasan
benar-benar adekuat yang umumnya dirawat selama 7 hari. Penanganan pasien yang
sering bergerak adalah dengan pemakaian oxygen chamber yaitu sebuah ruangan
khusus yang dialirkan oksigen ke dalamnya. Penggunaan oxygen chamber
memudahkan pasien untuk tetap terkontrol pernapasannya tanpa terganggu
aktivitasnya. Perawatan post operasi jangka panjang adalah pemantauan pasien untuk
menilai terjadinya tanda-tanda kesulitan bernafas, gangguan neurologis, infeksi
pernafasan, dan kembali terjadinya hernia.
35
Daftar Pustaka
Fossum TW, Tom, Chair JR. 2005. Diaphragmatic Hernia: Surgical Treatment. IVIS:
In 50th Congresso Nazionale Multisala SCIVAC. Hlm: 1-2.
Harari J. 2004. Small Animal Surgery Secrets. Ed-2. USA: Hanley & Belfus Inc.
Mazzaferro EM. 2010. Blackwells Five-MinuteVeterinary Consult, Clinical
Companion: Small AnimalEmergency andCritical Care. Singapore: John Wiley
& Sons, Inc.
Miller MW.2002. Pericardial Diseases. The 26th Annual Waltham Diets/ OSU
Symposium USA: Waltham USA.
Putra Sanjaya, Hamid Abdul, Semadi IN. 2006. Hernia bochdalek. Sari Pediatri 7:232-
236.
Shackleton KL, Stewart ET, Taylor AJ. Traumatic diaphragmatic injuries: Spectrum
of radiographic findings. Radiographics, 1998 Jan - Feb; 18(1): 49-59.
Sisson D. 2007. Pericardial Disease of The Dog and Cat. www.google.com. (sambung
berkala) http://shlbox.de.
Slatter Doughlas.2003.Textbook of Small Animal Surgery Volume 2.USA:Elsevier
Science Vermillion JM, Wilson EB, Smith RW. Traumatic diaphragmatic
hernia presenting as a tension fecopneumothorax. Hernia, 2001, Sept. 5(3): 158-
60.
Yool DA. 2012. Small Animal Soft Tissue Surgery. Cambridge: CABI
36
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS ABSES PADA KUCING
KLINIK HEWAN TABBY PET CARE
SIDOARJO
Oleh :
37
dipalpasi akan terasa fluktuaktif. Untuk membantu menentukan penyebabnya, bisa
dilakukan pembiakan atau pemeriksaan cairan yang berasal dari luka di kulit.
38
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Abses adalah suatu pernimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi
bakteri. Jika bakteri menyusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebagian sel akan mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel
-sel yang terinfeksi.
Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan
mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga
tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jariing disekitarnya akan terdorong. Pada
akhirnya jaringan akan tumbuh disekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses,
hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebihj lanjut.
Jika suatu abses pecah, maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun
dipermukaan kulit, tergantung pada lokasi abses.
2.2 Etiologi
Penyebab utama terjadinya abses yaitu adanya benda asing yang diikuti bakteri
pyogenic. (Stapilococcus Spp, Esceriscia coli, Streptokokkus beta haemoliticus Spp,
Pseudomonas, Mycobakteria, Pasteurella multocida, Corino bacteria, Achinomicetes)
dan juga bakteri yang bersifat obligat anaerob (Bakteriodes sp, Clostridium,
Streptokokkus, fasobakterium).
Infeksi bisa menyebar, baik secara lokal maupun sistemik. Penyebaran infeksi
melalui aliran darah bisa menyebabkan sepsis. Maka dari itu penanganan abses perlu
sesegera mungkin (cito). Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih
putih karena kulit diatasnya menipis.
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:
39
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang
tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
4. Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika:
5. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
6. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
7. Terdapat gangguan sistem kekebalan.
Abses bisa terbentuk di seluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum
dan otot. Abses sering ditemukan di dalam kulit atau tepat dibawah kulit, terutama jika
timbul di wajah.
2.4 Diagnosis
Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam
seringkali sulit ditemukan. Pada penderita abses, biasanya pemeriksaan darah
menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dan
lokasi abses dalam, bisa dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT scan atau MRI.
40
III. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil
Data Pasien dan Anamnesa
Macam hewan : Kucing
Nama Hewan : Sinyong
Signalement : Jantan, 2 tahun, red white
Berat Badan : 3,9 Kg
Temperatur : 39,9 C
Anamnesa : Sudah 1 minggu pipi kanan bengkak, sudah d suntik dokter
lain tetapi masih belum sembuh
Diagnosa dan Terapi / Pengobatan
Diagnosis : Hernia Diafragmatika
Terapi : T/ Bersih luka
Pinicilin G (drainase)
Inj. Tolfedine 0,4 ml IM
R/ Clavamox drop fl No. I
S.2dd 1ml
R/ Woundguard
S.u.e
3.2 Pembahasan
Kucing jantan bernama sinyong didiagnosis mengalami abses pada pipi sebelah
kanan dan terdapat nanah, pertolongan pertama yang diberikan yaitu membersihkan
luka dan mengeluarkan nanah yang terdapat pada luka tersebut dan setelah itu diberikan
penicilin G untuk drainase luka, pinicilin G merupakan antibiotik spektrum luas.
Pemberian injeksi tolfedine yang merupakan anti piretik anti inflamasi. Pemberian
Clavamox sebagai antibiotik yang berisikan amoxilin dan clavulanate potassium.
Pemberian Woundguard sebagai antibiotik gol gentamicin dan vitamin B5 yang
berfungsi membantu regenerasi jaringan.
41
Daftar Pustaka
Hills Pet Nutrition. 2011.Anal Sac Abscess. Trademarks owned by Hills Pet
Nutrition, Inc.
Naeini, AB, Jahromi AR and Mehrshad S. 2010. Bilateral abscesses of the maxillary
carnassial teeth in a female Pekinese. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 34(5): 461-464
Sudisma, IGN. 2006. Ilmu Bedah Veteriner Dan Teknik Operasi. Pelawa Sari.
Denpasar.
42
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS EPILEPSI PADA ANJING
RUMAH SAKIT HEWAN DAN PENDIDIKAN SETAIL
SURABAYA
Oleh :
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui penyebab dari kasus
epilepsi, dampak yang terjadi dan cara terapi terhadap epilepsi pada anjing.
43
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epilepsi
Epilepsi adalah sindroma kelainan faal otak berulang yang tampak dengan
serangan mendadak (seizure), kejang (konvulsi) tanpa penyebab yang tidak dihasut
(unprovoked). Kondisi penyakit dicirikan dengan berbagai jenis gejala dan derajat
seperti gambaran klinis dari jauh, kehilangan keseimbangan, pergerakan yang tidak
beraturan dari keempat kaki. Kepala akan sering digerakkan mundur ke belakang atau
membelok secara refleks dan mendadak, dan terkadang disertai gertakan rahang mulut,
defekasi dan urinasi tanpa sadar. Tanda tersebut merupakan gejala yang nampak
sebagai kejang (Christopher, 2007). Epilepsi dapat digolongkan menjadi penyakit yang
timbul sendiri atau terjadi tanpa penyebab (idiophatic) dan timbul berdasarkan gejala
(symptomatic).
Epilepsi idiopatik dikenal sebagai epilepsy yang sebenarnya, dan merupakan
tipe epilepsi yang sering menyerang anjing. Patofisiologi epilepsy idiopatik masih
belum diketahui secara pasti, tetapi cacat genetik pada bagian membrane saraf
(neurotransmitter) dicurigai sebagai penyebabnya. Epilepsi simptomatik terjadi akibat
pengaruh yang berasal dari luar organism itu (tidak diturunkan) atau epilepsi sekunder
yang disebabkan karena penyakit intracranial atau ektracranial yang telah terjadi
sebelumnya. Penyakit intracranial disebabkan karena faktor congenital (sudah ada saat
kelahiran), neoplasma atau tumor, inflamasi, trauma, atau kelainan pembuluh darah,
sedangkan penyakit ektracranial disebabkan oleh faktor gangguan metabolic atau racun
(Gambar 1.) (Thomas, 2000).
Terapi kejang disesuaikan dengan perjalanan penyakit yang terjadi dan
membutuhkan kontrol medis dan manajemen pemahaman terhadap penyakit. Hal ini
dikarenakan diagnosa definitif terhadap epilepsi idiopatik jarang dipastikan. Evaluasi
yang mampu memastikan penyakit ini dilihat dari riwayat gangguan kejang dan
seizure, pemeriksaan saraf (neurologi), dan pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari
44
hematologi lengkap, kimia darah, dan urinalisis. Pemilihan obat antiepilepsi yang ideal
digunakan pada anjing seperti Phenobarbital, Primidone, Potassium Bromide,
Chlorazepate, Valproate, Mephenytoin.
Diagnosa untuk membedakan antara penyakit epilepsi idiopatik dan
simptomatik sangatlah sulit dilakukan, dan tidak memungkinkan apabila hanya melihat
dari segi gejala yang nampak. Menurut Pakozdy et al. (2012), epilepsi simptomatik
sering disebabkan karena tumor intracranial (16%) dan enchepalitis (10%), umumnya
dengan adanya indikasi status kelompok (cluster) epilepsi atau kejang sebagian,
vokalisasi selama kejang, interval kejang, dan status neurological sudah termasuk
dalam epilepsi simptomatik. Menurut Thomas (2000) menjelaskan bahwa epilepsi
simptomatik terjadi akibat pengaruh yang berasal dari luar (tidak diturunkan) atau
epilepsi sekunder yang disebabkan karena penyakit intracranial atau ektracranial yang
telah terjadi sebelumnya. Penyakit intracranial disebabkan karena faktor kongenital
(sudah ada saat kelahiran), neoplasma atau tumor, inflamasi, trauma, atau kelainan
pembuluh darah, sedangkan penyakit ektracranial disebabkan oleh faktor gangguan
metabolik atau racun. Patofisiologi epilepsi idiopatik masih belum diketahui secara
pasti, tetapi kemungkinan penyebab berasal dari cacat genetik pada bagian membran
saraf (neurotransmitter).
Terapi dengan obat seperti Diazepam, Phenobarbital, dan Pentobarbital sangat
dianjurkan untuk mengurangi beberapa gejala epilepsi yang terjadi pada anjing. Efek
samping diazepam pada pengobatan anjing dalam kasus ini mampu bertahan untuk
selama 3 jam, yang kemudian diturunkan menjadi setengah dosis dan bertahan selama
1 jam dengan 4 kali pemberian. Phenobarbital memiliki durasi aksi yang panjang dan
merupakan seleksi yang tepat untuk mengatasi gejala kejang pada anjing. Menurut
Pakozdy et al. (2013), terapi kombinasi dengan Cyclosporine atau prednisolone
membantu meningkatkan waktu si anjing untuk bertahan hidup dibandingkan dengan
pemberian single prednisolone bahkan mampu meredakan gejala penyakit yang terjadi
pada kasus granulomatous meningoencephalitis.
45
2.2 Kejang
1. Epilepsi
Penyakit ini merupakan faktor utama yang dikenal sebagai penyebab kejang,
baik pada anjing maupun manusia. Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang
melibatkan serangan kejang yang sering dan tiba-tiba. Hal ini termasuk disfungsi
sensor atau fungsi otot anjing. Kejang pada epilepsi mungkin atau tidak disertai dengan
hilangnya kesadaran. Peneliti menspekulasi kejang pada epilepsi disebabkan oleh
tempat jaringan saraf yang tidak normal, dimana tempat tersebut mulai mengirimkam
signal melalui saraf-saraf. Karena area dari bagian otak ini tidak normal, impuls
tersebut menghasilkan reaksi berantai dimana menyebabkan otot-otot pada tubuh
anjing secara sukarela menjadi aktif. Ini adalah karakteristik kejang dan berkedut
yang menyertai kejang pada epilepsi.
2. Canine Distemper
Canine Distemper merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang
menyerang anjing pada usia muda. Distemper merupakan kondisi yang sangat serius,
karena memiliki probabilitas yang relatif tinggi menjadi fatal terhadap anjing anda.
Virus Canine Distemper (VCD) sanagat menular, dapat menular tanpa adanya
hubungan langsung dengan anjing yang telah terinfeksi oleh virus tersebut. Ketika
Canine Distemper berkembang ke susunan saraf, Penyakit ini dapat mengakibatkan
lemahnya otot, kehilangan kemampuan dasar motorik, dan kejang. Kejang dapat timbul
ataupun tidak pada anjing yang menderita stadium Canine Distemper yang lebih tinggi.
46
3. Genetik
Ada beberapa bukti bahwa kejang merupakan sifat turun-temurun, seperti
halnya penyakit epilepsi. Beberapa ras anjing yang diketahui mudah terkena kejang
antara lain German Shepherd, Dachshund, Collie, Beagle, Kesshond, Golden Retriever
dan Poodle.
4. Tumor Otak
Tumor otak dapat mengakibatkan beberapa tipe kejang. Tumor otak
dikarakteristikan oleh pertumbuhan otak yang tidak normal, dimana menyebabkan
gangguan pada fungsi otak karena adanya pengaruh beban pada jaringan otak. Hal ini
selain menyebabkan kejang, juga menyebabkan hilangnya kemampuan koordinasi dan
kemampuan penglihatan yang buruk.
5. Cedera Kepala
Anjing yang mengalami kecelakaan disertai dengan cedera kepala yang
signifikan, dapat menjadi penyebab timbulnya kejang. Dampak dari cedera kepala atau
retaknya tempurung kepala, dimana dapat menyebabkan rusaknya saraf otak. Sebagai
tambahan, tengkorak yang berpindah tempat atau rusak dapat memberi tekanan
terhadap otak, dimana menyebabkan kejang pada anjing.
6. Racun Lingkungan
Salah satu contoh yang baik adalah potensi kejang yang disebabkan oleh bahan
kimia bernama Organochlorines. Organochlorines umumnya ditemukan dalam
beberapa merek obat anti kutu, dan dalam produk yang didesain untuk mengontrol
infeksi parasit pada anjing. Bahan kimia lain yang dapat menyebabkan kejang adalah
Lead (racun tikus dan cat), Methylxanthines (umumnya ditemukan pada kandungan
coklat, dan produk yang mengandung coklat), dan Zinc Phosphate (Zat yang terdapat
dalam racun tikus).
7. Penyakit
Lyme Anjing terinfeksi Penyakit Lyme karena adanya gigtan oleh kutu genus
Ixodes. Walapun gejala yang paling umum penyakit Lyme adalah arthritis, namun
apabila penyakit Lyme sudah parah mampu menyebabkan gejala yang berhubungan
dengan sistem saraf pusat, seperti kejang.
47
BAB III
METODE KEGIATAN
48
BAB IV
LAPORAN KASUS
3.1 Signalment
Nama : Lovi
Jenis Hewan : Anjing/ Jantan
Umur : 7 tahun
Breed : Mix domestik
3.2 Anamnesa
Kejang sejak umur 4 tahun.
Makan dan minum masih normal.
Defikaasi urin normal.
Hari ini kejang sudah 2 kali sejak jam 03.00 pagi.
3.3 Terapi / Pengobatan
T/ Inj neuro 0,3 cc
Inj b complex 0,3 cc
R/ Cataflam cap
Pamol tab
Lycavit tab
Intermoxil 250 caps
Glucose qs
m.f.p dain caps dtd no VIII
s 2 dd cap 1
R/ Trombophob cream tb No 1
s. u . e
49
pasien merasa badan sangat berat sehingga diperlukan tenaga lebih untuk bergerak.
Vitamin B kompleks dapat digunakan untuk mengurangi gejala di atas.
Neurobion juga digunakan untuk memperbaiki metabolisme tubuh dan memenuhi
kebutuhan sehari-hari akan vitamin B kompleks. Khusus pada vitamin B6 dan B12,
vitamin ini diperlukan dalam pembentukan dan kematangan sel darah merah.
Keuntungan-keuntungan dari pemakaian neurobion, yaitu mengatur metabolisme saraf
terutama pada saraf tepi, membantu proses pembentukan energi, memaksimalkan
kinerja, menjaga kerja jantung dan nafsu makan.
Kontraindikasi dalam pemakaian neurobion terutama bila ada riwayat alergi
sebelumnya dan adanya gangguan pembekuan darah.
Cataflam
Cataflam 25 mg memiliki kandungan natrium diklofenak 25 mg, merupakan obat
analgesik dan mengurangi peradangan yang termasuk ke dalam golongan nonsteroidal
anti-infammatory drug (NSAID). Cataflam dapat mengurangi radang, nyeri dan
menurunkan demam melalui mekanisme inhibisi biosintesis dari prostaglandin, kerja
Cataflam yang cepat menjadikan Cataflam obat pilihan pada kondisi akut peradangan
dan serangan nyeri.
Cataflam diindikasikan untuk mengurangi nyeri ringan hingga sedang yang dapat
disebabkan oleh rematik artritis, osteoarthritis, keram otot, peradangan otot, tendonitis,
sendi yang terkilir, dan nyeri perut yang berkaitan dengan menstruasi. Cataflam dapat
digunakan setelah pasien mengalami trauma seperti kecelakaan ringan, operasi kecil
seperti cabut gigi, serangan migren, serangan akut asam urat. Cataflam tidak boleh
digunakan pada pasien yang memiliki hipersensitivitas terhadap aspirin, natrium
diclofenak, atau NSAID lainnya.
Pamol
Paracetamol adalah salah satu obat yang masuk ke dalam golongan analgesik (pereda
nyeri) dan antipiretik (penurun demam). Obat ini dipakai untuk meredakan rasa sakit
ringan hingga menengah, serta menurunkan demam.
50
Paracetamol mengurangi rasa sakit dengan cara menurunkan produksi zat dalam tubuh
yang disebut prostaglandin. Prostaglandin adalah unsur yang dilepaskan tubuh sebagai
reaksi terhadap kerusakan jaringan atau infeksi, yang memicu terjadinya peradangan,
demam, dan rasa nyeri. Paracetamol menghalangi produksi prostaglandin, sehingga
rasa sakit dan demam berkurang. Pemberiannya tidak boleh >150-200 mg/kg BB (dosis
yang dianjurkan adalah 15 mg/kg BB).
Intermoxil
Intermoxil adalah antibiotik golongan penicillin yang digunakan untuk mengobati
infeksi saluran pernafasan bagian atas dan bawah, infeksi saluran kemih, infeksi
saluran pencernaan, serta infeksi kulit dan jaringan lunak. Intermoxil mengandung zat
aktif amoxicillin, suatu antibiotik yang mempunyai spektrum sedang, aktif terhadap
bakteri gram negatif maupun gram positif.
Amoksisilin (Amoxicillin) adalah antibiotik golongan beta laktam yang termasuk
keluarga penicillin semisintetik yang stabil dalam suasana asam. Antibiotik ini
mempunyai spektrum sedang, aktif terhadap bakteri gram negatif maupun gram positif.
amoksisilin (Amoxicillin) bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri
sehingga lintas hubungan antara rantai polimer peptidoglikan linier yang membentuk
komponen utama dari dinding sel bakteri menjadi terganggu.
51
Untuk mengobati infeksi pada saluran pernafasan seperti amandel, sinusitis,
radang tenggorokan, faringitis, otitis media, bronkitis, bronkiektasis, dan
pneumonia.
Infeksi saluran kemih (ISK) : Pielonefritis, sistitis, uretritis, gonore.
Infeksi kulit dan jaringan lunak : luka, selulitis, furunkulosis, pioderma.
Obat ini juga digunakan untuk mencegah endokarditis yang disebabkan bakteri
pada orang-orang berisiko tinggi saat perawatan gigi, untuk mencegah infeksi
oleh Streptococcus pneumoniae dan infeksi bakteri lainnya.
Thrombophob Gel
Sesuai dengan namanya, Thrombophob Gel tersedia dalam bentuk jelly yang
dikemas dalam tabung (tube) berukuran 10 gram dan 20 gram. Dalam setiap 100 gram
Thrombophob gel mengandung Heparin sodium 20.000 I.U.
Heparin sodium adalah obat antikoagulan atau pengencer darah yang dapat
melarutkan bekuan darah pada jaringan tubuh. Heparin sodium yang berbentuk gel ini
cepat diserap oleh kulit dan langsung bekerja pada jaringan yang sakit. Digunakan
sebagai pengobatan topikal yang dapat menembus jaringan untuk membantu mengurai
52
bekuan darah sehingga mudah diserap oleh tubuh. Di sisi lain heparin yang terkandung
dalam Thrombophob Gel memiliki efek anti-phlogistis dan anti-eksudatif yang bisa
mengurangi peradangan dan nyeri, meningkatkan metabolisme, dan membantu
penyembuhan lebih cepat. Obat ini juga dapat menurunkan ketegangan otot-otot
pembuluh darah, sehingga melancarkan peredaran darah.
Thrombophob dapat meringankan rasa sakit dan mengurangi pembengkakan pada
kondisi seperti:
Tromboflebitis superfisial, penyakit yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh
darah dan bekuan darah pada daerah permuakaan(terlihat dari kulit); Memar.
Kontraindikasi
Memiliki alergi atau hipersensitivitas terhadap komponen produk ini; Tidak boleh
digunakan pada luka terbuka yang berdarah
53
DAFTAR PUSTAKA
Berg A.T, S.F. Berkovic, M.J. Brodie, J .Buchhalter, J.H. Cross. 2009. Revised
terminology and concepts for organization of seizures and epilepsies: Report
of the ILAE commission on classification and terminology, 2005 2009.
Epilepsia 51(4): 676685
Burdett E and Stephens R . 2006. Blood transfusion: a practical guide. British Journal
of Hospital Medicine. 7(4): M679
Casal ML, R.M. Munuve, MA Janis, P. Werner and PS. Henthorn. 2006. Epilepsy in
irish wolfhounds. J. Vet. Intern. Med. 20(1): 131135
Charalambous M., D. Brodbelt and H.A. Volk. 2014. Treatment in canine epilepsya
systematic review. Research article. BMC Veterinary Research 2014,10:257
Christopher D., 2007.Canine Epilepsy. Canine Epilepsy - AVMC. Article WS119/07.
Chinham House, Stanford in the Vale, Oxon SN7 8NQ UK
Pakozdy A, JG. Thalhammer, M. Leschnik and P. Halsz (2012).
Electroencephalographic examination of epileptic dogs under propofol
restraint. Acta Vet Hung.60(3):309324
Rosenberg GA. 2000. Brain edema and disorders of cerebrospinal fluid circulation. In:
Bradley WG, Daroff RB, Ferichel GM, Marsden CD (2000). Neurology in
clinical practice. 2: 154559
Thomas W.B. 2000. Managing Epileptic Dogs. The Compendium, Louisiana State
University School of Veterinary Medicine, Continuing Education.Education
Article no. 6 (Small Animal pp.1573-1589).
Verma J.K., K. Dhama, and H. Gupta. 2013. Case report: Clinical Management of
Epileptic Seizures in a Labrador retriever Dog. Research Journal for
Veterinary Practitioners. 1 (3): 31 33
54
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS CAT FLU PADA KUCING
RUMAH SAKIT HEWAN DINAS PETERNAKAN PROVINSI
JAWA TIMUR
Oleh :
55
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui penyebab dari cat flu.
56
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
57
Pengobatan menggunakan antivirus untuk FHV dan FCV seperti acyclovir
tidak begitu efektif. Antivirus yang lebih efektif untuk pengobatan FHV adalah
Famciclovir. Pengobatan yang biasanya dilakukan untuk menangani cat flu adalah
sebagai berikut:
1. Pemberian antibiotik lebih bersifat mencegah infeksi sekunder yang disebabkan
oleh bakteri. Obat-obat lain yang diberikan biasanya bertujuan untuk mengurangi
gejala flu seperti menurunkan panas, melegakan pernafasan dan menghilangkan
lendir saluran pernafasan yang berlebihan. Selebihnya sangat tergantung pada
sistem kekebalan tubuh kucing itu sendiri.
2. Pada kucing dengan kondisi dan gizi yang bagus, penyakit flu ini akan sembuh
sendiri dalam waktu 2-3 minggu. Meskipun kucing tidak mau makan, usahakan ada
makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan cara disuapi, agar kucing tersebut
tetap mempunyai energi dan nutrisi yang baik untuk memerangi virus flu.
3. Untuk mata yang berair atau mengeluarkan kotoran mata tanpa disertai nanah, basuh
mata dengan kapas yang dibasahi air hangat, kemudian dilap dengan tissue kering.
Sedangkan untuk mata yang mengalami ulcer diobati dengan menggunakan tetes
mata trifluridine, idoxuridine atau cidofovir (Little 2008).
4. Pemberian multivitamin dan suplemen dapat dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan kekebalan tubuh kucing dan meningkatkan nafsu makannya.
5. Berikan tempat tidur yang hangat untuk kucing, menjaga kebersihan tubuh kucing
dan kandang kucing serta mengkarantina kucing dari kucing-kucing lain supaya
tidak menular.
6. Jangan sering-sering memandikannya saat sedang flu.
Masa penyembuhan flu kucing ini berlangsung selama beberapa minggu. Pada
beberapa kasus yang disertai infeksi, masa penyembuhannya dapat berlangsung lebih
lama.
Untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara :
Pemberian vaksinasi yang benar dan tepat, biasanya untuk vaksinasi awal anak
kucing sebelum terinfeksi (sering pada usia 6-8 minggu).Vaksinasi lebih bersifat
58
pencegahan. Vaksinasi rutin tidak 100 % melindungi kucing dari penyakit. Pada
kucing yang rutin divaksinasi, meskipun terserang flu biasanya tidak parah dan lebih
cepat sembuh.
Kucing yang terinfeksi harus di isolasi (di dipisah dengan kucing yang sehat).
Penularan lewat kontak antar sesama kucing yang terinfeksi dengan yang sehat
seperti cairan dari hidungdan mata, bersin, tempat makan, manusia (bekas kontak
dengan kucing yang terinfeksi).
Mengganti tempat pasir (cat litter) maintenance.
Biasakan mencuci tangan dan mengganti baju kita setelah kontak dengan kucing
yang terinfeksi.
59
BAB III
METODE KEGIATAN
60
BAB IV
LAPORAN KASUS
3.1 Signalment
Nama : nn
Jenis Hewan : kucing/ Jantan
Umur : -
Breed : domestik
3.2 Anamnesa
Tidak mau makan selama 3 hari dan makan di suap.
Batuk .
Vomit .
Belum di vaksin.
Belum di beri obat cacing.
3.3 Terapi / Pengobatan
T/ Inj neuro
Inj b complex
Inj dryll
R/ Tremenza
Bisolvon
Imboost
Neurosanbe
Amoxan
Tremenza merupakan obat yang terdiri dari kombinasi dua jenis komponen obat yaitu
pseudoephedrine yang merupakan obat dekongestan hidung dan triprolidine yang
merupakan obat antihistamin. Pseudoephedrine termasuk golongan amin
simpatomimetik. Obat ini bekerja pada reseptor adrenergik di dalam mukosa saluran
napas untuk melakukan vasokonstriksi pembuluh darah pada mukosa saluran napas dan
61
mengurangi pembengkakan membran mukosa saluran napas yag terjadi karena sebab
inflamasi. Triprolidine termasuk golongan anti histamin. Obat ini bekerja pada reseptor
histamin H-1 sebagai antagonisnya untuk mengurangi reaksi radang dan alergi yang
timbul akibat pelepasan histamin Dengan mekanisme kerja tersebut obat Tremenza
dapat digunakan untuk melegakan pernapasan dan mmengurangi reaksi peradangan
pada saluran pernapasan. Obat Tremenza dapat dengan baik diabsorpsi setelah
diberikan secara oral.
Bisolvon
Bahan aktif Bisolvon adalah Bromhexine. Bromhexine merupakan sekretolitik yang
membantu mekanisme alami dari tubuh dalam membersihkan mucous pada saluran
pernafasan (Anonim, 2005). Bromhexine meningkatkan produksi cairan serous pada
saluran pernafasan dan membuat dahak tidak lengket dan tipis, sehingga akan memacu
aktifitas sekretomotorik. Efek sekretomotorik akan membantu cilia mengangkut dahak
keluar dari paru-paru. Bromhexine sering digunakan sebagai bahan tambahan beberapa
sirup antitussive (Anonim, 2008). Pada pengobatan batuk kucing diberikan Bisolvon
tablet 8 mg sebanyak tablet, diberikan dua kali sehari selama 5 hari.
Imboost
Immunomodulator (perangsang imunitas) berfungsi untuk meningkatkan daya tahan
tubuh. Immunomodulator untuk kucing mudah didapatkan, biasanya suplemen ini
mengandung ekstrak Echinacea. Imboost dan stimuno merupakan brand obat manusia
yang dapat digunakan untuk kucing. Cukup berikan 1 mL 1 kali sehari untuk kucing.
62
Neurosanbe
Obat Neurosanbe merupakan nama paten dari vitamin B kompleks yang diproduksi
oleh salah satu perusahaan farmasi besar di Indonesia. Obat ini terdiri dari gabungan
vitamin B1, vitamin B6, dan vitamin B12. Vitamin B kompleks ini biasa diresepkan
oleh dokter untuk mengatasi berbagai macam keluhan yang berkaitan dengan
kesehatan saraf (neuro).
Vitamin B1 atau tiamin merupakan vitamin yang banyak terdapat pada gandum, jamur,
biji bunga matahari, kentang, jeruk, dan ati, Di dalam tubuh manusia vitamin B1
berperan sebagai koenzim pada proses dekarboksilasi asam alfa keto dan berperan
dalam proses metabolisme karbohidrat.
Vitamin B6 atau piridoksin merupakan vitamin yang banyak terdapat pada zat makanan
daging dagingan, kacang kacangan, dan pisang. Di dalam tubuh manusia vitamin
B6 akan berubah menjadi piridoksal fosfat dan piridoksamin fosfat yang dapat
membantu dalam proses metabolisme protein dan asam empedu.
Vitamin B12 atau kobalamin merupakan vitamin yang banyak terdapat pada sereal, dan
produk kedelai. Di dalam tubuh manusia vitamin B12 berperan dalam sintesa asam
nukleat yang berpengaruh pada pematangan sel dan pemeliharaan integritas jaringan
saraf. Karena kerjanya tersebut vitamin B kompleks memiliki manfat yang sangat
besar dalam proses pembentukan sel sel tubuh, proses pembentukan sel darah merah,
dan sebagai nutrisi bagi sel saraf. Selain sebagai nutrisi bagi sel saraf, vitamin B juga
membantu dalam produksi neuro transmiter, yaitu zat yang menjadi perantara antar sel
sel saraf.
Amoxan
Amoksisilin adalah penisilin spektrum luas bacteriolytic antibiotik yang
digunakan untuk mengobati infeksi bakteri yang diduga disebabkan oleh mikro-
organisme. Sejauh manusia yang bersangkutan, ini adalah salah satu dari sebagian
besar antibiotik yang dipilih untuk itu adalah dengan cepat diserap dalam sistem tubuh
dan menyebabkan efek positif juga. Biasanya amoksisilin digunakan pada manusia
63
untuk menyembuhkan berbagai kondisi kesehatan dari jerawat cystic untuk berbagai
infeksi lain seperti infeksi tenggorokan, infeksi saluran kencing, bronkitis, gonore dan
banyak lainnya.
Amoksisilin adalah antibiotik yang umum tetapi diresepkan untuk kucing dan
anjing karena mereka juga memiliki masalah kesehatan serupa. Banyak hasil
amoksisilin untuk anjing telah menunjukkan efek positif dalam menghindari infeksi
bakteri pada anjing dan membangkitkan penelitian lebih lanjut menunjuk penggunaan
amoxicillin untuk kucing. Yang juga terbukti efektif dan penting bagi kesehatan kucing
secara keseluruhan, hanya jika diberikan dengan dosis yang tepat. Baca lebih lanjut
tentang penyakit kucing.
Dosis Amoxicilin: 10-20 mg per kg berat badan kucing 2-3 kali sehari (jadi jangan
samakan dosis kitten/ kucing dewasa)
64
DAFTAR PUSTAKA
65
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS SCABIOSIS PADA KUCING
KLINIK HEWAN TABBY PET CARE
SIDOARJO
Oleh :
66
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui penyebab dari scabiosis
pada kucing dampak yang terjadi dan pencegahan yang dapat dilakukan.
67
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Scabiosis
Masalah skabies masih banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama pada
negara berkembang dan industri. Tingkat higiene, sanitasi dan sosial ekonomi yang
relatif rendah menjadi faktor pemicu terjangkitnya penyakit ini. Berbeda dengan
pernyataan di atas, Mc Carthy et al. (2004) menyebutkan bahwa skabies dapat
menyerang semua golongan sosial ekonomis. Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies, harga obat yang relatif mahal dan bervariasinya
hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan praktisi kesehatan
hewan ataupun manusia (Wardhana, et. al, 2006).
Skabies atau kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh
infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Siklus hidupnya yaitu tungau ini masuk stratum
kurneum kulit. Tungau dewasa bertelur dengan jumlah telur 2-3 butir setiap hari per
tungau dengan masa bertelur sampai 2 bulan . Bahkan bisa 10-25 butir telur selama
masa periode telur antara 12-15 hari. Betina segera mati setelah bertelur. Telur menetas
pada 35 o C dengan kelembaban 100% setelah 2-3 hari dan menjadi larva; kemudian
berubah menjadi nymphe, yaitu protonymph dalam 3-4 hari Dan tritonymph dalam 2-
3 hari; selanjutnya menjadi dewasa dalam waktu 2-3 hari. Total waktu yang diperlukan
dari telur menjadi dewasa adalah 10-14. Tungau Sarcoiptes ini peka terhadap
lingkungan. Pada kondisi lingkungan kering, tungau di luar induk semang hanya
bertahan 2-3 minggu, bisa sampai 8 minggu. Telur-telur masih fertil sampai 6 hari pada
kondisi kering, dan bisa sampai 6 minggu dalam kondisi lingkungan yang lembab
(Budiantono, 2004).
Famili Sarcoptidae yang mampu menular ke manusia yaitu S. scabiei,
Notoedres cati (kucing) dan Trixacarus caviae (marmot). Notoedres cati merupakan
species yang paling sering menyerang kucing. Cara penularan hewan ini melalui
kontak langsung dengan penderita, maupun kontak tidak langsung yang berasal dari
68
benda-benda yang digunakan oleh penderita. Dilaporkan tiga ratus juta orang
pertahun di dunia terserang penyakit skabies yang disebabkan oleh penularan dari
hewan peliharaan.
Umumnya, gejala klinis yang ditimbulkan akibat infestasi S. scabiei pada
hewan hampir sama, yaitu gatal-gatal, hewan menjadi tidak tenang, sering menggaruk
bagian telinga, perut, atau sekitar mata. dan akhirnya timbul peradangan kulit.
Biasanya tungau ini menyukai bagian-bagian yang tidak/jarang ditumbuhi rambut.
Bentuk eritrema dan papula akan terlihat jelas pada daerah kulit yang tidak ditumbuhi
rambut. Apabila kondisi tersebut tidak diobati, maka akan terjadi penebalan dan
pelipatan kulit disertai dengan timbulnya kerak. Gejala tersebut timbul kira-kira tiga
minggu pascainfestasi tungau atau sejak larva membuat terowongan di dalam kulit.
Infeksi sekunder akibat bakteri Streptococcus dan Staphylococcus, termasuk infeksi
karena jamur, sering terjadi dan menimbulkan pyoderma apabila pengobatan tidak
segera dilakukan (Wardhana, et. al, 2006).
Penegakan diagnosis scabies dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorik. Umumnya, gejala klinis skabies berupa
rasa gatal yang hebat terasa pada malam hari atau setelah mandi. Kegatalan tersebut
mengakibatkan timbulnya bintik-bintik merah, papula dan vesikula. Jarak antara
papula berdekatan dan terlihat seperti gambaran alur yang menghubungkan kedua
papula tersebut. Lokasi kemerahan, papula dan vesikula sebagai akibat aktivitas tungau
yang terdapat pada tempat-tempat predileksinya. Apabila tungau sudah sangat
mengganggu, terjadi penebalan kulit dan inangnya tampak kurus.
Cara diagnosis didasarkan pada gejala klinis dalam prakteknya sulit ditegakkan
karena berbagai penyakit kulit lainnya memberikan gambaran klinis yang mirip
dengan scabies. Beberapa jenis penyakit kulit dapat mengacaukan diagnosa klinik.
Identifikasi tungaulah dipakai sebagai pegangan, dibedakan dengan penyakit jamur
yang ditemukan yaitu spora hifanya. Kesulitan lain adalah dalam kasus Scabies
subklinis. Mungkin diperlukan teknik khusus untuk pendiagnosaan, seperti teknik
serologi, PCR dan lain-lain yang masih taraf percobaan (Budiantono, 2004).
69
Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun yang
baru. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan KOH 10%
kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Diagnosis
scabies positif jika ditemukan tungau, nimpa, larva, telur atau kotoran S. scabiei
(Robert dan Fawcett, 2003). Diagnosa secara histopatologi dapat dibuat biopsi
kulit yang berlesi dari hewan yang menunjukan kegatalan yang hebat.
Pemberian salep Asuntol 50 WP 2% mampu mengatasi skabies pada
kerbau. Telur dan larva yang masih tersisa di dalam kulit dapat dibasmi dengan
melakukan pengobatan kembali pada hari kesepuluh Neguvon 0,15% dan Asuntol
0,05-0,2% yang mampu mengobati scabies pada kelinci. Kambing yang
terserang skabies dapat diobati menggunakan ivermectin dengan dosis 0,2 mg/kg
bobot badan secara subkutan. Pengobatan dapat diulangi kembali pada hari ke-21.
Sedangkan pengobatan anjing dan kucing yang terserang scabies adalah dengan
pemberian ivermectin secara subkutan
(Wardhana, et. al, 2006).
Suntikan ivermectine. Setidaknya diperlukan dua kali suntikan ivermectin
dengan selang waktu 2 minggu, agar penyakit dapat sembuh total. Kucing yang
menderita Scabies dimandikan dengan shampoo/sabun yang mengandung sulfur,
kemudian dicelup (dip) dengan cairan sulfur 2-3 %. pemberian alkohol 70 % dapat
membunuh tungau penyebab scabies.
70
BAB III
METODE KEGIATAN
71
BAB IV
LAPORAN KASUS
3.1 Signalment
Nama : Oding
Jenis Hewan : kucing/ jantan
Umur : 2 tahun
Breed : Persia
3.2 Anamnesa
Baru di rescue.
Banyak keropeng di sekujur tubuh.
3.3 Terapi / Pengobatan
T/ Revolution blue tube
- Revolution membunuh kutu dewasa dan mencegah telur kutu yang menetas dan
diindikasikan untuk pencegahan dan pengendalian kutu (Ctenocephalides felis).
- Revolution melakukan pencegahan terhadap penyakit heartworm disebabkan oleh
Dirofilaria immitis, dan pengobatan dan pengendalian tungau telinga (Otodectes
cynotis).
- Revolution juga diindikasikan untuk pengobatan dan pengendalian cacing gelang
(Toxocara cati) dan usus cacing tambang (Ancylostoma tubaeforme) infeksi pada
kucing.
- Aman untuk digunakan pada kucing hamil dan menyusui dan anak kucing dari usia 6
minggu.
Berisi parasiticide broadspectrum disebut selamectin
72
darah mencegah penyakit heartworm. Selamectin juga mendistribusikan ke kulit dari
aliran darah dan membunuh kutu dewasa, tungau telinga pada kucing dan anjing, dan
mencegah telur kutu dari menetas. Revolution juga merupakan obat cacing, yang
berfungsi membunuh cacing parasit. Revolution aman untuk hewan peliharaan hamil
dan menyusui.
Efek samping jarang terjadi, dengan kurang dari 1% dari hewan anda menunjukkan
tanda-tanda gangguan pencernaan. Hal ini tidak dianjurkan untuk menggunakan
Revolution pada hewan peliharaan yang sakit atau kekurangan berat badan
73
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R.Z. 2009. Permasalahan dan Penanggulangan Ring Worm pada Hewan.
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis, hal 297-303.
Budiantono. 2004. Kerugian Ekonomi Akibat Scabies dan Kesulitan dalam
Pemberantasannya. Prosiding Seminar Parasitologi dan Toksikologi
Veteriner, hal 46-58.
Gholib, D. 2007. Penyakit Kulit oleh Kapang Dermatofit (Ringworm) pada
Kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha
Agribisnis Kelinci, hal 176-179.
Mc Carthy, J.S., et al. 2004. Scabies : More than Just an Irritation. Postgrad. Med. J.
80 : 382 - 387.
Pence, D.B., E. Ueckermann. 2002. Sarcoptic Mange in Wildlife. Rev. Sci. Tech.21(2):
385-398.
Robert, S., M.D.M.S. Fawcett. 2003. Ivermectin Use in Scabies. Am. Fam.
Physic. 68(6) : 1089 - 1092.
Soeharsono. 2007. Penyakit Zoonotik pada Anjing dan Kucing. Yogyakarta:
Kanisius
Wardhana, A.H., et al. 2006. Skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa
Kini.dan Masa Datang. Wartazoa Vol. 16 No. 1.
Widodo, Setyo. 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Bogor : IPB Press.
74
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS CANDIDIASIS PADA AYAM BANGKOK
RUMAH SAKIT HEWAN DAN PENDIDIKAN SETAIL
SURABAYA
Oleh :
75
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini ialah untuk mengetahui penyebab dari kasus suspect
candidiasis, dampak yang dapat terjadi, dan cara pencegahan serta pemberian terapi
yang benar untuk hewan yang mengalami (suspect candidiasis).
76
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Candidiasis
Beberapa daerah di Indonesia mulai turun hujan bahkan ada yang sampai banjir.
Saat kondisi lembab seperti dimusim hujan seperti ini terjadi kendala dalam proses
pengeringan bahan baku pakan seperti jagung, bekatul (proses pengeringan padi) dll.
Bukan hanya itu, pakan telah kering pun bisa dengan mudah meningkat kadar airnya,
terutama bahan baku yang sifatnya higroskopis. Kondisi penyimpanan yang kurang
tepat, seperti terkena tampias air hujan, dinding yang lembab dan sistem sirkulasi udara
yang tidak baik akan memicu tumbuhnya jamur. Fakta lapangan yang mudah
ditemukan ialah sering ditemukan jamur tumbuh di jagung giling yang disimpan di
karung. Para peternak sekalian mungkin pernah mengalami juga yaitu saat dibuka
karung jagung akan terasa lebih hangat dan seringkali akan muncul titik-titik putih
keabu-abuan. Ini juga jika dilakukan penyinaran dengan sinar UV dalam kondisi gelap
maka akan tampak bercahaya. Itulah jamur yang mengkontaminasi. Bukan pada jagung
yang telah digiling, pada pada biji jagung utuh yang disimpan dibagian pangkal biji
yang dulu menempel pada tongkol jagung sudah berwarna keabu-abuan. Tidak hanya
pada jangung, kontaminasi jamur di pakan jadi pun kadang ditemukan, terlebih lagi
saat pakan disimpan di kandang.
Minimnya informasi tenatang penyakit dan efek yang ditimbulkan menyebabkan
banyak peternak yang menganggap remeh jamur padahal pada kenyataanya infeksi
jamur ini bisa menyebabkan kematian ayam mencapai 50%. Hal ini karena jamur
meneyrang seringkali diikuti dengan infeksi penyakit lain peternak lebih memfokuskan
pada infeksi ikutan. Infeksi jamur pun ini bisa menjadi pintu pembuka bagi infeksi
penyakit lainnya karena bersifat imunosupresi (melemahkan sistem pertahanan dan
kekebalan tubuh), terlebih lagi jika jamur tersebut menghasilkan metabolik sekunder
berupa mikotoksin (racun jamur). Peternak pun menganggap kerugian dari infeksi
jamur tidaklah sebesar infeksi virus sehingga cenderung diabaikan.
77
Pola infeksi jamur pun bersifat individual, yaitu ayam yang sakit tidak bisa
menulari ayam yang sehat secara langsung. Ayam akan sakit jika dalam tubuhnya
terkontaminasi spora jamur atau Candida albicans. Kasus di lapangan menunjukkan
infeksi jamur ini berlangsung lama dan sulit diatasi. Pemberian obat hanya mampu
mengatasi infeksi sekundernya (bakterial), namun saat pemberian obat dihentikan
gejala klinis akan ditemukan lagi dan ini terjadi secara berulang.
Jenis jamur yang bisa tumbuh mengkontaminasi bahan baku maupun pakan
sangat banyak. Namun yang sering ditemukan dan perlu diwaspadai adalah Aspergillus
flavus, Aspergillus fumigatus dan Candida albicans. Jamur jamur tersebut tidak hanya
mengkontaminasi bahan baku dan pakan namun dapat ditemukan di litter, lantai kayu,
debu. Bahkan Candida albicans bisa berkembang dengan mudah di tempat minum yang
pembersihannya tidak optimal.
Candidiasis (penyakit akibat infeksi jamur Candida albicans) pada ayam sering
menyerang pada saluran pencernaan. Penyakit ini dapat muncul pada ayam dalam
kondisi immunosuppressive atau akibat pemberian antibiotik yang berkepanjangan
serta adanya infeksi sekunder bakteri, viral maupun kekurangan vitamin A. Gejala
klinis yang paling sering ditemukan adalah gangguan pada saluran pencernaan. Pada
infeksi yang lebih parah, dapat berlanjut menjadi statis/penebalan tembolok dan
berakibat pada malnutrisi. Infeksi/penebalan tembolok, radang proventrikulus dan usus
dapat terjadi secara bersamaan.
Jika tembolok belum terlalu besar, maka bisa diberikan obat tembolok dengan
dosis 3 x 30 ml, dicekokkan langsung ke dalam mulut. Tembolok dipijat sampai lunak,
diusahakan isinya dimuntahkan, jika perlu kepala dapat diarahkan ke bawah. Jika
disebabkan oleh jamur Candida albicans, maka dapat diberikan Nistatin oral 300.000
unit/kg BB setiap 8 jam atau Flucytosine yang diberikan peroral dengan dosis 60 mg/kg
BB setiap 12 jam.
Gejala penyakit ini antara lain tembolok membesar dan mengeras, ayam lesu atau
lemah, dari mulut atau hidung keluar cairan berbau busuk, kemauan makan masih ada
namun ayam sukar menelan. Penyebabnya antara lain ayam makan beenda keras yang
sulit dicerna dan ayam kurang minum. Penyakit ini dapat dicegah dengan memberi
78
makan dan minum secara teratur, terkontrol dan kandang selalu bersih serta tidak ada
benda keras. Pakan yang berjamur sebaiknya tidak diberikan. Jika pakan banyak
mengandung bahan yang keras seperti jagung, maka sediakan grit untuk membantu
pencernaan.
Ada beberapa faktor penyebabnya antara lain; a) ayam memakan benda keras; b)
pakan sulit dicerna, c) protozoa, jamur atau cacing yang masuk ke tembolok, d)
pecahnya/putusnya beberapa jaringan elastis pada tembolok ayam sehingga
menyebabkan tembolok menggelembung berlebihan.
Pencegahan:
1. Perbaikan manajemen kandang termasuk cek secara rutin kondisi kandang/tempat
pakan dan jika ada benda asing sebaiknya disingkirkan. Ayam mendapat pakan
sesuai dengan kebutuhan.
2. Perbaikan manajemen pakan mulai saat pakan datang, penyimpanan maupun saat di
berikan ke ayam guna meminimalkan pertumbuhan jamur (Candida albicans).
Pemberian pakan tidak boleh terlambat dan ukuran partikel pakan sesuai dengan
umur ayam.
3. Mengurangi faktor penyebab immunosuppressant termasuk stres
4. Desinfeksi peralatan pakan/minum
5. Menjaga stamina ayam agar selalu prima dengan pemberian multivitamin.
79
BAB III
METODE KEGIATAN
80
BAB IV
LAPORAN KASUS
Sig :
Jantan, merah hitam,
1,5 th
Dokter Hewan :
Drh. Liang Kaspe
81
4.2 Kandungan Neurobat
Neurobat A adalah obat yang mengandung beberapa jenis vitamin terutama
vitamin B kompleks. Vitamin yang terdapat di dalam Neurobat A yaitu metampiron,
vitamin B1 (tiamin), vitamin B6 (piridoksin), dan juga vitamin B12 (sianocobalamin).
Vitamin-vitamin yang terdapat di dalam Neurobat A berfungsi sebagai pelindung
dari sel-sel saraf. Neurobat A sering digunakan pada pasien yang mengalami nyeri
neuritik (nyeri akibat gangguan sel saraf). Nyeri neuritik dirasakan sebagai rasa nyeri
yang tertusuk-tusuk, kesemutan, atau rasa tersetrum yang menjalar. Umumnya sering
dirasakan pada ujung-ujung tubuh seperti tangan dan kaki. Adapula nyeri yang
dirasakan dari bokong dan menjalar sampai ujung kaki yang dikenal dengan ischialgia.
82
diharapkan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Kenalog in orabase
dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat hipersensitifitas terhadap triamsinolon
asetonid atau kortikosteroid lainnya. Selain itu, kenalog in orabase juga tidak boleh
diberikan dengan pasien yang menderita infeksi virus, bakteri, jamur di mulut atau
tenggorokan.
83
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, dan Nuggroho. 1993. Keanekaragaman Ternak Unggas. Dian Rakyat: Jakarta
Jull, 1991. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Cetakan
Pertama. Universitas Press, Jakarta.
Lehninger, 1994. Pencernaan Ayam Bloiler. ACIAR :Bogor.
Nesheim et al., 1997. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Keempat. Diterjemahkan
Oleh : B. Srigandono dan Koen Praseno. Yogyakarta : UGM Press. Hal :
528, 542-552
North, 1998. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Sudaryati, 1994. Fisiologi Ternak. Bandung : Widya Padjadjaran. Hal : 163-190
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta
84
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS KONJUNGTIVITIS PADA KUCING
RUMAH SAKIT HEWAN DINAS PETERNAKAN PROVINSI
JAWA TIMUR
Oleh :
85
kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul benjolan dikelopak mata.
Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam
beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan larutan
astringenagar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak
terjadi dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata.
Konjunctivitis menyebabkan pembengkakan membran conjunctival dan kelopak
serta conjunctivanya berwarna sangat merah dan sering keluar leleran yang dapat
terjadi baik unilateral maupun bilateral.
Kasus ini sering kali terjadi akibat dari owner yang kurang paham terhadap
pemeliharaan hewan yang benar. Pemeliharaan yang salah dapat membuat hewan
menjadi sakit apabila didukung dengan kondisi lingkungan sekitar yang kurang
bersih/kurang memdai terhadap hewan. Selama satu minggu kami koas di Rumah Sakit
Hewan Dinas Peternakan Surabaya, terdapat satu pasien yang mengalami
konjungtivitis dimana hewan tersebut keadaan sudah lemas. Dari gejala awal
diperlukan pemeriksaan laboratorium demi memastikan diganosa serta perawatan
intensif.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini ialah untuk mengetahui penyebab dari kasus
konjungtivitis, dampak yang dapat terjadi, dan cara pencegahan serta pemberian terapi
yang benar untuk hewan yang mengalami radang selaput lendir (konjungtivitis).
86
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konjungtivitis
Konjunctivitis adalah keradangan pada membrane mucosa yang menutupi bagian
anterior bola mata dan terletak pada kelopak mata. Pada kucing normal, conjunctiva
pada kelopak mata tidak terlihat jelas dan warnanya pink atau pink pucat (pada kucing).
Penyakit ini dapat terjadi baik secara primer seperti pada kasus alergi, infeksi,
lingkungan dan keratoconjunctivitis sicca maupun sekunder karena adanya penyakit
mata atau penyakit sistemik ( glaucoma, uveitis, pneumonia, immune-mediated
disease, neoplasia dll.).
Infeksi primer bakteri (misal bukan merupakan penyebab sekunder pada kondisi
yang lain seperti keratoconjunctivitis sicca ) jarang pada anjing dan kucing kecuali pada
conjunctivitis kucing karena Chlamydia dan Mycoplasma. Pada infeksi sekunder dapat
disebabkan oleh Streptococci atau Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
E. coli ataupun bakteri lainnya. Conjunctivitis akibat bacterial dapat menyebabkan
purulent conjunctivitis yang dihubungkan dengan pyogenic infection sampai
tuberculous conjunctivitis. Pada neonatal, conjunctivitis merupakan akumulasi
eksudat, sering karena bakteri atau viral dan terlihat sebelum kelopak terpisah.
Virus yang dapat menyebabkan conjunctivitis diantaranya adalah Virus Canine
Distemper, Feline herpes virus dapat menyebabkan perubahan pada kornea (misal
ulcer dendritic atau geographic) ataupun juga Calicivirus pada kucing.
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan allergen, iritasi menyebabkan
kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka
sempurna. Karenamata menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan
konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan
ditandai dengan konjungtiva dan sclera yang merah,edema, rasa nyeri, dan adanya
secret mukopurulent. Konjungtiva, karena posisinya terpapar pada banyak organism
dan factor lingkungan lainyang mengganggu.
87
Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar.padafilm
air mata, unsure berairnya mengencerkan bakteri infeksi, mucus menangkap debris
dankerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air
mata. Dan airmata mengandung substansi anti mikroba termasuk liozim. Adanya agen
perusak, menybabkancedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel,
kematian sel dan eksfoliasi, hipertropiepitel atau granoloma. Mungkin pula terdapat
edema pada sroma konjungtiva (kemosis) danhipertrofi lapis limpoid stroma atau
pembentukan folikel. Sel-sel radang bermigrasi dari stomakonjungtiva melalui epitel
ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan pusdari sel goblet,
membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepianpalpebra
pada saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-
pembuluhmata konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling
nyata pada forniks danmengurang kearah limbus.
Pada hyperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakandan
hipertrofi papilla yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas
ataugatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari
pembuluhdarah yang hyperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh
sakit pada iris ataubadan silier berarti kornea terkena.
2.2 Diagnosis
Diagnosa sederhana dapat dibuat setelah dokter hewan memeriksa kondisi
hewan, seperti adanya benda asing pada mata, adanya blok pada ductus air mata yang
akan mencegah drainase normal pada mata atau luka pada mata dan cornea. Banyak
penyebab conjunctivitis yang tidak secara langsung melibatkan mata, oleh karena itu
diagnosis spesifiknya dilakukan dengan pemeriksaan darah (CBC/Complete Blood
Count). Diagnosa yang lain dapat dilakukan dengan pemeriksaan serum biokimiawi,
urinalysis, tes serologis untuk FeLV dan FIV, gross patologi dan histopatologi.
88
2.3 Treatment
Konjunctivitis karena penyebab yang infeksius dapat diobati menggunakan
preparat yang mengandung antibiotic untuk mengontrol bakteri dan obat-obatan anti
radang untuk menurunkan keradangan dan mendukung pengobatan pertama. Preparat
ini dapat berupa tetes atau salep yang dimasukkan ke dalam mata. Pengobatan local
mungkin diperlukan yang dilengkapi dengan injeksi atau pil.
Berbagai macam pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
conjunctivitis berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut :
1. Konjunctivitis karena bacterial
Pengobatan dilakukan berdasarkan kultur bakteri dan tes sensitivitas. Treatment
awal dengan antibiotic broad spectrum secara topical atau berdasar hasil pemeriksaan
sitologi. Apabila pada pemeriksaan sitologi ditemukan cocci maka treatmentnya
menggunakan triple antibiotika atau kloramfenikol secara topical adalah yang terbaik.
Sedangkan bila yang ditemukan bakteri berbentuk batang, dapat digunakan gentamicin
atau tobramycin. Antibiotik sistemik kadang-kadang diindikasikan khususnya jika ada
lebih dari satu penyakit ( missal pyoderma ).
2. Konjunctivitis neonatal
Pengobatannya dilakukan dengan membuka tepi palpebrae (dari medial ke
temporal), lakukan drainase kemudian obati dengan antibiotic topical dan antiviral bila
dicurigai ada feline herpes virus.
3. Konjunctivitis Chlamydial atau Mycoplasma
Pengobatan dilakukan menggunakan tetracycline topical q6h. Terapi dilanjutkan
selama beberapa hari setelah resolusi dari seluruh gejala klinis. Kejadian kembali atau
reinfeksi sering/umum terjadi dan beberapa tetracycline sistemik digunakan pada kasus
yang sulit.
4. Konjunctivitis herpetic
Konjunctivitis karena herpesvirus pada kucing biasanya ringan dan sembuh
sendiri. Pengobatan antiviral pada kucing bisa dilakukan atau tidak dan pengobatan
diberikan untuk mengatasi infeksi sekunder bakteri. Obat yang dipilih adalah
89
trifluridine dengan frekuensi pengobatan yang direkomendasikan adalah setiap jam
pada hari pertama dan kemudian 5 kali setiap hari.
5. Konjunctivitis immune-mediated
Treatment pada conjunctivitis ini tergantung dari keparahannya. Pemberian
corticosteroid secara topical ( misal 0,1% dexamethasone ) akanmemperbaiki gejala
klinis dari conjunctivitis karena alergi, conjunctivitis follicular dan sel plasma
conjunctivitis, tapi perbaikannya secara temporer. Pengobatan penyakit yang
menyebabkan ( misal atopy ) sering dapat memperbaiki gejala klinis.
90
BAB III
METODE KEGIATAN
91
BAB IV
LAPORAN KASUS
Dokter Hewan :
Drh. Harris Ayu
92
4.3 Kandungan Vigantol
Obat Vigantol adalah solusi minyak untuk penggunaan internal.1 ml larutan
mengandung zat aktif Kolekaltsiferol (vitamin D3) dalam jumlah 20.000 IU
(international unit) atau 0,5 mg.Karton berisi satu botol gelas 10 ml, dan petunjuk
penggunaan obat.
Vigantol dalam Kolekaltsiferol cepat diserap ke dalam darah, di mana mencapai
konsentrasi terapi selama 20-30 menit.Karena senyawa vitamin yang larut dalam lemak
D3, bioavailabilitas dan penyerapan ditingkatkan ketika co-dikelola dengan solusi
makanan yang mengandung lemak.zat aktif cenderung terakumulasi dalam tubuh,
terutama di hati dan jaringan adiposa, yang harus selalu dipertimbangkan ketika
memilih modus dosis dan konsumsi.
93
DAFTAR PUSTAKA
94
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS ENTERITIS PADA KUCING
KLINIK HEWAN TABBY PET CARE
SIDOARJO
Oleh :
95
Kasus ini sering kali terjadi akibat dari owner yang kurang paham terhadap
pemeliharaan hewan yang benar. Pemberian pakan yang salah dapat membuat hewan
menjadi diare apabila didukung dengan kondisi lingkungan sekitar yang kurang
bersih/kurang memdai terhadap hewan. Selama satu minggu kami koas di Tabby Pet
Care Sidoarjo, terdapat satu pasien yang mengalami enteritis dimana hewan tersebut
diare seperti bubur tetapi makan minum dan masih aktif gerak. Dari gejala awal
diperlukan pemeriksaan laboratorium demi memastikan diganosa serta perawatan
intensif.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini ialah untuk mengetahui penyebab dari kasus
enteritis, dampak yang dapat terjadi, dan cara pencegahan serta pemberian terapi yang
benar untuk hewan yang mengalami radang pada usus (enteritis).
96
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Enteritis
Enteritis merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan terjadinya
peradangan pada mukosa usus yang menimbulkan gangguan fungsi usus dimana
peristaltik dan sekresi usus meningkat, namun fungsi dan absorpsi usus berkurang
sehingga menimbulkan gejala klinis berupa diare. Enteritis biasanya dapat juga terjadi
bersamaan dengan gastritis sehingga disebut dengan gastroenteritis.
Gejala klinis yang umum ditemukan pada enteritis adalah sakit pada abdomen,
diare dan kadang-kadang dapat menyebabkan disentri. Diare akibat dari enteritis dapat
bersifat kataralis ataupun berdarah dan tergantung dari agen yang menginfeksi.
Enteritis yang terjadi dapat berlangsung akut atau kronis. Enteritis akut dapat
berlangsung dalam 24 jam, sedangkan enteritis kronis dapat berlangsung selama
beberapa bulan. Pada enteritis akut ditandai dengan gejala sakit pada abdomen,
anoreksia, diare bentuk charlatanistic dengan kosistensi feses lembek atau cair dan
menghasilkan bau yang tidak enak. Pada enteritis kronis ditandai dengan gejala diare
mengandung darah dan sisa-sisa mukosa serta berlendir, nafsu makan biasanya sudah
normal tetapi rasa haus meningkat, dan rasa sakit pada abdomen jarang ditemukan.
Gejala lain yang ditemukan pada enteritis yaitu terdapat feses yang masih menempel
di daerah sekitar anus, ekor sampai ke paha, pada saat auskultasi abdomen menandakan
peningkatan motilitas dan fluiditas dari usus, pada kasus yang berat terjadi shock
dengan denyut jantung yang tidak beraturan, kadang-kadang terjadi demam, terjadi
dehidrasi pada diare yang parah. Intususepsio usus atau prolapsus rektum dapat terjadi
pada kasus diare yang sangat berat.
Enteritis dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor penyebab dengan tingkat
keparahannya yang bervariasi tergantung dari agen penyebab dan faktor dari inang
yang terinfeksi seperti immunitas, stress, kondisi gizi dan umur. Berikut ini akan
diuraikan agen penyebab dari enteritis yaitu sebagai berikut:
97
1. Virus, misalnya virus rinderpest, bovine viral diarrhea, virus enteritis, infectious
bovine rhinotracheitis, blue tongue, canine parvovirus, canine distemper virus dan
canine coronavirus.
2. Bakteri yang sering menyebabkan enteritis adalah E. coli, Salmonella spp.,
Clostridium perferingen dan Mycobacterium paratuberculosae.
3. Protozoa yang dapat menyebabkan diare yaitu Eimeria sp. yang biasanya menyerang
ternak muda, Giardia sp., Coccidia sp., Trichomonas sp.
4. Cacing usus yang termasuk di dalam famili Strongylidae, Oesophagostomum sp,
Trichostrongylus sp., Cooperia sp. dan Nematodirus sp. sering menyebabkan
kerusakan selaput lendir usus, Paramphistomum sp., Copperia sp., Chabertia sp., dan
Nematodirus sp.
5. Keracunan karena bahan bahan kimia dan juga bisa disebabkan oleh tanaman
beracun. Keracunan oleh bahan-bahan kimia diantaranya timbal, arsen, fosfor, tembaga
dan bahan kimia lainnya menyebabkan enteritis.
6. Agen fisik, yaitu apabila menelan sejumlah besar pasir atau debu. Hal biasanya
terjadi pada kuda (sand/ kolik).
7. Memakan makanan yang berlebihan berupa biji-bijian yang dapat menghasilkan
sejumlah besar asam laktat yang dapat memicu enteritis.
Kasus enteritis dengan gejala utama diare pada kucing sering terjadi. Diare pada
biasanya dihubungkan dengan gangguan pada usus halus dan bisa disebabkan oleh
hipersekresi dan malabsorbsi. Hal ini menyebabkan kehilangan air, sodium, potasium,
dan bikarbonat, bahkan pada beberapa kasus pedet mengalami hipovolemia,
hiponatremia, acidosis dan prerenal azotemia. Diare akut ini ditandai dengan dehidrasi
parah dan kematian (kadang dalam waktu kurang lebih 12 jam). Pada kejadian subakut
diare akan berlangsung beberapa hari sehingga menimbulkan malnutrisi dan emasiasi
(kekurusan). Kejadian diare merupakan interaksi kompleks antara tiga faktor yang
saling berhubungan yaitu, antara anak kucing dan induk, lingkungan sekitar (termasuk
manajemen pemeliharaan) dan agen infeksius. Faktor risiko yang paling penting pada
diare berhubungan dengan resistensi terhadap penyakit (immunitas pedet), tingkat
keterpaparan terhadap agen infeksius dan pakan.
98
Penatalaksanaan enteritis terdiri atas: 1) Masukan Diet dan Cairan: cairan oral,
diet tinggi protein, tinggi kalori, dan terapi suplemen vitamin dan pengganti besi
diberikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. 2) Terapi obat: obat sedatif dan
antidiare/antiperistaltik digunakan untuk mengurangi peristaltik sampai minimum
untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi. 3) Edukasi: Pemberian edukasi yang
jelas sangat penting sebagai langkah pencegahan.
Terapi yang seharusnya diberikan terhadap penderita diare yaitu memberikan
antibiotik spektrum luas, vitamin atau multivitamin untuk memperbaiki kondisi tubuh
serta pemberian infus atau cairan sebagai pengganti cairan tubuh akibat dehidrasi.
Absorbensia (Kaolin) dapat digunakan untuk meningkatkan konsistensi feses serta
antispasmodik (Papaverin HCl) untuk menurunkan gerakan peristaltik usus. Untuk
mengurangi rasa sakit dapat diberikan analgesika (antalgin, aspirin) dan jika penyebab
enteritis adalah keracunan maka dapat diberikan susu untuk menghentikan kerja racun.
Selain itu, pemberian obat anthelmintik dan antiprotozoa juga dianjurkan terutama bila
didukung oleh hasil pemeriksaan feses. Hewan dengan enteritis bakterial atau
kerusakan mukosa usus (dicirikan dengan adanya darah dalam feses) harus diobati
menggunakan antibiotik berspektrum luas.
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebab primernya, perlu
dipertimbangkan pemberian protektiva, adstringensia. Rasa sakit yang terus menerus
dapat dikurangi dengan pemberian analgesika atau transquilizer. Pemberian cairan faali
maupun elektrolit mutlak diberikan unutuk mengganti cairan yang hilang. Pemberian
antibiotik dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
99
BAB III
METODE KEGIATAN
100
BAB IV
LAPORAN KASUS
Dokter Hewan :
Drh. Alvin Febrianth
101
2. Kaolin / Pectin meningkatkan kondisi pasien dengan melakukan fungsi-fungsi
berikut: Menyerap kelebihan cairan dan mengurangi gerakan usus. Mengikat zat
dalam usus dan menambahkan massal untuk tinja.
3. Efek samping yang memungkinkan yang dapat terjadi dalam obat-obat yang
mengandung Kaolin / Pectin. Ini bukanlah daftar yang komprehensif. Efek-efek
samping ini memungkinkan, tetapi tidak selalu terjadi. Beberapa efek samping
ini langka tetapi serius. Konsultasi pada dokter Anda jika melihat efek samping
berikut, terutama jika efek samping tidak hilang. Pneumokoniosis, Kembung,
Diare, Penurunan nafsu makan, Penipisan mineral.
102
DAFTAR PUSTAKA
Aiello et al. 2000. The Merck Veterinary Manual. Edisi ke-8. USA : Whitehouse
station.
Ettinger SJ, Feldman EC. 2004. Textbook of Veterinary Internal Medicine. Volume 1.
Edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier Saunders.
Schaer M. 2008. Clinical Signs in Small Animal Medicine. USA: Manson Publishing.
Soekotjo W. 1979. Ilmu Penyakit Dalam Hewan Besar I. Bogor : Bagian Klinik
Veteriner FKH IPB.
Subronto. 1995. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogjakarta : Gadjah Mada University Press.
Tilley LP dan Smith FWK. 2005. The 5 Minute Veterinary Consult Canine and Feline
Third Edition. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins.
Van Dijk JE, Gruys E, Mouwen JMVM. 2007. Color Atlas of Veterinary Pathology.
Edisi ke-2. Philadelphia: Saunders Elsevier.
103
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS FRAKTUR PADA HAMSTER
RUMAH SAKIT HEWAN DAN PENDIDIKAN SETAIL
SURABAYA
Oleh :
Mengingat postur tubuhnya yang kecil, dan tingkahnya yang tidak dapat kata
tebak, hal itu justru akan mendatangkan bahaya untuk si hamster. Karena apapun bisa
terjadi seperti kecelakaan yang tidak dapat dihindari. Contohnya terinjak atau tertimpa
suatu benda yang berat. Yang dapat menyebabkan traumatic injury atau sampai fraktur
pada tulang. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman owner akan
pemeliharaan hamster yang baik dan kecerobohan yang berakibat fatal.
104
1.2 Tujuan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk mengetahui, menangani dan memberi
terapi pada kasus fraktur pada tulang hamster, serta cara pencegahan yang benar.
105
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. MORFOLOGI
Mata; Hamster memiliki variasi warna mata yang beragam, yakni ruby, hitam,
merah, dan kombinasi ruby merah serta ruby hitam. Ukuran matanya relatif besar,
dapat melihat ke segala arah. Namun sayang, hewan ini buta warna.
Hidung; Memiliki ukuran hidung yang kecil (tampak seperti tonjolan), namun
memiliki penciuman yang sangat tajam.Dengan kemampuan penciumannya inilah,
hamster dapat mengimbangi kekurangannya dalam hal penglihatan. Hamster
mengenali bau dengan cara mengendus sambil mengangkat kaki depannya.
Pipi; Bagian tubuh yang khas dari hamster ini cukup elastis. Di dalam kantung
pipinya inilah hamster mengangkut dan memindahkan, serta mengumpulkan
makanannya.
Telinga; Meskipun ukuran telinganya kecil dan pendek, hamster mempunyai
pendengaran yang sangat tajam. Telinganya inilah yang digunakan hamster untuk
berkomunikasi antarsesamanya.
Gigi; Gigi hamster dapat tumbuh terus-menerus. Untuk mencegah pertumbuhan
giginya, hamster selalu mengigiti benda apa saja yang ada disekitarnya.
Kumis; Kumis ini berfungsi sebagai alat navigasi saat beraktivitas di kegelapan.
106
Tubuh; Ukuran tubuh hamster relatif kecil.Yang dewasa panjang tubuhnya
kisaran 7 - 10 cm. Meskipun kecil, tubuh hamster ini kuat dan lentur. Bulu-bulu yang
halus dan lebat memenuhi di sekujur tubuhnya.
Kaki dan ekor; Ekor hamster nyaris tak terlihat, tapi sebenarnya hewan memiliki
ekor yang pendek. Selain ekornya, kaki hamster juga terbilang pendek, tapi jangan
salah, walaupun pendek, hamster cukup kuat untuk memanjat.
2. ANATOMI
a. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat (yang merupakan otak dan sumsum
tulang belakang) dan sistem saraf perifer. Otak adalah organ pikiran, emosi, dan
sensoris pengolahan, dan melayani banyak aspek komunikasi dan kontrol dari berbagai
sistem dan fungsi-fungsi lainnya. Khusus terdiri dari indera penglihatan, pendengaran,
rasa, dan bau. Mata, telinga, lidah, dan hidung mengumpulkan informasi tentang
lingkungan tubuh.
b. Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi terdiri dari gonad dan internal dan eksternal organ seks.
Sistem reproduksi menghasilkan gamet dalam setiap jenis kelamin, sebuah mekanisme
untuk kombinasi mereka, dan masa kehamilan berlangsung antara 18 samapi 21 hari.
c. Sistem Ekskresi
Manusia memiliki organ atau alat-alat ekskresi yang berfungsi membuang zat
sisa hasil metabolisme. Zat sisa hasil metabolisme merupakan sisa pembongkaran zat
makanan, misalnya: karbondioksida (CO2), air (H20), amonia (NH3), urea dan zat
warna empedu.
Zat sisa metabolisme tersebut sudah tidak berguna lagi bagi tubuh dan harus
dikeluarkan karena bersifat racun dan dapat menimbulkan penyakit.
d. Sistem Sirkulasi ( peredaran darah )
Sistem sirkulasi terdiri dari jantung dan pembuluh darah (arteri, vena,
pembuluh kapiler). Jantung mendorong peredaran darah, yang berfungsi sebagai
sistem transportasi untuk mentransfer oksigen, bahan bakar, nutrisi, produk-produk
107
limbah, sel-sel kekebalan tubuh, dan isyarat molekul (yaitu, hormon) dari salah satu
bagian tubuh yang lain. Darah terdiri dari cairan yang membawa sel-sel dalam sirkulasi,
termasuk beberapa yang bergerak dari jaringan ke pembuluh darah dan kembali, serta
limpa dan sumsum tulang.
e. Sistem Pernafasan
Sistem ini berfungsi menyediakan oksigen dan mengeluarkan sisa metabolisme
yang berbentuk CO2. Sistem pernapasan tersusun oleh beberapa organ, di antaranya
saluran-saluran pernapasan yang meliputi faring, laring, dan trakea serta paru-paru
yang meliputi sistem bronkus dan alveolus.
f. Sistem Pencernaan Makanan
Sistem ini berfungsi mengolah dan mengubah makanan, berupa molekul
organik kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana (sari pati makanan) agar
dapat diserap tubuh. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan, perut, usus
(usus besar dan kecil), dan rektum, serta hati, pankreas, kantong empedu, dan kelenjar
ludah. Ini dapat mengkonversi makanan menjadi kecil, gizi, tidak beracun molekul
untuk distribusi oleh sirkulasi kepada semua jaringan tubuh, dan excretes residu yang
tidak digunakan.
3. SISTEM GERAK
Sistem gerak manusia terdiri dari :
a) Tulang
Fungsi tulang adalah:
-Sebagai alat gerak pasif
-Tempat melekatnya otot (Fixasi)
-Melindungi organ-organ viseral yang penting (Protektor)
-Menegakkan dan memberi bentuk pada tubuh (Power)
-Tempat perombakan dan pembentukan sel darah merah
-Tempat penyimpanan garam mineral
Berdasarkan bentuknya tulang dikelompokan menjadi:
1. Tulang pipa/panjang
108
Bentuknya panjang,bulat dan berongga di tengahnya
2. Tulang pipih
Bentuknya pipih(gepeng)
3. Tulang pendek
Bentuknya bulat dan pendek
b) Otot
Berdasarkan jenisnya otot dibedakan menjadi;
a. Otot polos
b. Otot lurik
c. Otot jantung
4. SISTEM PENCERNAAN
Gigi hamster dapat tumbuh terus-menerus. Untuk mencegah pertumbuhan
giginya, hamster selalu mengigiti benda apa saja yang ada disekitarnya. Dengan
struktur pipinya yang elastis, hamster akan mengumpulkan makanannya, sesaat
sebelum makanan tersebut diletakkan di tempat ia biasa makan. Esofagus berotot
berbentuk tubular,terbuka dalam lambung yang melengkung dengan lengkung lebih
besar ke kiri. Terdapat kantung empedu, dengan saluran empedu dan saluran getah
pankreas yang bermuara ke dalam duodenum.
5. SISTEM EKRESI
Tipe ginjalnya berupa metanefros, masing-masing dengan saluran ureter yang
mengangkut urine ke kandung kemih. Urine keluar dari kandung kemih melalui uretra.
Ekskresi juga melalui paru-paru yang berupa CO2. Beberapa protein oleh hati
dikeluarkan ke dalam empedu dan berupa ekstrat.
6. SISTEM PERNAFASAN
Organ respirasi dimulai dari hidung,yang kemudian dilanjutkan menuju faring,
saluran udara menuju trakea.trekea bercabang dua membentuk bronki dan masuk ke
dalam paru-paru. Bronki terbagi-bagi lagi menjadi bronkoli-bronkoli kecil, dan
masing-masing berakhir sebagai alveoli yang berdinding tipis. Alveoli terbungkus oleh
suatu membran pluera viseral, yang berlipat kembali sebagai dinding pembatas ruang
plearal.
109
Karena udara alveolus secara normal mengandung lebih banyak oksigen dari pada CO2
dibanding darah dalam kapiler-kapiler paru-paru, maka O2 cenderung berdifusi ke
dalam darah dan CO2 cenderung berdifusi dari darah ke dalam alveoli-alveoli. Proses
tersebut disebut respasi eksternal.
7. SISTEM SIKULASI
Sistem sirkulasinya berupa jantung,jantung terdiri dari empat ruang yaitu 2
atrium(kanan dan kiri) dan 2 ventrikel(kanan dan kiri). Darah keluar dari ventrikel
kanan masuk ke dalam paru-paru melalui 2 vena pulmonas. Darah kembali ke atrium
kiri melalui 2 vena pulmonus(kanan dan kiri). Dari atrium kiri darah masuk kedalam
ventrikel kiri . ventrikel kiri memommpa darah masuk kedalam sirkulasi sitemik
melalui aorta yang cabang utamanya kekiri.
Sistem darah vena terdiri dari: a) vena porta yang membawa darah dari saluran
pencernaan ke hati, b0 vena cava interrior yang membawa darah dari bagian bawah
tubuh, c) vena cava superior yang terbentuk dari persatuan cava innominat kanan dan
kiri.
8. SISTEM ENDOKRIN
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang nengirimkan hasil
sekresinya langsung ke dalam darah ang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa
melewati duktus atau saluran dan hasil sekresinya disebut hormon.
Kelenjar endrokin pada hamster:
KELENJAR HIPOFISE
Suatu kelenjar endokrin yang terletak didasar tengkorak .yang memegang
peranan penting dalam sekresi hormon dari semua organ-organ endokrin.Dapat
dikatakan sebagai kelenjar pemimpin sebab hornon-hormon yang dihasilkannya
dapat mempengaruhi pekerjaan kelenjar lainnya. Kelenjar hipofise terdiri dari 2
lobus.Lobus anterior (adenohipofise). Menghasilkan sejumlah hormon yang bekerja
sebagai zat pengendali produksi :an semua organ endokrin yang lain
KELENJAR TIROID
110
Terdiri atas 2 buah lobus yang terletak disebelah kanan dari trakea diikat
bersama oleh jaringan tiroid dan yang melintasi trakea di sebelah depan. Merupakan
kelenjar yang terdapat di dalam leher bagian depan bawah, melekat pada dinding
Taring
KELENJAR PARATIROID
Terletak disetiap sisi kelenjar tiroid yang terdapat di dalam leher, kelenjar ini
bedumlah 4 buah yang tersusun berpasangan yang menghasilkan para hormon atau
hormon para tiroksin. Kelenjar paratiroid berjumlah 4 buah.Masing-masing melekat
pada bagian belakang kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid menghasilkan hormon yang
berfungsi mengatur kadar kalsium dan fosfor di dalam tubuh.
9. SISTEM KOORDINASI
1. Otak(ensefalon)
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu:
a. Otak besar (serebrum) Otak besar merupakan sumber dari semua
kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga
beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks serebrum yang berwarna
kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah
belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon
rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor
dan sensorik
b. Otak tengah(mesensefalon) Otak tengah terletak di depan otak kecil dan
jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis
yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah
merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil
mata, dan juga merupakan pusat pendengaran
c. Otak kecil (serebelum) Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi
gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada
rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal
tidak mungkin dilaksanakan.
11. SISTEM REPRODUKSI
111
Femina
a. Ovarium : terletak di sebelah caudal dari ren
b. Uterus : jumlahnya sepasang dan berasal dari ductus mulleri
c. Oviduk : merupakan bagian anterior dari saluran reproduksi betina
d. Vagina : terdiri dari tiga lapisan , yaitu mukosa,muskularis dan tibrosa
Masculina
a) Testis : berbentuk bulat telur dan menghasilkan spermatozoa serta terletak di
scrotum.
b) Epidydimis : merupakan saluran yang panjang dan berkelok-kelok yang
berfungsi sebagai alat transportasi bagi spermatozoa.
c) Vas deferens : saluran yang panjang dan lurus dan merupakan saluran
spermatozoa.
d) Uretra : terdapat pada penis yang berfungsi sebagai alat kopulasi.
112
-Kontraksi dari otot yang menyebabkan avulsion fraktur, seperti fraktur yang
sering terjadi pada hewan yang belum dewasa.
-Fraktur patologis: penyakit sistemik, seperti neop
lasia, cyste tulang, ricketsia, osteoporosis,
hyperparatyroidism, osteomalacia.
-Tekanan berulang yang dapat menyebabkan fraktur.
113
Anemia, Suatu fraktura yang terbuka yang diikuti oleh perdarahan hebat,
sehingga menyebabkan hewan kehilangan banyak darah.
Demam, adanya kerusakan dalam tenunan dapat menggertak pusat pengatur
panas sehingga dapat menimbulkan demam (fibris). Gejala lain yang mengikuti
biasanya lesu, frekuensi nadi meningkat dan nafsu makan berkurang.
Krepitasi, adalah suara-suara yang dihasilkan oleh gesekan-gesekan dari
segmen-segmen. Krepitasi dapat dipakai untuk menentukan diagnosa suatu
fraktura os femur. Pembengkakan, terjadi akibat adanya reaksi tubuh terhadap
fraktura. Di daerah terjadinya fraktura terdapat perdarahan dan kerusakan
jaringan tubuh. Sehingga terjadi reaksi pertahanan tubuh karena kepingan-
kepingan d i daerah tesebut dianggap bendaasing atau adanya ifeksi sekunder
oleh kuman-kuman. Rasa nyeri, akan timbul dengan spontan bila bagian yang
mengalami fraktura digerakkan, sehingga hewan yang mengalami patah tulang
biasanya malas bergerak, karena kalau ia bergerak akan terasa sakit atau nyeri.
Rasa nyeri tersebut juga berguna untuk menentukan lokasi fraktura.
Dalam mendiagnosa fraktura os femur salah satu yang harus diperhatikan adalah
anamnese dari hewan tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kejadian pada
hewan yang menyebabkan adanya fraktura dan memperhatikan gejala klinisnya.
Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Diagnosa dapat dilakukan dengan
cara inspeksi dan palpasi pada daerah yang diperkirakan terjadinya fraktura. Untuk
mengembalikan tulang pada posisinyadan mestabilkan fraktur maka diperlukan
peneguhan diagnosa yaitu dengan melakukan X-ray (Rontgen). Evaluasi radiograph
sangat menentukan kesimpulan diagnosa, hal ini akan sangatmenentukan untuk
pemilihan cara terapi yang tepat.
114
2.2.5 Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi percepatan persembuhan:
-Umur
Umur memegang peranan dalam proses persembuhan fraktur. Hewan muda
relatif lebih cepat sembuh dibandingkan hewan tua. Hal ini disebabkan
banyaknya zat-zat perekat pada hewan muda sehingga proses persambungan
lebih cepat terjadi.
-Tipe fraktur
Biasanya tipe oblique atau miring dan tipe spiral lebih cepat sembuh daripada
tipe transversal/melintang.
-Jenis individu
Kecepatan persembuhan suatu fraktur pada berbagai hewan berbeda-beda. Hal
ini dipengaruhi oleh metabolisme yang terjadi didalam tubuh masing-masing
individu yang berbeda-beda pula.
115
BAB III
METODE KEGIATAN
116
BAB IV
LAPORAN KASUS
117
4.3 Edukasi Klien
Disarankan untuk menjalankan terapi akupuntur di drh. Iwan. Karena di pasang
gips pun ukuran kaki pasien sangat kecil.
Jangan ceroboh, harus tau penempatan kandang hamster, tidak seharusnya di
kamar ataupun di karpet yang tidak dipantau saat beraktifitas.
118
DAFTAR PUSTAKA
Birchard, Stephen J and Sherding, Robert G. 2000. Saunders Manual of Small Animal
Practice. 2nded. W.B. Saunders Company. Philadelphia
Fossum T.W. et al. 2002. Small Animal Surgery. 2nded. China. Mosby
Johnson Ann L. 2005. Atlas of Orthopedic Surgical Procedure of The Dog and Cat.
Elserier Inc. USA
Lukman & Ningsih, Nurma. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Ticer J.W. 1975. Radigraphic Technique in Small Animal Practise. W.B. Saunders
Company. Kanada
119
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS SUSP. AVIAN INFLUENZA PADA AYAM PETELUR
RUMAH SAKIT HEWAN DINAS PETERNAKAN PROVINSI
JAWA TIMUR
Oleh :
1.2 Tujuan
Laporan ini dikerjakan dengan tujuan untuk mengetahui, menangani dan
memberi terapi pada kasus penyakit Avian Influenza yang biasa dikenal Flu Burung.
Serta cara pencegahan yang tepat agar penyakit tidak tersebar.
120
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
121
1. Polymerase protein B2 (PB2)
2. Polymerase Protein B1 (PB1)
3. Polymerase protein (PA)
4. Haemagglutinin (H atau HA)
5. Protein nukleokapsid (NP)
6. Neuraminidase (N atau NA)
7. Protein matriks (M); M1 memebangun matriks hanya dalam virus influenza
A, M2 berfungsi sebagai pompa saluran ion untuk menurunkan atau
mempertahankan endosom
8. Protein non-struktural (NS); Fungsi NS2 adalah hipotetis (Kamps.,et all.
2007).
Polymerase RNA-RNA aktif, yang bertanggung jawab untuk replikasi dan
transkripsi, dibentuk dari PB2, PB1, dan PA. polymerase tersebut memiliki aktivitas
endonuklease dan diikat RNP. Protein NS1 dan NS2 memiliki fungsi pengaturan untuk
mendorong sintesis komponen-komponen virus dalam sel terinfeksi (Kamps.,etall.
2007). Selubung virus adalah dua lapis membrane lemak yang berasal dari sel produksi
virus yang mengandung penonjolan yang jelas dibentuk oleh H dan N, juga protein M2.
Lapisan lemak menutupi matriks yang dibentuk oleh protein M1. Virus influenza C
mengandung tujuh segmen genom, pemrukaannya hanya mempunyai satu glikoprotein
(Kamps.,etall. 2007).
Patogenesis
Patogenesitas merupakan suatu interaksi antara hospes dan virus, maka suatu
virus influenza yang bersifat patogenik terhadap satu spesies unggas belum tentu
bersifat patogenik untuk spesies yang lainnya. Target jaringan atau organ suatu virus
mungkin mempengaruhi tingkat patogenesitasnya. Virus AI dapat diklasifikasikan ke
dalam dua kelompok yaitu bentuk akut yang disebut dengan Highly Pathogenic Avian
Influenza (HPAI) dan yang bentuk ringan disebut Low Pathogenic Avian Influenza
(LPAI). Virus pada unggas yang mempunyai subtipe H5 atau H7 telah diketahui
mempunyai hubungan yang erat dengan penyakit yang bersifat patogenik, sebaliknya
122
banyak juga virus influenza A subtipe H5 atau H7 yang bersifat tidak patogen (Tabbu.,
2000).
Cara penularan; Di alam, yang bertindak sebagai reservoir utama virus AI adalah
unggas air antara lain itik liar, dalam tubuhnya ditemukan semua subtipe yang ada dan
dapat bersembunyi pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan menyebar ke
unggas lain melalui inhalasi. Penyebaran flu burung dapat melalui induk semang, virus
dapat menginfeksi segala jenis unggas, sumber penularan terutama pada waktu unggas
air yang bermigrasi dan tingkat patogennya tergantung dari subtipe virus, spesies
unggas dan faktor lingkungan. Penularan avian influenza dapat terjadi melalui kontak
langsung antara ayam sakit dengan ayam yang peka. Ayam yang terinfeksi
mengeluarkan virus dari saluran pernapasan konjungtiva dan feses (Nazaruddin.,
2008).
Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung, misalnya melalui udara yang
tercemar oleh material/debu yang mengandung virus influenza, makanan/minuman,
alat/perlengkapan peternakan, kandang, pakaian, kendaraan, peti telur, nampan telur,
burung dan mamalia yang tercemar virus influenza Lalat juga mempunyai peranan
dalam menyebarkan virus AI. Tinja yang mengandung virus avian influenza dalam 1
gram dapat menginfeksi ayam sebanyak satu juta ekor(Nazaruddin.,2008).
Agen infeksi lain, faktor lingkungan/stress dapat berpengaruh pada
berat/ringannya dari suatu penyakit. Unggas yang sembuh menjadi carier, sebagai
pembawa sifat (Ambar., 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan flu
burung yaitu kepadatan penduduk dan kepadatan unggas, virus yang bersirkulasi
(H5N1), biosekuriti yang menurun, kerentanan daya tahan tubuh manusia dan hewan
(Nazaruddin., 2008).
1. Mula- mula virion menempel pada reseptor sel tropisma melalui protein
hemaglutinin.
2. Proses endositosis ini akan berlangsung beberapa waktu, berdasarkan
pengamatan sekitar 10 menit, proses endositosis dan pelepasan selubung telah
mencapai 50 %, proses ini sampai semua segmen RNA ke luar ke dalam
sitoplasma.
123
3. Segmen- segmen tersebut masuk ke dalam nucleus dan mengalami transkripsi,
untuk merubah bentuk (-)RNA menjadi (+)RNA.
4. Sebagian segmen keluar kembali ke sitoplasma untuk mempersiapkan protein
selubung untuk dipakai oleh virus baru yang akan dihasilkan. Protein yang
dimaksud adalah HA, NA, M dan NS.
5. Delapan segmen yang berada di inti selditambah dengan segmen RNA yang
masih tersisa di sitoplasma melakukan replikasi, yaiu perbanyakan RNA. Virus
RNA lain, replikasi di luar inri. Selama di dalam inti, AI menggunakan bahan-
bahan yamg diperlukan dari dalam inti sel inang. Proses ini yang memudahkan
terjadi proses Antigen drift dan Antigen shift.
6. Segmen RNA yang sudah mengalami replikasi, keluar ke sitoplasma untuk
dibungkus dengan protein HA, NA, M, serta NS, menjadi anak AI yang siap
dilepas dari sel hospes. Untuk bisa keluar, virus ini harus menempel pada
reseptor dalam sel hospes. Penempelan ini dilakukan oleh protein
neuroaminidase, berlangsung selama 2 jam sejak infeksi (Rahardjo., 2004).
Burung puyuh yang mati menunjukkan gejala klinis, seperti kotoran putih kehijauan,
tidak nafsu makan, dan lemas. Proses kematian tidak terlalu mendadak seperti gejala
124
AI sebelumnya. Morbiditas dan mortalitas bervariasi dan tergantung pada spesies
unggas, virus, umur, lingkungan (kadar amoniak, ventilasi) dan adanya infeksi
sekunder. Morbiditas dapat sangat tinggi, tetapi sebaliknya mortalitas rendah. Pada
avian influenza yang disebabkan oleh virus yang sangat patogen, maka mortalitas dan
morbiditas dapat mencapai 100%. Mortalitas biasanya meningkat antara 10-50 kali dari
hari sebelumnya dan mencapai puncaknya pada hari ke-6 sampai ke-7 setelah
timbulnya gejala (Tabbu., 2000). Faktor predisposisi seperti lingkungan yang jelek,
penggunaan vaksin virus hidup dan infeksi sekunder oleh virus, bakteri serta
mikoplasma dapat memperparah gejalaklinis.(Nazaruddin.,2008).
Perubahan Patologik
Perubahan Makroskopik
Perubahan Makroskopik yang ditemukan pada unggas sangat bervariasi menurut
lokasi tempat lesi itu ditemukan, derajat keparahan, spesies unggas, dan
patogenesitasdarivirus. a. Bentuk ringan (Low Pathogenic Avian Influenza)
Pada sinus mungkin ditemukan adanya salah satu atau campuran eksudat kataralis,
fibrinus, serofibrinus, mukopurulen atau kaseus. Edema disertai eksudat dari serous
sampai kaseus pada trakhea. Kantong udara menebal mengandung eksudat fibrinus
atau kaseus. Pada peritoneum tampak adanya peritonitis fibrinus dan egg peritonitis.
Pada sekum dan usus ditemukan adanya enteritis kataralis sampai
fibrinous(Tabbu.,2000). b. Bentuk akut (Highly Pathogenic Avian Influenza) Apabila
unggas mati dalam waktu yang singkat, maka biasanya tidak ditemukan adanya
perubahan mikroskopik tertentu oleh karena lesi pada jaringan belum sempat
berkembang Pada sejumlah kasus dapat ditemukan kongesti, hemoragi, transudasi dan
nekrosis. Jika penyakit ini melanjut, maka kerap kali akan ditemukan adanya foki
neurotik pada hati, limpa, ginjal dan paru (Tabbu., 2000).
125
Perubahan mikroskopik
Lesi yang ditimbulkan oleh fowl plaque ditandai adanya edema, hyperemia,
hemoragik dan perivascular cuffing sel limfoid, terutama pada miokardium, limpa,
paru, otak, balung dan dengan frekuensi yang lebih rendah pada hati dan ginjal.
Perubahan degenerasi dan nekrosis pada hati, limpa dan ginjal. Lesi pada otak adanya
foci nekrosis, perivascular cuffing sel limfoid, gliosis, proliferasi pembuluh darah dan
nekrosis neuron. Beberapa virus avian influenza A yang bersifat sangat patogenik
kerapkali menimbulkan nekrosis miokardium dan miokarditis (Tabbu.,2000).
Diagnosis
Koleksi sampel diambil dari saluran pernapasan (trakea, paru, kantong udara,
eksudat sinus) dan saluran pencernaan (Beard., 1989). Infeksi sistemik yang
disebabkan oleh virus highly pathogenic dimana terjadi viremia, setiap organ dapat
digunakan untuk isolasi virus. Hewan laboratorium yang sering digunakan untuk
penelitian adalah ayam, kalkun, dan itik. Virus ini juga bereplikasi pada musang,
kucing, hamster, tikus, kera dan babi. Isolasi virus dapat dilakukan pada telur ayam
berembrio yang SPF (Specific Pathogen Free) umur 10-11 hari, menggunakan jaringan
trachea, paru-paru, limpa, otak, dan atau usapan kloaka ayam sakit atau mati karena
virus bereplikasi di dalam saluran respirasi dan atau saluran pencernaan, hingga embrio
mati dalam 42-72 jam (Tabbu., 2000;Nazaruddin.,2008).
126
menggunakan teknik immunoflourescence untuk mengetahui adanya virus influenza
dengan cepat (Tabbu.,2000).
Differensial Diagnosa
Diagnosa banding dari virus avian Influenza adalah Newcastle Disease (ND),
Pigeon Paramyxovirus, Infectious Bronchitis (IB), Swollen Head Syndrome (SHS),
Avian Mikoplasmosis. Dari tingkat keganasannya avian Influenza mirip dengan
Newcastle Disease karena gejala klinis dan perubahan patologi anatominya
sama.Avian Influenza juga mirip dengan Infectious Laryngotracheitis(ILT)
berdasarkan gejala gangguan pernapasan dan adanya eksudat bercampur darah dalam
lumen trakhea.Selain itu AI juga mirip dengan penyakit bakterial akut misalnya kolera
dan colibacillosis(Nazaruddin.,2008).
2.3 Pengendalian&Pencegahan
Avian influenza tidak dapat diobati, pemberian antibiotik/antibakteri hanya
untuk mengobati infeksi sekunder oleh bakteri atau mycoplasma. Pengobatan suportif
dengan multivitamin perlu juga dilakukan untuk proses rehabilitasi jaringan yang rusak
(Tabbu, 2007). Tindakan pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah mencegah
kontak antara unggas dengan burung liar atau unggas liar, depopulasi atau pemusnahan
terbatas di daerah tertular, pengendalian limbah peternakan unggas, surveilans dan
penelusuran, pengisian kandang kembali atau peremajaan, penerapan kebersihan
kandang, penempatan satu umur dalampeternakan, manajemen flock all-in/all-out,
penyemprotan dengan desinfektan terhadap kandang sebelum pemasukan unggas atau
ayam baru, penerapan stamping out atau pemusnahan menyeluruh di daerah tertular
baru dalam menangani wabah HPAI untuk menghindari resiko terjadinya penularan
kepada manusia, karena bersifat zoonosis, peningkatan kesadaran masyarakat, serta
monitoring dan evaluasi(Nazaruddin.,2008).
Pencegahan yang lain adalah mencuci tangan dengan sabun cair pada air yang
mengalir sebelum dan sesudah melakukan suatu pekerjaan, Tiap orang yang
127
berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas harus menggunakan
pelindung (masker, kacamata khusus), Mengkonsumsi daging ayam yang telah
dimasak dengan suhu 800 C selama satu menit, telur unggas dipanaskan dengan suhu
640 C selama lima menit (Nazaruddin., 2008).
128
BAB III
METODE KEGIATAN
129
BAB IV
LAPORAN KASUS
130
Kandungan : - Vitamin B1, B2,B3,B5,B6, B7, B9, B12
untuk suplemen penambah napsu makan meskipun kemungkinan hidupnya
sangat kecil sekali, pemberian ini hanya untuk memperpanjang umur si ayam.
131
DAFTAR PUSTAKA
Kamps.; Hoffmann.; Preiser. 2007. Influenza Report. Indeks. Jakarta. Hal. 102-103
Kompas. 2008. Kerugian akibat flu burung capai Rp. 4,1 triliun. Kompas
[Internet]. [disitasi 16 Maret 2015]. Tersedia dari:
http://nasional.kompas.com/read/2008/03/24/1551076/Kerugian.Akibat.Flu.Bur
ung.Capai.Rp4.1.Triliun
Nazaruddin.,W.2008. Avian Influenza Pada Unggas.
http://www.vetklinik.com/Perunggasan/Avian-Influenza-Pada Unggas.html.
DiaksesPadaTanggal; 20/8/2016 5:43:52
Sekjen Kemenkes. 2015. Laporan kusus flu burung ke 198 dan 199. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. [disitasi16 Maret 2015].Tersedia
dari:http://www.depkes.go.id/article/view/15040100002/laporan-kasus-flu-
burung-ke-198-dan-199.html
Rahardjo., Y. 2004. Avian Influenza, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan:
Hasil Investigasi Kasus Lapangan. Jakarta : PT Gallus Indonesia Utama
Tabbu., C.R, 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Volume I. Kanisius.
Yogyakarta. Hal. 232-243.
132
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS SUSPECT GASTRITIS PADA KUCING
KLINIK HEWAN TABBY PET CARE
SIDOARJO
Oleh :
1.2 Tujuan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk mengetahui, menangani dan memberi
terapi pada kasus penyakit gasritis, serta cara pencegahan yang benar.
133
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gastritis
Gastritis pada hewan kecil biasanya disebabkan karena makan berlebihan, ingesti
sampah atau makanan beracun. Agen penyebabnya yaitu makanan yang terfermentasi,
bakteri, enterotoksin dan mikotoksin. Ingesti benda asing seperti logam, plastik, tulang,
bahkan rumput juga bisa menyebabkan gastritis. Agen infeksi seperti coronavirus,
parvovirus, canine distemper juga dapat menimbulkan lesi mukosa gastrium. Gastritis
akut juga dapat terjadi karena reaksi alergi, makanan misalnya. Kondisi seperti uremia,
gangguan hati, shock, sepsis atau stress juga dapat berperan sebagai etiologi gastritis
akut
Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik
penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah proses inflamasi pada
mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
faktor iritasi dan infeksi. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi
sel-sel radang pada daerah tersebut (Hirlan, 2009).
Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu gastro,
yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah
suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronis,
difus dan lokal. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik (Price
dan Wilson, 2005).
Gastritis Akut
Gastritis akut adalah inflamasi pada gaster atau lambung yang ditandai dengan
vomit kurang dari 7 hari, dan tidak menunjukkan gejala-gejala yang lain. Penyakit ini
dapat terjadi pada semua anjing dari segala umur. Hewan muda biasanya mengalami
masalah karena mengingesti benda asing.
134
Penyebab :
Gastrik
Diet (makan basi, perubahan pakan mendadak, toksin bakterial, alergi, diet lemak tingi
pada hewan muda), ingesti benda asing, tanaman, obat (NSAID) aspirin,
phenylbutazone, ibuprofen, glukokortikoid, agen infeksius (viral, bakterial), parasit.
Non gastrik
Gagal ginjal, penyakit hepar, sepsis, shock, stress, hipoadrenokortisism, penyakit
neurologis.
Patofisiologi
Mukosa lambung mengalami perusakan yang selanjutnya memicu infiltrasi sel-sel
radang ke lamina propria dan berpotensi menyebabkan erosi superfisial lambung.
Gejala Klinis
Vomit adalah gejala yang utama, biasanya segera pulih dalam 24-48 jam
setelahpenyebab dihilangkan. Hewan mungkin anoreksia, depresi, kadang disertai rasa
sakit di abdomen. Retching atau vomit mungkin terjadi saat dipalpasi abdomen. Derajat
dehidrasi bervariasi. Umumnya pemeriksaan fisik tidak menunjukkan banyak
perubahan. Gejala sistemik akan ditemukan bila gastritis merupakan gejala sekunder
akibat penyakit lain .
Diagnosis
Bila penderita mengalami vomit akut dan tidak menunjukkan gejala, hanya
membutuhkan terapi simptomatis tanpa perlu uji-uji diagnostik. Namun bila ditemukan
indikasi gejala serius, tidak sembuh dalam 2-3 hari, atau semakin parah, diperlukan uji-
uji diagnostik. Pada umumnya tidak terjadi perubahan pada pemeriksaan laboratorium.
PCV dan total protein akan meningkat bila terjadi dehidrasi. Hipokalemia terjadi akibat
anoreksia yang lama atau vomit profus.
135
Terapi
NPO (nothing per os) jika vomitnya frekuen. Mulai berikan sedikit air minum
12-24 jam setelah vomit berhenti. Jika vomit tidak frekuen dapat diberikan sedikit air
minum. Mulai berikan makan yang mudah dicerna dan rendah protein atau lemak, 24-
36 jam setelah vomit berhenti. Setelah 3-4 hari berikan pakan secara bertahan hingga
kembali ke diet normal.Umumnya tidak membutuhkan antiemetik, namun bila
diperlukan dapat diberikan chlorpromazine atau metocloporamide. Pemberian gastrik
protektan tidak diperlukan dan kadang justru meningkatkan vomit karena iritasi lokal
atau distensi gastrik. Pemberian antibiotika tidak diperlukan. Pemberian antasida, dapat
diberikan pada gastritis yang berat menggunakan histamin antagonis reseptor H2.
Lakukan terapi cairan bila diperlukan. Larutan actated Ringers atau normal saline
umumnya dapat digunakan sebagai terapi cairan. Pemberian dapat dilakukan secara
subkutan. Berikan kalium klorida bila terjadi anoreksia, vomit profus atau hipokalemia.
(Triakoso, 2006)
136
BAB III
METODE KEGIATAN
137
BAB IV
LAPORAN KASUS
138
4.3 Edukasi Klien
Jangan berganti ganti merk pakan. Karena tidak semua merk cocok untuk
pencernaan tiap kucing. Coba ditanyakan kepada pemilik awal apa makanan
sebelumnya.
Hindari stres pada kucing. Biar kucing beradaptasi dulu ditempat barunya.
Mungkin ada kucing lain yang membuat dia tidak nyaman, sebaiknya pisahkan
dulu dengan kucing lain. Itu juga mengurangi tingkat penularan penyakit.
139
DAFTAR PUSTAKA
Hirlan (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 Edisi IV. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
Triakoso, N. 2006. Ilmu Penyakit Digesti Veteriner. Edisi II. Surabaya. Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga Surabaya.
Twedt, D.C., W.E. Wingfield. 1983. Diseases of Stomach. in : Text Book of
Veterinary Internal Medicine. Disease of the Dog and Cat. Editor Ettinger. 2nd
Edition. W.B. Saunders. Philadelphia. 1233-1277
Price, A. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Proses-ProsesPenyakit, Edisi IV. Jakarta:
EGC.
140
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS DERMATOPHYTOSIS PADA KUCING
RUMAH SAKIT HEWAN DAN PENDIDIKAN SETAIL
SURABAYA
Oleh :
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini untuk mengetahui penyebab dermatophytosis,
penyebaran dan cara penanggulangan jika hewan kesayangan anda terkena penyakit
ini.
141
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
142
4. Buruk sanitasi kandang per grup, kucing liar yang tidak terkontrol karena
dibebaskan keluar rumah
5. Berhubungan atau berdekatan dengan sejumlah kucing liar atau kelompok
kucing yang berjumlah besar (misalnya ditempat penitipan)
6. Kucing dari segala umur, namun di tempat klinik sering ditemukan pada usia
mudan dan kucing tua
7. Kucing dengan bulu panjang
143
2.2.1 Desinfeksi awal
a. Waktu melakukan vakum
b. Bersihkan dan gosok permukaan lantai/kandang dengan menggunakan
detergen, keringkan, idealnya berikan vakum yang sudah berisi bleach
pengenceran 1:10 dan dibiarkan 10 menit baru dibilias dengan air biasa atau
obat anti jamur dengan pengenceran 1:10 (miconazol 2%)
c. Usahakan kelembaban diturunkan dengan menggunakan portable humidifier
144
2.3 Petunjuk praktis pengobatan dermatophytosis pada kucing
1. Untuk kucing terinfeksi hanya seekor saja di dalam rumah: Jika kucing berbulu
pendek dan lesionya kurang dari 4 titik, hanya dicukur daerah yang bermasalah
saja Berikan pengobatan secara topical dan sistematik, sampai hasil biakan
negatip untuk pemeriksaan 3 kali interval 1 - 2 minggu
2. Untuk kucing yang lebih dari 4 ekor dipelihara di dalam rumah: Pengobatan
sama dengan di atas Disamping itu perlu dilakukan pemeriksaan kerokan kulit
pada semua kucing dan lekukan pencukuran untuk kucing yang positip jamur
Pengobatan baru dihentikan jika dinyatakan berturut-turut 3 kali negatip dengan
interval pemeriksaan tiap 1 - 2 minggu
3. Untuk kucing yang terinfeksi di cattery atau kucing Cat Show: Kucing ini
termasuk berisiko tinggi menular ke kucing lain atau tertular dari kucing lain,
untuk itu pengobatan harus lebih agresif. Lakukan pemeriksaan kultur pada
semua kucing di peternakannya Berikan pencegahan dengan cara seminggu
atau 2 minggu sekali dilakukan mandi khusus dengan anti jamur Gunting semua
bulu jika dari hasil biakan ditemukan jamur Obati topical dan anti fungus secara
sistemik untuk kucing-kucing yang positif dan pengobatan baru dihentikan
setelah hasil biakan dinyatakan negatip untuk 3 kali pengecekan dalam interval
2 minggu sekali
145
BAB III
METODE KEGIATAN
146
BAB IV
LAPORAN KASUS
147
BAB V
KESIMPULAN
148
DAFTAR PUSTAKA
149
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS FLUTD PADA KUCING
RUMAH SAKIT HEWAN DINAS PETERNAKAN PROVINSI
JAWA TIMUR
Oleh :
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui apa saja faktor yang bisa menyebabkan penyumbatan pada
saluran kencing kucing jantan maupun betina. Untuk mengetahui bagaimana cara
pengobatan dan pencegahan pada kasus FLUTD.
150
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Feline Urologic Syndrome (FUS) atau Feline Lower Urinary Tract Disease, or
FLUTD adalah suatu kondisi dimana terdapatnya bentukan crystal yang menyumbat
saluran urinasi bagian bawah seperti vesica urinaria, bladder sphincter, dan uretra,
sehingga kucing mengalami kesulitan urinasi. Kondisi ini sering terjadi pada kucing
muda, bisa jantan ataupun betina, namun lebih sering terjadi pada kucing jantan
(Anonim1, 2006).
2.1 ETIOLOGI
Beberapa factor berkontribusi untuk penyakit ini termasuk infeksi bacterial dan
viral, trauma, adanya kristal di urine, batu di vesica urine, tumor pada saluran urinaria,
dan abnormiltas congenital. Factor yang berkontribusi terhadap perkembangan FUS
antara lain:
a. FULTD dapat disebabkan uretra yang tersumbat oleh semacam pasta, komposisi
material batu atau pasir dan kristal struvite (magnesium ammonium fosfat), yang
berhubungan dengan jumlah garam. Meskipun Kristal struvit merupakan penyebab
utama sumbatan, namun jenis Kristal lain dapat ditemui. Beberapa sumbatan
menyebabkan terbentuknya mucus, darah, dan sel darah putih.
b. FLUTD dapat dihubungkan dengan kristal-uroith atau batu yang ditemukan di
saluran urinaria. Tipe urolith ervariasi, tergantung dari diet dan factor pH urine.
Dua tipe yang sangat sering ditemukan adalah struvite (magnesium fosfat) dan
kalsium oksalat. Factor yang mempengaruhi pembentukan urolit pada kucing
termasuk infeksi bakteri yang bersamaan; jarang uric,nasi akibat litter box yang
kotor; kurangnya aktifitas fisik; dan kurang minum atau kualitas minum yang buruk
atau tidak tersedianya air, dan bias juga karena selalu diberi pakan kering
(dryfood).
c. Urine kucing normalnya sedikit asam. Factor yang menyebabkan urin alkalis yaitu
jenis pakan, adanya bakteri di saluran urinaria. Urin yang bersifat asam memiliki
151
property antibacterial. Namun ada beberpa kasus dumana FUS memiliki urine yang
asam. Kucing tersebut mungkin menderita akibat yrolith kalsium oksalat. Jika
urolith terjadi di urethra, maka obstruksi dapat mengancam kehidupan karena
sangat sulit disembuhkan.
d. Cystitis bacterial dan urethritis (radang pada urethra) juga dapat menjadi penyebab
dasar FUS. Cystitis bacterial mungkin dapat menjadi penyebab yang penting dari
serangan yang berulang. Infeksi bakteri tersebut memiliki potensi untuk
peningkatan infeksi dengan sumbatan. Infeksi berulang dapat menyebabkan
resistensi antibiotik.
e. Intake diet dan air minum. Kucing yang memakan pakan kering akan mendapat
sedikit air dari pakan ereka, selain itu didukung pula dengan kurangnya minum.
Pakan kering akan menyebabkan urin lebih terkonsentrasi dan jumlah sedimen
yang lebih besar (Carlson, 2008).
152
3. Diet
Diet yang mengandung protein tinggi membantu pembentukan urolit struvit
karena konsumsi protein tinggi dapat meningkatkan konsentrasi urea dan NH4 dalam
urin. Diet yang mengandung oksalat, defisiensi vitamin A (karena menyebabkan
perubahan metaplastik epitel transisional), dan dehidrasi (akibat pemasukan air yang
terbatas sehingga memberi kesempatan unsur mineral tetap berada dalam urin yang
konsentrasinya sangat jenuh) adalah faktor yang dapat menyebabkan urolitiasis.
Konsentrasi urin yang sangat jenuh tersebut umumnya disebabkan bekurangnya jumlah
air yang diminum (kurang minum). Memperbanyak minum air (meskipun air yang
diminum mengandung fosfat, karbonat, silicate, kalsium, dan magnesium dalam
jumlah tinggi) umunya hanya sedikit berpengaruh atau bahkan tidak berpengaruh
terhadap urolitiasis.Hal ini disebakan karena kandungan mineral dalam air minum lebih
sedikit dibanding dengan jumlah mineral yang berasal dari pakan.Di samping itu
dengan memperbanyak minum juga dapat menurunkan konsentrasi urin dan
meningkatkan volume urin.Hal yang demikian tidak terjadi jika mineral yang menjadi
unsur pembentuk urolit dikonsumsi dalam bentuk makanan.Mineral dalam pakan dapat
menjadi faktor penyebab urolitiasis pada domba yang diberi paka fosfat tinggi, atau
mengandung okasalat.
4. Herediter
Urolit kebanyakan ditemukan pada Kucing Persian.
5. Urin stasis
Merupakan faktor predisposisi pembentukan urolit tanpa memperhatikan macam
mineral. Turunnya frekuensi urinasi dan meningkatnya kadar unsur pembentuk urolit
dalam urin dapat menyebabkan konsentrasi urin menjadi sangat jenuh. Urin yang
sangat jenuh dapat menjadi predisposisi presipitasi unsur mineral pada hewan.
6. Breed predileksi
7. Sex predileksi
Lebih sering terjadi pada hewan jantan karena diameter uretra nya lebih sempit
dan lebih panjang.
8. Umur predileksi
153
9. Tempat predileksi (Nelson et.al., 2003)
2.2 PATOGENESIS
Sel hidup (Living cells) memproduksi produk yang harus dibuang seperti
nitrogen dan kreatinin, yang dibuang ke aliran darah lalu dibawa ke ginjal kemudian
difiltrasi seperti halnya garam dan mineral. Materi yang telah difilter kemudian dibawa
ke vesica urinaria. Pakan kering, dengan air minum yang kurang, dapat menyebabkan
pH urine lebih tinggi atau lebih rendah daripada biasanya. Pada kondisi tersebut, kristal
dapat terbentuk, yang kemudian dapat menyumbat urethra, dan menghambat urinasi.
Karena ginjal memompa zat tersebut ke vesica urinaria, maka vesica urinaria akan
terisi. Normalnya, kucing urinasi beberapa hari sekali. Vesica urinaria yang bersifat
elastic dapat menampung urine dengan volume yang lebih. Setelah 24-36 jam, vesica
urinaria akan terisi dengan sempurna. Pada saat itulah, toksin mulai menggangu filtrasi
ginjal. Pada saat ginjal berhenti memfilter darah, toksin akan memenuhi aliran darah
(Anonim2, 2007).
154
3. Sifat fisik nidus kristal. Ika suatu kristal mempunyai sifat yang cocok dengan
kristal lain, maka beberapa kristal dapat saling menggabungkan diri dan tumbuh pada
permukaan nidus atau kristal lain. (Nelson et.al., 2003).
a. Struvite crystals terbentuk dari magnesium, ammonium, dan phospat. Kristal
ini terbentuk dalam suasana urin yang alkalis. Beberapa factor yang
mempengaruhi timbulnya Kristal struvit adalah pH urin, dan konsumsi air yang
rendah. Diet rendah magnesium dapat membantu penurunan pH urin, sehingga
pH menjadi asam. Hal ini dapat membantu dalam treatment dan pencegahan
karena dapat menurunkan resiko terbentuknya kristal pada urin. Namun
pemberian diet yang berlebihan dapat memicu timbulnya kristal calcium
oxalate (Nash, 2008).
b. Kalsium oksalat
c. Terbentuknya kristal oksalat terjadi pada urin yang bersifat asam dan jika
kucing memiliki kandungan kalsium yang tinggi di dalam darah. Penyebabnya
bias karena pakan yang tinggi kalsium, protesodium, atau vitamin D. beberapa
penyakit metabolic seperti hiperparathiroidism, kanker, dapat menyebabkan
kristal oksalat lebih mudah berkembang. Kristal oksalat juga sering terjadi pada
kucing dengan kadar kalsium darah normal (Nash, 2008).
155
2.2.2 Hubungan pH dengan terbentuknya kristal struvit
Kucing memiliki kemampuan untuk mengonsentrasikan urin dengan tujuan
menyimpan air, berkaitan dengan evolusinya yaitu kehidupan kucing yang tinggal di
padang pasir. Produk yang tidak terpakai (waste product) di urine sangat pekat dan
mengandung Mg, ammonium, dan ion phosphate yang dapat berkristalisasi pada urine
yang netral dan alkalis untuk membentuk struvite. Pada pH urine di bawah 6,6 struvite
dapat larut, sedangkan pada pH di atas 7,1 akan terkristalisasi secara spontan. Oksidasi
dari asam amino sulfur selama proses katabolisme asam amino dari protein ke urea,
CO2, sulfat, dan air, memiliki bentuk yang asam, mempengaruhi keseimbangan asam-
basa dalam tubuh dan urin. Proses ini tidak terjadi jika lemak dan karbohidrat
terkatabolisme. Kucing merupakan karnivora, yang memakan daging dalam jumah
banyak, diet protein tinggi akan memproduksi urin dengan pH rendah (asam). Saat ini,
kucing peliharaan banyak yang diberi pakan pabrik dengan dasar sayuran. Komposisi
sayuran tersebut akan memproduksi urin yang netral ataupun basa, yang dapat menjadi
predisposisi kristalisasi mineral di urin (Anonim3, 2009).
156
2.4 DIAGNOSIS
a. Anamnesa (perubahan lingkunagn, pakan, stress)
b. Gejala klinis, pemeriksaan fisik (palpasi abdomen: FUS jika dipalpasi terasa
sakit)
c. Analisis urin
1. Pemeriksaan visual
a. Pemeriksaan turbiditas (cloudnes / kekeruhan)
b. warna urin
normal : kuning , bersih
abnormal : keruh, tercampur darah
bila berbusa ada masalah di hati
pink, biru karena pengaruh obat
2. Specific Gravity (SG)
Untuk mengukur seberapa baik ginjal mampu mengkonsentrat urin dan jumlah
zat yang terlarut dalam urin. Tes ini digunakan untuk mengukur berat urin
disbanding dengan jumlah airnya.Bila SG urin naik, menunjukkan bahwa
terdapat banyak materi padat yang terlarut dalam urin.
3. Dipstik analisis
Tes kimia berupa strip yang digunakan untuk mengukur /melihat darah,
glukosa, protein, bilirubin, dan keton dalam urin.
4. White Blood Cell (pyuria)
Dalam keadaan normal tidak ditemukan WBC, namun bila ditemukan adanya
WBC dalam urin dapat diindikasikan terjadinya infeksi pada saluran urinasi,
sakit ginjal, atau kanker.
5. Red Blood Cell (hematuria)
Sama halnya dengan WBC, dalam keadan normal RBC tidak ditemukan dalam
urin. Bila ditemukan RBC dalam urin, kemungkinan terjadi radang, penyakit
atau luka pada ureter, vesica urinaria, atau uretra.
157
6. Protein (proteinuria)
Pada keadaan normal tidak ada. Protein pada diute urin lebih signifikan
daripada concentraled urin. Hasil ini akan berhubungan dengan SG.
Hal ini mengindikasikan terjadinya radang, hemoraghi atau penyakit ginjal
7. Glukosa (glukosuria)
Glukosa merupakan type gula yang ditemukan dalam darah, bila terdapat
glukosa dalam urin mengindikasikan adanya penyakit diabetes
8. Bilirubin (bilirubinuria)
Bilirubin merupakan Orange-bile-pigmen yang dibentuk dihati, yang kemudian
dieksresikan melalui urin. Bila terlalu banyak terdapat bilirubin
mengindikasikan adanya hepatitis/hemolisis (destruksi RBC), penyakit ginjal,
FIP, Feline hepatic lipidosis
9. Keton
Keton normalnya tidak terdapat dalam urin. Seperti halnnya glukosa, keton
diproduksi dari pemecahan lemak untuk kemudian diubah menjadi energy.
Namun bila terdapat keton dalam urin, mengindikasikan adanya penyakit
diabetes, ketoacidosis/insuficien food intake/malnutrisi.
10. pH urin
normal pH urin adalah 6-7. Namun semua tergantung dari diet, obat-obatan
serta penyakit.
Kucing cenderung sedikit acidic pH.
11. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pengambilan sample urin yang
disentrifuge (sedimentasi urin) kemudian dilihat sedimennya dengan
menggunakan mikroskop untuk melihat adanya Crystal, RBC, WBC, bakteri,
jamur, cast.
a. Cast (cylinduria)
Bentukan siindris dari mukoprotein yang beku dalam tubulus renalis.
158
Dibentuk karena bedatipe material termasuk RBC, WBC, lemak, renal tubulus
epithelial cell cast / protein Bisa digunakan untuk membantu diagnose
penyakitnya
b. Crystal (crystaluria)
Dalam pemeriksaan urin dapat ditemukan beberapa tipe crystal yang berbeda,
namun yang paling umum adalah crystal stuvit, dan calcium oxalate.
c. Bakteri
Bila dalam pengambilan sample urin yang dilakukan secara steril terdapat
bakteri dalam jumlah banyak, mengindikasikan aadanya infeksi pada vesica
urinaria.
Cara pengambilan sample urin
1. Cateterisasi
2. Cystocentesis untuk mengkultur urin,
Dengan menggunakan spuit melalui dindding abdominal untuk
mendapatkan sample steril langsung dari bladder.
d. Free catched
Pengambilan sample langsung saat kucing urinasi, namun kemungkinan
kontaminasi tinggi.
12. Komponen urin kucing normal
a. Ammonia 0,05 %, sulfat 0,18 %, fosfat 12 %, Cl 0,6 %, Sodium 0,1 %,
Creatinin 0,1 %, Uric acid 0,003 %, Urea 2 %, dan Air 95 %.
b. Selama 24 jam produksi urin mencapai 20 44 ml/kg.
c. Produksi urin meningkat feline polyuria, disebabkan karena pengaruh
fisiologis seperti efek samping dari obat-obatan
d. Produksi urin turun bias diebabkan karena dehidrasi, gagal ginjal, blockade
urinaria
e. Bau urin
Ammonia kuat infeksi bakteri.
Ammonia lemah normal.
Acetonnemia obesitas / DM.
159
13. Pemeriksaan darah: complete blood cell count (CBC) dan serum chemistries
14. Abdominal radiography
Pembuatan foto Rontgen atau pemeriksaan dengan USG bagian abdomen dengan
posisi rebah samping (lateral).
160
menghilangkan sumbatan, kemudian lalu ke vesica urinaria untuk
mengeluarkannya (Merck, 2005).
2.5.2 Urethrotomy
Urethrotomy dilakukan apabila batu atau kristal tidak berhasil dimasukkan ke
dalam vesika urinaria menggunakan kateter. Biasanya urethrotomy saya lakukan pada
anjing jantan dengan menguakkan preputium ke arah kaudal terlebih dahulu sebelum
melakukan sayatan pada penis bagian ventral tepat dimana batu atau kristal berada.
Keberadaan batu atau kristal tadi dapat dideteksi dengan menggunakan kateter atau
sonde yang panjang. Setelah batu atau kristal diketahui posisinya, maka dilakukan
161
sayatan pada uretra kemudian batu atau kristal tersebut dikeluarkan. Selanjutnya,
kateter dimasukkan sampai ke dalam vesika urinaria, lalu sayatan dijahit.
2.5.3 Pencegahan
a. Diet rendah Mg.
b. Hindari obesitas.
c. Litter box yang bersih dan mudah dijangkau, agar kucing mau urinasi.
d. Beri minum ad libitum (Anonim1, 2006).
162
BAB III
METODE KEGIATAN
163
BAB IV
LAPORAN KASUS
164
Duradryl (dipenhedramin HCL) 10 mg : salah satu anti histamine yang di
gunakan untuk gejala alergi flu.
B complex : sekelompok vitamin yang berperan penting dalam metabalisme
dalam tubuh.
Rowatine : penghancur batu ginjal
Amoxilin : AB spectrum luas
Asam traksenamat : menghentikan pendarahan
165
BAB V
KESIMPULAN
166
DAFTAR PUSTAKA
167
LAPORAN KOASISTENSI KLINIK VETERINER
KASUS KASTRASI PADA KUCING
KLINIK HEWAN TABBY PET CARE
SIDOARJO
Oleh :
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini untuk mengetahui bagaimana cara kastrasi pada
hewan kesayangan.
168
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Kastrasi
Kastrasi adalah pengebirian pada hewan jantan dengan suatu operasi untuk
mengambil testis atau mengdisfungsikan testis (Yusuf, 1995). Kastrasi dilakukan pada
beberapa hal dimana diharapkan hasil operasi ini dapat memperbaiki sifat buruk dan
untuk merubah temperamen yang tidak menyenangkan pada anjing muda. Kadang-
kadang hasilnya tidak begitu memuaskan pada beberapa kasus dan dengan beberapa
pertimbangan operasi tidak direkomendasikan jika terjadi perubahan degeneratif,
infeksi pada testis atau terjadi kelukaan (Anonimous, 2004).
169
2.3 Indikasi
Keuntungan dilakukannya kastrasi yaitu mencegah kelahiran yang tidak
diinginkan. Selain menjaga populasi tetap terkendalikan, tindakan ini juga
memungkinkan pemilik bisa merawat hewan peliharaannya dengan maksimal. Indikasi
dari kastrasi bervariasi. Biasanya untuk mencegah beranak dan mengembara atau untuk
mencegah perilaku jantan yang agresif. Kucing betina yang sedang birahi
mengeluarkan feromon yang dapat menyebar melalui udara. Feromon ini dapat
mencapai daerah yang cukup jauh.
Kucing jantan dapat mengetahui dimana letak kucing betina yang sedang birahi
melalui feromon ini, lalu kemudian mencari dan mendatangi sang betina meskipun
jaraknya cukup jauh. Kucing jantan yang telah dikastrasi cenderung tidak bereaksi
terhadap feromon ini dan lebih suka diam di dalam rumah
Keuntungan lain dilakukannya tindak kastrasi yaitu jarangnya kucing terluka
akibat berkelahi dengan kucing lain. Semakin jarang terluka semakin kecil juga
kemungkinan terkena penyakit yang dapat menular melalui luka/ kontak. Kastrasi juga
dapat mengurangi resiko penyakit yang berhubungan dengan hormon androgen seperti
gangguan prostat, tumor, dan perineal hernia.
Indikasi lain dari kastrasi adalah menghindari sifat abnormal yang diturunkan,
gangguan testis dan epididimis, mencegah tumor skrotum, trauma dan abses serta dapat
mengurangi gangguan endokrin. Beberapa kucing dikastrasi karena
mempunyai/membawa cacat genetik. Diharapkan kucing-kucing cacat tersebut tidak
dapat lagi berkembang biak, sehingga jumlah kucing-kucing cacat dapat dikurangi.
Banyak sekali penyakit klinis pada alat kelamin jantan yang dapat diatasi dengan
tindak kastrasi. Beberapa diantaranya adalah tumor scrotum, edema scrotum,
monorchid, cryptorchid, orchitis, epididimitis, prostatitis, phimosis, paraphimosis,
veneric sarcoma, dll. Treatment yang bisa dilakukan untuk mengurangi ukuran prostat
untuk meringankan gejala pada obstruksi saluran pelvis antara lain yang disarankan
adalah kastrasi.
170
Involusi permanen dari prostat dan mengobati gejala klinis yang terjadi dalam 2
atau 3 minggu. Hewan-hewan yang dikastrasi mungkin perlu dipertimbangkan
pemberian terapi androgen atau estrogen.
Operasi
a. Katrasi Tertutup
Dilakukan anestesi lokal (infiltrasi) pada tempat yang akan diinsisi. Pada hewan
dewasa dapat dengan anestesi epidural atau general. Hewan diletakkan pada posisi
rebah dorsal. Dilakukan draping dengan single drape. Buat insisi sepanjang kira-kira 3
cm yang cukup lebar untuk mengeluarkan testis (tergantung ukuran hewan) melalui
kulit pada raphae median (garis tengah) skrotum sedikit di belakang bulbus penis.
171
Insisi pada scrotum
Dengan menggunakan jari salah satu testis didorong ke luar insisi, dan irisan
dengan hati-hati diperdalam sampai tunica dartos dan fascia sehingga testis menonjol
melalui tempat insisi, dibantu dengan preparasi tumpul menggunakan gagang scalpel.
Mengeluarkan testis
Dengan menggunakan tangan kiri testis ditarik keluar dari insisi, potong
ligamentum skrotum dan fascia dengan cara menusuk fascia dengan ujung skalpel
dilanjutkan ke caudal.
172
Memotong ligamentum skrotum dan fascia
Sisa-sisa ligamentum dan fascia didorong masuk ke dalam insisi menggunakan
gagang skalpel, dengan demikian yang masih tertinggal adalah spermatic cord yang
masih berada didalam tunica vaginalis yang sekarang bebas terekspose.
173
Pemotongan spermatic cord
Buat ikatan fiksasi pada proksimal (dibawah) arteri klem. Ligasi dilakukan
dengan cara memasukkan benang ke bagian tengah potongan kemudian disimpulkan
di salah satu sisi potongan, kemudian diligasikan ke seluruh potongan dan disimpulkan
di tempat yang berseberangan menggunakan cat gut chromic 2-0.
174
Lakukan prosedur yang sama seperti sebelumya pada testis yang satu lagi
Tutup insisi kulit menggunakan jahitan sederhana terputus
menggunakan benang non absorbable. Didesinfektan dengan Iodium Tincture 3% luka
operasi tersebut. Disuntikkan Penicillin kedalam luka operasi, dan oleskan salep
antibiotik. Diinjeksikan Vitamin B Compleks secara Intra muscular. Jahitan kulit
dibuka setelah 7 hari.
Suturing
175
b. Kastrasi Terbuka
Hewan diletakkan pada posisi dorsal recumbency. Diperiksa keberadaan kedua
testis di dalam skrotum. Disiapkan secara aseptik pada daerah kaudal abdominal dan
medial paha. Hilangkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan iritasi seperti bulu,
kotoran, dan kuman. Dilakukan anestesi lokal (infiltrasi) pada tempat yang akan
diinsisi. Hewan diletakkan pada posisi rebah dorsal. Dilakukan draping dengan single
drape dan pada daerah yang akan dioperasi (skrotum dan preskrotum) dibiarkan
terbuka.
Dengan jari tangan, dinding skrotum ditekan secara halus dan hati-hati di atas
salah satu testis lalu didorong ke arah bagian cranial skrotum.
Setelah dilakukan insisi pada kulit skrotum, dan fascia spermatika lalu
dilanjutkan menginsisi tunica vaginalis tepat di atas testis pada daerah raphae median.
176
Insisi pada kulit skrotum
Insisi diperlebar sampai testis yang ditekan bagian belakangnya menyembul
keluar lubang insisi, kemudian dipegang dan lebih ditarik keluar.
Mengeluarkan testis
177
Memotong spermatic cord dan melakukan ligasi dengan metode three forceps tie
Testis yang masih menempel di tunica vaginalis parietalis dengan ligamen pada
ekor epididimis kemudian dipotong. Kadang-kadang perdarahan kecil pada ligamen
yang dipotong perlu diligasi.
Memotong ligamen
178
Testis lainnya dibuang dengan cara yang sama melalui insisi kulit yang
sama. Bila diinginkan jaringan subkutan dijahit dengan benang catgut 3-0 dengan
jahitan secara interrupted atau continuous. Kulit ditutup dengan jahitan interrupted
sederhana menggunakan benang non absorbable.
Terdapat metode lain tempat insisi skrotum untuk mengeluarkan testis yaitu
melalui insisi kulit yang dibuat diatas skrotum bagian ventral dan melalui tunica
vaginalis parietalis untuk mengekspose testis. Yang penting disini adalah drainage
bebas dari insisi pada tunica vaginalis dan kulit skrotum. Testis lainnya diambil dengan
cara yang sama melalui insisi terpisah. Jadi pada metode ini testis dikeluarkan melalui
dua insisi masing-masing di atas testis.
2.5 Pasca Operasi
Komplikasi dari kastrasi adalah trauma, pembengkakan, memar, hematoma
skrotalis, dehisensi dan infeksi. Yang paling sering terjadi adalah pembengkakan,
umumnya terjadi setelah kastrasi terbuka, dan dapat ditangani dengan membatasi gerak
pasien, pengompresan dan penggunaan Elizabeth collar.
Hemoragi sering terjadi akibat pendarahan daerah subkutan dan sekat pembuluh,
hal ini dapat diatasi dengan pemberian sedasi dan penekanan daerah yang mengalami
hemoragi. Terjadinya hemoragi scrotal yang parah, pembengkakan atau infeksi
biasanya penanganannnya dengan melakukan ablasi scrotal. Pada kasus yang langka,
ligasi yang buruk akan tertarik ke dalam abdomen dan mengalami pendarahan.
Pasien yang mengalami pendarahan akan dimonitoring dengan uji hematokrit,
dan bila pendarahan dapat mengancam jiwa pasien, maka ekspolatori abdominal wajib
dilakukan. Pembuluh testis dapat tertarik ke daerah ginjal, sehingga insisi celiotomy
kemungkinan dibutuhkan.
Pada anjing dengan myelotoksisitas akibat neoplasia testikuler, wajib dilakukan
hemogram setiap minggu untuk memonitoring kesembuhan. Pemeriksaan rektal secara
digital dapat dilakukan setiap dua minggu pasca operasi pada anjing dengan penyakit
prostat. Penanganan pasca operasi yang umum adalah hewan ditempatkan dalam
kandang yang bersih dan kering. Luka operasi diolesi betadine dan dikontrol
kebersihannya, diperiksa secara kontinyu selama 4-6 hari.
179
Selama seminggu hewan diberikan antibiotik dan makanan yang mempunyai
nilai gizi yang cukup. Jahitan luka dapat dibuka setelah bekas operasi kering dan benar-
benar telah tertutup.
180
BAB III
METODE KEGIATAN
181
BAB IV
LAPORAN KASUS
182
BAB V
KESIMPULAN
183
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. (2004). Penuntun Praktikum Ilmu Bedah Khusus dan Radiologi. Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kula. Darussalam Banda Aceh.
Anonimous. (2007). http://www.jvetunud.com/archives/35.
Bone, J.F, E.J.Cat Cott, A.A.Gabel, L.E.Johson, and W.F.Riley.1963. Medicine and
Surgery. American Vet. Puc.Inc.California
Ibrahim, R. (2000). Pengantar Ilmu Bedah Veteriner. Syiah KualaUniversity Press.
Banda Aceh.
Yusuf, (1995). Ilmu Bedah Khusus Veteriner. Fakultas Kedokteran
Hewan. Universitas Syiah Kula. Darussalam Banda Aceh.
184