Sunteți pe pagina 1din 9

A.

Pengertian
Disphagya adalah kesulitan pada proses menelan dan melewatkan makanan dari esofagus ke
lambung. Penyebab disfagia bisa bermacam macam. Penting untuk mengetahui perbedaan disfagia karena
gangguan orofaring dan esofagus. Bila tidak diamati dengan seksama, maka gejala ini sangat mirip. Hewan
tidak bisa bicara, beda dengan manusia yang dengan mudah menyampaiakan keluhan yang dihadapi. Bila
pemilik tidak mengamati hewan kesayangannya dengan seksama maka gejala disfagia ini, seringkali keluhan
sudah cukup terlambat untuk disampaikan pada dokter hewan. Dan pengamatan dari pemilik tersebut sangat
membantu dokter hewan untuk mengidentifikasi problema yang dihadapi hewan kesayangan tersebut.
Pada gangguan orofaring, disfagia selalu terjadi karena ini adalah gejala utama gangguan orofaring
selain itu hewan juga mengalami regurgitasi. Hipersalivasi biasanya ada dan gangging seringkali muncul.
Pada gangguan orofaring biasanya hewan tidak bisa makan ataupun minum, kalaupun bisa maka seringkali
dalam keadaan yang tidak normal, sehingga kadang juga tampak hewan menjatuhkan banyak makanan dari
mulut. Keluarnya makan dari mulut biasanya bersifat segera setelah makan dan makanan yang dikeluarkan
belum tercerna. Hewan tampak enggan menelan. Gejala lain yang berhubungan dengan gangguan orofaring
adalah adanya discharge nasal. Gejala odynofagia bisa disertai namun tidak selalu tampak pada gangguan
orofaring.
Pada problema esofagus, disfagia kadang ada bila terjadi esofagitis atau obstruksi
esofagus. Problema esofagus biasanya juga disertai regurgitasi. Hipersalivasi tidak pernah atau jarang terjadi
dan bila ada biasanya akibat adanya benda asing yang sebetulnya adalah pseudohipersalivasi. Gagging
biasanya tidak ada. Pada problema esofagus hewan masih bisa makan dan minum secara normal, namun
hewan tampak enggan menelan. Bila keluarnya makanan dari mulut, biasanya gangguan ada pada daerah
kranial esofagus dan makanan yang dikeluarkan belum tercerna. Gejala lain yang berhubungan pada
problema esofagus adalah dispnea dan batuk. Gejala odynofagia seringkali tampak terutama pada hewan yang
mengalami esofagitis akibat adanya benda asing.
Regurgitasi adalah naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung tanpa disertai oleh rasa
mual maupun kontraksi otot perut yang sangat kuat.atau regurgitasiadalah keluarnya makanan melalui mulut,
terjadi tanpa usaha atau tanpa adanya proses yang rumit dan tidak disertai tanda-tanda prodormal meski
kadang disertai adanya hipersalivasi. Bahan yang dikeluarkan biasanya berupa bahan pakan yang belum
terdigesti bercampur mukus atau saliva dan mempunyai pH normal, bahan pakan berupa bahan solid ataupun
cair bila terjadi striktura pada esofagus, tercampur darah segar bila terjadi ulserasi, adanya rasa sakit saat
menelan dan teraba adanya bolus di daerah esofagus. Waktu terjadinya biasanya segera setelah makan atau
menelan. Bila terjadi agak lama setelah makan kemungkinan terjadi dilatasi esofagus atau divertikulum
esofagus.

B. Etiologi
Pada disphagya dapat ditemukan beberapa penyebab yang dapat menimbulkan keadaan tersebut
antara lain :
Stroke
Penyakit neurologi progresif
Adanya selang trachestomy
Paralise atau tidak adanya pergerakan pita suara
Tumor dalam mulut
Pembedahan kepala

Pada regurgitasi sering disebabkan oleh asam yang naik dari lambung (refluk asam). Regurgitasi
juga bisa disebabkan oleh penyempitan (striktur) atau penyumbatan kerongkongan. Dimana penyumbatan
bisa terjadi karena beberapa penyebab, termasuk di dalamnya kanker kerongkongan, oleh gangguan
pengendalian saraf kerongkongan dan katupnya di mulut lambung.
C. Anatomi Patologi
Rongga mulut
Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh saraf
fasialis. Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Palatum dibentuk oleh
tulang dari palatum durum di bagian depan dan sebagian besar dari otot palatum mole di bagian belakang.
Dasar mulut di antara lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula.
Muara duktus sub mandibularis terletak di depan dari frenulum lidah. Lidah merupakan organ muskular yang
aktif. Dua pertiga depan dapat digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Korda timpani mempersarafi cita
rasa lidah duapertiga bagian depan dan n. glossofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.
Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong dimulai dari dasar tengkorak
terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui
koana dan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring berhubungan
melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan
memanjang (longitudinal) dan melingkar (sirkular). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring
superior, media dan inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian
otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian
belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring. Batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi
atas epiglotis, batas anterior adalah laring, batas posterior ialah vertebra servikal serta esofagus di bagian
inferior. Pada pemeriksaan laringoskopi struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah adalah valekula.
Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan
ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah permukaan laringeal dari
epiglotis. Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal
dari pleksus faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus, cabang dari n.
glossofaringeus dan serabut simpatis. Dari pleksus faringealis keluar cabang-cabang untuk otot otot faring
kecuali m. stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang n. glosofaringeus.
Esofagus
Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan hipofaring dengan lambung. Bagian
proksimalnya disebut introitus esofagus yang terletak setinggi batas bawah kartilago krikoid atau setinggi
vertebra servikal 6. Di dalam perjalanannya dari daerah servikal, esofagus masuk ke dalam rongga toraks. Di
dalam rongga toraks , esofagus berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebra terus ke
mediastinum posterior di belakang atrium kiri dan menembus diafragma setinggi vertebra torakal 10 dengan
jarak kurang lebih 3 cm di depan vertebra. Akhirnya esofagus ini sampai di rongga abdomen dan bersatu
dengan lambung di daerah kardia.
Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian servikal, torakal dan abdominal. Esofagus
menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama yang bersifat sfingter terletak setinggi tulang rawan
krikoid pada batas antara esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot polos.
Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah, akibat tertekan lengkung aorta dan bronkus utama
kiri. Penyempitan ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esofagus diafragma
yaitu tempat esofagus berakhir pada kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni bersifat sfingter.
Inervasi esofagus berasal dari dua sumber utama, yaitu saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis
dari serabut-serabut ganglia simpatis servikalis inferior, nervus torakal dan n. splangnikus.

D. Patofisiologi
Normalnya orang menelan makanan padat atau minum cairan dan menelan saliva atau mukus
yang dihasilkan tubuh beratus-ratus kali setiap hari. Proses menelan ini mempunyai empat tahap: tahap
pertama persiapan di mulut, di mana makanan atau zat padat digerakkan/dimanipulasi dan dikunyah dalam
persiapan untuk ditelan. Selama tahap oral, lidah mendorong makanan atau zat padat ke bagian belakang
mulut, dan mulailah respon menelan. Tahap pharyngeal mulai segera setelah makanan atau liquid melewati
pharynx (saluran yang menghubungkan mulut dengan esofagus) kedalam esofagus atau saluran pencernaan.
Tahap terakhir adalah tahap esophageal, makanan atau liquid melewati esophagus ke dalam lambung.
Meskipun tahap pertama dan kedua mempunyai beberapa kontrol voluntair, tahap tiga dan empat terjadi
dengan sendirinya tanpa disadari. Apabila proses menelan terhenti karena berbagai sebab, akan
mengakibatkan kesulitan menelan.

E. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan yang perlu dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan menelan
atau disphagya meliputi :
Riwayat penyakit
- Riwayat stroke
- Riwayat pemakaian alat medik : trakeostomi, NGT, mayo tube, ETT, post pemeriksaan endoscopy
- Riwayat pembedahan darah laryx, pharynx, esophagus, tiroid
- Post operasi daerah mulut
Pemeriksaan fisik
- Bentuk mulut tidak simetris
- Tampak adanya peradangan pada pharynx
- Adanya candida dalam oral/mulut
- Edema pharynx

F. Diagnosa keperawatan dan Intervensi keperawatan


1. Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot-otot menelan akibat paralise
Hasil yang diharapkan :
Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat tanpa menimbulkan keputusasaan
Intervensi :
a. Tinjau ulang kemampuan pasien menelan, catat luasnya paralisis fasial
b. Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif seperti membantu pasien menegakkan
kepala.
c. Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan
d. Stimulasi bibir untuk membuka dan menutup mulut secara manual dengan menekan ringan diatas
bibir/dibawah dagu
e. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak sakit/terganggu
f. Sentuh bagian pipi paling dalam dengan spatel untuk mengetahui adanya kelemahan lidah
g. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
h. Mulai dengan memberikan makanan per oral setengah cair, makanan lunak ketika pasien dapat menelan air
i. Bantu pasien untuk memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan mudah ditelan
j. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan
k. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan
2. Resiko tinggi nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat.
Hasil yang diharapkan :
Asupan nutrisi yang adekuat
Intervensi :
a. Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan seksama.
b. Pemberian makanan sedikit dan sering dengan bahan makanan yang tidak bersifat iritatif
c. Sajikan makanan dengan cara yang menarik
d. Hindari makan makanan atau minum yang mengandung zat iritan seperti alkohol
e. Timbang berat badan tiap hari dan catat pertambahannya
f. Observasi asupan nutrien pasien dan kaji hal-hal yang menghambat/mempersulit proses menelan
3. Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf kontrol fasial
Hasil yang diharapkan :
Pasien dapat menelan makanan dan minuman tanpa terjadi aspirasi atau tidak tersedak.
Intervensi :
a. Berikan posisi tubuh tegak/duduk/setengah duduk pada saat makan atau minum
b. Hindari posisi kepala over ekstensi pada saat pasien mencoba makan atau minum
c. Berikan makanan yang lunak yang dapat diatur oleh lidah untuk didorong masuk/ditelan
d. Hindari memberi air dalam jumlah yang banyak sekaligus untuk diteguk

FORMAT PENGKAJIAN
Nama Mahasiswa : Esi Putri C.S Tanggal Masuk : 7 Oktober 2008
Nim : 907312910105.0001 Tanggal Pengkajian : 9 Oktober 2008

I. Identitas Klien
Nama : Tn. A.
Umur : 40
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Bunga Kamboja
Pendidikan : Sarjana
Status Perkawinan : Kawin/Nikah
Pekerjaan : PNS
Diagnosa Medis : Gangguan Saluran Pencernaan (Disphagya)
II. Data
1. Keluhan Utama : Kesulitan menelan
2. Riwayat Keluhan Utama :
P : Stroke
Q : Dehidrasi
R : Gangguan Saluran Pencernaan
S : Sedang
T : Pada saat masuk

III. Riwayat Keluarga

Komentar :
Klien tinggal serumah dengan 4 orang anaknya
Tidak ada penyakit turunan
Meninggal
Laki-laki
Perempuan
Pasien

IV. Riwayat Psikososial dan Pola Hidup Sehari-hari


Pasien mudah bergaul
Pasien mengalami insomnia
Kekurangan cairan
Pasien mengalami konstipasi
Intoleransi aktivitas
Gangguan pada personal hygiene
Nyeri di tenggorokan
Gelisah/cemas
Mudah letih
V. Pemeriksaan Fisik
TTV :
Tekanan darah : 100/70
Pernapasan : 18 kali/menit
Denyut Nadi : 60 kali/menit
Suhu tubuh : 37,5 0 C
PENGKAJIAN MULUT DAN FARING :
Inspeksi
- Bibir tidak simetris
- Warna bibir pucat
- Keadaan mukosa bibir kering dan pecah-pecah
- Warna gigi kuning
- Ada karies, plak dan peradangan pada pharynx
- Jumlah gigi tidak lengkap ( berkurang 3)
- Edema pharynx
- Pembesaran tonsil
- Ovula simetris
- Leher simetris
- Permukaan leher mormal
- Tidak ada pembesaran vena jugularis
- Pembesaran tiroid
Palpasi
- Kelenjar limfe normal
- Edema pharynx
- Pembesaran tiroid
- Vena jugularis normal
Uji nervus
- Fasial cranial (pengecapan 1/3 anterior lidah) normal
- Glossofaringeus (1/3 posterior lidah) normal
- Vagus (refleks menelan) abnormal, kesulitan menelan. Pasien tidak mampu menelan.
- Hiplogosus (gerakan lidah) normal
Uji kekuatan otot
- Sternokledomastoideus normal
- Aksesorius spinal normal
Tes kaku kuduk normal
KLASIFIKASI DATA
Data subyektif :
Paien mengaku kesulitan menelan
Nyeri di tenggorokan
Pasien merasa susah tidur, makan dan mudah letih.
konstipasi
Data obyektif :
Gangguan personal hygiene
Ada peradangan pada pharynx
Intoleransi aktivitas
Dehirasi
Gelisah/cemas
Warna bibir pucat
Keadaan mukosa bibir kering dan pecah-pecah
Pembesaran tonsil
Pembesaran tiroid
Letih
Kesulitan menelan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot-otot menelan akibat paralise
2. Resiko tinggi nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat
3. Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf kontrol fasial
FORMAT RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Rencana Tindakan Kep.
No. Diagnosa Kep
Tujuan Intervensi Rasional
1 Resiko gangguan - Pasien dapat menunjukkan - Tinjau ulang kemampuan - Pasien dapat
menelan metode menelan makanan yang pasien menelan, catat luasnya berkosentrasi
berhubungan tepat tanpa menimbulkan paralisis fasial selama mekanisme
dengan kelemahan keputusasaan makan tanpa
- Tingkatkan upaya untuk
otot-otot menelan adanya gangguan
dapat melakukan proses
akibat paralise dari luar atau
menelan yang efektif seperti lingkungan
membantu pasien
- Pasien mampu
menegakkan kepala. mengunya secara
- Letakkan pasien pada posisi perlahan.
duduk/tegak selama -
dan Pasien mampu
setelah makan menelan makanan
yang lunak/
- Stimulasi bibir untuk
kental/cair
membuka dan menutup mulut
- Pasien mampu
secara manualdengan meminum cairan
menekan ringan diatas dengan
bibir/dibawah dagu menggunakan
- Letakkan makanan pada sedotan.
daerah mulut yang tidak
sakit/terganggu
- Sentuh bagian pipipaling
dalam dengan spatel untuk
mengetahui adanya
kelemahan lidah
- Berikan
makan denganperlahan pada
lingkungan yang tenang
- Mulai dengan
memberikan makananper oral
setengah cair, makanan lunak
ketika pasien dapat menelan
air
- Bantu pasien untuk memilih
makanan yang kecil atau tidak
perlu mengunyah dan mudah
ditelan
- Anjurkan pasien
menggunakan sedotanuntuk
meminum cairan
- Anjurkan untukberpartisipasi
dalam program latihan

FORMAT IMPLEMENTASI
Hari/tanggal Jam Implementasi Evaluasi
Kamis 07.15 - Tingkatkan upaya untuk dapat 09.00
09/10 2008 melakukan proses menelan yang
efektif seperti membantu pasien
S : Merasa mampu untuk berusaha menelan
menegakkan kepala O : Pasien tampak bersemangat
Hasil : Pasien mampu menegakkan kepala A : Masalah teratasi
P : Mempertahankan intervensi

09.30 - Mulai memberikan makanan per 11.15


oral setengah cair, dan makanan
lunak ketika pasien dapat menelan
S : Pasein merasa senang karena mampu menelan
air. air
Hasil : Pasien mampu menelan air dan O : Pasien mampu menelan air dan makanan lunak
makanan lunak A : Masalah masih tetap ada
P : Lanjutkan intervensi
11.30 - Menganjurkan pasien makan dan 13.00
mengunyah makanan secara
S : Pasien merasa kesulitan mengunyah
perlahan O : Pasien mampu mengunyah dengan perlahan
Hasil : Pasien mampu mengunyah makananA : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesulitan menelan (dysphagia) sering terjadi diberbagai kelompok usia, khususnya pada orang tua.
Dysphagia merujuk pada kesulitan menelan makanan atau minuman . Hal ini disebabkan karena berbagai
faktor, yang paling sering adalah karena stroke, penyakit neurologi progresif, adanya selang tracheostomy,
paralise atau tidak adanya pergerakan pita suara, tumor dalam mulut, tenggorokan atau esofagus, pembedahan
kepala, leher atau daerah esofagus. Masalah yang terjadi akibat gangguan menelan adalah
aspirasi, malnourishment dan dehidrasi.
Diet modifikasi pada pasien dengan gangguan menelan. Teknik modifikasi diet pada pasien dengan
gangguan menelan meliputi merubah bentuk dan suhu makanan berdasarkan pada hasil evaluasi makanan
yang ditelan. Liquid dapat dikentalkan dengan produk komersial atau makanan lain. Penggunaan makanan
lain seperti cereal bayi, tak berasa gelatin, atau tapioka bisa dirubah secara konsisten dengan pasien dysphagia
yang diperlukan pasien sesuai kebutuhan untuk memenuhi nutrisi dan hidrasi mereka. Bila prinsip dasar
penatalaksanaan gagal untuk menghasilkan kemajuan dalam dua sampai tiga minggu atau jika pasien
mengalami kemunduruan setelah pengembangan dibuat, pertimbangan harus diberikan untuk mengevaluasi
kembali dan menyerahkan selanjutnya untuk intervensi medik
B. Saran
Proses pemberian makanan pada pasien post gangguan menelan ini perlu kesabaran. Karena itu
kerjasama dengan anggota keluarga terdekat untuk mempersiapkan perawatan lanjut di rumah. Pemilihan
makanan juga harus disesuaikan dengan kemampuan menelan pasien. Oleh karena itu kerjasama dengan ahli
gizi sangat penting untuk pemilihan dan penyediaan makanan yang sesuai dengan perkembangan pasien.
Frekuensi pemberian makanan pada pasien pun berbeda dengan orang normal. Karena kemampuan pasien
belum optimal asupan makanannya pun belum adekuat. Untuk itu frekuensi pemberian makanan dibuat
sesering mungkin dengan porsi disesuaikan dengan kemampuan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn, Moorhouse, Geissler. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (terjemahan). Edisi 3, Jakarta : EGC
Ear, Nose, & throat associates, diambil pada file://E:/Swallowing%20Disorder.htm
E:dysphagia.htm 21/2/06
Print WordDOC: Swallowing and nutrition, diambil pada wordDOC.com.swallowing and nutrition.htm 21/2/06

S-ar putea să vă placă și