Sunteți pe pagina 1din 8

askep SOL

SPACE OCCUPYING LESION ( SOL )

A. PENGERTIAN

SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada
ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi
pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial ( Long C ,
1996 : 130). Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-
lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali diakomodasi
dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena mengalami
kompresi, dan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan
intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan
absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.

Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-tanda dan
gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinal atau yang
langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial
dengan cepat. Tanda-tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisirlesi akan tergantung
pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang ditimbulkan oleh
lesi. Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat peregangan durameter dan muntah-muntah akibat
tekanan pada batang otak merupakan keluhan yang umum.Suatu pungsi lumbal tidak boleh
dilakukan pada pasien yang diduga tumor intracranial. Pengeluaran cairan serebrospinal akan
mengarah pada timbulnya pergeseran mendadak hemispherium cerebri melalui takik tentorium
kedalam fossa cranii posterior atau herniasi medulla oblongata dan serebellum melalui foramen
magnum. Pada saat ini CT-scan dan MRI digunakan untuk menegakkan diagnose.

Tumor otak adalah sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati ruang di
dalam tengkorak. (http://www.tumor_otak/2008.com).

Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang tumbuh di
otak, meningen dan tengkorak (Lombardo, Mary caster 2005 : 1183).

B. ETIOLOGI

1. Riwayat trauma kepala


2. Faktor genetik
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
4. Virus tertentu
5. Defisiensi imunologi
6. Congenital
C. PATOFISIOLOGI

- Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan edema serebral

- Aktivitas kejang dan tanda tanda neurologis fokal

- Hidrosefalus

- Gangguan fungsi hipofisis

Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia, infiltrasi leukosit /
melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema, beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi
proses uque fraction atau dinding kista berisi pus. Kemudian rupture maka infeksi akan meluas
keseluruh otak dan bisa timbul meningitis ( long, 1996 : 193 ).
Terjadi proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central
nervus ( CNS ). Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat disekitarnya
mengakibatkan terjadi gangguan neurologis ( Gangguan Fokal Akibat Tumor Dan Peningkatan TIK ).

Tumor tumor otak primer menunjukkan kira kira 20 % dari penyebab semua kematian
kanker. Tumor tumor otak jarang bermetastase ke otak, biasanya dari paru paru, payudara,
cairan glastrointestinal bagian bawah, pankreas, ginjal, dan kulit ( melanoma ).

Insiden tertinggi pada tumor otak dewasa terjadi pada dekade ke 5, 6, 7 dengan tingginya
insiden pada pria usia dewasa tumor otak banyak dimulai dari sel gelia ( sel untuk mebuat struktur
dan mendukung sistem otak dan medula spinalis ) dan merupakan supratentorial ( Terletak Diatas
Penutup Cerebellum ) jelasnya neoplastik dalam palastik menyebabkan kematian yang mengganggu
fungsi vital, seperti pernafasan atau adanya peningkatan TIK.

D. MANIFESTASI KLINIS

Peningkatan tekanan intracranial


a. Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus menerus, tumpul dan kadang kadang bersifat hebat sekali,
biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas yang menyebabkan
peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkuk dan mengejan.
b. Nausea dan muntah
Akibat rangsangan pada medual oblongata
c. Papil edema
Statis vena menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus.
E. Klasifikasi

1. Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :


a. Jinak
Acoustic neuroma
Meningioma
Pituitary adenoma
Astrocytoma ( grade I )
b. Malignant
Astrocytoma ( grade 2,3,4 )
Oligodendroglioma
Apendymoma
2. Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :
a. Tumor intradural
Ekstramedular
Cleurofibroma
Meningioma intramedural
Apendimoma
Astrocytoma
Oligodendroglioma
Hemangioblastoma
b. Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan
meluasnya edema serebralsekunder serta member informasi tentang sistem vaskuler
2. MRI :Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otakdan daerah
hiposisis, dimana tulang menggangudalam gambaran yang menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar
pengobatan seta informasi prognosisi
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi ( EEG )
Mendeteksi gelombang otak abnormal.
G. KOMPLIKASI

1. Gangguan fungsi neurologis


2. Gangguan kognitif
3. Gangguan tidur dan mood
4. Disfungsi seksual
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SOL

A. Pengkajian

1. Anamnesis
a. Identitas klien : usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl
MRS, askes, dst.
b. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan intrakranial
serta gejala nerologik fokal.
d. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis)
atau infeksi paru paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung (endokarditis), organ
pelvis, gigi dan kulit).
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Pola fungsi kesehatan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD : meningkat
N : menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).
c. Eliminasi
Gejala : -
Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
d. Nutrisi
Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
e. Hygiene
Gejala : -
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada periode akut).
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam keputusan,
afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus, kejang umum lokal.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
h. Pernapasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi sampai
koma) dan gelisah
i. Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga tengah, sinus abses
gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak /
cedera kepala.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel
2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
3. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi
4. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak kecil)
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
C. INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali normal dengan
KH :

TTV normal
Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit
Gelisah hilang
Ingatanya kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
1. Pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya seperti
GCS
2. Pantau frekuensi dan irama jantung
3. Pantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi penggunaan selimut dan
lakukan kompres hangat jika terjadi demam
4. Pantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit dan keadaan membrane
mukosa
5. Gunakan selimut hipotermia
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti steroid, klorpomasin, asetaminofen
Rasional :
1. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensi TIK adalah sangat
berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran, luas,dan perkembangan dari kerusakan
2. Perubahan pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi yang mencerminkan trauma atau tekanan
batang otak tentang ada tidaknya penyakit
3. Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin merupakan komplikasi
dari kerusakan pada hipotalamus
4. Hipertermi meningkatkan kehilangan air dan meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika
tingkat kesadaran menurun
5. Membantu dalam mengontrol peningkatan suhu
6. Dapat menurunkan permebilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema, mengatasi
menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan metabolisme seluler/ menurunkan
konsumsioksigen
1. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri hilang dengan KH :

Nyeri hilang
Pasien tenang
Pasien dapat beristirahat dengan tenang

Intervensi :
1. Berikan lingkungan yang tenang
2. Tingkatkan tirah baring
3. Mengajarkan teknik nafas dalam
4. Berikan posisi yang nyaman
7. Kolaborasi pemberian obat analgetik
Rasional :
1. Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar dan meningkatkan istirahat
2. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
3. Mengurangi nyeri
4. Menurunkan iritasi meningeal dan membuat pasien nyaman
5. Untuk menghilangkan nyeri yang hebat

3. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan pasien menjadi adekuat
dengan KH :

Mual muntah hilang


Napsu makan meningkat
BB kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
2. Beri makanan dalam jumlah kecil dan sering
3. Timbang berat badan
4. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional :
1. Menentukan pemilihan terhadapjenis makanan sehingga pasien terlindungi dari aspirasi
2. Meningkatkan proses pencernaan dan kontraksi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan
dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan
3. Mengevaluasi keefektifan/ kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
4. Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori \nutrisi
4. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak kecil)
Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal.

KH :
Klien dapat mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit.
Intervensi :

1. Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih sering.

Rasional : menurunkan terjadinya terauma atau iskemia jaringan.

2. Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.

Rasional : meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya


kontraktur.

3. Bantu pasien mengubah posisi di tempat tidur.

Rasional : membantu melatih saraf-saraf otot

1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
2. Kaji derajat imobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0 4)
3. Letakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit
perubahan posisi antara waktu
Rasional :
1. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan
intervensi yang akan dilakukan.
2. Seseorang dalam semua kategori sama sama mempunyai risiko kecelakaan namun katagori 2
4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tsb sehubungan dengan imobilisasi.
3. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan
meningkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan penglihatan pasien kembali normal
dengan KH :

Pasien dapat melihat dengan jelas


Intervensi :
1. Pastikan atau validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik, orientasikan kembali pasien
secara teratur pada lingkungan, dan tindakan yang akan dilakukan terutama jika penglihatannya
terganggu
2. Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan
3. Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dam melakikan aktivitas
4. Rujuk pada ahli fisioterapi
Rasional :
1. Membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi, gangguan fungsi
kognitif dan atau penurunan penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya disorientasi dan
ansietas
2. Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur REM
(ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensori
3. Menurunkan fruktasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan /pola respon yang
memanjang
4. Pendekatan antardisiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan berintegrasi yang
didasarkan atas kombinasi kemampuan /ketidakmampuan secara individu yang unik dengan
berfokus pada peningkatan evaluasi, dan fungsi fisik, kognitif, dan perseptual

DAFTAR PUSTAKA

Doenges.EM.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.

http://astrosit.blogspot.com/2010/06/01/lesi-desak-ruang-(space-occupying-lesion).html

http://perfecttonarcissmo.blogspot.com/2010/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-space.html

http://supersuga.wordpress.com/2008/03/06/anatomi-otak.html

Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Edisi 6 Vol.2. Jakarta:EGC

S-ar putea să vă placă și