Sunteți pe pagina 1din 16

Surya Malakiano

Rabu, 01 Februari 2012


Askep Disphagya

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menelan merupakan satu proses yang kompleks yang memungkinkan pergerakan
makanan dan cairan dari rongga mulut ke lambung. Proses ini melibatkan struktur di dalam
mulut, faring, laring dan esofagus.
Keluhan sulit menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di
orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot
menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Jenis makanan yang
menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi mengenai kelainan yang terjadi

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Disphagya dan Regurgitasi.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami antara lain :
Defenisi Disphagya dan Regurgitasi
Etiologi Disphagya dan Regurgitasi
Patofisiologi Disphagya dan Regurgitasi
Diagnosis dan penanganan Disphagya dan Regurgitasi
Asuhan keperawatan pada pasien Disphagya dan Regurgitasi

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan tujuan di atas maka, dapat ditarik rumusan masalah untuk kemudian akan
dibahas pada bab selanjutnya yakni bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien
Disphagya dan Regurgitasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Disphagya adalah kesulitan pada proses menelan dan melewatkan makanan dari esofagus
ke lambung. Penyebab disfagia bisa bermacam macam. Penting untuk mengetahui perbedaan
disfagia karena gangguan orofaring dan esofagus. Bila tidak diamati dengan seksama, maka
gejala ini sangat mirip. Hewan tidak bisa bicara, beda dengan manusia yang dengan mudah
menyampaiakan keluhan yang dihadapi. Bila pemilik tidak mengamati hewan kesayangannya
dengan seksama maka gejala disfagia ini, seringkali keluhan sudah cukup terlambat untuk
disampaikan pada dokter hewan. Dan pengamatan dari pemilik tersebut sangat membantu dokter
hewan untuk mengidentifikasi problema yang dihadapi hewan kesayangan tersebut.
Pada gangguan orofaring, disfagia selalu terjadi karena ini adalah gejala utama gangguan
orofaring selain itu hewan juga mengalami regurgitasi. Hipersalivasi biasanya ada dan gangging
seringkali muncul. Pada gangguan orofaring biasanya hewan tidak bisa makan ataupun minum,
kalaupun bisa maka seringkali dalam keadaan yang tidak normal, sehingga kadang juga tampak
hewan menjatuhkan banyak makanan dari mulut. Keluarnya makan dari mulut biasanya bersifat
segera setelah makan dan makanan yang dikeluarkan belum tercerna. Hewan tampak enggan
menelan. Gejala lain yang berhubungan dengan gangguan orofaring adalah adanya discharge
nasal. Gejala odynofagia bisa disertai namun tidak selalu tampak pada gangguan orofaring.
Pada problema esofagus, disfagia kadang ada bila terjadi esofagitis atau obstruksi
esofagus. Problema esofagus biasanya juga disertai regurgitasi. Hipersalivasi tidak pernah atau
jarang terjadi dan bila ada biasanya akibat adanya benda asing yang sebetulnya adalah
pseudohipersalivasi. Gagging biasanya tidak ada. Pada problema esofagus hewan masih bisa
makan dan minum secara normal, namun hewan tampak enggan menelan. Bila keluarnya
makanan dari mulut, biasanya gangguan ada pada daerah kranial esofagus dan makanan yang
dikeluarkan belum tercerna. Gejala lain yang berhubungan pada problema esofagus adalah
dispnea dan batuk. Gejala odynofagia seringkali tampak terutama pada hewan yang mengalami
esofagitis akibat adanya benda asing.
Regurgitasi adalah naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung tanpa disertai
oleh rasa mual maupun kontraksi otot perut yang sangat kuat.atau regurgitasi adalah keluarnya
makanan melalui mulut, terjadi tanpa usaha atau tanpa adanya proses yang rumit dan tidak
disertai tanda-tanda prodormal meski kadang disertai adanya hipersalivasi. Bahan yang
dikeluarkan biasanya berupa bahan pakan yang belum terdigesti bercampur mukus atau saliva
dan mempunyai pH normal, bahan pakan berupa bahan solid ataupun cair bila terjadi striktura
pada esofagus, tercampur darah segar bila terjadi ulserasi, adanya rasa sakit saat menelan dan
teraba adanya bolus di daerah esofagus. Waktu terjadinya biasanya segera setelah makan atau
menelan. Bila terjadi agak lama setelah makan kemungkinan terjadi dilatasi esofagus atau
divertikulum esofagus.

B. Etiologi
Pada disphagya dapat ditemukan beberapa penyebab yang dapat menimbulkan keadaan
tersebut antara lain :
Stroke
Penyakit neurologi progresif
Adanya selang trachestomy
Paralise atau tidak adanya pergerakan pita suara
Tumor dalam mulut
Pembedahan kepala

Pada regurgitasi sering disebabkan oleh asam yang naik dari lambung (refluk asam).
Regurgitasi juga bisa disebabkan oleh penyempitan (striktur) atau penyumbatan kerongkongan.
Dimana penyumbatan bisa terjadi karena beberapa penyebab, termasuk di dalamnya kanker
kerongkongan, oleh gangguan pengendalian saraf kerongkongan dan katupnya di mulut
lambung.

C. Anatomi Patologi
Rongga mulut
Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh
saraf fasialis. Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris.
Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum di bagian depan dan sebagian besar dari otot
palatum mole di bagian belakang. Dasar mulut di antara lidah dan gigi terdapat kelenjar
sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula. Muara duktus sub mandibularis terletak di
depan dari frenulum lidah. Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga depan dapat
digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Korda timpani mempersarafi cita rasa lidah
duapertiga bagian depan dan n. glossofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.
Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong dimulai dari dasar
tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal. Faring berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana dan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring,
sedangkan dengan laring berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan
esofagus. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan memanjang (longitudinal) dan melingkar
(sirkular). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring superior, media dan inferior.
Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian
atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian
belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring. Batas hipofaring di sebelah
superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring, batas posterior ialah vertebra
servikal serta esofagus di bagian inferior. Pada pemeriksaan laringoskopi struktur pertama yang
tampak di bawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang
dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada
tiap sisi. Di bawah valekula adalah permukaan laringeal dari epiglotis. Epiglotis berfungsi
melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju
ke sinus piriformis dan ke esofagus. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari
pleksus faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus, cabang dari n.
glossofaringeus dan serabut simpatis. Dari pleksus faringealis keluar cabang-cabang untuk otot
otot faring kecuali m. stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang n. glosofaringeus.
Esofagus
Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan hipofaring dengan lambung.
Bagian proksimalnya disebut introitus esofagus yang terletak setinggi batas bawah kartilago
krikoid atau setinggi vertebra servikal 6. Di dalam perjalanannya dari daerah servikal, esofagus
masuk ke dalam rongga toraks. Di dalam rongga toraks , esofagus berada di mediastinum
superior antara trakea dan kolumna vertebra terus ke mediastinum posterior di belakang atrium
kiri dan menembus diafragma setinggi vertebra torakal 10 dengan jarak kurang lebih 3 cm di
depan vertebra. Akhirnya esofagus ini sampai di rongga abdomen dan bersatu dengan lambung
di daerah kardia.
Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian servikal, torakal dan abdominal.
Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama yang bersifat sfingter terletak
setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan
otot serat lintang menjadi otot polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah,
akibat tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak bersifat sfingter.
Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esofagus diafragma yaitu tempat esofagus berakhir
pada kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni bersifat sfingter. Inervasi esofagus
berasal dari dua sumber utama, yaitu saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis dari
serabut-serabut ganglia simpatis servikalis inferior, nervus torakal dan n. splangnikus.

D. Patofisiologi
Normalnya orang menelan makanan padat atau minum cairan dan menelan saliva atau
mukus yang dihasilkan tubuh beratus-ratus kali setiap hari. Proses menelan ini mempunyai
empat tahap: tahap pertama persiapan di mulut, di mana makanan atau zat padat
digerakkan/dimanipulasi dan dikunyah dalam persiapan untuk ditelan. Selama tahap oral, lidah
mendorong makanan atau zat padat ke bagian belakang mulut, dan mulailah respon menelan.
Tahap pharyngeal mulai segera setelah makanan atau liquid melewati pharynx (saluran yang
menghubungkan mulut dengan esofagus) kedalam esofagus atau saluran pencernaan. Tahap
terakhir adalah tahap esophageal, makanan atau liquid melewati esophagus ke dalam lambung.
Meskipun tahap pertama dan kedua mempunyai beberapa kontrol voluntair, tahap tiga dan empat
terjadi dengan sendirinya tanpa disadari. Apabila proses menelan terhenti karena berbagai sebab,
akan mengakibatkan kesulitan menelan.

E. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan yang perlu dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan
menelan atau disphagya meliputi :
Riwayat penyakit
- Riwayat stroke
- Riwayat pemakaian alat medik : trakeostomi, NGT, mayo tube, ETT, post pemeriksaan
endoscopy
- Riwayat pembedahan darah laryx, pharynx, esophagus, tiroid
- Post operasi daerah mulut
Pemeriksaan fisik
- Bentuk mulut tidak simetris
- Tampak adanya peradangan pada pharynx
- Adanya candida dalam oral/mulut
- Edema pharynx

F. Diagnosa keperawatan dan Intervensi keperawatan


1. Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot-otot menelan akibat paralise
Hasil yang diharapkan :
Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat tanpa menimbulkan
keputusasaan
Intervensi :
a. Tinjau ulang kemampuan pasien menelan, catat luasnya paralisis fasial
b. Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif seperti membantu pasien
menegakkan kepala.
c. Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan
d. Stimulasi bibir untuk membuka dan menutup mulut secara manual dengan menekan ringan
diatas bibir/dibawah dagu
e. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak sakit/terganggu
f. Sentuh bagian pipi paling dalam dengan spatel untuk mengetahui adanya kelemahan lidah
g. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
h. Mulai dengan memberikan makanan per oral setengah cair, makanan lunak ketika pasien dapat
menelan air
i. Bantu pasien untuk memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan mudah ditelan
j. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan
k. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan
2. Resiko tinggi nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
yang adekuat.
Hasil yang diharapkan :
Asupan nutrisi yang adekuat
Intervensi :
a. Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan seksama.
b. Pemberian makanan sedikit dan sering dengan bahan makanan yang tidak bersifat iritatif
c. Sajikan makanan dengan cara yang menarik
d. Hindari makan makanan atau minum yang mengandung zat iritan seperti alkohol
e. Timbang berat badan tiap hari dan catat pertambahannya
f. Observasi asupan nutrien pasien dan kaji hal-hal yang menghambat/mempersulit proses menelan
3. Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf
kontrol fasial
Hasil yang diharapkan :
Pasien dapat menelan makanan dan minuman tanpa terjadi aspirasi atau tidak tersedak.
Intervensi :
a. Berikan posisi tubuh tegak/duduk/setengah duduk pada saat makan atau minum
b. Hindari posisi kepala over ekstensi pada saat pasien mencoba makan atau minum
c. Berikan makanan yang lunak yang dapat diatur oleh lidah untuk didorong masuk/ditelan
d. Hindari memberi air dalam jumlah yang banyak sekaligus untuk diteguk
FORMAT PENGKAJIAN
Nama Mahasiswa : Esi Putri C.S Tanggal Masuk : 7 Oktober 2008
Nim : 907312910105.0001 Tanggal Pengkajian : 9 Oktober 2008

I. Identitas Klien
Nama : Tn. A.
Umur : 40
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Bunga Kamboja
Pendidikan : Sarjana
Status Perkawinan : Kawin/Nikah
Pekerjaan : PNS
Diagnosa Medis : Gangguan Saluran Pencernaan (Disphagya)
II. Data
1. Keluhan Utama : Kesulitan menelan
2. Riwayat Keluhan Utama :
P : Stroke
Q : Dehidrasi
R : Gangguan Saluran Pencernaan
S : Sedang
T : Pada saat masuk
III. Riwayat Keluarga

Komentar :
Klien tinggal serumah dengan 4 orang anaknya
Tidak ada penyakit turunan
Meninggal
Laki-laki
Perempuan
Pasien

IV. Riwayat Psikososial dan Pola Hidup Sehari-hari


Pasien mudah bergaul
Pasien mengalami insomnia
Kekurangan cairan
Pasien mengalami konstipasi
Intoleransi aktivitas
Gangguan pada personal hygiene
Nyeri di tenggorokan
Gelisah/cemas
Mudah letih
V. Pemeriksaan Fisik
TTV :
Tekanan darah : 100/70
Pernapasan : 18 kali/menit
Denyut Nadi : 60 kali/menit
Suhu tubuh : 37,5 0 C
PENGKAJIAN MULUT DAN FARING :
Inspeksi
- Bibir tidak simetris
- Warna bibir pucat
- Keadaan mukosa bibir kering dan pecah-pecah
- Warna gigi kuning
- Ada karies, plak dan peradangan pada pharynx
- Jumlah gigi tidak lengkap ( berkurang 3)
- Edema pharynx
- Pembesaran tonsil
- Ovula simetris
- Leher simetris
- Permukaan leher mormal
- Tidak ada pembesaran vena jugularis
- Pembesaran tiroid
Palpasi
- Kelenjar limfe normal
- Edema pharynx
- Pembesaran tiroid
- Vena jugularis normal
Uji nervus
- Fasial cranial (pengecapan 1/3 anterior lidah) normal
- Glossofaringeus (1/3 posterior lidah) normal
- Vagus (refleks menelan) abnormal, kesulitan menelan. Pasien tidak mampu menelan.
- Hiplogosus (gerakan lidah) normal
Uji kekuatan otot
- Sternokledomastoideus normal
- Aksesorius spinal normal
Tes kaku kuduk normal
KLASIFIKASI DATA
Data subyektif :
Paien mengaku kesulitan menelan
Nyeri di tenggorokan
Pasien merasa susah tidur, makan dan mudah letih.
konstipasi
Data obyektif :
Gangguan personal hygiene
Ada peradangan pada pharynx
Intoleransi aktivitas
Dehirasi
Gelisah/cemas
Warna bibir pucat
Keadaan mukosa bibir kering dan pecah-pecah
Pembesaran tonsil
Pembesaran tiroid
Letih
Kesulitan menelan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot-otot menelan akibat paralise
2. Resiko tinggi nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
yang adekuat
3. Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf
kontrol fasial
FORMAT RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Rencana Tindakan Kep.
No. Diagnosa Kep
Tujuan Intervensi Rasional
1 Resiko - Pasien dapat - Tinjau ulang- Pasien
gangguan menunjukkan dapat
kemampuan
menelan metode menelan berkosentras
berhubungan makanan yang pasien menelan, i selama
dengan tepat tanpa mekanisme
kelemahan menimbulkan catat luasnya makan tanpa
otot-otot keputusasaan adanya
paralisis fasial
menelan gangguan
akibat - Tingkatkan dari luar
paralise atau
upaya untuk
lingkungan
dapat melakukan - Pasien
mampu
proses menelan
mengunya
yang efektif secara
perlahan.
seperti
- Pasien
membantu pasien mampu
menelan
menegakkan
makanan
kepala. yang lunak/
kental/cair
- Letakkan pasien
- Pasien
pada posisi mampu
meminum
duduk/tegak
cairan
selama dan dengan
menggunaka
setelah makan
n sedotan.
- Stimulasi bibir
untuk membuka
dan menutup
mulut secara
manual dengan
menekan ringan
diatas
bibir/dibawah
dagu
- Letakkan
makanan pada
daerah mulut
yang tidak
sakit/terganggu
- Sentuh bagian
pipi paling dalam
dengan spatel
untuk
mengetahui
adanya
kelemahan lidah
- Berikan makan
dengan perlahan
pada lingkungan
yang tenang
- Mulai dengan
memberikan
makanan per oral
setengah cair,
makanan lunak
ketika pasien
dapat menelan air
- Bantu pasien
untuk memilih
makanan yang
kecil atau tidak
perlu mengunyah
dan mudah
ditelan
- Anjurkan pasien
menggunakan
sedotan untuk
meminum cairan
- Anjurkan untuk
berpartisipasi
dalam program
latihan

FORMAT IMPLEMENTASI
Hari/tanggal Jam Implementasi Evaluasi
Kamis 07.15- Tingkatkan upaya 09.00
09/10 2008 untuk dapat
melakukan proses
S : Merasa mampu untuk
menelan yang efektif berusaha menelan
seperti membantuO : Pasien tampak
pasien menegakkan bersemangat
kepala A : Masalah teratasi
Hasil : Pasien mampu P : Mempertahankan
menegakkan kepala intervensi
09.30- Mulai memberikan 11.15
makanan per oral
setengah cair, dan S : Pasein merasa senang
makanan lunak karena mampu menelan
ketika pasien dapat air
menelan air. O : Pasien mampu menelan air
Hasil : Pasien mampu dan makanan lunak
menelan air dan A : Masalah masih
makanan lunak tetap ada
P : Lanjutkan
intervensi
11.30- Menganjurkan 13.00
pasien makan dan S : Pasien merasa kesulitan
mengunyah makanan mengunyah
secara perlahan O : Pasien mampu mengunyah
Hasil : Pasien mampu dengan perlahan
mengunyah makanan A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesulitan menelan (dysphagia) sering terjadi diberbagai kelompok usia, khususnya pada
orang tua. Dysphagia merujuk pada kesulitan menelan makanan atau minuman . Hal ini
disebabkan karena berbagai faktor, yang paling sering adalah karena stroke, penyakit neurologi
progresif, adanya selang tracheostomy, paralise atau tidak adanya pergerakan pita suara, tumor
dalam mulut, tenggorokan atau esofagus, pembedahan kepala, leher atau daerah esofagus.
Masalah yang terjadi akibat gangguan menelan adalah aspirasi, malnourishment dan dehidrasi.
Diet modifikasi pada pasien dengan gangguan menelan. Teknik modifikasi diet pada
pasien dengan gangguan menelan meliputi merubah bentuk dan suhu makanan berdasarkan pada
hasil evaluasi makanan yang ditelan. Liquid dapat dikentalkan dengan produk komersial atau
makanan lain. Penggunaan makanan lain seperti cereal bayi, tak berasa gelatin, atau tapioka bisa
dirubah secara konsisten dengan pasien dysphagia yang diperlukan pasien sesuai kebutuhan
untuk memenuhi nutrisi dan hidrasi mereka. Bila prinsip dasar penatalaksanaan gagal untuk
menghasilkan kemajuan dalam dua sampai tiga minggu atau jika pasien mengalami
kemunduruan setelah pengembangan dibuat, pertimbangan harus diberikan untuk mengevaluasi
kembali dan menyerahkan selanjutnya untuk intervensi medik

B. Saran
Proses pemberian makanan pada pasien post gangguan menelan ini perlu kesabaran.
Karena itu kerjasama dengan anggota keluarga terdekat untuk mempersiapkan perawatan lanjut
di rumah. Pemilihan makanan juga harus disesuaikan dengan kemampuan menelan pasien. Oleh
karena itu kerjasama dengan ahli gizi sangat penting untuk pemilihan dan penyediaan makanan
yang sesuai dengan perkembangan pasien. Frekuensi pemberian makanan pada pasien pun
berbeda dengan orang normal. Karena kemampuan pasien belum optimal asupan makanannya
pun belum adekuat. Untuk itu frekuensi pemberian makanan dibuat sesering mungkin dengan
porsi disesuaikan dengan kemampuan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges Marilynn, Moorhouse, Geissler. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (terjemahan). Edisi 3, Jakarta : EGC
Ear, Nose, & throat associates, diambil pada file://E:/Swallowing%20Disorder.htm
E:dysphagia.htm 21/2/06
Print WordDOC: Swallowing and nutrition, diambil pada wordDOC.com.swallowing and nutrition.htm
21/2/0

S-ar putea să vă placă și