Sunteți pe pagina 1din 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Fungsi tubuh akan menurun seiring bertambahnya umur seseorang. Hal itu
membuat lansia sangat identik dengan menurunnya daya tahan tubuh dan
mengalami berbagai macam penyakit. Beberapa perubahan dapat terjadi pada
saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa
lambung. Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami penuruna hingga
85%. Penurunan tersebut akan membuat lansia rentan menderita penyakit.
Lansia akan memerlukan obat yang jumlah atau macamnya tergantung
dari penyakit yang diderita. Semakin banyak penyakit pada lansia, semakin
banyak jenis obat yang diperlukan. Banyaknya jenis obat akan menimbulkan
masalah antara lain kemungkinan memerlukan ketaatan atau menimbulkan
kebingungan dalam menggunakan atau cara minum obat. Disamping itu dapat
meningkatkan resiko efek samping obat atau interaksi obat.
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,
kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Kondisi
tersebut dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Jika tidak diantisipasi
dengan deteksi dini dan tindakan yang tepat, maka dapat berakibat fatal bagi
lansia. Oleh karena itu, peningkatan jumlah penduduk lansia harus diimbangi
dengan peningkatan pelayanan kesehatan. Harapannya agar terjadi
peningkatan kualitas hidup lansia dan memperkecil resiko lansia yang
menderita penyakit, salah satunya adalah dispepsia.

1.2.RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari dispepsia ?
2. Apa etiologi dari dispepsia ?
3. Apa manifestasi klinis dari didpepsia ?
4. Apa saja komplikasi dari dispepsia ?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari dispepsia ?

1
6. Bagaimana konsep asuhan keperawatan untuk dispepsia ?

1.3.TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari dispepsia.
2. Untuk mengetahui etiologi dari dispepsia.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari dispepsia.
4. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada dispepsia.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada dispepsia.
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan dispepsia.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Konsep Dasar
A. Definisi
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse
berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala
klinisyang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang
menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus
klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam
lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer, 2000). Menurut
Mansjoer (2000) pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik
sebagai penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan
yang nyata terhadap organ tubuh misalnyatukak (luka) lambung, usus
dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.
b. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia
nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional
tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organberdasarkan
pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong
saluranpencernaan).
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,
kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa.
Biasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak teratur, makanan
yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun
kondisi emosional tertentu misalnya stress (Wibawa, 2006).

B. Etiologi
Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat
proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa,
2006). Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami penuruna hingga
85%.

3
Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, yaitu :
a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau
duodenum, gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.
b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa
jenis antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya.
c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti
hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik.
d. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit
jantung koroner.
Dispepsia fungsional dibagi 3, yaitu :
a. Dispepsia mirip ulkus bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu
hati.
b. Dispepsia mirip dismotilitas bila gejala dominan adalah kembung,
mual, cepat kenyang.
c. Dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan
dispepsia mirip ulkus maupun dispepsia mirip dismotilitis.
Peranan pemakaian OAINS dan infeksi H. Pylori sangat besar pada
kasus-kasus dengan kelainan organik (Wibawa, 2006).

C. Faktor Predisposisi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan pola hidup.
Menurut Guyton (1997) berikut ini berbagai penyakit (kondisi medis)
yang dapat menyebabkan keluhan dispepsia :
a. Dispepsia fungsional (nonulcer dyspepsia). Dispepsia fungsional
adalah rasa tidak nyaman hingga nyeri di perut bagian atas yang
setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh tidak ditemukan
penyebabnya secara pasti. Dispepsia fungsional adalah penyebab
maag yang paling sering.
b. Tukak lambung (stomach ulcers). Tukak lambung adalah adanya
ulkus atau luka di lambung. Gejala yang paling umum adalah rasa
sakit yang dirasakan terus menerus, bersifat kronik (lama) dan
semakin lama semakin berat.

4
c. Refluks esofagitis (gastroesophageal reflux disease)
d. Pangkreatitis
e. Iritable bowel syndrome
f. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat
analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin,
ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada
lambung. Jika pemakaian obat obat tersebut hanya sesekali maka
kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika
pemakaiannya secara terus menerus atau pemakaian yang
berlebihan dapat mengakibatkan maag.
g. Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma,
luka bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis serta
pendarahan pada lambung.
h. Malabsorbsi (gangguan penyerapan makanan)
i. Penyakit kandung empedu
j. Penyakit liver
k. Kanker lambung (jarang)
l. Kanker esofagus (kerongkongan)(jarang)
m. Penyakit lain (jarang)

D. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak
jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan
stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan
kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung
akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang
terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik
makanan maupun cairan (Corwin,2001).

5
E. WOC
Dispepsia

Dispepsia organik Dispepsia Fungisonal

stress Kopi & alkohol

Perangsangan saraf simpatis


Respon mukosa lambung
NV (Nervus Vagus)

Vasodilatasi mukosa Eksfeliasi


gaster (pengelupasan)

Peningkatan produksi HCL


dilambung

HCL kontak dengan


mukosa gaster
Mual

Nyeri
Muntah
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Nyeri epigastrium b.d
kebutuhan tubuh b.d iritasi pd mukosa
anoreksia lambung
Kekurangan volume
cairan b.d kehilangan
caira aktif

6
F. Manifestasi Klinis
a. Nyeri perut (abdominal discomfort),
b. Rasa perih di ulu hati,
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah,
d. Nafsu makan berkurang,
e. Rasa lekas kenyang,
f. Perut kembung,
g. Rasa panas di dada dan perut,
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba) (Sujono,
2006)

G. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu
adanya komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia
yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa
lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini
terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi
pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah,
di mana merupakan pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita
pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu yang
artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang paling
dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan
penderitanya melakukan operasi (Wibawa, 2006).

H. Penatalaksanaan
Menurut Sujono (2006), penatalaksanaan yang tepat pada pasien
dengan dispepsia, antara lain :
a. Edukasi kepada pasien untuk mengenali dan menghindari keadaan
yang potensial mencetuskan serangan dispepsia
b. Modifikasi pola hidup
Menghindari jenis makanan yang dirasakan sebagai faktor pencetus.
Pola makan porsi kecil tetapi sering dan makanan rendah lemak.

7
c. Obat-obatan
Obat-obatan yang dianjurkan adalah golongan antasida, anti sekresi
dan prokinetik dapat digunakan untuk mengurangi keluhan.

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang harus bias menyingkirkan kelainan serius,
terutama kanker lambung, sekaligus menegakkan diagnosis bila mungkin.
Sebagian pasien memiliki resiko kanker yang rendah dan dianjurkan untuk
terapi empiris tanpa endoskopi. Menurut Schwartz, M William (2004) dan
Wibawa (2006) berikut merupakan pemeriksaan penunjang:
a) Tes Darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu
menyingkirkan kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk
Helicobacter pylori menunjukkan ulkus peptikum namun belum
menyingkirkan keganasan saluran pencernaan.
b) Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi)
Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit
epitellium Barret, dan ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes
ureumse untuk H.pylori (tes CLO).
Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk
menyingkirkan kausa organic pada pasien dispepsia. Namun,
pemeriksaan H. pylori merupakan pendekatan bermanfaat pada
penanganan kasus dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi
diindikasikan terutama pada pasien dengan keluhan yang muncul
pertama kali pada usia tua atau pasien dengan tanda alarm seperti
penurunan berat badan, muntah, disfagia, atau perdarahan yang diduga
sangat mungkin terdapat penyakit struktural.
Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan
kemungkinan komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat
GNJ, endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada
evaluasi penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat
mengklasifikasikan keadaan pasien apakah dispepsia organik atau

8
fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk
mengetahui keadaan patologis mukosa lambung.
c) DPL : Anemia mengarahkan keganasan
d) EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis
e) Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk
hitung darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia,
dan pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau
pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan barium pada saluran cerna bgian atas.

2.2.Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan
yang dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan
menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia
meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang
muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa
panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-
tiba). (Mansjoer, 2000).
Menurut Tucker (1998), pengkajian pada klien dengan dispepsia
adalah sebagai berikut:
a) Biodata
1. Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa,
agama, pekerjaan, pendidikan, alamat.
2. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.
b) Keluhan Utama
Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian samping
dada depan epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan,
kembung, rasa kenyang
c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

9
Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress psikologis,
riwayat minum-minuman beralkohol
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit
saluran pencernaan
e) Pola aktivitas
Pola makan yaitu kebiasaan maakn yang tidak teratur, makan
makanan yang merangsang selaput mukosa lambung, berat badan
sebelum dan sesudah sakit.
f) Aspek Psikososial
Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya
masalah interpersonal yang bisa menyebabkan stress
g) Aspek Ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat
tinggal, hal-hal dalam pekerjaan yang mempengaruhi stress psikologis
dan pola makan
h) Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : Klien tampak kesakitan, berat badan menurun,
kelemahan dan cemas,
2. Palpasi : Nyeri tekan daerah epigastrium, turgor kulit menurun
karena pasien sering muntah
3. AuskultasI : Peristaltik sangat lambat dan hampir tidak terdengar
(<5x/menit)
4. PerkusI : Pekak karena meningkatnya produksi HCl lambung dan
perdarahan akibat perlukaan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan
nutrisi yang tidak adekuat
2. Kekurangan volume cairan b.d masukan cairan tidak cukup dan
kehilangan cairan berlebih karena muntah
3. Nyeri epigastrium b.d iritasi pada mukosa lambung

10
C. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan.
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan
nutrisi yang tidak adekuat
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang
yang diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman
kebutuhan nutrisi
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau dan dokumentasikan 1. Untuk mengidentifikasi
dan haluaran tiap jam secara indikasi/perkembangan dari hasil
adekuat yang diharapkan

2. Timbang BB klien 2. Membantu menentukan


keseimbangan cairan yang tepat
meminimalkan anoreksia, dan
mengurangi iritasi gaster
3. Berikan makanan sedikit tapi 3. Berguna dalam
sering mendefinisikan derajat masalah dan
intervensi yang tepat Berguna dalam
pengawasan kefektifan obat,
kemajuan penyembuhan
4. Catat status nutrisi paasien: 4. Membantu intervensi
turgor kulit, timbang berat badan, kebutuhan yang spesifik,
integritas mukosa mulut, meningkatkan intake diet klien.
kemampuan menelan, adanya
bising usus, riwayat mual/rnuntah
atau diare.

5. Kaji pola diet klien yang 5. Mengukur keefektifan nutrisi

11
disukai/tidak disukai. dan cairan

6. Monitor intake dan output 6. Dapat menentukan jenis diet


secara periodik dan mengidentifikasi pemecahan
Catat adanya anoreksia, mual, masalah untuk meningkatkan intake
muntah, dan tetapkan jika ada nutrisi.
hubungannya dengan medikasi.
Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar
(BAB).

2. Kekurangan volume cairan b.d masukan cairan tidak cukup dan


kehilangan cairan berlebih karena muntah
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku
yang perlu untuk memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria
mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan,
dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
INTERVENSI RASIONAL
1. 1. Awasi tekanan darah dan nadi,
1. 1. Indikator keadekuatan volume
pengisian kapiler, status membran sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
mukosa, turgor kulit

2. Awasi jumlah dan tipe masukan 2. Klien tidak mengkomsumsi


cairan, ukur haluaran urine dengan cairan sama sekali mengakibatkan
akurat dehidrasi atau mengganti cairan
untuk masukan kalori yang
berdampak pada keseimbangan
elektrolit
3. Diskusikan strategi untuk 3. Membantu klien menerima
menghentikan muntah dan perasaan bahwa akibat muntah dan
penggunaan laksatif/diuretik atau penggunaan laksatif/diuretik
mencegah kehilangan cairan

12
lanjut.
4. Identifikasi rencana untuk 4. Melibatkan klien dalam rencana
meningkatkan/mempertahankan untuk memperbaiki keseimbangan
keseimbangan cairan optimal untuk berhasil
misalnya : jadwal masukan cairan.
5. Berikan/awasi hiperalimentasi 5.Tindakan daruat untuk
IV memperbaiki ketidak seimbangan
cairan elektroli

3. Nyeri epigastrium b.d iritasi pada mukosa lambung


Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan
kriteria klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras
nyeri
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri, beratnya 1. Berguna dalam pengawasan
(skala 0 10) kefektifan obat, kemajuan
penyembuhan

2. Berikan istirahat dengan posisi 2.Dengan posisi semi-fowler dapat


semifowler menghilangkan tegangan abdomen
yang bertambah dengan posisi
telentang

3. Anjurkan klien untuk 3. Dapat menghilangkan nyeri


menghindari makanan yang akut/hebat dan menurunkan
dapat meningkatkan kerja asam aktivitas peristaltik mencegah
lambung. Anjurkan klien untuk terjadinya perih pada ulu
tetap mengatur waktu hati/epigastrium
makannya

4. Observasi TTV tiap 24 jam 4. Sebagai indikator untuk


melanjutkan intervensi berikutnya.

13
5. Diskusikan dan ajarkan teknik 5. Mengurangi rasa nyeri atau dapat
relaksasi terkontrol

6. Kolaborasi dengan pemberian 6. Menghilangkan rasa nyeri dan


obat analgesik mempermudah kerjasama dengan
intervensi terapi lain

14
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,
kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa.
Etiologi dari dispepsia karena kelainan organik, yaitu gangguan atau
penyakit dalam lumen saluran cerna, obat-obatan, Penyakit pada hati,
pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis, kolesistitis
kronik, serta penyakit sistemik
Manifestasi klinis dari dispepsia, yaitu: nyeri perut (abdominal
discomfort),rasa perih di ulu hati, mual, kadang-kadang sampai muntah, nafsu
makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan
perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
Patofisiologi dari dispepsia yaitu adanya perubahan pola makan yang tidak
teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta
adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga
lambung akan kosong, dan mengakibatkan erosi pada lambung akibat
gesekan antara dinding-dinding lambung, sehingga peningkatan produksi
HCL akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, dan
rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake
tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
Komplikasi dari dispepsia yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau
melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung, dan
kanker lambung.
Pemeriksaan penunjang dari dispepsia yaitu dengan tes darah, endoskopi
(esofago-gastro-duodenoskopi), DPL, EGD, serta dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah lengkap, laju
endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan parasit
pada tinja.
Pemeriksaan penunjang dari dispepsia yaitu ditujukan untuk mencari
kemungkinan adanya kelainan organik sebagai kausa dispepsia.

15
3.2. Saran
1. Untuk Institusi
Sebagai sekolah yang bergerak di bidang kesehatan, hendaknya
dapat memberi pendidikan yang lebih baik lagi kepada siswanya dalam
praktik pelayanan kesehatan dan menyediakan buku-buku penunjang
sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan.
2. Untuk Keluarga
Dalam proses asuhan keperawatan, sangat diperlukan kerja sama
keluarga dan pasien itu sendiri guna memperoleh data yang bermutu untuk
menentukan tindakan sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume


2, (Edisi 8), EGC, Jakarta.
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan
Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.
Wibawa, I Dewa Nyoman. 2006. Penanganan Dispepsia Pada Lanjut Usia
Volume 7 Nomer 3 September 2006.

17

S-ar putea să vă placă și