Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Perilaku religius merupakan perilaku yang dekat dengan hal-hal spiritual. Perilaku
religius merupakan usaha manusia dalam mendekatkan dirinya dengan Tuhan sebagai
kehidupan luar dirinya misalnya hidup, mati, kelahiran, bencana banjir, tanah longsor,
gempa bumi, dan sebaginya (Indah dkk, 2003:17). Sebagai orang yang ber- Tuhan
kekuatan itu diyakini sebagai kekuatan Tuhan. Kekuatan tersebut memberikan dampak
merefleksikannya.
menerima keterbatasan dirinya sehingga terbangun rasa syukur kepada Tuhan sang
pemberi hidup, hormat kepada sesama dan lingkungan alam. Untuk dapat menumbuhkan
Pembelajaran moral yang dapat dilakukan menggunakan model terintegrasi dan model di
luar pengajaran. Hal ini memerlukan kerjasama yang baik antara guru sebagai tim
Nilai-nilai religiositas ini dapat diajarkan kepada siswa melalui beberapa kegiatan yang
sifatnya religius. Kegiatan religius akan membawa siswa pada pembiasaan berperilaku
religius. Perilaku religius akan menuntun siswa untuk bertindak sesuai moral dan etika.
Antara moral dan etika sebenarnya tidak sama. Moral adalah hal yang mengatakan
bagaimana kita hidup. Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya
fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi
Moral dan etika dapat dipupuk dengan kegiatan religius. Kegiatan religius yang dapat
Berdoa merupakan ungkapan syukur secara langsung kepada Tuhan. Ungkapan syukur
dapat pula diwujudkan dalam relasi seseorang dengan sesama, yaitu dengan membangun
persaudaraan tanpa dibatasi oleh suku, ras, dan golongan. Kerelaan memberikan ucapan
selamat hari raya kepada teman yang tidak seiman merupakan bentuk-bentuk
penghormatan kepada sesama yang dapat dikembangkan sejak anak usia sekolah dasar.
setiap hari, sebagai tempat untuk mengikuti kegiatan belajar baca tulis Al Quran, dan
salat Jumat berjamaah. Pesan moral yang didapat dalam kegiatan tersebut dapat menjadi
Kegiatan lain yang dapat membentuk moral dan etika dari perilaku religius yaitu
merayakan hari besar sesuai dengan agamanya. Untuk yang beragama Islam momen-
momen hari raya Idul Adha, Isra Mikraj, Idul Fitri dapat dijadikan sarana untuk
meningkatkan iman dan takwa. Begitu juga bagi yang beragama Nasrani, perayaan Natal
dan Paskah akan dapat dijadikan momen penting untuk menuntun siswa agar bermoral
dan beretika.
Sekolah juga dapat menyelenggarakan kegiatan keagamaan lainnya diwaktu yang sama
untuk agama yang berbeda, misalnya kegiatan pesantren kilat bagi yang beragama Islam
dan kegiatan rohani lain bagi yang beragama Nasrani maupun Hindu. Kegiatan religius
lainnya dapat juga ditumbuhkan melalui kegiatan berkemah. Kemah religius misalnya
dengan menghadirkan dai cilik bagi yang beragama Islam dan mendatangkan buder bagi
sehingga dapat terjalin hubungan yang harmonis, tentram dan damai. Siswa akan
merasakan indahnya kebersamaan dalam perbedaan. Mereka akan merasa bahwa semua
adalah saudara yang perlu dihormati, dihargai, dikasihi, dan disayangi seperti keluarga
sendiri.
berpijak pada karakteristik siswa dan budayanya. Karakteristik siswa sebagai kemampuan
awal yang telah dimiliki siswa untuk kepentingan pembelajaran moral mencakup aspek-
aspek pemahaman moral (penalaran moral), perasaan moral (salah satu bentuknya adalah
Pada umumnya para ahli mengkaji aspek-aspek tersebut dengan pendekatan struktural
formal. Piaget, Kohlberg, Selman, dan Fowler menguraikan tahap-tahap struktural formal
tahap struktural itu dalam uraian formalnya tentang tahap-tahap penalaran moral.
struktural dan isi, dan lebih menggeluti cara formal pemberian arti, yakni pola umum
penalaran atau penilaian yang berurutan. Suatu tahap sebagai salah satu sistem operasi-
operasi pemiiran dan penilaian yang terintegrasi. Proses peralihan tahap meliputi seluruh
stuktural, sehingga setiap tahap baru merupakan penambahan baru yang unik dalam
mengatur tingkah laku anggotanya pada berbagai situasi sosial. Norma-norma tersebut
berkenaan dengan cara-cara tingkah laku yang diharapkan dari semua anggota kelompok
dalam situasi-situasi yang berhubungan dengan kehidupan dan tujuan kelompok. Norma
kelompok member pedoman mengenai tingkah laku mana dan sampai batas mana masih
dapat diterima oleh kelompok dan tingkah laku anggota yang mana tidak diperbolehkan
oleh kelompok.
sudah dialami sejak dini. Pada mulanya seorang anak mengidentifikasi dirinya dengan
orang-orang tertentu seperti orang tua, juga dengan orang lain yang dianggap ideal seperti
gurunya, kawannya, atau tooh-tokoh masyarakat yang ia kagumi (Monks, dkk., 1985;
Gerungan, 1991). Lambat laun ia memperoleh kerangka norma dan pedoman hidup yang
yang norma-normanya, sikapnya, dan tujuan sangat ia setujui, ia ingin ikut serta, dalam
arti bahwa ia senang kepada kerangka norma sikap, dan tujuan yang dimiliki kelompok
tersebut. Dikatakan oleh Piaget bahwa internalisasi norma kelompok bukan merupakan
suatu proses yang berlangsung secara otomatis. Proses internalisasi norma kelompok
1. Mengambil alih norma-norma yang sudah ada pada kelompok dengan cara
heteronom),
2. Turut membentuk norma-norma baru dalam interaksi yang timbal balik dengan
Siswa mengembangkan norma-norma baru karena adanya interaksi dengan orang lain.
Pentingnya interaksi dalam kelompok sosial terletak pada kontinuitas, organisasi, dan
kompleksitas stimulasi sosial kognitif yang dihadapkan kepada siswa. Bagi siswa yang di
rumah dan lingkungannya tidak ada stimulasi intelektualnya, perlu adanya suatu
lingkungan yang dapat memberikan stimulasi kognitif. Lebih-lebih bagi mereka yang
berada ditengah-tengah kelompok, dimana salah satu agama, suku atau salah satu
sosial bagi setiap orang. Perkembangan mengarah kepada terciptanya equilibrium yang
semakin besar dalam interaksi antara siswa dengan kelompok sosialnya (Duska &
Whelan, 1975).
Mutu lingkungan sosial mempunyai pengaruh yang sangat signifikan kepada cepatnya
perkembangan dan tingkatan perkembangan yang dicapai oleh seseorang (Kohlberg &
Turriel, 1971). Hal ini dikarenakan prinsip yang memberi motivasi dalam perkembangan
adalah equilibrium, artinya mencari jalan keluar dari konflik kognitif. Maka dari itu
kelompok sosial yang secara intelektual miskin tidak akan memberikan motivasi bagi
perkembangan moral, karena tidak akan ada konflik nilai yang menimbulkan
hidup di tengah-tengah kelompok sosial yang nilai dan norma-normanya beraneka ragam,
peraturan dan sifat-sifat baik, melainkan suatu proses yang membutuhkan perubahan
struktur kognitif, yang hal itu bergantung dari perkembangan kognitif dan rangsangan-
sebaya, yang ternyata begitu kuat mempengaruhi maju mundurnya proses perkembangan
moral remaja (Cremers, 1995). Menurutnya, faktor-faktor penentu utama yang didapat
untuk berjumpa dengan sudut pandang yang lain. Para ahli menganggap bahwa tahap-
tahap moral menggambarkan urutan cara mengambil peran sosial dalam berbagai situasi
sosial, dan karena itu mengandaikan bahwa faktor penetu lingkungan kelompok sosial
Setelah mengkaji pera sosial sebagai latar yang memfasilitasi terjadinya perilaku moral,
serta sumbangannya terhadap perkembangan moral, maka menurut penulis dalil yang
perkembangan moral adalah kesempatan untuk mengambil peran sosial terhadap proses
perkembangan moral adalah kesempatan untuk mengambil peran sosial, dapat dijelaskan
sebagai berikut. Perkembangan moral sebagai urutan dan peralihan tahap merupakan
lingkungan sekitar.
Siswa dikatakan bermoral jika mereka memiliki kesadaran bermoral yaitu dapat menilai
hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang etis dan tidak etis. Remaja yang bermoral
dengan sendirinya akan tampak dalam penilaian atau penalararan moralnya serta pada
perilakunya yang baik, benar, dan sesuai etika (Selly Tokan, 1999). Artinya, ada kesatuan
antara penalaran moral dengan perilaku moralnya. Dengan kata lainnya, betapapun
bermamfaatnya suatu perilaku moral terhadap nilai kemanusiaan, namun jika perilaku
tersebut tidak disertai dan didasarkan pada penalaran moral, maka perilaku tersebut
belum dapat dikatakan sebagai perilaku moral yang mengandung nilai moral. Dengan
demikian, suatu perilaku moral dianggap memiliki nilai moral jika perilaku tersebut
belum dapat dilakukan secara sadar atas kemauan sendiri dan bersumber dari pemikiran
Perasaan moral lebih pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak baik. Perasaan
mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap orang lain merupakan ekspresi dan
perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati
Tindakan moral yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan dan perasaan moral ke
dalam perilaku nayata. Tindakan-tindakan moral ini perlu difasilitasi agar muncul dan
pendidikan moral. Selain ketiga unsur tersebut, masyarakat pada umumnya menekan
Kecenderungan terjadinya disintregasi dan saling curiga di antar anak bangsa ini
dikarenakan adanya krisis kepercayaan yang melanda bangsa ini. Dikatakan ada
hubungan yang paralel antara tingginya moralitas seseorang dengan iman atau
kepercayaan eksistensial.
Dari uraian di atas, maka pendidikan moral selain mengembangkan ketiga unsur yaitu
penalaran, perasaan, dan perilaku moral, juga mengembangkan iman atau kepercayaan
yang eksistensial. Empat unsur ini sesuai dengan aspek-aspek yang terkandung dalam
sistem budaya masyarakat. Jadi dikatakan bahwa pendidikan moral yang dapat berpijak
untuk berbuat yang sesuai dengan etika. Dampak dari pembiasaan perilaku religius
(1) Pikiran, siswa mulai belajar berpikir positif (positif thinking). Hal ini dapat dilihat
dari perilaku mereka untuk selalu mau mengakui kesalahan sendiri dan mau memaafkan
orang lain. Siswa juga mulai menghilangkan prasangka buruk terhadap orang lain.
Mereka selalu terbuka dan mau bekerjasama dengan siapa saja tanpa memandang
misalnya mengucapkan salam kepada guru atau tamu yang datang, mengucapkan t erima
kasih jika diberi sesuatu, meminta maaf jika melakukan kesalahan, berkata jujur, dan
sebagainya. Hal sekecil ini jika dibiasakan sejak kecil akan menumbuhkan sikap positif.
Sikap tersebut misalnya menghargai pendapat orang lain, jujur dalam bertutur kata dan
bertingkah laku.
(3) Tingkah laku, tingkah laku yang terbentuk dari perilaku religius tentunya tingkah laku
yang benar, yang sesuai dengan etika. Tingkah laku tersebut di antaranya empati, hormat,
Jika siswa sudah terbiasa hidup dalam lingkungan yang penuh dengan kebiasaan religius,
kebiasaan-kebiasaan itu pun akan melekat dalam dirinya dan diterapkan di mana pun
mereka berada. Begitu juga sikapnya dalam berucap, berpikir dan bertingkah laku akan
selalu didasarkan norma agama, moral dan etika yang berlaku. Jika hal ini diterapkan di
semua sekolah niscaya akan terbentuk generasi-generasi muda yang handal, bermoral,
dan beretika.
BAB III
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan tentang menumbuhkan etika melalui perilaku religius di atas dapat
perilaku religius. Perilaku religius tersebut dapat menuntun siswa untuk bertingkah laku
sesuai etika.
terbentuknya sikap siswa dalam berpikir, berucap, dan bertingkah laku yang sesuai
dengan etika.
2. Nasionalisme Indonesia
a. Prinsip-prinsip Nasionalisme Indonesia
Dapat disimpulkan bahwa nasionalisme indoesia yang berdasarkan
pancasila adalah bersifat majemuk tunggal.
Unsure-unsur nasionalisme (bangsa) Indonesia, sbg:
1. Kesatuaan sejarah ;
2. Kesamaan nasib ;
3. Kesatuaan kebudayaan ;
4. Kesatuan wilayah ;
5. Kesatuan asas kerohanian.
b. Nilai-nilai yang terkandung dalam nasionalisme
1. Menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan golongan;
2. Sanggup/rela berkorban untuk bangsa dan Negara;
3. Mencintai tanah air dan bangsa;
4. Bangga berbangsa dan bernegara Indonesia;
5. Menjunjung tinggi persatuaan dan kesatuan berdasarkan prinsip Bhineka Tunggal Ika;
6. Memajukan pergaulan untuk meningkatkan persatuan bangsa dan Negara.
4) Memberikan sumbangan devisa bagi negara, misalnya TKI yang bekerja di luar negeri,
pengusaha yang membawa keuntungan perusahaannya di luar negeri ke Indonesia.
5) Berpartisipasi aktif dalam ikut memberantas korupsi dan kolusi serta nepostisme
sesuai dengan aturan yang berlaku.
3) Menjadi orang tua asuh untuk membiayai pendidikan anak tak mampu di
lingkungannya
5) Menjaga dan mencegah agar lingkungan tetap sehat dalam arti fisik atau moral
3) Orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya dengan kerja
keras mencarikan biaya
2) Mengharumkan nama baik sekolah, misalnya menjadi juara dalam lomba di berbagai
bidang
3) Belajar tekun untuk mendapatkan prestasi yang membanggakan baik bagi sekolah atau
bagi dirinya sendiri
4) Melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai siswa sesuai denga tata tertib sekolah
5) Sumbangan dari para siswa untuk korban bencana alam merupakan partisipasi siswa
yang menunjukkan keluhuran budi pekertinya.
Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan
budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini.
1. Nilai Religius yaitu Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan
hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Nilai Jujur yaitu Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Nilai Toleransi yaitu Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin yaitu Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan
5. Nilai Kerja yaitu Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya
7. Nilai Mandiri yaitu Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Nilai Demokratis yaitu Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Nilai Rasa Ingin Tahu yaitu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan
didengar
10. Nilai Semangat Kebangsaan yaitu Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya
11. Nilai Cinta Tanah Air yaitu Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa
12. Nilai Menghargai Prestasi yaitu Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain
15. Gemar Membaca yaitu Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya
16. Nilai Peduli Lingkungan yaitu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Nilai Peduli Sosial yaitu Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan
18. Nilai Tanggung-jawab yaitu Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Sekolah dan guru dapat menambah atau pun mengurangi nilai-nilai tersebut sesuai
dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani sekolah dan hakekat materi SK/KD dan
materi bahasan suatu mata pelajaran. Meskipun demikian, ada 5 nilai yang diharapkan
menjadi nilai minimal yang dikembangkan di setiap sekolah yaitu nyaman, jujur,
peduli, cerdas, dan tangguh/kerjakeras.