Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
56
1.3 Tujuan
Tujuan dari pengujian yaitu untuk mengetahui daging kambing yang
diuji memiliki mutu dan kualitas yang baik melalui pengujian laboratorium
sehingga daging kambing dinyatakan aman, sehat, utuh, dan halal untuk
konsumsi masyarakat sesuai dengan SNI 3925:2008 tentang mutu karkas dan
daging kambing/domba.
1.4 Manfaat
Manfaat pengujian yaitu untuk mengetahui dan memahami cara
pengujian kualitas daging kambing, serta mengetahui kualitas daging kambing
dalam rangka memberikan jaminan keamanan pangan asal hewan.
57
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daging
Daging adalah jaringan otot dari hewan yang telah disembelih dan telah
mengalami perubahan postmortem (Heinz and Hautzinger, 2007). Daging
merupakan sekumpulan otot dari karkas hewan . Karkas merupakan bagian tubuh
ternak yang telah disembelih,dikuliti, dan dihilangkan bagian isi perut serta
kepala dan bagian kaki bawahnya (Feiner, 2006).
58
Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Gizi Daging Sapi dan Daging Kambing
59
merupakan sumber-sumber stress pada ternak potong. Respon jaringan terhadap
stress bergantung kemapuan ternak mengatasi stress dan mekanisme
mempertahankan homeostasis. Perbedaan respon ini dapat diketahui dari kondisi
daging. Daging PSE (Pale, Soft, Exudative atau pucat, lembek dan berair) adalah
kondisi akibat sistem peredaran tidak mampu mentrasportasikan timbunan asam
laktat otot, sehingga ternak tidak mampu mempertahankan kondisi fisiologisnya.
Akibat lainnya adalah pH daging menurun. Daging PSE berhubungan dengan
peningkatan susut masak dan penurunan jus daging (Soeparno, 2005).
Menurut Dewi (2004) ternak yang resisten terhadap stress mampu
mempertahankan temperatur normal tubuh dan kondisi homeostatik dalam otot-
ototnya dengan mengorbankan cadangan glikogen yang dimiliki. Defisiensi
glikogen terjadi apabila ternak yang mengalami stress seperti berkaitan dengan
kelelahan, latihan, puasa, suasana gelisah dan langsung dipotong sebelum
mendapat istirahat yang cukup untuk memulihkan cadangan glikogen ototnya.
Defisiensi glikogen otot pada ternak dapat menyebabkan proses glikolisis
pascamati (rigormortis) yang terbatas dan berlangsung lambat sehingga daging
yang dihasilkan mempunyai pH yang tinggi dengan warna merah gelap,
bertekstur keras dan berair atau lebih dikenal dengan istilah daging DFD (Dark,
Firm and Dry).
Menurut Hafriyanti dkk. (2008), hewan yang sudah dipotong pH
dagingnya berkisar 6,7-8. Dalam waktu 25 jam pH daging menjadi turun berkisar
5,6-5,8 di dalam otot. Warna daging sapi segar yang baik adalah warna merah
cerah. Bau daging segar tidak berbau busuk tetapi berbau segar. Bau daging
dapat dipengaruhi oleh jenis hewan, umur, jenis kelamin, pakan, lama waktu,
kondisi penyimpanan daging. Jika daging busuk akan ditandai dengan
terbentuknya amonia, H2S, Indol, amin yaitu hasil pemecahan protein
mikroorganisme.
60
BAB 3. MATERI DAN METODE
61
a. Produk olahan daging diletakkan di atas cawan petri lalu diamat rasa,
bau, warna dan konsistensi.
b. Hasil pengamatan dicatat.
Interpretasi :
Daging kambing dianggap baik bila tidak dijumpai perubahan atau
penyimpangan dalam bau, warna, kosistensi maupun teksturnya. Bau khas
daging kambing, warna merah, konsistensi kenyal, tekstur lembut.
62
3.4.3 Uji Cooking Loss (Padaga, dkk., 2013)
Prinsip uji ini adalah selama pemanasan, protein daging akan terdenaturasi
sehingga susunan seluler akan rusak. Hal tersebut mempengaruhi daya ikat
air dalam daging. Air daging akan keluar selama pemanasan.
Alat dan Bahan: Kantong plastik, termometer, kertas tisu, air, timbangan,
penangas air, dan sampel daging.
Prosedur Kerja :
a. Daging dipotong, ditimbang dan dicatat (a gram), dimasukkan dalam
kantung plastik, dengan termometer yang ditusukkan kedalam daging.
Udara dalam plastik dihilangkan kemudian diikat dengan tali.
b. Air dipanaskan (75oC) kemudian kantung plastik tersebut dimasukkan
ke dalam air panas dan didiamkan 50 menit. Selanjutnya air dialirkan
dari kran pada kantung selama 40 menit.
c. Daging dikeluarkan, permukaan daging dikeringkan, kemudian
ditimbang (b gram)
d. Nilai cooking loss dihitung
Cooking loss = 100%
Interpretasi Hasil:
Nilai normal cooking loss pada daging kambing yaitu 1,5-54,5%
(Soeparno,1998)
63
b. Toples dimasukkan kedalam lemari es (7 OC) selama 48 jam. Setelah 48
jam, daging dikeluarkan dari plastik dan permukaan daging dikeringkan
secara perlahan dengan kertas tisu. Kemudian ditimbang (b gram)
c. Nilai driploss (%) dihitung dengan rumus berikut :
Driploss = 100%
Interpretasi Hasil:
Nilai normal driploss pada daging kambing yaitu 5,6-7,8% (SNI 01-3948-
1995)
64
proses pemanasan dan penambahan MgO maka akan membebaskan NH3
dari ikatan tersebut. Gas yang bersifat basa ini kemudian akan ditangkap
oleh kertas lakmus dan mengubahnya menjadi warna biru.
Alat dan bahan: MgO, aquades, kertas saring, kertas lakmus merah, pinset,
gunting, erlenmeyer, corong, cawan petri, pipet, timbangan, penangas air,
dan sampel daging.
Prosedur Kerja:
a. Ekstrak daging dibuat dengan mencampurkan 1 bagian daging dengan
10 bagian akuades kemudian dihomogenkan, disaring, dan diambil
filtratnya.
b. 100 mg MgO dimasukkan ke dalam cawan petri. Kemudian
ditambahkan 10 ml filtrat ke dalamnya. Pada permukaan tutup bagian
dalam cawan petri direkatkan kertas lakmus merah yang dibasahi
dengan akuades. Cawan petri ditutup dan isinya dihomogenkan.
c. Cawan petri tersebut diletakkan di water bath pada suhu 500C selama 5
menit lalu diangkat.
d. Perubahan warna kertas lakmus diamati
Interpretasi hasil :
a. Reaksi positif : kertas lakmus berwarna biru
b. Reaksi negatif : kertas lakmus berwarna merah
c. Dubius : kertas lakmus berwarna merah-biru
65
Alat dan Bahan: sampel daging kambing, akuades, malachite green, H2O2
3%, kertas saring, pipet, tabung reaksi, erlenmeyer 50 ml, corong, pinset,
gunting.
Prosedur Kerja :
a. Dibuat ekstrak daging (6 gram daging dipotong kecil-kecil dan
dicampur 14 ml akuades) dan dimasukkan dalam Erlenmeyer, kemudian
dihomogenkan dan didiamkan 15 menit.
b. Ekstrak disaring kemudian diambil 0,7 ml filtratnya dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi
c. Diteteskan malachite green 1 tetes dan H2O2 3% 1 tetes. Kemudian
didiamkan selama 20 menit dalam suhu ruang.
Intepretasi hasil :
a. Warna biru: pengeluaran darah sempurna
b. Warna hijau: pengeluaran darah tidak sempurna
3.4.8 Uji Formalin dengan Uji Hehner (Buku Saku PPDH Kesmavet, 2015)
Alat dan Bahan: gelas ukur 10 ml, pipet tetes, tabung reaksi, asam sulfat
pekat, larutan FeCl3 10% dan sampel daging kambing.
Prosedur kerja:
a. 5 ml H2SO4 pekat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 2
tetes larutan FeCl3
b. 5 ml larutan ekstrak sampel ditambahkan melalui dinding tabung
Interpretasi:
Hasil positif menunjukkan adanya warna ungu-merah lembayung pada
batas antara kedua larutan.
66
Alat dan bahan: akuades, kertas kunyit, kertas saring, asam klorida perkat,
gunting, pinset, tabung reaksi, pipet, dan sampel daging
Prosedur kerja:
Sampel daging ditimbang 25 gram dan dipotong-potong dan ditambahkan
akuades 50 ml kemudian dihomogenkan dan disaring dengan kertas saring,
selanjutnya ditambahkan 0,7 ml asam klorida dan divortex. Kertas kunyit
dicelupkan pada larutan dan diamati perubahan warna
Interpretasi Hasil:
a. Hasil positif berwarna merah oranye
b. Hasil negatif berwarna kuning
67
d. Pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6 ditanam dengan cara memasukkan
larutan 1 ml sampel ke dalam cawan petri steril dengan menggunakan
pipet secara duplo.
e. Dilanjutkan pada masing-masing cawan yang sudah berisi suspensi
pengenceran 10-4-10-6 ditambahkan media PCA sebanyak 15 ml - 20 ml.
f. Supaya larutan sampel dan media PCA tercampur seluruhnya, dilakukan
pemutaran cawan ke depan dan ke belakang atau membentuk angka
depalan dan diamkan sampai memadat.
g. Diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam sampai 48 jam dengan
meletakkan cawan pada posisi terbalik.
Interpretasi Hasil:
Batas cemaran mikroba daging kambing untuk uji pengukuran total bakteri
(TPC) yaitu maksimum 1x106 Cfu/g (SNI 3925:2008)
68
c. Tiga pengenceran pertama 10-1, 10-2, dan 10-3 ditanam dengan cara
memasukkan larutan 1 ml sampel ke dalam cawan petri steril dengan
menggunakan pipet secara duplo.
d. Media VRB cair yang telah didinginkan sampai suhu 45o-50oC dituang
pada cawan petri sebanyak 15-20 ml.
e. Selanjutnya cawan digerak-gerakkan secara melingkar agar media
merata, kemudian media agar dibiarkan memadat.
f. Diinkubasi di dalam inkubator dengan posisi tutup dibalik selama 24-48
jam pada suhu 37oC, dihitung jumlah koloni dengan menggunakan
colony counter.
Interpretasi Hasil:
Koloni umumnya berdiameter 0,5 mm atau lebih, cawan petri yang
digunakan dalam perhitungan adalah yang memiliki koloni 30-100 (jika
jumlah koloni lebih besar dari 100, maka biasanya diameter koliform lebih
kecil dari 0,5 mm). koloni berbentuk bulat, berwarna putih pada pinggirnya
dan berwarna merah pada tengahnya. Batasan cemaran coliform pada
daging kambing yaitu maksimum 1x102 Cfu/g (SNI 3925:2008)
69
b. Media EMBA cair steril dituang sebanyak 15-20 ml pada cawan petri,
dibiarkan media agar memadat.
c. Sampel ditanam dengan cara memasukkan larutan 0,1 ml sampel ke
dalam media EMBA dengan menggunakan pipet dan diratakan dengan
hockey stick (Spreader).
d. Diinkubasi di dalam inkubator dengan posisi tutup dibalik selama 24-48
jam pada suhu 37oC.
Interpretasi hasil:
a. Hasil positif: adanya koloni bakteri E.coli sp. pada media biakan
berwarna hijau metalik pada morfologinya.
b. Hasil Negatif: Tidak tumbuh koloni.
70
d. Diinkubasi di dalam inkubator dengan posisi tutup dibalik selama 24-48
jam pada suhu 37oC.
Interpretasi hasil:
a. Positif: Koloni berwarna coklat, abuabu hingga hitam dan terkadang
kilap logam. Apabila masa inkubasi bertambah maka warna media
sekitar koloni mula-mula coklat kemudian menjadi hitam
b. Negatif: Tidak tumbuh koloni.
71
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Untuk mengetahui keamanan dari produk pangan asal hewan yaitu daging
kambing dapat dilakukan dengan berbagai cara melalui beberapa tahapan uji.
Hasil pengujian sampel daging kambing dapat dilihat pada Tabel 4.1. Adapun
identitas sampel yaitu sebagai berikut:
Sampel : Daging Kambing
Asal : Pasar Samaan Malang
Kemasan : Tidak ada
Bert bersih : 200 gram
72
Gambar 4.1 Sampel Daging Kambing
4.2 Pembahasan
Pengujian yang dilakukan pada daging kambing meliputi uji
organoleptik, uji kesegaran daging, uji kesempurnaan pengeluaran darah, uji
awal pembusukan daging, pemeriksaan bahan tambahan, dan uji mikrobiologi.
Berdasarkan Tabel 4.1, uji organoleptik daging kambing memiliki warna merah
khas daging kambing, berbau khas, tekstur lembut dan penampakannya lembab.
Pada pengujian ini, tidak ditemukan kelainan organoleptik seperti perubahan
warna akibat kontaminan mikroorganisme, fisik, dan kimiawi. Dari hasil uji
organoleptik tersebut daging yang diuji memiliki mutu yang baik berdasarkan
SNI 3925-2008 tentang mutu karkas dan daging kambing/domba.
Beberapa faktor yang berperan dalam menentukan palatabilitas dan daya
tarik antara lain warna, tekstur, keempukan, bau, citaras, aroma dan pH.
Pembentuk pigmen warna dari daging adalah myoglobulin. Myoglobulin terdiri
dari sebuah molekul protein yang disebut gugus heme (Etza et al., 2014). Pigmen
warna adalah salah satu sifat fisik yang dapat digunakan untuk membedakan
antar daging ternak sehingga meminimalisir terjadinya pemalsuan. Pemeriksaan
pH, menunjukkan daging kambing memiliki pH 5,84. pH daging merupakan
salah satu penentu kualitas daging, yaitu jika pH daging semakin rendah atau
asam berarti daging tersebut akan lebih cepat mengalami pembusukan. Hampir
semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7, tetapi pH untuk
73
pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai variabel lain,
diluar faktor pH itu sendiri (Amertaningtyas, 2012).
Pada pemeriksaan cooking loss didapatkan nilai sebesar 32,65 %. Hasil
pemeriksaan driploss 7,6 %. Menurut Hidayat dkk. (2016), driploss adalah
penyusutan bobot daging selama proses penyimpanan karena adanya cairan
dalam daging yang keluar pada proses tersebut. Selain dipengaruhi oleh lamanya
waktu penyimpanan daging, driploss juga dipengaruhi oleh tingkat stres ternak
sebelum dipotong. Sedangkan cooking loss merupakan jumlah cairan dalam
daging masak, yang apabila mempunyai nilai yang rendah, maka akan
mempunyai kualitas fisik yang lebih baik dari pada daging yang mempunyai nilai
cooking loss yang besar. Perubahan cooking loss disebabkan terjadinya
penurunan pH daging postmortem yang mengakibatkan banyak protein
miofibriller yang rusak, sehinggga diikuti dengan kehilangan kemampuan protein
untuk mengikat air yang pada akhirnya nilai cooking loss semakin besar.
Pemeriksaan kesempurnaan pengeluaran darah pada sampel daging
kambing menunjukkan hasil negatif. Hal tersebut ditandai dengan terbentuknya
warna biru yang menunjukkan Hb dalam daging tidak ditemukan. Pemeriksaan
awal pembusukan pada uji kualitas pemeriksaan daging kambing dilakukan
menggunakan menggunakan uji Eber dan Postma. Hasil pengujian tersebut
menunjukkan hasil negatif yang artinya sampel daging kambing tidak
mengandung gas NH3 sebagai indikator terjadinya awal pembusukan daging.
Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa daging kambing masih dalam kondisi
segar, tidak ada pembusukan. Pada dasarnya daging adalah produk makanan
yang sangat cepat rusak (highly perishable) karena komposisi biologisnya.
Secara fisik kebusukan pada daging ditandai dengan bau busuk, pembentukan
lendir, perubahan tekstur, terbentuknya pigmen (perubahan warna), dan
perubahan rasa (Adams dan Moss, 2008).
Pengujian terhadap tambahan bahan pengawet dilakukan dengan uji
boraks dan formalin. Hasil pemeriksaan uji boraks negatif yang ditandai kertas
kunyit (turmeric paper) tetap berwarna kuning. Hasil pemeriksaan uji formalin
74
juga menunjukkan hasil negatif karena tidak terbentuk warna ungu-merah
lembayung. Dengan demikian, daging kambing yang diuji tidak mengandung
bahan yang membahyakan untuk dikonsumsi masyarakat.
Hasil uji mikrobiologi daging kambing menunjukkan total mikroba (Total
Plate Count/ TPC) sebesar 1 x 106 cfu/g. Hasil perhitungan tersebut masih dalam
batas cemaran mikroba menurut SNI 3925: 2008 tentang mutu karkas dan daging
kambing/domba. Cemaran bakteri Collifom menggunakan media VRB
menunjukkan jumlah koloni sebanyak 3,2 x 102 cfu/g. Jumlah koliform tersebut
melebihi batas standart SNI yaitu 1x102 cfu/g. Jumlah koliform yang tinggi pada
sampel daging kambing dapat bersumber dari hewan itu sendiri (misalnya
rambut, bulu (unggas), kulit, isi saluran pencernaan dll), air yang digunakan
selama proses pemotongan, udara, lantai atau tanah RPH, peralatan pemotongan,
tempat penjualan daging, peralatan penjualan, lingkungan sekitar pasar, dan
pedagang daging maupun calon pembeli daging.Uji E. coli dengan menggunakan
EMBA menunjukkan hasil positif menurut SNI 3925: 2008 standar maksimum
cemaran E. coli yaitu 1x101 cfu/g. Hasil pengujian Salmonella pada media SSA
menunjukkan hasil negatif.
Pencemaran daging oleh mikroba dapat terjadi sebelum dan setelah
hewan dipotong. Sesaat setelah dipotong, darah masih bersirkulasi ke seluruh
anggota tubuh hewan sehingga penggunaan pisau yang tidak bersih dapat
menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam darah. Pencemaran daging dapat
dicegah jika proses pemotongan dilakukan secara higienis. Pencemaran mikroba
terjadi sejak di peternakan sampai ke meja makan. Sumber pencemaran tersebut
antara lain adalah: 1) hewan (kulit, kuku, isi jeroan), 2) pekerja/manusia yang
mencemari produk ternak melalui pakaian, rambut, hidung, mulut, tangan, jari,
kuku, alas kaki, 3) peralatan (pisau, alat potong/talenan, pisau, boks), 4)
bangunan (lantai), 5) lingkungan (udara, air, tanah), dan 6) kemasan (Gustiani,
E., 2009).
Uji residu antibiotik menggunkan amoxicillin. Amoxicillin adalah
antibiotik semi-sintetik amino-penicillin B-lactam yang efektif untuk melawan
75
bakteri gram positif dan gram negatif. Amcixicillin umum digunakan sebagai
obat hewan karena merupakan antimikrobial dengan spektrum luas. Spektrum
antibakterial dari amoxicillin penting untuk bakteri gram positif (seperti spesies
Clostridium, Streptococcus, Staphylococcus dan Corynebacterium) dan bakteri
gram negatif (seperti Bordetella bronchiseptica, Escheria coli, Proteus mirabilis,
spesies Pasteurella, Salmonella dan Haemophilus). Berdasarkan hasil pengujian
residu antibiotik yang dilakukan menunjukkan bahwa sampel yang diuji tidak
mengandung antibiotik.
76
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengujian yang telah dilakukan, sampel daging
kambing memilki kualitas yang baik sesuai standar, namun masih ditemukan
adanya cemaran coliform yang melebihi standar jumlah cemaran mikroba
pangan. Daging kambing tersebut layak untuk dikonsumsi tetapi harus dicuci
terlebih dahulu dan diolah atau dimasak dengan matang.
5.2 Saran
Perlu adanya penanganan yang baik dari mulai proses penyembelihan,
penjualan, proses transportasi maupun penyimpanan, sehingga cemaran mikroba
dalam daging dapat diminimalisir.
77
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standadisasi Nasional. 2008. Mutu karkas dan daging kambing/domba.
SNI 3925:2008.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 2897: 2008. Metode Pengujian
Cemaran Mikroba Dalam Daging, Telur dan Susu Serta Produk Olahannya.
BadanStandar Nasional, Jakarta.
[USDA] United State Department of Agriculture. 2001. Nutrient data base for
standard reference, release 14. Agricultural Research Service United States
Department of Agriculture. Maryland.
Anaeto MJ, Adeyeye A, Chioma GO, Olarinmoye AO, Tayo GO. 2010. Goat
products: meeting the challenges of human health and nutrition. Agric Biol J N
Am. 6:1231-1236.
Dewi S.H.C., 2004. Pengaruh pemberian gula, insulin dan lama istirahat sebelum
pemotongan pada domba setelah pengangkutan terhadap kulitas daging.
[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Etza, B., Bintoro, P., Dwiloka, B., Hintono, A. 2014. Determinasi Warna Daging
Curing pada Daging dan Produk Olahan Daging. Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro, Semarang
Gustiani, E. 2009. Pengendalian Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan Asal Ternak
(Daging Dan Susu) Mulai Dari Peternakan Sampal Dihidangkan. Jurnal
Litbang Pertanian, 28(3): 96-100.
Hafriyanti, Hidayati, dan Elfawati, 2008. Kualitas Daging Sapi Dengan Kemasan
Plastik PE (Polyethylen) Dan Plastik PP (Polypropylen) Di Pasar Arengka Kota
Pekanbaru. Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (22 - 27)
78
Hidayat, M.A., Kuswati, dan T. Susilawati. 2016. Pengaruh Lama Istirahat Terhadap
Karakteristik Karkas dan Kualitas Fisik Daging Sapi Brahman Cross Steer.
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 25(2): 71-79
Padaga, M., Herawati, Citra S., dan Ani, S. 2013. Penuntun Praktikum Higine
Makanan. Program Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya. Malang.
79
Lampiran 1. Dokumentasi Pengujian Daging Kambing
80
Lampiran 2. Perhitungan Driploss dan Cooking Loss
Driploss = 100%
5,5 5,08
= 100%
5,5
= 7,6 %
Cooking Loss = 100%
4,38 2,95
= 100%
4,38
= 32,65 %
Keterangan: Hanya satu pengenceran yang berada pada batas 25-250 koloni
sehingga mengacu pada SNI 2897: 2008 Tabel 1 no. 1
Jumlah koloni = rata-rata koloni yang berada pada batas yang sesuai (25-250)
= 106,5 x 104
= 1 x 106 cfu/g
Keterangan: Hanya satu pengenceran yang berada pada batas 25-250 koloni
sehingga mengacu pada SNI 2897: 2008 Tabel 1 no. 1
Jumlah koloni = rata-rata koloni yang berada pada batas yang sesuai (25-250)
= 32 x 101
= 3,2 x 102 cfu/g
81