Sunteți pe pagina 1din 27

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra seorang
pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik,
fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2004).
Halusinasi adalah perubahan persepsi sensori : keadaan dimana indifidu atau kelompok
mengalami atau beresiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau
interpretasi stimulus yang datang ( Carpenito, 2000).

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan jiwa, halusinasi sering diidentifisikasikan dengan skizofrenia. Dari seluruh
klien skizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang
disertai dengan gejala halusinasi adalah gejala panik defensif dan delirium. Berbeda
dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah satu
persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus internal dipersepsikan sebagai
suatu yang nyata pada klien-klien.

Dari beberapa pengertian halusinasi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa


halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa dari obyek yang
nyata. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan suatu
obyek yang sebenarnya tidak terjadi.
1. Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda


rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini merupakan persepsi
maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan
dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan)
klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus
tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika
interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai
stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut sebagai berikut:
Adaptif

Maladaptif

Respon

Distorsi

Adaptif

pikiran
Gejala pikiran

- Respon logis
- Distorsi pikiran
- Delusi halusinasi

- Persepsi akurat
- Perilaku aneh /
- Perilaku disgonisasi

- Perilaku sesuai
tidak sesuai
- Sulit berespon

- Emosi sosial
- Menarik diri
dengan pengalaman
- Emosi berlebihan

Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologi.

(Stuart & Laraia 2005).

1. Jenis-Jenis Halusinasi

Halusinasi menurut Rasmun (2001), itu dapat menjadi :

Halusinasi penglihatan (visual, optik): tak berbentuk(sinar, kilapan atau pola cahaya)
atau yang berbentuk(orang, binatang, barang yang dikenal) baik itu yang berwarna atau
tidak
Halusinasi pendengaran (autif, akustik): suara manusia, hewan, binatang mesin,
barang, kejadian alamiah atau musik

Halusinasi Penciuman (olfaktorius): mencium sesuatu bau

Halusinasi pengecap (gustatorik) : merasa/ mengecap sesuatu

Halusinasi peraba (taktil) : merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti ada ulat
bergerak di bawah kulitnya
Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruangan, atau anggota
badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau phantom limb)

Halusinasi viseral : perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya

Halusinasi Hipnagogik : terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tetap sebelum
tertidur persepsi sensorik bekerja salah

Halusinasi hipnopompik : seperti pada halusinasi Hipanogogik, tetapi terjadi tepat


sebelum terbangun samasekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman
halusinatorik dalam impian yang normal
Halusinasi histerik : Timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional

Tahapan Intensitas Halusinasi

Tingkat intensitas halusinasi ( Stuart dan Sundeen, 1995 : 328 ) : Tahap I :


Menyenangkan Ansietas tingkat sedang.

Tingkat :

Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan

Karakteristik

Orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa
bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk
mengurangi ansietas, individu mengetahui bahwa
pikiran dan sensori yang dialami tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya bisa
diatasi (Non Psikotik).

Prilaku klien

Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.

Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.

Gerakan mata yang cepat.

Respon verbal yang lamban.

Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan. Tahap II : Menyalahkan


Ansietas tingkat berat.

Tingkat

Secara umum halusinasi menjijikkan.

Karakteristik

Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang


berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk
menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa
malu karena pengalaman sensorinya, dan menarik diri dari orang lain ( Non
Psikotik ).

Perilaku klien

Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas, misal peningkatan


tanda tanda vital.

Penyempitan kemampuan konsentrasi.


Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dengan realita.

Tahap III : Mengendalikan Ansietas tingkat berat

Tingkat

Pengalaman sensori menjadi penguasa

Karakteristik

Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan


membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa
permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori
tersebut berakhir (Psikotik).

Perilaku klien

Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada
menolaknya.

Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

Rentang perhatian hanya beberapa menit.

Gejala fisik ansietas berat (berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti


petunjuk).

Tahap IV : Menaklukkan Ansietas tingkat panik

Tingkat

Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait

dengan delusi.

Karakteristik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah,
halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau beberapa hari bila tidak ada
intervensi terapeutik (Psikotik).

Prilaku klien

Perilaku menyerang seperti panik.

Potensial melakukan bunuh diri.

Amuk, agitasi, menarik diri, dan katakonik.

Tidak mampu berespon terhadap lingkungan

C. Etiologi

Faktor predisposisi ( stuart and sundeen,1995 ) a. Faktor perkembangan

Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan yang


berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam pencapaian tugas
perkembangan tersebut mengalami gangguan akan menyebabkan seseorang berperilku
menarik diri.

Faktir biologik

Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang mal adaptif yang
baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal sebagai berikut :

Penilaian pencitraan otak sudah mulai menuunjukan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia:lesi pada area frontal temporal dan limbic paling
berhubunggan dengan perilaku
psikotik,beberapa kimia otak dikaitkan dengan gejalaskizofrenia antara
lain:dopain,neurotransmitter dan lain lain.

c. Faktor sosiokultural.

Teori social budaya atau lingkungan meyakini bahwa oang yang berasal dari
sosial ekonomi rendah aatu kondisi orang tua tunggal dan tidak mempunyai
kesempatan mendaptkan penghargaan dari orang lain yang dapt mempengaruhi
gangguan orientasi realita sehingga memberikan reaksi yang salah dan tidak
mampu berespon terhdap stimulus dari luar.isolasi sosial merupakan factor
dalam gangguan berhubungan.akibat dari dari norma yanfg tuidak mendukung
pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota masyarakat
yang tiak produktif seperti lansia,orang cacat dan berpenyakit kronis.

d. Faktor keluarga.

System keluarga yang terganggu dan Norma keluarga yang tidak mendukung
hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga dengan pihak lain diluar
keluarga dapat mengembangkan perilaku menarik diri.faktor genetic dapat
mendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial sehingga
menimbulkan perilaku menarik diri sampai engan halusinasi.

Faktor presipitasi (stuart and sundeen,1995). a. Stressor sosio kuktural


Menurunnya stabilitasi unit keluarga.

Berpisah dari orang yang berarti dalam keluarga dalam kehidupannya missalnya karena
dirawat di rumah sakit,perceraian.

Stresor psikologik.

Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan

dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.

c. Biologis

Stressor biologis yang berhubungan dengan respon

neurobiologist yang maladptif.

Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi.
Tanda dan gejala.

Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicara sendiri,pergerakan mata cepat,
diam, asyik dengan pengalaman sensori,kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realitas rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau
menit, kesukaran berhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan
Tabel 2 : Karakteristik Halusinasi (Stuart and Farala 2003)

Jenis halusinasi
Karakteristik

Pendengaran
Mendengar suara-suara / kebisingan, paling sering suara kata

yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan

lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran

yang terdengar jelas dimana klien mendengar perkataan bahwa

pasieb disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-kadang dapat


Penglihatan
membahayakan.

Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar giometris,

gambar karton dan atau panorama yang luas dan komplek.

Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan /sesuatu


Penciuman
yang menakutkan seperti monster.

Membau bau-bau seperti bau darah, urine, fases umumnya bau-

bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya


Pengecapan
sering akibat stroke, tumor, kejang / dernentia.
Perabaan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, fases.

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang


Canesthetic
jelas rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati

atau orang lain.


Klinestetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera (arteri),

pencernaan makanan.
E. Pengkajian

Menurut ( Keliat, 2005 )

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah
klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, social, dan spiritual.
Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi factor predisposisi,
factor presipitasi penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping
yang dimiliki klien, cara ini yang akan dipakai pada uraian berikut. Cara pengkajian
lain berfokus pada 5 (lima) dimensi, yaitu fisik, emosional, intelektual, social, dan
spiritual.

Faktor Predisposisi

Faktor genetik dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat


keluarga atau keturunan.

Teori agresif menyerang menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah
yang ditunjukkan pada diri sendiri.

Teori kehilangan obyek merujuk kepada perpisahan traumatik individu dengan benda
atau yang sangat berarti.

Teori organisasi kepribadian menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan
harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap
stressor.
Model kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang
didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia
seseorang dan masa depan seseorang.

Model ketidakberdayaan yang dipelajari menunjukkan bahwa bukan semata


mata trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinann bahwa seseorang tidak
mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya.

Model perilaku mengasumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan


positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Faktor Presipitasi

Kehilangan keterkaitan yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan


cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri.

Peristiwa besar dalam kehidupan.

Peran dan ketegangan peran.

Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat obatan atau berbagai penyakit fisik.

Sumber sumber koping meliputi status sosial ekonomi, keluarga,, jaringan


interpersonal dan organisasi yang dianungio oleh lingkungan sosial yang lebih
luas.

( Stuart dan Sundeen, 1998: 257 261 )


F. Masalah Keperawatan

Adapun masalah yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan

sensorori persepsi halusinasi pendengaran antara lain adalah :

Isolasi social : menarik diri (Townsend, 1998 : 192)

Resiko tinggi mencederai (diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan) ( Keliet, 1998 :
28-29)

Kerusakan komunikasi verbal (Townsend, 1998 : 73)

Gangguan konsep diri : harga diri rendah. (Townsend, 1998 : 73) G. Pohon Masalah.

Resiko Menciderai Diri Sendiri, Orang Lain,

problem Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

Isolasi Sosial: Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

(Keliat,2006)

Diagnosa Keperawatan

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi dengar.

Isolasi sosial : Menarik diri.


(Keliat
2006)
I. Fokus Intervensi

Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan khusus,
dan rencana tindakan tindakan keperawatan. Tujan umum berfokus pada penyelesaian
permasalahan (P) dari diagnoses tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian
tujuan khusus telah tercapai.

1. Risiko Perilaku Mencederai Diri (Keliat, 2002)

a. Tujuan Umum:

Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Tujuan Khusus:

Membina hubungan saling percaya Tindakan:

Salam terapeutik - perkenalkan diri - jelaskan tujuan - ciptakan lingkungan yang tenang
- buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik)

Beri kesempatan mengungkapkan perasaan

Empati

Ajak membicarakan hal - hal nyata yang ada di lingkungan

Strategi pelaksanaan (Sp 1p)

Mengidentifikasi penyebab perilaku ekerasan

Mengidentififikasi tanda dan gejala kekerasan

Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan

Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan


Melatih pasien cara konttol perilaku kekerasan fisik 1 (nafas dalam)

Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Strategi pelaksanaan (Sp 2p)

Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya

Melatih pasien cara control perilaku kekerasan fisik II (memukul bantal / kasur
atau konversi energi)

Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian

Startegi pelaksanaan (Sp 3p)

Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya

Melatih pasien cara control perilaku kekerasan secara verbal(meminta,menolak,dan


mengungkapkan marah secara baik)

Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian

Strategi pelaksanaan (Sp 4p)

Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya

Melatih pasien cara control perilaku kekerasan secara


spiritual(berdoa,berwudu,solat)

Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian

Strategi pelaksanaan (Sp 5p)

Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya

Menjelaskan cara control perilaku kekerasan dengan meminum obat(prinsip lima


benar minum obat)

Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi.


a. Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
sehingga

tidak terjadi halusinasi

Tujuan khusus :

1). Klien dapat Bina Hubungan Saling Percaya Intevensi:


Salam terapeutik - perkenalkan diri - jelaskan tujuan - ciptakan lingkungan
yang tenang - buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik)
Beri kesempatan mengungkapkan perasaan

Empati

Ajak membicarakan hal - hal nyata yang ada di lingkungan

2). Klien dapat mengenal halusinasinya

Tindakan :

Kontak sering dan singkat

Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non verbal)

Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang


didengar - apa yang dikatakan oleh suara itu Katakan bahwa perawat percaya
klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak mendengamya. Katakan bahwa
perawat akan membantu.
Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi
terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi.

3). Dorong untuk mengungkapkan perasaannya

Tindakan:

Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika teriadi halusinasi

Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk
mengontrol halusinasinya

Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi: bicara dengan orang
lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara
tersebut " saya tidak mau dengar!"

Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih / dilakukan

Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian jika
berhasil

4) Klien dapat dukungan dari keluarga

Tindakan:

Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala, cara


memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan

Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga


Klien dapat menggunakan obat dengan benar Tindakan:

Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping minum obat

Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama, pasien, obat, dosis, cara
dan waktu)

Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan

Beri reinforcement positif bila klien mintun obat yang benar

Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri.

a. Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara

optimal.

Tujuan khusus :

1). Klien dapat membina hubungan saling percaya

Intervensi :

Sapa klien dengan ramah baik vebal maupun non verbal.

Perkenalkan diri dengan sopan

Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan

Jelaskan tujuan pertemuan


Jujur dan menepati janji

Tunjukkan sikap empati, menerima klien apa adanya.

Beri perhatian pada klien dan perhatian dasar klien.

Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

Kriteria Evaluasi: klien dapat menyebutkan menarik diri yang berasal dari
diri sendiri,orang lain dan lingkungan

Intervensi:

Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.

Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan menarik diri.

Diskusikan bersama klien tentang perlau menarik diri, tanda-tanda serta


penyebab yang muncul.

Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan


perasaannya.

Klien dapat menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain dan


kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

Kriteria Evaluasi: klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan


dengan orang lain.
Intervensi
:
Kaji pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang


manfaat berhubungan dengan orang lain.

Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubunga dengan orang lain

Beri reinforcement positif tentang kemampuan mengungkapkan perasaan


tentang manfaat berhubunga dengan orang lain.

Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang


kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan


orang lain

Beri reinforcement positif tentang kemampuan mengungkapkan perasaan


tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

Klien melaksanakan hubungan secara bertahap.

Kriteria Evaluasi: klien dapat mendemotrasikan hubungan sosial

secara bertahap antara klien perawat; klien-perawat-perawat lain; klien-


perawat-perawat lain-klien lain; klien-perawat-keluarga/ kelompok
masyarakat.

Kaji pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain


dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Mendorong dan membantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap:

Klien perawat

Klien perawat perawat lain

Klien perawat perawat lain klien lain

Klien perawat keluarga / kelompok masyarakat

Memberi reinforcement terhadap keberhasilan yang sudah dicapai.

Membantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang


lain.

Mendiskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam


mengisi waktu.

Memotivasi klien untuk mengikuti kegiatan harian

Beri reinforcement positif tentang kemampuan mengungkapkan perasaan


tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.

Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang


lain

Kriteria Evaluasi : klien dapat mengungkapkan perasaan berhubungan


dengan orang lain untuk diri sendiri.
Intervensi :
Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaanya setelah berhubungan
dengan orang lain.

Mendiskusikan bersama klien tentang perasaanya manfaat berhubungan


dengan orang lain.

Beri reinforcement positif tentang kemampuan mengungkapkan perasaan


tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.

Klien dapat berdayakan sistem pendukung atau keluarga

Kriteria Evaluasi : keluarga dapat menjelaskan

perasaannya,menjelaskan cara merawat klien menarik diri dan


berpartisipasi dalam perawatan klien menarik diri.

Intervensi :

Bina hubungan saling percaya

Salam dan perkenalkan diri

Sampaikan tujuan

Eksplorasi perasaan keluarga

Diskusikan dengan anggota keluarga yang lain tentang

Perilaku menarik diri

Penyebab perilaku menarik diri

Akibat perilaku menarik diri jika perilaku menarik diri tidak di tanggapi
Mendorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk berkomunikasi
dengan orang lain.

Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian untuk menjenguk klien minimal 1x
seminggu.Memberi reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai keluarga.

Halusinasi
Pasien

Keluarga

SP I p

SP I k

1.
Mengidentifikasi jenis
1.
Mendiskusikan masalah

halusinasi pasien

yang dirasakan keluarga

2.
Mengidentifikasi isi halusinasi

dalam merawat pasien

pasien
2.
Menjelaskan pengertian,

3.
Mengidentifikasi waktu

tanda dan gejala halusinasi,

halusinasi pasien
dan jenis halusinasi yang

4.
Mengidentifikasi frekuensi

dialami pasien beserta

halusinasi pasien

proses terjadinya

5.
Mengidentifikasi situasi yang
3.
Menjelaskan cara-cara

menimbulkan halusinasi

merawat pasien halusinasi

6.
Mengidentifikasi respons pasien

Melatih pasien cara kontrol halusinasi


dengan berbincang dengan orang lain
Membimbing pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.

terhadap halusinasi
SP III p
Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan
menghardik
Memvalidasi masalah dan latihan
Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal sebelumnya.
kegiatan harian.

SP II p

Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.


SP II k

Melatih keluarga mempraktekkan cara


merawat pasien dengan halusinasi

Melatih keluarga melakukan cara merawat


langsung kepada pasien halusinasi

SP III k

Membantu keluarga membuat jadual


aktivitas di
obat (discharge planning)

Menjelaskan follow up pasien setelah


pulang

Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan


kegiatan (yang biasa dilakukan pasien).

Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal


kegiatan harian.

SP IV p

Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur


minum obat (prinsip 5 benar minum obat).

Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal


kegiatan harian.

rumah termasuk minum

S-ar putea să vă placă și