Sunteți pe pagina 1din 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn.

R DENGAN ABSES
DI RUANG BEDAH RSUD PAMBALAH BATUNG AMUNTAI
TANGGAL 27 FEBRUARI S/D 04 MARET 2017

GI ILMU
NG K
TI

ES
H
SEKOLA

E HATAN
S T I K E S

SA
A
H G
B AY
A BAN
AN IN
JARMAS

OLEH

RABIATUL ADAWIAH, S. Kep

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
TAHUN AJARAN 2016/2017
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN ABSES


DI RUANG BEDAH RSUD PAMBALAH BATUNG AMUNTAI
TANGGAL 27 FEBRUARI S/D 04 MARET 2017

GI ILMU
NG K
TI

ES
H
SEKOLA

E HATAN
S T I K E S

SA
A
H G
B AY
A BAN
AN IN
JARMAS

OLEH :

RABIATUL ADAWIAH, S. Kep

Banjarmasin,

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( ) Tuti Alawiyah, S. Kep,.Ns


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ABSES

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang
telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya
proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya
benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini
merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah
infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah.
(Siregar, 2004)
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat
dari infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu
campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah
mati yang dicairkan oleh enzim autolitik. (Morison, 2003)
Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik mata, yang
kemudian pecah, rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis,
meninggalkan jaringan parut yang kecil. (Underwood, 2000)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah
terbentuknya kantong berisi nanah pada jaringan kutis dan subkutis akibat
infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri/parasit atau karena adanya
benda asing.

2. Anatomi dan Fisiologi


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar
tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit
beratnya sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6kg
dan luasnya sekitar 1,5 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi
mulai 0,5 - 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis
seperti : kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan
atas. Sedangkan kulit tebal seperti pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, yaitu :
Lapisan luar adalah epidermis yang merupakan Lapisan epitel berasal
dari ectoderm
Lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium
yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas
sampai yang terdalam), yaitu :
1) Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Merupakan lapisan epidermis paling atas, terdiri atas beberapa lapis
sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme,
tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Terdiri dari sel
keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2) Stratum Lusidum (lapisan bening)
Disebut juga lapisan barrier terletak dibawah lapisan tanduk dengan
lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih
yg kecil-kecil, tipis, dan bersifat translusen sehingga dapat
dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada
telapak tangan dan telapak kaki.
3) Stratum Granulosum (lapisan berbutir)
Tersusun oleh sel-sel keratonosit berbentuk kumparan yang
mengandung butir-butir di dalam protoplsmanya, berbutir kasar dan
berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak
tangan dan telapak kaki.
4) Stratum Spinosum (lapisan bertaju)
Disebut juga lapisisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling
berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma
berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-
akan selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri
atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun
menjadi beberapa baris.
5) Stratum Basale /Stratum Germinativum (lapisan benih)
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel
torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan
dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina
basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang
membatasi epidermis dengan dermis. Terdapat aktifitas mitosis yang
hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel
epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk
migrasi kepermukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain.
Merupakan satu lapis sel yg mengandung melanosit.
Epidermis mempunyai fungsi sebagai berikut, yaitu :
Proteksi barier
Organisasi sel
Sintesis vitamin D dan sitokin
Pembelahan dan mobilisasi sel
Pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Dermis merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering
dianggap sebagai True Skin karena 95% dermis membentuk ketebalan
kulit. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang
paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Kulit jangat atau dermis
menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut,
kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-
pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus
arektor pili).
Lapisan Dermis terdiri dua lapisan, yaitu :
Lapisan papiler, tipis mengandung jaringan ikat jarang.
Lapisan retikuler, tebal terdiri dari jaringan ikat padat
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang
terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya.
Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan
nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk
regenerasi. Subkutis/hipodermis mempunyai fungsi sebagai berikut :
Melekat ke struktur dasar
Isolasi panas
Cadangan kalori
Kontrol bentuk tubuh
Mechanical shock absorber.
Suplai darah dan nutrisi untuk kulit diperoleh dari arteri yang
membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan
selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan
pleksus ini memperdarahi papilla dermis tiap papilla dermis punya satu
arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat
pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran
epidermis pembuluh darah kulit.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh,
yaitu :
1) Memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan
2) Sebagai barier infeksi
3) Mengontrol suhu tubuh (termoregulasi)
4) Sensasi
5) Eskresi
6) Metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dan
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen.
Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam
merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada
daerah bibir, putting dan ujung jari.
Kulit berperan pada pengaturan suhu & keseimbangan cairan
elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer
mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari
kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan
dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat
terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi
temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal
kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur
yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian
akan mempertahankan panas.

Gambar 1. Struktur Kulit

3. Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan
abses melalui beberapa cara :
a) Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan
jarum yang tidak steril
b) Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c) Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia
dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan
terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
a) Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b) Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c) Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus
4. Tanda dan Gejala
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru,
mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan di dalam kulit atau
tepat dibawah kulit terutama jika timbul di wajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung
kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf.
Gejalanya bisa berupa:
a) Nyeri
b) Nyeri tekan
c) Teraba hangat
d) Pembengkakan
e) Kemerahan
f) Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak
sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan
tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan
lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh,
sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar.
Paling sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan dengan massa yang
berwarna merah, hangat pada permukaan abses, dan lembut.

5. Fatofisiologi

Bakteri Gram Positif


(Staphylococcus aureus Streptococcus mutans)

Mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase

merusak jembatan antar sel

transpor nutrisi antar sel terganggu

Jaringan rusak/mati/nekrosis
Media bakteri yang baik

Jaringan terinfeksi

Peradangan
Sel darah putih mati

Demam
Jaringan menjadi abses Pembedahan
& berisi PUS
Gangguan
Thermoregulator
(Pre Operasi) Pecah

Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)

Luka Insisi

Nyeri Resiko Penyebaran Infeksi Nyeri


(Pre dan Post Operasi)
(Pre Operasi) (Post Operasi)

Sumber : Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, 2001

6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium : Peningkatan jumlah sel darah putih.
2) Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan
rontgen, USG, CT Scan, atau MRI.

7. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan
sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang
ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya
diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses
dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang, apabila
abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam
yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004)

8. Penatalaksanaan
Menurut Morison (2003), Abses luka biasanya tidak membutuhkan
penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut
butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridement dan kuretase.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi
penyebabnya, terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda
asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing,
biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan
pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan
apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras
menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Drain dibuat dengan tujuan
mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang
kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai
tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat dan
meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu
penanganan abses kulit.

9. Pencegahan
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat
anti-bakteri merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi
atau mencegah penularan.

B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


1. Gangguan thermoregulator
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri
3. Kerusakan integritas kulit
4. Resiko penyebaran infeksi

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Abses bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa
saja, namun yang paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali,
sedangkan abses dalam seringkali sulit ditemukan.
b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau
terkena peluru, dll.
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat
menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa
dikeluarkan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes
mellitus.
c. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan
2. Sistem kardiovaskuler
3. Sistem persarafan
4. Sistem perkemihan
5. Sistem pencernaan
6. Sistem muskuloskeletal
7. Sistem integumen
8. Sistem endokrin
9. Sistem reproduksi
2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi atau insisi
pembedahan
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3) Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan.
4) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka
3. Intervensi keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan reaksi peradangan/insisi pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan
gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa
nyeri
berkurang, klien dapat rileks, klien mampu
mendemonstrasikan keterampilan relaksasi dan
aktivitas sesuai dengan kemampuannya, TTV
dalam batas normal; TD : 120 / 80 mmHg, Nadi :
80 x / menit, pernapasan : 20 x / menit.

Intervensi Rasional

1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat keadaan


umum klien
2) Kaji skala, lokasi, dan 2) Sebagai data dasar mengetahui seberapa
karakteristik nyeri. hebat nyeri yang dirasakan klien sehingga
mempermudah intervensi selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari 3) Reaksi non verba menandakan nyeri yang
ketidaknyamanan. dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
manajemen relaksasi. dirasakan klien dengan non farmakologis
5) Kolaborasikan obat analgetik 5) Mempercepat penyembuhan terhadap
sesuai indikasi. nyeri
2) Gangguan thermoregulator berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan
hipertermi dapat teratasi.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0 C 37 0C).

Intervensi Rasional

1) Observasi TTV, terutama suhu 1) Untuk data awal dan memudahkan


tubuh klien. intervensi
2) Anjurkan klien untuk banyak
minum, minimal 8 gelas / hari. 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat
3) Lakukan kompres hangat. penguapan tubuh dari demam
3) Membantu vasodilatasi pembuluh darah
4) Kolaborasi dalam pemberian sehingga mempercepat hilangnya demam
antipiretik. 4) Mempercepat penurunan demam

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan


Tujuan : Dapat tercapainya proses
penyembuhan luka
tepat waktu.
Kriteria hasil : Luka bersih, tidak bau, tidak ada
pus/sekret,
udema disekitar luka berkurang.

Intervensi Rasional

1) Kaji luas dan keadaan luka serta 1) Pengkajian yang tepat terhadap luka dan
proses penyembuhan. proses penyembuhan akan membantu
dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan 2) Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat
benar dengan teknik aseptik menjaga kontaminasi luka.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk
3) Menghilangkan infeksi penyebab
pemberian anti biotik.
kerusakan jaringan.
4) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka

Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : Klien bebas tanda dan gejala penyebaran

infeksi

Intervensi Rasional
1) Observasi tanda-tanda infeksi 1) Deteksi dini terhadap infeksi
2) Lakukan perawatan luka dengan 2) Menurunkan terjadinya resiko infeksi
teknik aseptik dan antiseptik dan penyebaran bakteri
3) Kolaborasi dengan dokter untuk 3) Menghilangkan infeksi penyebab
pemberian antibiotik kerusakan jaringan.
DAFTAR PUSTAKA

Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa Inggris : kurt
J. Lessebacher. Et. Al : editor bahasa Indnesia Ahmad H. Asdie. Edisi
13. jakarta : EGC. 1999.

Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2004.

Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa
Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2001.

NANDA, 2005

NIC, 2005

NOC, 2005

S-ar putea să vă placă și