Sunteți pe pagina 1din 14

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pemeriksaan mikroskopik pada permukaan kulit telah dilakukan sejak


beberapa ratus tahun yang lalu. Pada tahun 1663, Johan Kolhaus pertama kali
mengamati pembuluh pada lipatan kuku menggunakan sebuah mikroskop. Unna
mempublikasikan tulisan pada tahun 1893 berjudul Diaskopie, yang
menjelaskan mengenai penggunaan minyak imersi pada mikroskop untuk
pemeriksaan mikroskopik permukaan kulit. Kata dermatoscopy pertama kali
dikenalkan pada tahun 1920-an dengan memperkenalkan sebuah alat diagnostik
yang menyerupai mikroskop binokular dengan sumber cahaya yang terpasang
untuk pemeriksaan kulit. Kata dermoscopy pertama kali dikenalkan pada tahun
1950 ketika seorang ahli kulit menggunakan sebuah alat untuk mengevaluasi lesi
berpigmen pada kulit. Pada tahun 1971, Rona Mackie mengidentifikasi
keuntungan dari pemeriksaan mikroskopik permukaan kulit pada perkembangan
diagnosis pre operatif lesi kulit berpigmen. Penggunaan teknik ini pada abad ke-
21 di dipelajari dan dikembangkan oleh peneliti Austria, Jerman dan Italia. Pada
tahun 1989, konferensi konsensus pertama mengenai pemeriksaan mikroskopik
permukaan kulit diadakan di Hamburg, Jerman dan pada tahun 2001 Konsensus
net meeting mengenai dermoskopi diadakan di Roma, Italia. Tujuan dari kedua
pertemuan tersebut adalah untuk menentukan definisi definisi dari struktur yang
terlihat pada lesi kulit berpigmen benigna dan maligna. (1)

Sebagian besar kondisi dermatologis di diagnosa melalui inspeksi lesi kulit


secara sederhana dengan mata telanjang atau dengan lensa genggam. Kasus
dengan diagnostik yang sulit sering terpecahkan melalui biopsi kulit, yang
membutuhkan prosedur minor, tetapi masih invasif. Dermoskopi adalah salah satu
teknik non-invasif yang digunakan untuk mendiagnosis kondisi dermatologis.
Dermoskopi, yang disebut juga dermatoskopi, epiluminescence microscopy,
2

incident light microscopy, atau pemeriksaan mikroskopik permukaan kulit,


dilakukan dengan menggunakan instrumen genggam yang disebut dermatoskop
atau dermoskop, yang menggunakan sumber cahaya transluminasi dan perbesaran
optik standar (10x). Dermatoskop menyajikan visualisasi struktur sub permukaan
kulit yang terletak antara epidermis, dermioepidermal junction, dan dermis
(2,3)
papillaris, yang tidak dapat terlihat oleh mata telanjang. Dermoskopi sangat
berguna untuk diagnosis melanoma malignan dan dapat meminimalkan kebutuhan
untuk biopsi kulit. Belakangan ini, bentuk dermoskopik untuk berbagai problem
kulit non pigmen juga telah dilaporkan. Dengan ditemukannya lebih banyak
bentuk dermoskopik, dermoskopi menjadi sangat penting dilakukan dalam
diagnosa lesi kulit, dan keuntungannya pada pembelajaran kedokteran dan
kegunaannya dalam praktik keluarga juga telah dipublikasikan. (4)

Tujuan penulisan referat ini untuk menjelaskan tentang teknik, aplikasi dan
fungsi dari dermoskopi sebagai salah satu alat pemeriksaan yang digunakan
menunjang diagnosis penyakit kulit.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DERMOSKOPI

Dermoskopi (disebut juga epiluminescence microscopy, dermatoskopi,


incident light dermoscopy, dan surface microscopy) adalah teknik non invasif
menggunakan alat genggam untuk memeriksa lesi melalui film cairan,
biasanya minyak immersi, menggunakan cahaya non polarisasi (contact
dermoscopy), atau pemeriksaan lesi di bawah cahaya terpolarisasi tanpa
medium kontak (noncontact dermoscopy). Di tangan orang yang
berpengalaman, alat ini dapat meningkatkan sensitifitas dan spesifisitas
diagnosa klinis dari melanoma dan lesi lainnya yang berpigmen dan tak
berpigmen. Bentuk morfologis yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang
diperiksa menggunakan teknik ini. Gambar dapat dilihat secara langsung,
melalui foto, atau terekam secara digital. Terdapat tiga jenis alat sebagai
berikut. (5,6,7)

Oil immersion devices, memerlukan kontak dengan kulit dan


menggunakan medium perantara untuk mengurangi penyebaran
permukaan cahaya.
Cross-polarised devices, menggunakan cahaya terpolarisasi silang untuk
mengurangi penyebaran permukaan cahaya.
Hybrid devices, memiliki pilihan untuk menggunakan dengan cahaya
terpolarisasi silang atau minyak immersi untuk mengurangi penyebaran
permukaan cahaya.
4

(a) (b) (c)

Gambar 1. Dermoskop (5)


(a) Oil immersion device; (b) cross-polarised device; (c) hybrid device

Dermatoskop mengeluarkan sorotan cahaya yang jatuh di permukaan


kulit pada sudut 200, memperlihatkan karakteristik dermoskopik yang
dihasilkan dari adanya melanin dan haemoglobin pada lapisan kulit yang
berbeda. Pembesaran pada dermatoskop biasanya 10 kali lipat. Kegunaan dari
dermoskopi adalah sebagai berikut. (8,9)
Mengamati lesi berpigmen
Membantu membedakan lesi kulit melanositik dari non melanositik
Meningkatkan diagnosis early melanoma
Meningkatkan diagnosis melanoma incognito
Membantu menghindari operasi yang tidah dibutuhkan
Membantu untuk perencanaan operasi
Membantu untuk follow up pasien dengan multipel nevi untuk melihat
perubahan dari waktu ke waktu.
5

(a) (b)

Gambar 2. (a) tampakan kutil dengan pemeriksaan mata telanjang; (b) tampakan kutil yang
sama dengan menggunakan dermoskop. (2)

B. INDIKASI DERMOSKOPI

Indikasi dari pemeriksaan dermoskopi adalah sebagai berikut.

Menunjang penentuan tindakan untuk melakukan biopsi.


Evaluasi lesi amelanotik, alat ini dapat mengevaluasi morfologi,
distribusi, dan susunan pembuluh darah dan struktur putih berkilau.
Evaluasi lesi kulit berpigmen dan non pigmen, secara umum membantu
membedakan melanoma dan karsinoma sel basal dengan lesi kulit
benigna. (3)

C. PERSIAPAN PEMERIKSAAN DERMOSKOPI

D. TEKNIK PEMERIKSAAN DERMOSKOPI

Selama pemeriksaan kulit dengan mata telanjang, banyak cahaya yang


diteruskan ke kulit, di refleksikan pada stratum korneum, sehingga
menghalangi pengamat untuk melihat struktur yang terletak di bawah lapisan
6

ini. Dermatoskop menyinari kulit menggunakan lampu cahaya pancaran


dioda, dengan atau tanpa filter polarisasi. Dermatoskop menggunakan cahaya
non polarisasi memerlukan kontak langsung antara kulit dan alat, dan
memerlukan perantara cairan, seperti ultrasound gel atau alkohol, diletakkan
antara kulit dan penampang kaca dari dermatoskop. Saat cairan perantara
diaplikasikan pada kulit, dermatoskop ditempatkan di atas lesi dan ditekan
lembut, sangat penting untuk memberikan tekanan yang dengan cukup guna
mengeleminasi gelembung udara. Cairan perantara menghalangi terefleksinya
stratum korneum dan meningkatkan refraksi, sehingga memberikan gambaran
struktur di bawah stratum korneum. (3)

Gambar 3. Cara penggunaan dermoskop. (5)


7

Dermatoskop dengan filter polarisasi silang tidak memerlukan kontak


dengan kulit maupun cairan perantara. Filter polarisasi silang mengeliminasi
cahaya silau dari permukaan kulit dan meningkatkan refraksi cahaya,
sehingga pengamat dapat melihat struktur kulit yang lebih dalam. (3)

Gambar 4. Proses optik dari dermoskopi dengan cahaya terpolarisasi dan non
polarisasi (9)

Gambar 5. Perbandingan gambaran struktur keratosis seboroik yang terlihat dengan


menggunakan dermoskop non polarisasi (a), dan yang tidak tampak pada dermoskop dengan
polarisasi. (5)
8

E. APLIKASI DERMOSKOPI
Bertujuan untuk mendiagnosis tumor kulit berpigmen dan non pigmen
termasuk melanositik, non melanositik, benigna, dan maligna. Terdapat dua
pendekatan utama; pendekatan Heuristic dan pendekatan analisis. Pendekatan
Heuristic disebut Analisis Pola dan menggunakan 2 tahap algoritme. (9)

(3)
Gambar 6. 2 tahap algoritme pada dermoskopi.

Tahap 1: Lesi melanositik vs. non-melanositik

Pada langkah pertama algoritme, berdasarkan 7 tahap kriteria pemeriksa


membedakan lesi melanositik dari lesi non melanositik berupa
dermatofibroma, basal cell carcinoma, keratosis seboroik dan hemangioma.
(3,9)

- Level 1: kriteria lesi melanositik


Lesi dipertimbangkan sebagai lesi melanositik jika terdapat struktur
berikut: pigment network, branched streaks, negative network,
aggregated globules, homogenous blue pigmentation, pseudonetwok,
atau parallel pattern (telapak kaki, tangan dan mukosa). (9)
9

Gambar 7. Struktur dermoskopik pada lesi melanositik. Kolom A memperlihatkan


struktur dermoskopik secara skematik, kolom B memperlihatkan contoh benigna, dan
kolom C memperlihatkan contoh maligna. (1A) skema pigment network. (1B) regular
pigment network pada nevus melanositik. (1C) pigment network atipik pada melanoma.
(2A) skema negatif pigment network. (2B) negatif pigment network sentral dan simetris
pada nevus melanositik (kombinasi Spitz nevi). (2C) negatif pigment network pada
melanoma. (3A) skema agregasi globulus. (3B) agregasi globulus pada nevus
melanositik. (3,10)

- Level 2: kriteria karsinoma sel basal


Mencari adanya kriteria spesifik karsinoma sel basal yang termasuk
arborizing blood vessels, area berbentuk seperti daun, sarang besar biru-
10

abu, multipel globulus biru-abu non agregat, struktur spoke-wheel-like,


area putih berkilau, atau area ulserasi. (8)

Gambar 8. diagram yang menunjukkan bentuk dermoskopik karsinoma sel basal. (9)

- Level 3: kriteria keratosis seboroik


Mencari kista multipel seperti milia, seperti komedo terbuka, kripta,
batas moth-eaten, struktur seperti sarang, fissura dan ridges yang
kadang seperti otak atau tampilan serebriform, struktur seperti jari
gendut, atau struktur seperti cap jari berwarna coklat terang. (9)

Gambar 9. Diagram menunjukkan bentuk dermoskopik dari keratosis seboroik. (9)


11

- Level 4: kriteria lesi vaskular


Adanya lakuna berwarna merah, maroonn, atau merah-biru hingga hitam
(dikenal juga sebagai struktur seperti lagoon), mengindikasikan lesi
berupa hemangioma atau angiokeratoma. (9)

Gambar 10. Diagram menunjukkan bentuk dermoskopik hemangioma. (9)

- Level 5: pembuluh darah spesifik pada lesi non-melanositik


Jika tidak terdapat kriteria morfologi seperti yang dideskripsikan di atas,
maka lesi dipertimbangkan sebagai amelanositik atau hipo melanositik.
Pada beberapa lesi, pemeriksa dapat menemukan struktur vaskular yang
dapat ditegakkan dalam diagnosis. Sangat penting untuk mengobservasi
morfologi dan distribusi pembuluh darah. (9)
12

Gambar 11. Diagram menunjukkan pola vaskular berbeda yang terlihat pada lesi non-
melanositik. Pembuluh darah berbentuk hairpin dikelilingi oleh halo keputihan yang
merupakan karateristik dari tumor keratin (a), seperti keratoakantoma dan keratosis
seboroik. Adanya pembuluh glomerular, biasanya teragregasi secara fokal pada lesi
perifer mengindikasikan lesi sebagai karsinoma sel skuamosa atau penyakit bowen (b).
Adanya pembuluh darah tersusun seperti string of pearls adalah tanda pada akantoma
sel jernih (c), sedangkan adanya pembuluh berbentuk seperti mahkota (crown)
mengindikasikan lesi sebagai hiperplasia sebasea atau molluscum contagiosum (d). (9)

- Level 6: pembuluh darah spesifik pada lesi melanositik


Adanya pembuluh darah berbentuk koma secara predominan adalah
tanda nevi intradermal. Lesi yang tidak terlihat pada struktur dibawah ini
merupakan lesi yang tak berstruktur dan membutuhkan proses pada level
7. (9)
13

Gambar 11. Diagram menunjukkan perbedaan pola vaskular pada lesi melanoma.
Morfologi pembuluh darah yang ditemukan pada melanoma termasuk titik (a), linear
ireguler (b), pembuluh berbentuk hairpin atipik (serpentine) dengan latar belakang
merah muda, dan seperti bentuk terpilin (cork screw), pembuluh darah yang
melengkung atau area milky red (d). Jika terlihat lebih dari satu tipe morfologi
pembuluh pada lesi yang sama, pola vaskularnya disebut polimorfik (e), yang sering
dihubungkan dengan melanoma. (9)

- Level 7: lesi tak berstruktur


Kategori ini termasuk seluruh lesi yang gagal untuk ditentukan pada
diagnosis struktur spesifik untuk membantu mengklasifikasikannnya
sebagai lesi melanositik atau non melanositik. Sebagai contoh, adanya
titik, taburan, perselubungan biru putih, struktur crystalline, dan bercak
dapat ditemukan pada lesi ini. Walaupun struktur ini tidak dapat
digunakan untuk membedakan lesi melanositik dengan non melanositik,
tetapi dapat menjadi petunjuk untuk mengidentifikasi melanoma dan
karsinoma sel basal dengan tepat. Lesi ini harus dilakukan biopsi atau di
lakukan monitor jangka pendek untuk mengamati perilaku biologisnya.
(9)

Tahap 2: Lesi melanositik benigna vs. maligna

Tahap kedua dari algoritme ini dilakukan hanya untuk mengevaluasi lesi
melanositik, termasuk common acquired melanocytic nevi, blue nevi, spitz
nevi, dan melanoma. Tahap kedua ini membantu untuk membedakan nevi
dengan melanoma. Saat ini, sistem skor terbukti sebagai metode yang relatif
simpel, akurat dan dapat digunakan untuk diagnosis melanoma. Three-point
14

checklist dipertimbangkan sebagai metode yang memiliki sensitivitas tinggi


untuk mengidentifikasi melanoma. Metode ini digunakan sebagai algoritma
skrining untuk deteksi kanker kulit (melanoma dan karsinoma sel basal
berpigmen) dan diaplikasikan hanya untuk lesi kulit berpigmen. Satu poin
diberikan pada tiap kriteria yang nampak pada lesi. (3)

Terdistribusi secara asimetris pada dermoskopik warna dan/atau struktur


dalam satu atau dua sumbu tegak lurus. Kontur atau bayangan lesi tidak
menjadi faktor dalam menentukan apakan lesi simetris atau tidak.
Atypical atau irregular pigment network terdiri atas garis tebal dan
lubang ireguler.
Perselubungan biru-putih dan.atau scar depigmentasi berwarna putih
dan/atau granula biru yang tersebar. (3)

Total skor 2 atau 3 dipertimbangkan sebagai hasil positif, dan lesi


sebaiknya di lakukan biopsi untuk pemeriksaan lebih lanjut. Analisis pola
merupakan metode kualitatif untuk mengevaluasi struktur dermoskopik dan
distribusinya. Hal ini membutuhkan kemampuan untuk mengenali, dan
pengalaman dalam mengamati pola benigna.(3) Lesi melanositik yang
merupakan turunan dari salah satu pola benigna dan memperlihatkan
sekurang-kurangnya 1 dari 10 struktur spesifik melanoma, harus dilakukan
biopsi guna menyingkirkan dugaan melanoma. (3,10)

F. FAKTOR PERANCU

S-ar putea să vă placă și