Sunteți pe pagina 1din 9

KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN


NOMOR : . /SK / DIR/RSKBR / VII / 2013
TENTANG
KEBIJAKAN SKRINING PASIEN
RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN
Menimbang :
a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Khusus Bedah
Rawamangun, maka diperlukan penyelenggaraan skrining pasien yang efektif.
b. Bahwa agar pelaksanaan skrining pasien di Rumah Sakit Khusus Bedah Rawamangun
dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Rumah Sakit Khusus Bedah
Rawamangun sebagai landasan bagi penyelenggaraan skrining pasien di Rumah Sakit
Khusus Bedah Rawamangun.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Rumah Sakit Khusus Bedah Rawamangun.
Mengingat
1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH
RAWAMANGUN TENTANG KEBIJAKAN SKRINING PASIEN
PASIEN RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN
Kedua : Kebijakan pelaksanaan skrining pasien di Rumah Sakit Khusus
Bedah Rawamangun sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan skrining pasien di
Rumah Sakit Khusus Bedah Rawamangun dilaksanakan oleh
Direktur Pembinaan Pelayanan Medik Rumah Sakit Khusus Bedah
Rawamangun.
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya
Ditetapkan di J a k a r t a
Pada tanggal 1 Juli 2013
Direktur Rumah Sakit Khusus Bedah Rawamangun
dr. Elviera Darmayanti, MM
Lampiran
Keputusan
Direktur Rumah Sakit Khusus Bedah Rawamangun
Nomor : . /SK / DIR/RSKBR / VII / 2013
Tanggal : 1 Juli 2012
KEBIJAKAN SKRINING PASIEN
RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN
Kebijakan Umum
Semua pasien yang datang berobat dilakukan skrining terlebih dahulu untuk
menentukan pelayanan yang dibutuhkan : preventif, paliatif, kuratif dan rehabilitatif
dan menetapkan pelayanan yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan pasien dan
kemampuan Rumah Sakit.
Kebijakan Khusus
1. Skrining dilakukan pada kontak pertama didalam atau diluar Rumah Sakit .
2. Skrining dapat dilakukan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
3. Skrining dilakukan sesuai dengan kondisi pasien.
4. Skrining untuk skrining di IGD di lakukan oleh dokter jaga atau perawat,
sedangkan untuk skrining awal pasien rawat jalan dilakukan oleh security dan
petugas pendafatarn
5. Hasil skrining dijadikan dasar untuk menentukan pemberian pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit atau pasien dirujuk ke Rumah sakit lain.
DAFTAR ISI
Lembar Judul i
Daftar Isi ii
Lembar Pengesahan iii
BAB I. DEFINISI
BAB II. RUANG LINGKUP
o 1. Skrining Kasus

o 2. Skrining Wilayah

BAB III. TATA LAKSANA


BAB IV. DOKUMENTASI

BAB I DEFINISI

Skrining merupakan pengenalan dini secara pro-aktif untuk menemukan adanya masalah atau
faktor risiko. Sehingga skrining bisa dikatakan sebagai usaha untuk mengidentifikasi penyakit
atau kelainan yang secara klinis belum jelas, dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau
prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat untuk membedakan orang yang terlihat
sehat, atau benar- benar sehat tapi sesungguhnya menderita kelainan ataupun gangguan
kesehatan. Skrining pada pasien dapat dilaksanakan melalui kriteria triage, anamnesis
(wawancara riwayat penyakit), evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik maupun
psikologik, laboratorium klinik, ataupun radiologi diagnostik.

Skrining pasien adalah suatu rangkaian kegiatan melakukan penilaian awal kegawatdaruratan
pada setiap pasien yang datang ke Instalasi Gawat. Dalam hal ini skrining pasien dilakukan pada
awal di triage primer yang juga meliputi cara mendiagnosis serta memilah penderita berdasarkan
kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia.

Kegiatan skrining sangat diperlukan dalam pelayanan gawat darurat karena Instalasi Gawat
Darurat sebagai pusat pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan gawat darurat selama 24
jam berfungsi untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini
yang sesuai terhadap kasus-kasus kegawatdaruratan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah
skrining pasien yang baik sehingga pelayanan kesehatan untuk kasus-kasus gawat dan darurat
dapat diselenggarakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Beberapa istilah yang perlu diperhatikan dalam kegiatan skrining pasien awal di triage primer,
antara lain :

1. Triage : Pengelompokan pasien berdasarkan atas berat ringannya trauma/ penyakit serta
kecepatan penanganan/pemindahannya.
2. Prioritas : Penentuanmana yangharus didahulukanmengenai penanganandan pemindahan
yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul.
3. Survei primer : Deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam jiwa.
4. Survei sekunder : Melengkapi survei primer dengan mencari perubahan-perubahan
anatomi yang akan berkembang sehingga mungkin akan dapat menjadi semakin parah
dan memperberat perubahan fungsi vital yang ada dan berakhir dengan mengancam jiwa
bila tidak segera diatasi.
5. Pasien gawat darurat : Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapatkan pertolongan secepatnya.
6. Pasien gawat tidak darurat : Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan
tindakan darurat (misalnya kanker stadium lanjut).
7. Pasien darurat tidak gawat : Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota badannya (misalnya luka sayat dangkal).
8. Pasien tidak gawat tidak darurat : Pasien yang tidak memerlukan pertolongan segera
(misalnya pasien dengan ulcus tropicum, TBC kulit, dan sebagainya)
9. Kecelakaan (accident) : Suatu kejadian di mana terjadi interaksi berbagai faktor yang
datang secara mendadak, tidak dikehendaki sehingga dapat menimbulkan cedera fisik,
mental, ataupun sosial. Kecelakaan dapat diklasifikasikan menurut kriteria sebagai
berikut :
o Mekanisme kejadian : Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik, tersengat, terbakar
(baik karena efek kimia, fisik, listrik, atau maupun radiasi).
o Tempat kejadian : Kecelakaan lalu lintas; Kecelakaan di lingkungan rumah
tangga; Kecelakaan di lingkungan pekerjaan.- Kecelakaan di sekolah;
Kecelakaan di tempat-tempat umum lain (misalnya di tempat rekreasi,
perbelanjaan, area olahraga, dan sebagainya).
o Waktu kejadian : Waktu perjalanan (travelling/transport time); Waktu bekerja,
sekolah, bermain, dan sebagainya.
10. Bencana : Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan/atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehiduapan masyarakat dan pembangunan nasional
yangmemerlukan pertolongan dan bantuan.
BAB II RUANG LINGKUP
1. SKRINING KASUS

Petugas Instalasi Gawat Darurat harus dapat menyeleksi pasien sesuai dengan kondisi
kegawatdaruratannya sebagai prioritas pertama pelayanan kepada pasien sesuai dengan
ketentuan yang ada untuk pelayanan pasien gawat darurat yang berlaku dan tidak berdasarkan
urutan kedatangan pasien untuk kemudian memilah pasien berdasarkan kebutuhan terapi dan
sumber daya yang tersedia.
Ruang lingkup pelayanan pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat berdasarkan kondisi
kegawatdaruratannya meliputi :

1. Pasien dengan kasus emergency, yaitu pasien yang berada dalam kondisi sebagai berikut :
o Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan bisa menjadi cacat)
bila tidak mendapat pertolongan yang tepat secepatnya.
o Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.

o Pasien akibat musibah/kejadian yang tiba-tiba terjadi, tetapi tidak mengancam


nyawa dan anggota badannya.
2. Pasien dengan kasus false emergency, yaitu pasien yang tidak memerlukan pertolongan
segera.

Dalam kegiatan skrining pasien awal di triage primer, perlu dipahami bahwa kematian dapat
terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dari salah satu sistem atau organ di
bawah ini, yaitu :

1. Susunan saraf pusat.


2. Pernafasan.
3. Kardiovaskuler.
4. Hati.
5. Ginjal.
6. Pankreas.

Kegagalan dari salah satu sistem atau organ tersebut dapat disebabkan oleh :

1. Trauma/cedera.
2. Infeksi.
3. Keracunan.
4. Degenerasi (failure).
5. Asfiksia.
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar (excessive loss of water and
electrolit).
7. Lain-lain.

Pada kasus tertentu di mana penyakit yang diderita tidak termasuk di dalam daftar tersebut di
atas, penentuan kasus gawat atau tidak gawat ditentukan oleh dokter yang menangani pasien.

Kegagalan sistem susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan, dan hipoglikemia dapat
meyebabkan kematian dalam waktu yang singkat. Sedangkan kegagalan sistem organ yang lain
dapat meyebabkan kematian dalam waktu yang relatif lebih lama.

Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam


mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :

1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat


2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
o a. Di tempat kejadian

o b. Dalam perjalanan ke rumah sakit

o c. Pertolongan selanjutnya secara mantap dirumah sakit

Beberapa kriteria kasus yang tidak dapat ditangani di RS adalah sebagai berikut :

Pasien dengan diagnosis :


1. TBC dengan XDR / MDR.
2. Gaduh Gelisah ec Psikiatri.
3. Gagal ginjal on HD.
4. CVA Hemorraghic peserta BPJS.
5. Kasus Orthopedi peserta BPJS.
6. HIV AIDS yang memerlukan ARV atau terapi definitif HIV AIDS.
7. Kanker yang perlu konsultan hematologi dan onkologi medis.
8. Kasus Urologi dengan kepesertaan BPJS.
9. Flu burung (kasus dengan hasil Laboratorium penunjang positif).
10. Flu babi (kasus dengan hasil Laboratorium penunjang positif).
11. SARS (kasus dengan hasil Laboratorium penunjang positif).
12. Pasien KLL indikasi bedah syaraf dengan kepesertaan BPJS.
13. Tidak ada DPJP yang bertugas kecuali pasien menghendaki atau menyetujui
dirawat dokter lain atau asisten DPJP.
14. Tidak tersedia bed, peralatan dan pemeriksaan yang sangat diperlukan oleh pasien
tidak ditunda pengadaannya

2. SKRINING WILAYAH

Skrining bisa dilakukan saat pasien berada di luar Rumah Sakit tempat asal rujukan pasien, pada
saat pasien ditransportasi, dan pada saat pasien tiba di RS (IGD atau IRJ).

BAB III TATA LAKSANA


Instalasi Gawat Darurat RS yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam
melaksanakan kegiatan skrining pasien awal di triage primer yang dilakukan sebagai penilaian
awal kegawatdaruratan pada setiap pasien yang datang dengan prosedur sebagai berikut :

1. Petugas IGD merespon dengan cepat terhadap kedatangan pasien.


2. Skrining awal dilakukan dalam waktu maksimal 3 menit :
o a. Petugas IGD melakukan penilaian kesadaran dengan menggunakan kriteria
Glascow Coma Score.
o b. Petugas IGD melakukan penilaian jalan nafas pasien (airway), dengan kriteria
sebagai berikut :
Jalan nafas bebas (pasien bernafas dengan baik).
Adanya suara tambahan.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan nafas total.
o c. Petugas IGD melakukan penilaian pernafasan (breathing) dengan menghitung
frekuensi nafas, jika didapatkan pasien dengan kondisi kegawatan sistem
pernafasan (henti nafas, bradypnea, ataupun tachypnea) maka pasien langsung
dibawa ke ruang resusitasi untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
o d. Petugas IGD memasang pulse oximeter untuk pemeriksaan sirkulasi
darah (circulation) jika didapatkan :
Heart rate tidak terdengar, cek pulsasi dan segera lakukan tindakan
resusitasi jantung paru sesuai dengan prosedur.
Heart rate bradycardia ataupun tachycardia, pasien segera dibawa ke ruang
resusitasi untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
SaO2 < 90%, pasien segera dibawa ke ruang resusitasi untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
o e. Petugas IGD menanyakan keluhan utama pasien jika terdapat keluhan yang
potensial mengancam nyawa (misalnya : kejang, kelemahan/ kelumpuhan anggota
gerak, nyeri dada, sesak nafas, dan sebagainya) maka pasien segera dibawa ke
ruang resusitasi untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
o f. Hasil pemeriksaan skrining pasien awal di triase primer ditulis di lembar catatan
medis IGD.
o g. Jika pada hasil skrining pasien awal di triase primer ditemukan pasien dengan
kondisi kegawatan yang potensial dapat mengancam nyawa maka tindakan
pemeriksaan terhadap pasien dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan
secara terintegrasi di ruang resusitasi untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
o h. Jika pada hasil skrining pasien awal di triase primer ditemukan pasien dengan
kondisi tidak ada tanda-tanda kegawatan yang potensial dapat mengancam nyawa
maka tindakan pemeriksaan terhadap pasien dilakukan di tempat periksa / tempat
observasi sesuai dengan kondisi klinisnya (kasus bedah / non-bedah / obstetri dan
ginekologi).
o i. Lakukan tes pemeriksaan diagnostik untuk kasus :

Flu burung.
Flu babi.
SARS.

Jika ditemukan pemeriksaan diagnostik laboratorium dengan hasil Positif, maka pasien ditransfer
ke RS lain.

BAB IV DOKUMENTASI
Kegiatan skrining pasien awal di triase primer di Instalasi Gawat Darurat RS. didokumentasikan
setiap hari di lembar catatan medis IGD yang sudah ditentukan.

S-ar putea să vă placă și