Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah asuhan keperawatan pada pasien apendiks .Makalah ini
telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.Akhir kata kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat dan diaplikasikan dalam kegiatan keperawatan
Page 1
DAFTAR ISI
Kata pengantar 1
Daftar isi 2
Bab I pendahuluan 3-4
- Latar belakang
- Rumusan masalah
- Tujuan
- Manfaat
Bab II tinjauan teroritis .. 5-20
A. Konsep dasar teori Apenditis
- Definisi
- Anatomi fisiologi
- Etiologi
- Patofisiologi
- Penatalaksaan
- Komplikasi
- Pemeriksaan penunjang
- Manifisien klinis
- Patway
B. Konsep Asuhan keperawatan pasien apenditis
- Pengkajian
- Diagnose keperawatan
- Intervensi
- Implementasi
- Evaluasi
Bab III penutup .. 21
- Kesimpulan
- Saran
DAFTAR PUSTAKA .. 22
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Penyakit inflamasi pada sistem pencernaan sangat banyak, diantaranya appendisitis dan
divertikular disease. Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi pada apendiks diakibanya
terbuntunya lumen apendiks. Divertikular disease merupakan penyakit inflamasi pada saluran
cerna terutama kolon. Keduanya merupakan penyakit inflamasi tetapi penyebabnya berbeda.
Appendisitis disebabkan terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena
terjepitnya apendiks, sedang diverticular disebabkan karena massa feces yang terlalu keras dan
membuat tekanan dalam lumen usus besar sehingga membentuk tonjolan-tonjolan divertikula
dan divertikula ini yang kemudian bila sampai terjepit atau terbuntu akan mengakibatkan
diverticulitis.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun
dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap
100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan
pola makan, yaitu Negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data
epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai
puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang
dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih umum terjadi pada sebagian besar Negara barat
dengan diet rendah serat. Lazimnya di Amerika Serikat sekitar 10%. Dan lebih dari 50% pada
pemeriksaan fisik orang dewasa pada umur lebih dari 60 tahun menderita penyakit ini.
Apendisitis dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah apabila kita mengetahui dan
mengerti ilmu tentang penyakit ini. Seorang perawat memiliki peran tidak hanya sebagai care
giver yang nantinya hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien yang sedang sakit saja.
Tetapi, perawat harus mampu menjadi promotor, promosi kesehatan yang tepat akan
menurunkan tingkat kejadian penyakit ini.
Sehingga makalah ini di susun agar memberi pengetahuan tentang penyakit apendisitis dan
diverticulitis sehingga mahasiswa calon perawat dapat lebih mudah memahami tentang
pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, asuhan keperawatan, penatalaksanaan medis
pada pasien dengan apendisitis dan diverticulitis.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada apendisitis ?
Page 3
C. Tujuan
1.C Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis.
D. Manfaat
Mahasiswa mengetahui konsep dasar apendisitis
Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada apendisitis
Page 4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.1 Definisi
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,
2001).Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim,
Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa
pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal
usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di
perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. Apendisitis merupakan peradangan
pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis. Appendiks terletak di
ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan
medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior.
Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di
lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen
(Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa
mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal
atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus)
dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis
berawal dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Page 5
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif
berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi
kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit
bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi
pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna
(Nasution,2010).
A.3 Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks
merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran) jaringan
limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing
dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai
penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan
limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk
berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah
tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi
yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)
Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah
obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari
apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan
intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi,
Page 6
apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian
menyebar secara hematogen ke apendiks.
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran
vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia
dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat
dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri
tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan
mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan
bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut.
Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut.
Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya
dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi
kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan
tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma
yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Page 7
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah.
Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan
timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi
apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan
yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada
muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6%
kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala
tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya
metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan
karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan.
A.5 Patofisiologi
Page 8
aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna, meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan
nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi
dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Appendiks mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak
mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila
tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah
tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin
meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
Anoreksia biasanya tanda pertama.
Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar
ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang.
Postekal/nyeri terbuka.
Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar
(tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai
dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan
bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik
tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap
usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama
dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus
buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada
posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)
Page 9
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya
penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiology:
Pemeriksaan fisik.
1. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut
tampak mengencang (distensi).
2. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas
juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis
apendisitis akut.
3. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi,
maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
4. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan
atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
5. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya
radang usus buntu.
6. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan
peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka
Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah
putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu,
maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu
dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam
penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat
keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 98 %). Dengan CT scan
dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto
abdomen, USG abdomen dan apendikogram.
A.7 Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendisitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra vena
dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai
48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila
operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu
Page
10
menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena
dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi
klien memerlukan antibiotik dan drainase.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang tak tertangani yakni:
1. Perforasi dengan pembentukan abses
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
A.8 Pathway
Page
11
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA APENDISITIS
B.1 PENGKAJIAN
A. Identitas
1. Data demografi.
Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis kelamin, Status
perkawinan, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor register.
2. Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul
keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang
menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
ANALISA DATA
Page
12
Perforasi, abses,
peritonium
Appendiktomy
Insisi Bedah
Inflamasi apendik,
mengalami edema
Distensi abdomen
Menekan gaster
Peningkatan produksi
HCL
Mual, muntah
Page
13
mukosa pucat
- Tonus otot buruk
- Menolak untuk makan
- Luka, rongga mulut inflamasi
4 Ds: Fekalit/masa keras feses Nyeri
- Keletihan Obstruksi lumen
- Takut kembali terluka apendiks
Do: Suplai aliran darah
- Atrofi kelompok otot yang menurun, Mukosa
terlibat terbendung
- Anoreksia Inflamasi apendik,
- Perubahan kemampuan untuk mengalami edema
meneruskan aktivitas sebelumnya Aliran cairan limfe dan
- Perubahan pola tidur darah tidak sempurna
- Penurunan interaksi dengan Penurunan tekanan
orang lain intraluminal
- Perubahan berat badan Menghambat aliran limfe
Nyeri epigastrium
Dx 1: Resiko tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak
adekuatnya pertahanan utama.
Dx 2: Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
Dx 3: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
Dx 4: Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah.
B.3 INTERVENSI
Page
14
baik dan perawatn dimasukkan), adanya Gram dan sensitivities
luka aseptic. eritema. berguna untuk
Berika perawatan Berikan informasi mengidentifikasikan
paripurna. yang tepat, jujur pada organism penyebab dan
c. Lihat insisi pasien/orang terdekat. pilihan terapi.
dan balutan. Catat Kolaborasi Mungkin diberikan
karakteristik Ambil contoh secara profilaktik atau
drainase luka, drainase bila menurunkan jumlah
adanya eritema. diindikasikan. organism (pada infeksi yang
d. Berikan Berikan antibiotic telah ada pertumbuhannya
informasi yang sesuai indikasi. pada rongga abdomen.
tepat dan jujur Bantu irigasi dan Dapat diperlukan untuk
pada pasien drainase bila mengalirkan isi abses
e. Ambil contoh diindikasikan terlokalisir.
drainage bila
diindikasikan.
f. Berikan
antibiotic sesuai
indikasi/
Dugaan adanya
infeksi/terjadinya
sepsis, abses,
peritonitis.
Menurunkan
resiko penyebaran
bakteri.
Memberikan
deteksi dini
terjainya proses
infeksi, dan atau
pengawasan
penyembuhan
peritonitis yang
telah ada
sebelumnya.
Pengetahuan
tenteng kemajuan
situasi
memberikan
dukungan emosi,
membantu
menurunkan
anxietas.
Kultur pewarnaan
gram dan
sensitifias berguna
Page
15
untuk
mengidentifikasi
organism
penyebab dan
pilihan terapi.
Mungkin
diberikan secara
profilaktik atau
menurunkan
jumlah organism
(pada innfeksi
yang telah ada
sebelumnya) utuk
menurunkan
penyebaran dan
pertumbuhannya
pada rongga
abdomen.
2. Volume Tujuan : Mandiri Tanda yang membantu
cairan Kriteria Hasil : Awasi tekanan mengidentifikasikan
kurang dari Mempertahankan darah nadi. fluktuasi volume
kebutuhan keseimbangan Lihat membrane intravaskuler.
berhubungan cairan dibuktikan mukosa, kaji tugor Indicator keadekuatan
dengan mual oleh kelembaban kulit dan pengisian sirkulasi perifer dan hidrasi
dan muntah. membrane kapiler. seluler.
mukosa, turgor Awasi masukan Penurunan haluaran urin
kulit baik, tanda- dan haluaran, catat pekat dengan peningkatan
tanda vital stabil, warna berat jenis diduga
dan secara urine/konsentrasi, berat dehidrasi/kebutuhan
individual haluaran jenis. peningkatan cairan.
urine adekuat. Auskultasi bising Indicator kembalinya
usus, catat kelancaran peristaltic, kesiapan untuk
flatus, gerakan usus. pemasukan per oral.
Berikan perawatan Dehidrasi
mulut sering dengan mengakibatkan bibir dan
perhatian khusus pada mulut kering dan pecah-
perlindungan bibir. pecah
Kolaborasi Selang NG biasanya
Pertahankan dimasukkan pada praoperasi
penghisapan dan dipertahankan pada fase
gaster/usus. segera pascaoperasi untuk
Berikan cairan IV dekompresi usus,
dan elektrolit meningkatkan istirahat usus,
mencegah mentah.
Peritoneum bereaksi
terhadap iritasi/infeksi
Page
16
dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang
dapat menurunkan volume
sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia.
Dehidrasi dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit
Page
17
oksalat, dimana dapat
menimbulkan pembentukan
batu urine.
4. Nyeri Tujuan : Mandiri Berguna dalam
berhubungan Kriteria hasil : Kaji nyeri, catat pengawasan keefektifan
dengan Pasien tampak lokasi, karakteristik, obat, kemajuan
adanya insisi rileks mampu berat (skala 0-10). penyembuhan.
bedah tidur/ istirahat Sakit dan laporkan Perubahan pada
dengan tepat. perubahan nyeri kerakteristik nyeri
dengan tepat. menunjukkan terjadinya
Pertahankan abses/peritonitis,
istirahat dengan posisi memerlukan upaya evaluasi
semi-fowler. medic dan intervensi.
Dorong ambulasi Gravitasi melokalisasi
dini. eksudat inflamasi dalam
Berikan aktivitas abdomen bawah atau pelvis,
hiburan. menghilangkan tegangan
Kolaborasi abdomen yang bertambah
Pertahankan dengan posisi terlentang.
puasa/penghisapan NG Meningkatkan
pada awal normalitas fungsi organ,
Berikan analgesic contoh merangsang
sesuai indikasi peristaltic dan kelancaran
Berikan kantong flatus, menurunkan ketidak
es pada abdomen. nyamanan abdomen.
Focus perhatian
kembali, meningkatkan
relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan
koping.
Menurunkan
ketidaknyamanan pada
peristaltic usus dini dan
iritasi gaster/muntah.
Menghilangkan nyeri
mempermudah kerja sama
intervensi terapi lain contoh
ambulasi, batuk.
Menghilangkan dan
mengurangi nyeri melalui
penghilangan rasa ujung
saraf.
Page
18
B.4 IMPLEMENTASI
No Dx Implementasi
1. 1 Menghindari infeksi
Melakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic
Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi
Memberikan antibiotic sesuai indikasi
2. 2 Mempertahankan keseimbangan cairan
Mempertahankan catatan intake dan output yang akurat.
Memonitor vital sign dan status hidrasi.
Memonitor status nutrisi
Mengawasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan
waktu pembekuan.
Berkolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
Mengatur kemungkinan transfusi darah.
3. 3 Memenuhi kebutuhan nutrisi
Menentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Memantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.
Meminimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
Mempertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
4. 4 Mengurangi nyeri
Melakukan pengkajian nyeri, secara komprehensif meliputi lokasi,
keparahan.
Mengobservasi ketidaknyamanan non verbal
Menggunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat
pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara:
masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
Mengendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan.
Menganjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan teknik
relaksai saat nyeri.
Berkolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Page
19
B.5 EVALUASI
No Evaluasi
1 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak ada tanda infeksi
O: Menunjukan tidak ada tanda infeksi: Luka sembuh tanpa tanda infeksi, Cairan yang
keluar dari luka tidak purulen
A: Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
2 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak merasa haus lagi
O: Cairan tubuh seimbang: Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB,
BJ urine normal, HT normal, Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal,
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi di hentikan
3 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak merasa lapar
O: Nutrisi terpenuhi: Mempertahankan berat badan, Toleransi terhadap diet yang
dianjurkan, Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi dan Turgor kulit baik
A: Masalah teratasi
P: Intervensi di hentikan
4 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak nyeri lagi
O: Melaporkan berkurangnya nyeri: Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol dan Klien
tampak rileks, mampu tidur/istirahat
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Page
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa
pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal
usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di
perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
3.2 Saran
Mahasiswa keperawatan harus benar-benar memahami konsep dasar penyakit apendisitis dan
diverkulitis ini sebelum benar-benar mempraktekkannya di rumah sakit.
Page
21
DAFTAR PUSTAKA
Burner and suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.volume 2.Jakarta :
EGC.
Engram, Barbara, 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta : EGC.
Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2.Jakarta : EGC.
Marylin E. Doenges.2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Mansjoer. A.dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Johnson, Marion,dkk.2000. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby
Yearbook,Inc.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri:
Mosby Yearbook,Inc.
Page
22