Sunteți pe pagina 1din 20

Bab III Dasar Teori

III.1 Batubara
Batubara merupakan batuan sedimen organik yang terbentuk dari akumulasi
hancuran tumbuhan yang terendapkan pada lingkungan tertentu, akumulasi
endapan tersebut dipengaruhi oleh proses synsedimentary dan post-sedimentary
sehingga menghasilkan batubara dengan berbagai peringkat/rank dalam proses
pembentukan batubara. Terdapat dua tahapan penting dalam proses pembentukan
batubara, tahap pertama adalah terbentuknya gambut oleh proses mikrobial dan
perubahan kimia. Tahap kedua adalah terbentuknya batubara oleh proses yang
terdiri dari perubahan kimia dan fisika (Larry Thomas, 2005).

III.2 Pembentukan Gambut


Tumbuhan yang tumbang atau mati di permukaan tanah pada umumnya akan
mengalami proses pembusukan dan penghancuran sehingga setelah beberapa
waktu kemudian tidak terlihat kembali bentuk asalnya. Pembusukan dan
penghancuran tersebut pada dasarnya merupakan proses oksidasi yang disebabkan
oleh adanya oksigen dan aktivitas bakteri atau jasad renik lainnya. Jika tumbuhan
tumbang di suatu rawa yang dicirikan dengan kandungan oksigen yang sangat
rendah sehingga tidak memungkinkan bakteri aerob (bakteri yang memerlukan
oksigen) hidup, maka sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami proses
pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga tidak akan terjadi proses
oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebut hanya bakteri-bakteri anaerob saja
yang berfungsi melakukan proses dekomposisi yang kemudian membentuk
gambut (peat). Lingkungan yang ideal untuk pembentukan gambut misalnya delta
sungai, danau dangkal atau daerah dalam kondisi tertutup udara.
Meskipun oksigen tidak tersedia dalam jumlah yang cukup, komponen utama
pembentuk kayu akan teroksidasi menjadi H2O, CH4, CO dan O. Gambut
umumnya berwarna kecoklatan sampai hitam yang bersifat porous dan masih
memperlihatkan struktur tumbuhan asli, kandungan airnya lebih besar dari

22
75 % beratnya dan komposisi mineralnya kurang dari 50% jika dalam
keadaan kering.

III.3 Pembentukan Batubara

Pembentukan batubara sangat dipengaruhi oleh meningkatnya temperatur dan


lamanya proses pembentukannya. Perubahan temperatur dapat dikarenakan
kontak langsung dengan intrusi batuan beku sehingga unsur-unsur seperti
oksigen, volatile matter, air dan methane dalam batubara akan berkurang.
Selain itu perubahan temperatur akan semakin meningkat dengan semakin
dalamnya lapisan sedimen yang terbentuk di bawah permukaan bumi. Pada
endapan gambut yang telah terbentuk dapat segera ditutupi oleh lapisan
sedimen lainnya, sehingga tidak ada lagi bahan anaerob, atau oksigen yang
dapat mengoksidasi, maka lapisan gambut akan mengalami tekanan dari
lapisan sedimen di atasnya. Tekanan terhadap lapisan gambut akan
meningkat dengan bertambah tebalnya lapisan sedimen. Tekanan yang
bertambah besar akan mengakibatkan peningkatan suhu. Demikian juga
terhadap kedalaman yang semakin meningkat akan menyebabkan temperatur
pada lapisan batuan semakin tinggi. Faktor tumbuhan purba yang jenisnya
berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan
berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan tumbuhan, pengaruh
tekanan batuan serta pengaruh kontrol geologi yang berlangsung, akan
menyebabkan terbentuknya batubara dengan ciri khas yang berbeda-beda.

23
III.4 Bentuk Endapan Batubara

1. Parting
Parting adalah lapisan batuan atau material yang terdapat di dalam lapisan
batubara sehingga memisahkan batubara menjadi beberapa lapisan.
2. Split Coal
Split Coal adalah lapisan batubara yang terpisah oleh parting lempung, serpih,
atau sandstone dengan ketebalan tertentu sehingga mengakibatkan lapisan
yang terpisah tidak dapat ditambang secara bersamaan (Thrush, P.W., and staff
of Bereau of Mines, 1968).

Gambar III.1 Split karena adanya lempung yang masuk ke dalam rekahan batubara
(Robert Stefanko, Coal Mining Technology, Theory and Practice, hal 14, 1983)

24
3. Pinch dan Horseback
Istilah pinch, squeeze atau swell digunakan ketika suatu bagian dari lapisan
batubara menjadi mengecil atau menipis kemudian menebal kembali. Hal ini
disebabkan oleh naiknya lantai (floor) atau turunnya atap (roof) dari lapisan
batubara. Pinch dan horseback terbentuk sebagai akibat dari adanya tekanan
yang mempengaruhi lapisan batubara oleh pergerakan kerak bumi selama
masa pembentukan atau oleh perubahan lapisan yang berbatasan langsung
dengan lapisan batubara.

Gambar III.2 Bentuk endapan batubara pinch dan horseback


(Robert Stefanko, Coal Miningtechnology, Theory and Practice, hal 13, 1983)

25
4. Lipatan
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang
ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan di lingkungan pada unsur
garis atau bidang di dalam bahan tersebut (Robert Stefanko, 1983). Pada
umumnya unsur yang terlibat di dalam lipatan adalah struktur bidang,
misalnya bidang perlapisan atau foliasi. Lipatan merupakan gejala penting
yang mencerminkan sifat dari deformasi batuan.

Gambar III.3 Lipatan pada laipsan batubara,


(Robert Stefanko, Coal Mining technology ,Theory and Practice, hal 15, 1983)

5. Sesar
Sesar adalah rekahan atau patahan pada kerak bumi atau batuan dengan satu
bagian bergerak relative terhadap bagian yang lain (Robert Stefanko, 1983).
Pergerakan pergerakan in bisa secara vertikal, horizontal, atau perputaran.

Gambar III.4 Sesar Normal


(Robert Stefanko, Coal Mining technology, Theory and Practice, hal 16,
1983)

26
6. Washed Out
Washed Out adalah adanya cut out lapisan batubara. Cut out sendiri
didefinisikan sebagai batu lempung, batuserpih atau batu lempung yang
mengisi bagian tererosi dalam lapisan batubara (Dictionary of Geological
Term, 3rd edition). Menurut Robert Stefanko, 1983, washed out adalah
hilangnya sebagian atau seluruh lapisan batubara yang kemudian tergantikan
oleh endapan sediment lain akibat adanya erosi dan pengendapan. Hilangnya
lapisan batubara tersebut bisa disebabkan oleh pengikisan sungai purba
maupun sungai recent, ataupun gletser.

Gambar III.5 Washout karena erosi oleh sungai


(Robert Stefanko, Coal Mining technology, Theory and Practice, hal 16, 1983)

7. Intrusi Batuan Beku


Konstribusi utama dari intrusi batuan beku pada struktur lapisan batubara
adalah pemanasan dan efek devolatilisasi (penguapan materi volatile) yang
terjadi ketika magma panas membentuk suatu sill atau lacolith di dekat lapisan
batubara, atau ketika korok (dike) menembus formasi batubara. Lacolith dan
sill memiliki daerah pengaruh pemanasan yang lebih besar terhadap formasi
batuan di sekitarnya dibanding korok. Kualitas batubara atau kandungan
karbon akan meningkat dengan semakin dekatnya jarak lapisan batubara
terhadap sumber panas. Terjadinya gradasi dalam rank ini adalah disebabkan
oleh perbedaan tingkat devolatilisasi yang dipengaruhi oleh panas.

27
Gambar III.6 Intrusi Batuan Beku pada lapisan batubara
(Robert Stefanko, Coal Mining technology,Theory and Practice, hal 17, 1983)

III.5 Klasifikasi Sumberdaya Batubara

Perhitungan sumberdaya batubara dapat mengacu pada dua klasifikasi yaitu


sumberdaya batubara yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat yaitu Coal
Resources Classification System of The United State Geological Survey Circular
No. 891 tahun 1983 serta Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara oleh
Badan Standarisasi Nasional Indonesia 1997 pada Amandemen 1- SNI 13-5014
tahun 1998.

III.5.1 Klasifikasi Sumberdaya Batubara USGS No. 891 tahun 1983


Klasifikasi sumberdaya batubara ini dibuat oleh badan organisasi milik
pemerintah Amerika Serikat yaitu USGS (United Stated Geological Survey)
disusun oleh Gordon H. Wood tahun 1983. Merupakan klasifikasi sumberdaya
dan cadangan batubara sebagai revisi / perbaikan pada USGS Circular 831.
Klasifikasi tersebut disusun mengacu pada dua aspek yaitu aspek tingkat
keyakinan geologi (geological assurance) dan aspek tingkat kelayakan ekonomi
(economic feasibility).

Tingkat keyakinan geologi mempunyai keterkaitan terhadap jarak dari titik


pengamatan/informasi yang telah diukur atau diambil conto batuan, ketebalan
batubara dan lapisan tanah penutup, pengetahuan tentang rank, kualitas, genesa
endapan batubara, perluasan area, korelasi antar lapisan batubara, stratigrafi, dan
struktur geologi yang berkembang.

28
Tingkat kelayakan ekonomi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fisik maupun
kimia berupa ketebalan, kualitas, rank, namun juga sangat dipengaruhi oleh
variabel faktor ekonomi seperti halnya harga batubara, biaya peralatan tambang,
pekerja, pengolahan, transportasi, pajak, bunga bank, permintaan dan kebutuhan,
hukum lingkungan dan aturan-aturan hukum suatu negara.

Klasifikasi USGS Circular 891 membahas tentang sumberdaya dan cadangan


batubara yang menjelaskan tentang :

1. Jarak standar terhadap titik pengamatan singkapan batubara sehingga


menghasilkan sumberdaya terukur (measured), tereka (indicated), terunjuk
(inferred), dan hipotetik (hypotetical).
2. Cadangan batubara tertambang (similar to coal currently being mined).
3. Sumberdaya potensial saat ini yang bersifat ekonomis (reserves and inferred
reserves)
4. Sumberdaya potensial yang menguntungkan berkaitan dengan perubahan
ekonomi (marginal reserves and inferred marginal reserves)
5. Sub-ekonomis, dikarenakan menipisnya lapisan batubara, terlalu dalam,
ketidakmenerusan lapisan batubara.

Klasifikasi tersebut mempunyai dua hal keterbatasan yaitu :

1. Para geologist maupun pengguna lainnya dalam menentukan sumberdaya


batubara tidak kompeten / mahir dalam permasalahan ekonomi tambang,
transportasi, pengolahan, dan pemasaran.
2. Kondisi ekonomi yang berubah sepanjang waktu, sehingga menyebabkan nilai
ekonomis batubara relatif mengambang, sebagai contoh batubara sub-ekonomis
dapat berubah nilainya menjadi ekonomis secara tiba-tiba sebaliknya cadangan
ekonomis dapat berubah menjadi rendah nilai ekonomisnya.

29
III.5.2 Klasifikasi Sumberdaya Batubara Amandemen 1- SNI 13-5014 -1998
Klasifikasi sumberdaya ini dibuat oleh Badan Standarisasi Nasional Indonesia
1997 dengan amandemen 1 tahun 1998. Latar belakang dibuatnya klasifikasi ini
dikarenakan dalam penggolongan sumberdaya dan cadangan batubara di
Indonesia masih beragam sehingga perlu dibuat suatu standar yang dapat
digunakan sebagai pedoman pada pengklasifikasian sumberdaya dan cadangan
batubara di Indonesia. Klasifikasi ini diharapkan untuk menghindari kerancuan
dalam menafsirkan berbagai istilah dan pengertian yang berkenaan dengan
sumberdaya dan cadangan batubara di Indonesia.

Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara SNI 1997 didasarkan pada dua
aspek yaitu :

1. Aspek Geologi
Tingkat keyakinan geologi secara kuantitatif dicerminkan oleh jarak titik
informasi yaitu berupa singkapan, maupun data lubang pemboran dan kondisi
geologi.
2. Aspek Ekonomi
Ketebalan minimal lapisan batubara yang dapat ditambang dan ketebalan
maksimal lapisan pengotor yang tidak dapat dipisahkan pada saat ditambang
menyebabkan kualitas batubara menurun, sehingga dapat mempengaruhi
aspek ekonomi.

Sistem klasifikasi SNI tahun 1997 membahas tentang sumberdaya dan cadangan
batubara yang menjelaskan tentang :

Istilah dan Pengertian Sumberdaya Batubara


Sumberdaya batubara hipotetik (hypothetical coal resource)
Jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah
penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan untuk tahap survei tinjau.

30
Sumberdaya batubara tereka (inferred coal resource)
Jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah
penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan untuk tahap prospeksi.
Sumberdaya batubara terindikasi/terunjuk (indicated coal resource)
Jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah
penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan.
Sumberdaya batubara terukur (measured coal resource)
Jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah
penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.

Istilah dan Pengertian Cadangan Batubara


Cadangan batubara terkira (probable coal reserve)
Sumberdaya batubara terindikasi dan sebagian sumberdaya batubara
terukur, tetapi berdasarkan kajian kelayakan semua faktor yang terkait
telah terpenuhi sehingga penambangan dapat dilakukan secara layak.
Cadangan batubara terbukti (proved coal reserve)
Sumberdaya batubara terukur yang berdasarkan kajian kelayakan semua
faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga penambangan dapat dilakukan
secara layak.

31
Tipe Endapan Batubara dan Kondisi Geologi
1. Kondisi Geologi Sederhana
Endapan batubara umumnya tidak dipengaruhi oleh aktivitas tektonik
seperti sesar, lipatan, dan intrusi.
Lapisan batubara umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan
meter, dan hampir tidak memiliki percabangan.
Ketebalan lapisan batubara secara lateral dan kualitasnya tidak
menunjukkan variasi yang berarti.
Contoh batubara di Bangko (Sumsel), Senakin (Kalsel), dan Cerenti (Riau)

2. Kondisi Geologi Moderat


Endapan batubara sampai tingkat tertentu telah mengalami pengaruh
deformasi tektonik.
Pada beberapa tempat, intrusi batuan beku mempengaruhi struktur lapisan
dan kualitas batubaranya.
Dicirikan pula oleh kemiringan lapisan dan variasi ketebalan lateral yang
sedang.
Sebaran percabangan batubara masih dapat diikuti sampai dengan jarak
ratusan meter.
Contoh batubara di Senakin, Formasi Tanjung (Kalsel), Loa Janan-Loa
Kulu, Petanggis (Kaltim), Suban - Air Laya (Sumsel), Gunung Batu Besar
(Kalsel).

3. Kondisi Geologi Kompleks


Umumnya telah mengalami deformasi tektonik yang intensif.
Pergeseran dan perlipatan akibat aktivitas tektonik menjadikan lapisan
batubara sulit dikorelasikan.
Perlipatan yang kuat juga mengakibatkan kemiringan lapisan yang terjal.
Sebaran lapisan batubara secara lateral terbatas dan hanya dapat diikuti
sampai dengan jarak puluhan meter.

32
Contoh batubara di Belahing dan Upau (Kalsel), Sawahluhung (Sumbar),
Air Kotok (Bengkulu), Bojongmanik (Jabar), serta daerah batubara yang
mengalami ubahan intrusi batuan beku di Bunian Utara (Sumsel).

Tabel III.1 Istilah sumberdaya batubara serta jarak titik informasi berupa
lubang bor ataupun singkapan batuan menurut kondisi geologi

Tabel III.2 Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara SNI 1998 beserta
dua aspek yang mempengaruhi.

Tahapan Eksplorasi Eksplorasi


Eksplorasi Rinci
Survei Tinjau Prospeksi Pendahuluan
(Detailed
(Reconnaissance) (Prospecting) (Preliminary
Exploration)
Status Kajian Exploration)
Tingkat Keyakinan Ekonomi

Sumberdaya Sumberdaya Sumberdaya Sumberdaya


Hipotetik Tereka Terindikasi Terukur
Belum Layak
(Hypotetical (Inferred (Indicated (Measured
Resources) Resources) Resources) Resources)

Cadangan Terkira
(Probable Reserves)
Layak Cadangan
Terbukti (Proven
Reserves)

Tingkat Keyakinan Geologi

33
III.6 Konsep Dasar Metode Elemen Hingga
Konsep dasar dalam metode elemen hingga adalah prinsip diskritisasi yaitu
membagi benda menjadi benda-benda yang berukuran lebih kecil supaya
mempermudah dalam pengelolaannya (C.S. Desai dialihbahasakan oleh Sri Jatno
Wirjosoedirjo, 1988). Beberapa contoh usaha manusia dalam melakukan
diskritisasi misalkan pada perhitungan luas suatu lingkaran dengan
menggambarkan segi banyak secara bertahap dan menaikan atau menurunkan
ukuran di sebelah dalam atau di luar lingkaran, demikian juga halnya pada
pengukuran luas suatu bidang tanah, maka bidang tersebut dibagi menjadi bidang-
bidang yang lebih kecil, dan setiap bidang yang lebih kecil tersebut diukur secara
terpisah. Penggabungan dari hasil-hasil pengukuran individual akan memberikan
suatu hasil pengukuran yang berupa pendekatan dari seluruh bidang tanah
tersebut.

Gambar III.7 Evaluasi nilai pendekatan luas suatu lingkaran dengan


menggambar segi banyak (poligon) di dalam lingkaran sehingga
akan mendekati luas lingkaran sebenarnya. Proses berurutan yang
bergerak menuju jawaban yang eksak atau benar dikenal sebagai
konvergensi.

34
Metode ini akan mengadakan pendekatan terhadap harga-harga yang tidak
diketahui (u) pada setiap titik-titik secara diskrit. Dimulai dengan pemodelan dari
suatu benda dengan membagi-bagi dalam bagian yang kecil yang secara
keseluruhan masih mempunyai sifat yang sama dengan benda yang utuh sebelum
terbagi dalam bagian yang kecil. Diskritisasi domain solusi menjadi elemen-
elemen tidaklah harus teratur, ukuran dan jenis elemen dapat berbeda. Pemilihan
elemen yang digunakan tergantung dari karakteristik sistem massanya, misal
untuk sistem berbentuk batang maka elemen yang dipakai adalah elemen garis.
Untuk massa berbentuk endapan seperti halnya lapisan atas batubara (roof)
merupakan suatu luasan elemen yang kontinyu sehingga dapat dipilih elemen
berbentuk luasan yaitu elemen segitiga.

Distribusi titik-titik u (x,y) pada


permukaan bidang batubara
Y Ue (x,y)

Node/
titik simpul

(B)

(A) X

Gambar III.8 Distribusi nilai u pada titik-titik kordinat yang tidak diketahui
nilainya.
(A) Diskritisasi pada bidang permukaan batubara.
(B) Distribusi nilai Ue pada suatu elemen e

35
Diskritisasi dapat juga diterapkan pada estimasi endapan batubara, di mana
sumberdaya batubara ditaksir secara kuantitatif mempunyai besar yang
proposional terhadap dua besaran yaitu volume dan state variable dalam volume
tersebut. State variable di sini dapat berupa distribusi titik-titik kordinat,
parameter kualitas, dan tebal lapisan. Untuk perhitungan luas dan volume maka
lapisan batubara akan didiskritisasi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang
disebut finite element.

III.6.1 Langkah-langkah dalam Metode Elemen Hingga


a. Langkah 1. Diskritisasi dan Pemilihan Elemen
Diskritisasi adalah pembagian suatu sistem menjadi elemen-elemen. Sistem
yang dimaksud adalah endapan batubara. Diskritisasi ini akan menghasilkan
suatu harga pendekatan terhadap keadaan endapan batubara sesunguhnya. Jadi
bukan merupakan suatu solusi eksak. Sistem tersebut dibagi menjadi sejumlah
elemen yang disebut finite element. Titik potong sisi-sisi elemen disebut titik
nodal (node) dan pertemuan antara elemen-elemen disebut garis nodal.
Kadang perlu menambahkan titik nodal tambahan sepanjang garis nodal atau
bidang nodal. Besarnya jumlah titik nodal tambahan tersebut sangat
bergantung pada jenis elemen yang digunakan di mana jenis elemen tersebut
dipengaruhi oleh oleh karakteristik massanya.

Proses diskritisasi di dalamnya mencakup mencakup prinsip-prinsip


pembagian, kesinambungan, konvergensi, dan kesalahan/penyimpangan.
Pembagian dapat diterapkan untuk semua hal, di mana segala sesuatu dapat
dibagi-bagi menjadi satuan yang lebih kecil.

Kesinambungan menjelaskan bahwa suatu massa yang berkesinambungan


terbagi atas elemen-elemen, contohnya adalah antara dua titik pada suatu garis
terdapat titik-titik yang lainnnya.

Prinsip konvergensi dapat dijelaskan secara sederhana di dalam pengukuran


luas suatu lingkaran dengan menggunakan poligon-poligon ataupun segi

36
banyak. Semakin banyak sisi poligon yang digunakan, maka semakin teliti
pendekatan pada luas yang dicari, dengan kata lain bahwa solusi pendekatan
tersebut konvergen mendekati harga sebenarnya.

Proses diskritisasi hanyalah merupakan suatu pendekatan, sehingga apa yang


diperoleh bukanlah suatu solusi eksak. Harga penyimpangan yang diperoleh
disebut sebagai kesalahan atau residu, kesalahan ini akan semakin kecil bila
elemen yang digunakan semakin banyak.

b. Langkah 2. Menentukan Fungsi Pendekatan dan Turunannya


Pada langkah ini akan akan dicari pola atau bentuk distribusi dari besaran
yang dicari. Besaran tersebut dapat berupa ketebalan, kadar, kualitas, maupun
berupa titik-titik kordinat. Titik-titik nodal (node) dari tiap elemen merupakan
titik-titik yang dipilih sebagai fungsi matematis untuk menggambarkan bentuk
distribusi dari besaran yang dicari pada suatu elemen.

Penelitian ini menggunakan elemen segitiga untuk bidang dua dimensi, di


mana merupakan suatu pendekatan linier terhadap besaran yang tidak
diketahui (u).

Fungsi polinomial pada elemen segitiga dapat dipergunakan sebagai fungsi


pendekatan karena cukup sederhana dan mudah untuk perumusan elemen
hingga.

u (x,y) = 1 + 2x + 3y --------------------------------------------------------- (1)

untuk elemen segitiga dengan tiga titik, maka nilai u dapat diperoleh dengan
persamaan linier sebagai berikut :

u1 = 1 + 2x1 + 3y1
u2 = 1 + 2x2 + 3y2
u3 = 1 + 2x3 + 3y3

37
Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk matrik :

u1 1 x1 x2 1
u2 = 1 x2 y2 2 atau {q1} = [ A1 ] { }
u3 1 x3 y3 3

Kemudian persamaan di atas dapat diturunkan menjadi

{} = [ A1]-1 {q1} ---------------------------------------------------------- (2)

di mana [A1]-1 adalah invers matrik dari A1

1 x1 x2
-1
[A1] = 1 x2 y2 adjoint dari [A1] dibagi dengan determinan dari [A1]
1 x3 y3

1 a1 a1 a1
= b1 b2 b2
c1 b3 b3

Tinjau kembali pada persamaan (1) u (x,y) = 1 + 2x + 3y, dapat pula ditulis
1
u = [1 x y ] 1 atau u = [1 x y ] { },substitusikan ke persamaan (2)
1

u = [1 x y ] [A1]-1 { q1 }

1 a1 a1 a1 u1
u = [1 x y ] b1 b2 b2 u2
c1 b3 b3 u3

38
u1
u = 1/ [ a1 + b1x + c1y a2 + b2x + c2y a3 + b3x + c3y ] u2
u3
u1
u = [ N1 N2 N3 ] u2
u3

di mana :
N1 = 1/ (a1 + b1x + c1y)
N2 = 1/ (a2 + b2x + c2y)
N3 = 1/ (a3 + b3x + c3y)
= determinan dari matrik A1
ai = x2y3 x3y2, bi = y2 y3, c1 = x3 x2,
a2 = x3y1 x1y3, b2 = y3 y1, c2 = x2 x3
a3 = x1y2 x2y1, b3 = y1 y2, c3 = x2 x1,

Bila u dianggap sebagai besaran yang dicari (tidak diketahui), maka fungsi
interpolasinya dapat dinyatakan sebagai berikut :

u = N1u1 + N2u2 + ....... + Nmun


= [ N ]{q}

di mana,
u1, u2, ...., un = besaran yang dicari pada titik-titik nodal
N1, N2,..., Nm = fungsi interpolasi
[N] = matriks fungsi interpolas

Setelah semua langkah tersebut dilakukan, maka dapat diketahui nilai-nilai


dari besaran u yang tidak diketahui di semua simpul yaitu u1,u2,u3,...um.

39
c. Menurunkan Persamaan Elemen
Untuk menurunkan persamaan elemen digunakan metode residu berbobot
(method of weighted residual). Metode ini didasarkan pada minimalisasi
residu (sisa) yang tertinggal setelah suatu pendekatan disubstitusikan ke dalam
persamaan-persamaan diferensial yang telah ditentukan.

III.7 Penentuan Luas Segitiga


Penelitian ini menggunakan elemen berbentuk segitiga dengan fungsi basis orde
satu, sehingga estimasi yang dilakukan dengan elemen segitiga adalah estimasi
linier. Fungsi basis elemen segitiga disimbolkan dengan A. Misalkan titik-titik
kordinat pada elemen segitiga diberi nama dengan P1,P2,P3, masing-masing
koordinat (x1,y1) (x2,y2) dan (x3,y3). Fungsi-fungsi basis dalam hubungannya
dengan ketiga node tersebut didefinisikan sebagai fungsi basis linier yang
mempunyai ekspresi sebagai berikut :

P3 (x3,y3)

P2 (x2,y2)

P1 (x1,y1)

X
M1 M2 M3

Gambar III.9 Penentuan luas elemen segitiga dengan fungsi basis orde satu.

40
Luas segitiga pada gambar II.14 dapat dinyatakan dalam titik-titik kordinat
sebagai berikut :

A = (x1y2 + x2y3 + x3y1 x3y2 x2y1 x1y3)

Penentuan luas (A) elemen segitiga tersebut dapat dibuktikan dengan cara
sederhana yaitu sebagai berikut :

Luas Segitiga = Luas trapesium M3P3P1M1 + Luas Trapesium M2P2P3M3


Luas Trapesium M2P2P1M1
= (x3 x1) (y1+y3) + (x2 - x3) (y2 + y3) (x2 x1) (y1 + y2)
= (x1y2 + x2y3 + x3y1 x3y2 - x2y2 - x1y3)

Luas segitiga tersebut dapat ditulis dalam bentuk determinan sebagai berikut :

x1 y1 1
Luas Segitiga (A) = x2 y2 1
x3 y3 1

41

S-ar putea să vă placă și