Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pembangunan di semua bidang,pergeseran pola masyarakat dari masyarakat agrikultur ke
masyarakat industry dan dari masyarkat tradisional menjadi masyarkat modern ,serta tekanan
arus globalisasi/informasi yang diperberat dengan krisis ekonomi,social dan politik, selain
membawa kemajuan dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat, juga telah menimbulkan
berbagai masalah.masalah yang ditimbulkan antara lain terjadinya pergeseran nilai moral,
kesenjangan keadaan ekonomi, proporsi penduduk mskin yang semakin besar, angka
pengangguran yang semakin tinggi serta berbagai masalah social lain dan politik, Sementara
pemenuhan kebutuhan untuk bertahan hidup makin sulit dilakukan. Kondisi ini mendukung
peningkatan tindak kekerasan, terutama bagi golongan yang dianggap lemah dan rentan,yaitu
wanita dan anak-anak.
WHO Global Campaign for Violence Prevention (2003), menginformasikan bahwa 1,6 juta
penduduk dunia kehilangan hidupnya Karena tindakan kekerasan dan penyebab utama
kematian pada mereka yang berusia antara 15 hingga 44 tahun. Empat puluh hingga tujuh
puluh persen wanita yang menjadi korban pembunuhan ternyata dilakukan oleh suami atau
teman kencan merekan sendiri. Bahkan di beberapa Negara, 69% wanita dilaporkan pernah
diperlakukan secara kasar oleh teman kencan laki-lakinya. Data menunjukakkan bahwa
hampir 1 dari 4 perempuan melaporkan pernah dianiaya secara seksual oleh teman dekatnya
dan hingga sepertiga dari mereka diperkosa.Selain itu,ratusan dari ribuan wanita diperjual
belikan untuk dijadikan pekerja seksual.sementara itu, jutaan anak-anak di dunia di aniaya
dan ditelantarkan oleh orang tua mereka atau yang seharusnya mengasuh mereka. Terjadi
57.000 kematian karena tindak kekerasan terhadap anak di bawah usia 15 tahun pada tahun
2000,dan anak berusia 0-4 tahun lebih dari dua kali lebih banyak dari anak usia 5-14 tahun
yang mengalami kematian. Terdapat 4-6% lansia mengalami penganiayaan di rumah (Jenkins,
2003).
Data tahun 1993 sebelum krisis moneter saja,telah terjadi 164.577 kasus kekerasan berupa
tindakan pencurian, pemerasan, pemerkosaan, pembunuhan, narkotika, kenakalan remaja,
penipuan , penggelapan pengrusakan, perjudian dan kebakaran (Roesdiharjo,1994).
Tidak terhitung jumlah korban tindak kekerasan akibat tekanan social politik yang terjadi di
beberapa daerah tertentu di Indonesia yang tidak saja meninggalkan beban materi ,tetapi juga
beban psikososial bahkan rendahnya kualitas kehidupan secara menyeluruh bagi korban dan
keluarga serta masyarkat. Tindak kekerasan dipandang sebagai tindak kriminal yang
dilakukan tanpa dikehendaki oleh korban yang menimbulkkan dampak fisik, psikologis,
social, serta spiritual bagi korban dan juga mempengaruhi system keluarga serta masyarakat
secara menyeluruh. Korban tindak kekerasan akan merasa tidak berdaya, putus asa, dan
merasa kehilangan kemampuan untuk dapat menolong dirinya sendiri,serta mengalami
kepedihan psikologis yang luar biasa diikuti perasaan hilang nya harga diri sebagai manusia
yang utuh yang dimanifestasikan dalam rentang respon dari perasaan cemas dan takut sampai
depresi berat. Korban merasa tidak mampu menetukan jalan hidupnya.
Menanggapi tindak kekerasan yang terjadi dan dampak pada korban dan keluarganya,
keperawatan turut berperan dan berkewajiban untuk menanggulangi permasalahan ini sesuai
dengan lingkup ilmu dan profesi keperawatan dengan memperhatikan kebutuhan holistic
korban melalui / pelayanan keperawatan yang komprehensif dan bersifat individual.
B. Rumusan Masalah
1. Penjelasan tentang pengertian perilaku kekerasan, seksualitas, dan kekerasan seksualitas.
2. Penjelasan tentang rentang respon.
3. Penjelasan tentang jenis-jenis kekerasan seksualitas.
4. Penjelasan tentang factor fresipitasi.
5. Penjelasan tentang factor predisposisi.
6. Penjelasan tentang sumber koping.
7. Penjelasan tentang mekanisme koping.
8. Penjelasan tentang proses keperawatan.
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang,
yang ditunjukkan dengan prilaku actual melakukan kekerasan , baik pada diri sendiri , orang
lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain
secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000).
Seksualitas adalah secara luas sebagai suatu keinginan untuk menjalin hubungan,
kehangatan, kemesraan, atau cinta. Seksualitas meliputi memandang dan berbicara;
berpegangan tangan, berciuman, atau memuaskan diri sendiri, dan sama-sama menimbulkan
orgasme.
Kekerasan seksual adalah kekerasan yang terjadi karena persoalan seksualitas. Ibarat awan
dan hujan, demikianlah hubungan antar seks dan kekerasan. Di mana terdapat seks maka
kekerasan hampir selalu dilahirkan. Termasuk dalam kekerasan seksual adalah perkosaan,
pelecehan seksual (penghinaan dan perendahan terhadap lawan jenis), penjualan anak
perempuan untuk prostitusi, dan kekerasan oleh pasangan.
5. FAKTOR PREDISPOSISI
Sampai saat ini, tidak ada satu teori pun yang dapat secara adekuat menjelaskan proses
perkembangan seksual atau factor predisposisi terjadinya respons seksual yang maladaptive pada
individu. Beberapa teori yang telah dikemukakan meliputi hal-hal berikut:
a. Factor biologis
Merupakan awal yang menentukan perkembangan gender, yaitu apakah seseorang secara genetic
ditentukan sebagai pria atau wanita. Somatotipe seseorang mencakup kromosom, hormone,
genitalia interna dan eksternal, serta gonad.
b. Pandangan psikoanalitis
Freud memandang seksualitas sebagai salah satu kekuatan penting dalam kehidupan manusia. Ia
merupakan ilmuan yang pertama yang meyakini bahwa seksualitas berkembang sebelum awitan
pubertas dan pilihan ekspresi seksualindividu bergabtung pada keterkaitan factor penurunan,
biologi dan social. Ia menyatakan bahwa perkembangan seksualitas secara spesifik berhubungan
dengan perkembangan hubungan objek selama tahap psikososial perkembangan.
c. Pandangan prilaku
Perspektif ini memandang prilaku seksual sebagai suatu respons yang dapat diukur, baik dengan
komponen fisiologis maupun psikologis, terhadap stimulus yang dipelajari atau kejadian yang
mendukung. Penanganan masalah seksual melibatkan proses mengubah perilaku melalui
intervensi langsung tanpa perlu mengidentifikasi penyebab atau psikodinamika.
6. SUMBER KOPING
Sumber koping dapat meliputi pengetahuan tentang seksualitas, pengalaman seksual yang positif
dimasa lal, adanya individu yang mendukung termasuk pasangan seksual, dan norma social atau
budaya yang mendorong ekspresi seksual yang sehat.
7. MEKANISME KOPING
Berbagai mekanisme koping yang dapat digunakan untuk mengekspresikan respons seksual
individu adalah sebagai berikut:
1. Fantasi dapat digunakan untuk meningkatkan pengalaman seksual.
2. Penyangkalan dapat digunakan untuk menolak pengakuan terhadap konflik atau ketidakpuasan
seksual
3. Rasionalisasi dapat digunakan untuk membenarkan atau menerima impuls, prilaku, perasaan,
atau motif seksual yang dapat diterima.
4. Menarik diri dapat dilakukan untuk mengatasi perasaan rentan yang belum terselesaikan dan
perasaan ambivalen terhadap keintiman.
8. PROSES KEPERAWATAN
Penerapan proses keperawatan meliputi pengkajian menyeluruh, perencanaan yang cermat,
strategi implementasiyang tepat dan evaluasi berkesinambungan terhadap klien dengan masalah
kekerasan seksualsangat penting, karena proses keperawatan memberikan kerangka kerja untuk
menyusun , mengimplementasidan mengevaluasi strategi keperawatan yang di awali dengan
pengkajian.
1. PENGKAJIAN
Menurut pasquali, Arnold, dan De Basio( 1989 ) dan craven & Himle ( 1996 ) , penggunaan diri
secara terapeutik ( theurapeutic use of self ) sangat penting dalam menciptakan lingkungan
tempat kesehatan seksual dipersepsikan sebagai bagian integral dari riwayat menyeluruh klien.
Ketepatan pengumpulan data bergantung pada kemampuan perawat untuk menciptakan
lingkungan yang menunjang suasana wawancara. Berikut ini pedoman wawancara yang baik
dalam mengumpulkan data yang berkaitan aspek psikoseksual.
Menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang menyadari bahwa klien
sedang mempunyai pertanyaan atau masalah seksual.
Mempertahankan kontak mata dan duduk dengan klien.
Memberi waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual, jangan terburu- buru.
Menggunakan pertanyaaan yang terbuka ,umum dan luas untuk mendapatkan imformasi
mengenai pengetahuan ,persepsi dan dampak penyakit berkaitan dengan seksualitas.
Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas, biarkan terbuka untuk
dibicarakan pada waktu yang akan datang.
Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari- hari dan fungsi sebelum sakit dapat dipakai untuk
mulai membahas masalah seksual.
Amati klien selama interaksi ,dapat member informasi tentang masalah apa yang dibahas,
begitu pula masalah apa yang dihindari klien.
Minta klien mengklarifikasi komunikasi verbal dan non verbal yang belum jelas .
Berinisiatif untuk membahas masalah seksual berarti menghargai klien sebagai makhluk
seksual, memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang masalah seksual
Menurut Ellis Nowlis ( 1994 ), area yang perlu diperhatikan ketika berinteraksi dengan klien
meliputi:
Apakah klien memiliki hubungan intim yang berarti baginya?
Apakah orang tersebut penuh perhatian?
Apakah kondisi yang dialami klien mungkin dapat mempengaruhi seksualitasnya?
Apakah obat yang digunakan klien dapat mempengaruhi seksualitasnya?
Apa pola pengguanaan obat dan alcohol pada masa lalu dan sekarang?
Perlu di kaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk mengekspresikan
masalah seksual nya antara lain sebagai berikut:
Fantasi, mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan seksual.
Denial ( menyangkal ), mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik atau
ketidakpuasan seksual.
Rasionalisasi, mungkin digunakan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan tentang
motif, perilaku, perasaan, dan dorongan seksual.
Menarik Diri, mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah, perasaan ambivalen yang
beum terselasaikan secara tuntas.
POHON MASALAH
Resiko Tinggi Isolasi social menarik Diri
Disfungsi seksualitas
Data 3 :
Gejala subyektif :
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3. Respon verbal kurang dan sangat singkat.
4. Klien mengatakan hubungan tidak berarti dengan orang lain.
5. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu dengan orang lain.
6. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7. Klien dapat berguna.
8. Klien tidak yakin dalam melangsungkan hidup.
9. Klien merasa ditolak.
Gejala objektif
1. Klien banyak diam dan tidak mau berbicara.
2. Klien tidak mau mengikuti kegiatan
3. Banyak berdiam diri dikamar.
4. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
5. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6. Kontak mata kurang
7. Kurang spontan
8. Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
9. Ekspresi wajah kurang berseri
10. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11. Mengisolasi diri
12. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
13. Masukan makanan dan minuman terganggu
14. Retensi urin dan peses
15. Aktifitas menurun
16. Kurang energy( tenaga)
17. Rendah diri
18. Postur tubuh berubah misalnya sikap fetus atau janin ( khusunya pada posisi tidur)
Dx III: Isolasi sosial
Tindakan Keperawatan
1. Membina hubungan saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi social kadang-kadang perlu waktu
yang tidak singkat. Tindakan yang perlu dilakukan dalam membina hubungan saling percaya
adalah :
a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
b. Berkenalan dengan pasien: perkenalan nama dan nama panggilan yang saudara sukai, serta
tanyakan nama dan nama panggilan klien.
c. Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.
d. Buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama klien, berapa lama akan dikerjakan,
dan tempatnya dimana.
e. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasinya yang akan diperoleh untuk
kepentingan terapi.
f. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien.
g. Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. SARAN
Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran khususnya
dalam mata kuliah Keperawatan Jiwa II, Selain itu diperlukan lebih banyak referensi dan
penyusunan makalah yang lebih baik lagi.