Sunteți pe pagina 1din 13

Ringkasan Materi Masuknya Islam di Nusantara

A. Sejarah Masuknya Islam Di Nusantra Melalui Perdagangan, Sosial Dan


Pengajaran

Islam masuk di Indonesia pada abad ke-13 Masehi, dibawa oleh pedagang dari Gujarat, India.
Ada pendapat lain bahwa masuknya agama Islam di Indonesia melalui kesepakatan sebagai
berikut :

1. Islam masuk Indonesia pada abad 1 Hijriah atau abad 7 M.


2. Agama Islam masuk di Indonesia tidak melalui India, tetapi langsung dari Mekah.
3. Dalam perkembangannya Islam di Indonesia banyak diwarnai oleh madzhab Syafii.

Masuknya Islam ke Indonesia menurut pendapat lain ada 3 teori yaitu teori Persia, Teori Gujarat
dan Teori Mekah, yaitu penjelasannya sebagai berikut :

1. TEORI PERSIA

Teori ini dibangun oleh P.A. Hussein Djayadiningrat. Teori ini lebih menitikberatkan
tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam di Indonesia yang
dirasakan memiliki persamaan dengan Persia. Salah satu persamaan tersebut adalah : Peringatan
10 Muharram atau Asyura sebagai peringatan syiah atas kematian Syahidnya Husain.

1. TEORI GUJARAT

Teori Gujarat adalah teori yang menyatakan bahwa datangnya Islam di Indonesia berasal dari
Gujarat. Teori ini dikemukakan oleh Snouck Hurgronye. Dengan alasan agama Islam
disebarluaskan melalui jalan dagang antara Indonesia dengan Cambay (Gujarat).
Menurut J.C. Van Leur, masuknya Islam pada 7 M bukan pada 13 M. Sedangkan pada abad 13
M itu perkembangannya.

1. TEORI MEKAH

Teori ini dipelopori Hamka. Ia berpendapat tersebut karena Mekah sebagai pusat agama Islam.
Dan ia menolak pendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 sebab Islam masuk
Indonesia jauh sebelum abad ke-7.

Menurut pendapat lain Agama Islam masuk di Nusantara sekitar abad VII dan VIII masehi. Hal
ini didasarkan kepada berita cina yang menceritakan renacana serangan orang-orang Arab.
Dinasti Tang di Cina juga memberitakan bahwa di Sriwijaya sudah ada perkampungan muslim
yang mengadakan hubungan dagang dengan cina. Pendapat lainnya mengatakan bahwa
Islam masuk di Nusantara pada abad ke 13, hal ini di dasarkan pada dugaan keruntuhan
Dinasti Abasiyah (1258 M), berita Marcopolo (1292 M), batu nisan Sultan Malik As Saleh (1297
M), dan penyebaran ajaran tasawuf.
Agama Islam masuk di nusantara dibawa oleh para pedagang muslim melalui dua
jalur, yaitu jalur utara dan jalur seletan. Melalui jalur utara dengan rute : Arab (Mekah
dan Madinah) Damaskus Bagdad Gujarat (pantai barat India) Nusantara. Melalui
jalur selatan dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah) Yaman Gujarat (pantai barat
India) Srilangka Nusantara.

Cara penyebaran Islam di Nusantara dilakukan melewati berbagai jalan diantaranya


adalah melalui perdagangan, sosial, dan pengajaran.

1. Melalui Proses Perdagangan

Penyebaran Islam di Nusantara melalui saluran perdagangan, artinya pendakwah itu disamping
membawa barang dagangannya, mereka pada sore hati (setelah berjualan) atau di sela-sela waktu
senggang dimanfaatkan untuk menceritakan hal ihwal tentang agama Islam kepada masyarakat
di mana ia berdagang, walaupun secara sederhana. Dengan cara ini ternyata dapat dipahami
sehingga dari waktu ke waktu penganut Islam semakin bertambah, meskipun penyebarannya
ketika itu belum merata ke daerah-daerah di Nusantara. Namun demikian, jumlah penganut
semakin melonjat, bahkan bangsa kita sendiri yang kemudian ikut menyebarkannya. Dengan
demikian selain mencari keuntungan ala kadarnya para pedagang itu juga mengajar masyarakat
memeluk agama Islam. Motif perluasan agama ini sepenuhnya murni untuk menyebarkan ajaran
Islam. Pada saat yang sama, penduduk pribumi yang bersedia masuk Islam menjadi lebih mudah
diajak bekerja sama.

1. Melalui Proses Struktur Sosial

Pada perkembangan berikutnya, struktur sosial ini dimanfaatkan oleh para ulama untuk
menyebarkan ajaran Islam. Sebab jika raja-raja atau kaum bangsawan sudah lebih dulu masuk
Islam, maka dengan sendirinya rakyatnya akan mengikuti jejak-jejak para bangsawan / raja
tersebut. Dari kontak-kontak sosial ini, selanjutnya menyebar kepada yang lainnya, dimulai dari
keluarga, kerabat, teman dekat, tetangga dan yang lainnya, sampai batas pulau sekalipun. dengan
cara ini pula penyebaran Islam di Nusantara semakin efektif dan semakin bertambah
pengikutnya.

1. Melalui Proses Pengajaran

Selain cara yang dijelaskan diatas, para pedagang dari Timur Tengah mengemban misi
penyebaran agama Islam melalui pengajian, yaitu dengan membuka lembaga-lembaga
pendidikan keagamaan yang selanjutnya dinamakan lembaga pendidikan pesantren.
Perkembangan selanjutnya lembaga-lembaga pendidikan Islam atau organisasi keagamaan ini
banyak ditemui di tanah air, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam
(Persis), Persatuan Umat Islam (PUI), dan Persatuan Tarbiyah (Perti).
Melalui proses pengkaderan atau penggodokan itulah, muncul para ulama-ulama yang ahli
dalama bidang agama islam. Para ulama yang telah memperoleh pendidikan tersebut, kemudian
menyebarkan dan menjadi ujung tombak dalam ikut menyebarkan agama Islam. Semua kalangan
menjadi garapannya, mulai kaum atas, hingga rakyat biasa
1. B. Sejarah Beberapa Kerajaan Islam Di Jawa, Sumatra, Kalimantan Dan
Sulawesi

1. Kerajaan Islam di Jawa

a. Kerajaan Demak

Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa setelah jatuhnya Kerajaan Hindu
Majapahit. Kerajaan Islam di Jawa Tengah ini, semula bernama Glagahwangi, sebuah desa di
sebelah selatan Jepara, hadiah dari Prabu Brawijaya V (Kertabumi, Raja Majalahit) pada
putranya, Raden Fatah yang juga disebut Pangeran Jinggun. Disitulah didirikan pesantren masjid
Agung Demak. Oleh Prabu Brawijaya, Raden Fatah diangkat menjadi Pangeran Adipati Bintara.
Tahun 1478, Majapahit ditaklukan Prabu Giridrawardana dari Kediri yang mengangkat dirinya
sebagai Prabu Brawijaya VI. Peristiwa ini ditandai dengan canda sengkala Sirna hilang
kertaning bumi (1478/1400 saka). Pada kesempatan ini, para wali mengangkat Raden Fatah
sebagai pelanjut keturunan Brawijaya V sebagai Sultan di Bintara Demak dengan gelar Alam
Akbar Al-Fatah.

Menurut sumber lain, Sunan Ampel memberi nama kepada Raden Fatah Senapati Jinbun
Abdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Raden Fatah memang lahir di
Palembang. Menurut sejarah, ketika Raden Fatah masih dalam kandungan ibunya yang berasal
dari Cina, ibu muda ini diceraikan oleh Brawijaya V dan dihadiahkan kepada Aryadama Adipati
Palembang. Sementara itu, Prabu Brawijaya VI yang memerintah Majapahit pada tahun 1498 M
dikalahkan oleh Prabu Udara yang kemudian menamakan dirinya Brawijaya VII.

Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana ini, Demak mengalami masa kejayaan, tetapi juga
merupakan akhir dari sejarahnya. Sultan Trenggana bercita-cita untuk mengislamkan seluruh
Jawa. Untuk Jawa Barat pengislamannya diserahkan kepada pendatang yang luar pengetahuan
islamnya, ahli dalam bidang strategi militer, dan cakap pula mengatur pemerintahan, yaitu
Fatahillah atau Syarif Hidayatullah yang setelah wafat dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.

b. Kerajaan Islam Pajang

Kesultanan Pajang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Islam Demak, Sultan pertamanya ialah
Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging. Ia adalah menantu Sultan Trenggana yang diberi
kekuasaan di Pajang. Setelah ia mengambil alih kekuasaan dari tangan Arya Panangsang tahun
1546 M seluruh kebesaran kerajaan dipindahkan ke Pajanng, dan ia diberi gelar Sultan
Adiwijaya.

Sepeninggal Sultan Adiwijaya tahun 1587 M kedudukannya digantikan oleh Aria Panggiri, anak
Sunan Prawoto. Sementara itu anak Sultan Adiwijaya yaitu Pangeran Benawa diberi kekuasaan
di Jipang. Akan tetapi, ia mengadakan pemberontakan kepada Aria Panggiri dengan bantuan
Panembahan Senopati dari Mataram. Usahanya itu berhasil dan ia memberikan tanda terima
kasih kepada Panembahan Senopati berupa hak atas warisan ayahnya. Akan tetapi, Panembahan
Senopati menolak tawaran tersebut dan hanya meminta pusaka kerajaan Pajang untuk
dipindahkan ke Mataram. Dengan demikian, Kerajaan Pajang berada di bawah perlindungan
Mataram yang kemudian menjadi daerah kekuasaan Mataram.

c. Kerajaan Islam Mataram.

Setelah permohonan Panembahan Senopati Mataram atas penguasa Pajang berupa pusaka
kerajaan dikabulkan, keinginannya untuk menjadi raja sebenarnya telah terpenuhi. Dalam tradisi
Jawa, penyerahan pusaka seperti itu berarti penyerahan kekuasaan. Panembahan Senopati
berkuasa sampai tahun 1601 M dan sepeninggalnya, ia digantikan oleh putranya bernama Seda
Ing Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613M. Seda Ing Krapyak digantikan oleh putranya
Sultan Agung (1913-1646M)

Pada masa pemerintahan Sultan Agung inilah kontak bersenjata antara Kerajaan Islam Mataram
dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1646 M ia digantikan oleh putranya Amangkurat I. pada
saat terjadi perang saudara dengan Pangeran Alit, ia mendapat dukungan dari para ulama.
Akibatnya para ulama pendukung dibantai habis pada tahun 1947M. pemberontakan itu
kemudian diteruskan pleh Raden Kajoran tahun 19677-1678M. pemberontakan-pemberontakan
seperti itulah yang meruntuhkan Kerajaan Islam Mataram.

d. Kerajaan Islam Cirebon

Kesultanan Cirebon merupakan kerajaan Ilam pertama di Daerah Jawa Barat. Kerajaan ini
didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Ia diperkirakan lahir tahun 1448 M dan wafat pada tahun 1568
M dalam usia 120 tahun. karena kedudukannya sebagai Walisongo, ia mendapat penghormatan
dari raja-raja di Jawa seperti seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmi berdiri, Sunan
Gunung Jati berusaha meruntuhkan Pajajaran yang masih belum menganut ajaran Islam.

Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan ajaran Islam ke daerah-daerah lain di Jawa
Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Galuh, Sunda Kelapa dan Banten. Pada tahun 1525 M ia
kembali ke Cirebon dan Banten diserahkan kepada anaknya yang bernama Sultan Hasanudin.
Sultan inilah yang menurunkan raja-raja Banten.

Setelah Sunan Gunung Jati wafat, ia digantikan oleh cicitnya yang bergelar Pangeran Ratu atau
Panembahan Ratu. Panembahan Ratu wafat tahun 1650M dan digantikan oleh putranya yang
bernama Panembahan Girilaya. Sepeninggalnya, kesultanan Cirebon diperintah oleh dua orang
putranya, yaitu Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom.
Panembahan sepuh memimpin kesultanan Kasepuhan yang bergelar Syamsudin, sedangkan
panembahan Anon memimpin Kesultanan Kanoman yang bergelar Badruddin.

e. Kerajaan Islam Banten

Kerajaan Banten merupakan kerajaan Islam yang terletak di ujung barat Jawa Barat, pendirinya
adalah Sunan Gunung Jati (Fatahilah) setelah berhasil merebut kota pelabuhan dari tangan
Bupati Sunda yang menjadi penguasa kota itu dengan bantuan laskar dari Demak. Peristiwa itu
terjadi pada tahun 1525 M

Setelah kerajaan itu cukup kokoh, lebih-lebih setelah dapat menguasai Sunda Kelapa, pada tahun
1522 Sunan Gunung Jati pindah ke Cirebon dan wafat disana, dan diangkatlah putranya,
Hasanudin sebagai raja. Ia kawin dengan putri demak dan mendapat dua orang anak laki-laki.
Yang sulung, Maulana Yusuf, dicalonkan untuk menjadi gantinya nanti. Adiknya, pangeran
Aryo diasuh oleh bibi dari pihak ibunya Ratu Kalinyamat di Jepara yang tidak berputra (mungkin
karena suaminya, Pangeran Hadiri terbunuh oleh Arya Penangsang). Setelah bibinya meninggal,
ia menjadi adipati di Jepara dan terkenal dengan nama Pangeran Jepara.

Sultan Hasanudin wafat pada tahun yang sama dengan ayahnya, 1570 M setelah sempat
memisahkan diri dari Demak. Dalam cerita Banten, ia terkenal dengan nama Anumerna
Pangeran Saba Kingking sesuai dengan tempat ia dimakamkan yang tidak jauh dari Banten.
Sebagai gantinya ia Maulana Yusuf Panembahan Pangkalan Gede, memerintah antara tahun
1570-1580. selama masa pemerintahannya, ia mendirikan Masjid Agung Banten, membuat
perbentengan yang kuat, memperluas perkampungan dan pesawahan, serta mengusahakan irigasi
dan bendungan-bendungan. Pada tahun 1579 M, ia berhasil menaklukan Raja Pakuan, benteng
terakhir Hindu Jawa Barat. Menurut sejarah Banten, penyerbuan ke Pakuan ini mengikutsertakan
para penguasa dan alim ulama. Raja dan keluarganya menghilang, sedangkan golongan
bangsawan Sunda masuk Islam. Sesudah selesai menaklukan Pakuan, Sultan Maulana Yusuf
mendirikan ibukota baru, Banten Sura Sowan (Sura Saji)

1. 1.
2. 2. Kerajaan Islam di Sumatera

a. Kerajaan Islam Samudera Pasai

Kerajaan Islam Sumadera Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kemunculannya
sebagai kerajaan Islam diperkirakan sekitar awal atau pertengahan abad ke-13 M sebagai hasil
proses Islamisasi di daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi para pedagang Muslim sejak
abad ke-7 M dan seterusnya. Raja pertamanya adalah Malik Al-Saleh.

Dalam Hikayat raja-raja Pasai disebutkan gelar Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja adalah
Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang
utusan Syarif Mekah yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al-Saleh.

Kerajaan Islam Samudera Pasai berlangsung sampai pada tahun 1524M. pada tahun 1521 M
kerajaan ini ditaklukan oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun, kemudian tahun
1524 M disebut oleh kerajaan Aceh, dibawah pimpinannya rajanya yaitu Ali Mughayat Syah.

b. Kerajaan Islam Aceh Darussalam

Kerajaan Islam Aceh Darussalam berdiri pada abad ke-15 M. Pendirinya adalah Ali Mughayat
Syah. Ia meluaskan wilayahnya ke daerah pidie yang bekerjasama dengan Portugis yang
kemudian menaklukan kerajaan Islam Samudera Pasai tahun 1524M
Peletak dasar kebesaran Kerajaan Islam Aceh Darussalam ialah Sultan Alauddin Riayat Syah
yang bergelar Al-Aqahar. Dalam menghadapi tentara Portugis, ia bekerjasama dengan Kerajaan
Turki Usmani dan negara-negara Islam lainnya di Indonesia.Puncak kekuasaan Kerajaan Aceh
Darussalam terjadi pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608-1637M).

c. Kerajaan Islam di Sumatera Selatan

Dibukanya jalur perdagangan melalui Selat Malaka sebagai ganti jalur perdagangan di darat
antara Arabia dengan Cina yang dirintis sejak 500 SM membuat daerah-daerah pantai di
sepanjang pesisir timur Sumatera menjadi ramai. Seluruh kapal perdagangan yang melewati
Selat Malaka perlu singgah untuk mempersiapkan air minum, makanan dan perbekalan lainnya
di pantai-pantai tersebut. Dalam hal ini, Sriwijaya yang berpusat di Palembang tampil sebagai
pemegang monopoli yang menguasai pantai-pantai di Selat Malaka sehingga Sriwijaya menjadi
kerajaan maritim yang besar dan kuat di Nusantara.

Diketahui bahwa Timur Tengah (Islam) menguasai jalur perdagangan laut ke timur dibanding
barat. Dai-dai Islam yang datang bersama tentara Islam dan Sriwijaya. Palembang merupakan
daerah yang strategis bagi masuknya Islam ke Sumatera Selatan. Namun demikian, belum bisa
dipastikan adanya proses Islamisasi di Sumatera Selatan. Pada masa itu, belum ada bukti adanya
orang-orang pribumi yang masuk Islam. Yang jelas, menurut Hasan Muarif Ambary, pada
permulaan abad ke-7 di Palembang sudah ada masyarakat muslim yang oleh penguasa kerajaan
Sriwijaya telah diterima dengan baik dan dapat menjalankan ibadat menurut agama Islam.

Setelah Majapahit jatuh, kemudian Demak berdiri, Palembang berada di bawah perlindungan
Demak. Dengan demikian, Palembang menjadi bagian dari kerajaan Islam, sebagai daerah
kekuasaan demak, penguasa demak, Raden Patah, menunjuk Pangeran dari Surabaya (Pangeran
Sedo Ing Lautan) sebagai penguasa Demak di Palembang.

d. Kerajaan Islam di Minangkabau

Ada dua teori mengenai masuknya Islam di Minangkabau. Pertama, seperti dikemukakan oleh
Hamka bahwa Islam mencapai pedalaman Minangkabau melalui Pantai Timur Sumatera. Kedua,
kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa kegiatan Islamisasi Minangkabau berkaitan dengan
penguasaan Aceh atas Pantai Barat Sumatra, seperti Tiku dan Pariaman. Pelabuhan di Pantai
Barat Sumatera Barat, sebagai tempat berdagang orang-orang Arab dan Gujarat memainkan
peranan penting dalam menyebarkan Islam di pedalaman Minangkabau.

Nuqaib al-attas berpendapat bahwa Islam pertama kali disebarkan ke Pantai Barat Minangkabau
pada abad ke-12 oleh Syekh Burhanuddin dari Ulakan, Pariaman. Ia adalah murid Syekh
Abdullah Arif, Muslim arab yang menyebarkan Islam ke Sumatera Utara sekitar tahun 1112.

De Graaf mengaitkan Islamisasi di pedalaman Minangkabau dengan peperangan antara aceh


dengan penguasa-penguasa Minangkabau. Dilaporkan bahwa salah seorang penguasa
Minangkabau telah mengawini putri Pangeran Aceh dan tetap tidak mau masuk Islam. Hal ini
menimbulkan perselisihan dengan ayah mertuanya. Akibatnya, ia harus menyerahkan sejumlah
besar wilayah Minangkabau. Peristiwa ini terjadi setelah dekade kedua pada abad ke-16.
Kepemilikan Aceh atas pantai barat Minangkabau selanjutnya membawa kemajuan bagi
kepentingan Islam.

Cepatnya penyebaran Islam di Minangkabau, menurut Christine Dobbin berkaitan erat dengan
organisasi persaudaran sufi atau tarekat. Pada ulama tasawuf yang datang ke Minangkabau
dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam, mendirikan organisasi tarekat. Pada abad ke-18 di
Minangkabau terdapat tiga aliran tarekat yaitu Naqsabandiyah, Syattariyyah, dan Qadiriyyah.
Tarekat yang pertama kali masuk ke Minangkabau adalah Naqsabandiyah pada paruh pertama
abad ke-17. berikutnya, tarekat Syattariyah dibawah Syekh Burhanuddin pada akhir abad ke-17.
tarekat Qadiriyah memasuki Minangkabau pada akhir abad ke-18 semua tarekat
mengembangkan organisasi tarekat dengan mendirikan surau. Oleh karena itu, surai disamping
sebagai lembaga pendidikan juga sebagai kegiatan tarekat.

Pada akhir tahun 1803/1804, tiga orang penduduk asal Minangkabau pulang ibadah haji dari
tanah suci Mekah. Mereka adalah Haji Sumanik, Haji Miskin dan Haji Piobang. Ketika mereka
menjalankan ibadah haji, mereka telah menyaksikan serangan orang-orang wahabi ke Mekah
atau paling tidak mereka telah mendengarkan ajaran-ajaran Wahabi yang akhir mempengaruhi
mereka. Setelah mereka pulang ke Minangkabau mereka membawa semangat baru, kemudian
mereka membandingkan kondisi masyarakat Minangkabau dengan ajaran-ajaran Wahabi.
Mereka melihat perlu diadakan pembaruan tatanan sosial. Tujuan utama mereka ialah
membersihkan masyarakat dari adat buruk yang menyimpang dari ajaran Islam. Menurut
mereka, pembaruan sosial harus dilakukan dengan menyebarkan ajaran Wahabi dengan keras.
Pada awalnya, mereka mendapat perlawanan dari masyarakat. Namun lama kelamaan banyak
tokoh agama yang tertarik dan mendukung mereka. Tuanku Nan Renceh, murid kesayangan
Tuanku Nan Tua yang tidak setuju dengan militansi mereka, bergabung dengan Haji Miskin.
Dari sinilah mulai terbentuknya gerakan Padri. Tuanku Nan Renceh kemudian mendapat
dukungan dari tujuh tuanku, sebutan bagi orang-orang yang memiliki pengetahuan agama secara
mendalam di Agam Sumatera Barat. Karena kekerasan mereka, mereka dikenal denan Harimau
Nan Delapan.

1. 2.
2. Kerajaan Islam di Sulawesi

Dalam sumber-sumber sejarah di Sulawesi Selatan, dapat diketahui secara pasti kapan penguasa-
penguasa masuk Islam. Hal ini disebabkan oleh Islamisasi yang terlambat. Dilaporkan bahwa
awal pada abad ke-17 telah datang ke Sulawesi Selatan Tiga Datuk (Dato Tallua atau Dato
Tellue) mereka adalah Dato ri Bandang, nama aslinya Abdul Makmur. Dato r Pattimang alias
Sulaiman dan Dato ri Tiro alias Abdul Jawad. Tempat yang pertama mereka tuju ialah Luwu.
Mereka mengajak penguasa luwu La Patiware untuk masuk Islam. Ajakan mereka disambut baik
oleh Raja Luwu La Patiware Daeng Parabung yang mengucapkan syahadat pada tanggal 15 atau
16 Ramadhan 1013 H / Pebruari 1605. Namanya kemudian diganti menjadi Sultan Muhammad.
Selanjutnya, tiga Datuk berangkat menuju kerajaan kembar Gowa Tallo, yang dikenal dengan
Makassar atau Ujung Pandang. Gowa Tallo merupakan kerajaan terkuat di Sulawesi Selatan
pada waktu itu. Karena dakwah mereka, I Mallingkaang Daeng Manyonri Karaeng Katangka,
penguasa Tallo dan perdana menteri Gowa, masuk Islam dengan diikuti beberapa anggota
keluarganya. Ia melafazkan kalimat syahadat pada hari Jumat tanggal 9 Jumadil Awal 1014 H /
22 September 1605 kemudian ia memakai nama Islam, Sultan Abdullah. Setelah masuk Islam. Ia
mengajak penguasa muda Gowa yang juga kemenakannya. I Mangarang Daeng Manrabbia
untuk masuk Islam.

Dua tahun setelah Islamnya Sultan Abdullah diadakan salat Jumat pertama di Masjid Tallo pada
hari Jumat 19 Rajab 1016H / 10 Nopember 1607. Salat Jumat tersebut diikuti oleh sejumlah
besar penduduk yang sebelumnya telah bersepakat masuk Islam. Dengan demikian, Makassar
secara resmi menjadi kerajaan Muslim.

1. Kerajaan Islam di Kalimantan

Sebelum kedatangan para pedagang Arab, pedagang-pedagang Melayu dan perompak-


perompak tertarik untuk menetap di Kalimantan, tujuan mereka adalah untuk mendulang emas
dan berlian. Mereka kemudian mendirikan kota-kota di muara sungai. Pada perkembangan
berikutjya, mereka tersebut sampai ke hulu. Selanjutnya mereka hidup mapan disana. Ketika
para pendakwah sekaligus sebagai pedagang dari Arab datang ke Kalimantan mereka
memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat setempat dan mengajak untuk memeluk Islam.
Berikutnya, penyebaran Islam dilakukan oleh para dai dari Sumatra, Jawa dan dari daerah
lainnya.

Di Kalimantan pelabuhan yang terkenal adalah Brunei. Oleh karena itu seluruh pulau itu dikenal
dengan nama Brunei atau Borneo bagi orang-orang Portugis.
Penyebaran Islam di Kalimantan Selatan banyak dilakukan oleh orang-orang Jawa. Jauh sebelum
mencapai daerah ini, orang-orang Jawa berlayar kemudian menetap di Kalimantan Selatan.

Penyebaran Islam di Kalimantan banyak dilakukan oleh para mubalig dari Jawa. Hal ini bisa
terjadi karena hubungan masyarakat antara dua kepulauan sudah terjalin sejak masa
pemerintahan Majapahit dengan Kerajaan Kutai. Oleh karena itu para mubalig pada masa
berikutnya hanya melanjutkan hubungan telah terjalin cukup lama. Diantara mubalig yang
datang ke Kalimantan adalah Khatib Dayyan serta mubalig dari Banjar yaitu Muhammad Arsyad
Al Banjari yang menegakkan tonggak ajaran Islam di Kalimantan pada abad ke-18 M.

1. C. Para Tokoh Dan Perannya Dalam Perkembangan Islam Di Indonesia

1. 1. Walisongo (Wali Sembilan)

Di kalangan masyarakat Islam Jawa, banyak orang mempercayai bahwa wali yang menyebarkan
Islam di Jawa berjumlah sembilan orang, sesuai dengan kata songo. Sebenarnya jumlah
mereka tidak tepat sembilan, tetapi lebih. Namun lebih dikenal adalah sembilan wali (wali
songo)
1 a. Sunan Gresik (Malik Ibrahim, Maulana)

Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Magribi yang dalam babad Jawa disebut Makdum Brahim
Asmara. Beliau adalah saudara Maulana Ishak dengan memperistri putri Campa dan melahirkan
dua orang putra, yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Syaid Aki Murtadha atau Raden
Santri. Beliau adalah putra dari Raden Jumadil Qubro. Maulana Malik Ibrahim datang ke Jawa
tahun 1404 M yang menurut Babad Tanah Jawi bukan datang dari Campa, tetapi menurut
namanya beliau berasal dari Samarkandi di Asia Kecil. Pernyataan dari Babad Tanah Jawi tidak
bertentangan, sebab dari Asia Kecil beliau bermukim dulu di Campa.

Maulana Malik Ibrahim menyebarkan agama Islam dengan cara melayani kebutuhan sehari-hari
masyarakat yang diajaknya. Beliau dakwah dengan diplomasi yang ulung, tidak menyinggung
perasaan orang yang didakwahnya, bahkan membesarkan hati. Hal tersebut menunjukkan betapa
tinggi ilmu yang dimiliki oleh syekh Maulana Malik Ibrahim. Hal ini dapat diketahui dalam
kisah-kisah yang pernah dialaminya, misalnya dalam kisah tentang Kepala perampok. Maulana
Malik Ibrahim tidak turun sendiri dalam menghadapinya, tetapi murid-muridnya saja dapat
mengalahkan kepala perampok. Maka, dapat disimpulkan betapa saktinya dia.

Maulana Malik Ibrahim wafat tahun 1419 M dan dimakamkan di Gresik pada nisanya terdapat
tulisan Arab yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang penyebar agama yang cakap dan
gigih. Dalam bahasa Indonesia tulisan itu berbunyi :inilah makam almarhum almagfur yang
berharap rahmat Tuhan, kebanggaan para pangeran, sendi pada sultan dan para menteri,
penolong para fakir miskin, yang berbahagia dan syahid cemerlangnya simbol negara dan
agama Maulana malik ibrahim terkenal dengan nama Kake Bantal.

1. b. Sunan Ampel (Campa Aceh, 1401- Ampel, Surabaya 1481 M)

Nama aslinya Raden Rahmat. Ia adalah putra Maulana Malik Ibrahim dari istrinya bernama
Dewi Candrawulan. Sunan Ampel adalah penerus cita-cita serta perjuangan Maulana Malik
Ibrahim dan terkenal sebagai perencana pertama kerajaan Islam di Jawa; ia memulai aktivitasnya
dengan mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya, sehingga ia dikenal sebagai
pembina pondok pesantren pertama di Jawa Timur. Di pesantren inilah Sunan Ampel mendidik
para pemuda Islam untuk menjadi tenaga dai yang akan disebar ke seluruh Jawa. Diantara
pemuda yang dididik itu tercatat antara lain Raden Paku yang kemudian terkenal dengan nama
Sunan Giri, Raden yang kemudian menjadi sultan pertama kesultanan Islam di Bintoro, demak,
Raden Makdum Ibrahim (Putra Sunan Ampel sendiri) yang kemudian dikenal dengan nama
Sunan Bonang Syaridudin yang kemudian dikenal dengan Sunan Drajat, Maulana Ishak yang
pernah diutus ke daerah blambangan untuk mengislamkan rakyat di sana dan banyak lagi
mubalig yang mempunyai andil besar dalam Islamisasi Pulau Jawa.

Sunan Ampel tercatat sebagai perancang Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa dengan ibu kota
di Bintoro, Demak. Dialah yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama Demak, yang
dipandang punya jasa paling besar dalam meletakkan peran politik umat Islam di Nusantara.
Disamping itu Sunan Ampel juga ikut mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun 1479
bersama wali-wali yang lain. Ketika mendirikan Masjid tersebut, para wali mengadakan
pembagian tugas. Sunan Ampel diserahi tugas memuat salah satu dari saka guru (tiang kayu
raksasa) yang kemudian dipasang di bagian tenggara. Tiga tiang besar yang lain dikerjakan oleh
Sunan Kalijaga untuk tiang sebelah timur laut (bukan berupa tiang utuh, tetapi berupa beberapa
balok yang diikat menjadi satu yang disebut saka tatal) Sunan Bonang untuk tiang sebelah
barat timur, Sunan Gunung Jati untuk tiang sebelah barat daya, sementara bagian-bagian lain
masjid dikerjakan oleh para wali yang lain

1. c. Sunan Bonang (Ampel Denta, Surabaya 1465 Tuban 1525)

Dianggap sebagai pencipta gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran Islam di
pesisir utara Jawa Timur. Ia adalah putra Raden Rahmat dari perkawinannya dengan Dewi
Candrawati dan merupakan Saudara sepupuh Sunan Kalijaga. Ia terkenal dengan nama Raden
Maulana Makhdum Ibrahim atau Raden Ibrahim (Makhdum adalah gelar yang biasa diberikan
kepada seorang ulama besar di India dan berarti orang yang dihormati). Dari perkawinannya
dengan Dewi Hiroh ia memperoleh seorang putri bernama Dewi Rukhil yang kemudian diperistri
Sunan Kudus. Setelah belajar Islam di Pasai, Aceh Sunan Bonang kembali ke Tuhan, Jawa
Timur untuk mendirikan pondok pesantren. Santri-santri yang menjadi muridnya berdatangan
dari berbagai daerah. Setelah sunan Ampel wafat, pesantren yang ditinggalkannya tidak lagi
mempunyai pemimpin resmi. Maka untuk mengisi kekosongan itu, Sunan Bonang memprakarsai
musyawarah para wali untuk membicarakan siapa yang akan memimpin pesantren tersebut. Hasil
musyawarah wali memutuskan untuk mengangkat Raden Fatah menjadi pengganti almarhum
Sunan Ampel.

Sunan Bonang memberikan pendidikan Islam secara mendalam kepada Raden Fatah, putra raja
Majapahit Prabu Brawijaya V yang kemudian menjadi sultan pertama Demak. Catatan-catatan
pendidikan tersebut kini dikenal dengan Suluk Sunan Bonang atau Primbon Sunan Bonang
Isi buku tersebut berbentuk prosa ala Jawa Tengah, kalimatnya sangat banyak dipengaruhi
bahasa Arab, dan sampai sekarang masih tersimpan di Universitas Leiden Negeri Belanda.

1. d. Sunan Giri (Blambangan, Pertengahan abad Ke-15 Giri 1500 M)

Nama aslinya Raden Paku, disebut juga Prabu Satmata dan kadang-kadang disebut Sultan Abdul
Fakih. Ia adalah putra dari Maulana Ishak yang ditugaskan Sunan Ampel untuk mengembangkan
agama Islam di Blambangan. Salah seorang saudaranya juga termasuk Walisongo, yaitu Raden
Fatah (Sunan Gunung Jati) dan ia mempunyai hubungan keluarga dengan Raden Fatah karena
istri mereka bersaudara.
Ketika usianya beranjak dewasa, Raden Paku belajar agama di Pondok Pesantren Ampel Denta
(pimpinan Sunan Ampel) dan disana bertema baik degan Raden Maulana Makdum Ibrahim,
putra Sunan Ampel yang kemudian terkenal dengan Sunan Bonang. Dalam suatu perjalanan
ibadah haji menuju Mekah, kedua santri ini lebih dahulu memperdalam pengetahuan di Pasai
yang ketika itu menjadi tempat berkembangnya ilmu ketuhanan, keimanan dan tasawuf. Disini
Raden Paku sampai pada tingkat ilmu laduni sehingga gurunya menganugrahinya gelar Ai Al
Yaqin karena itulah ia kadang-kadang dikenal masyarakat dengan sebutan Raden Ainul Yakin.
Sunan Giri terkenal sebagai pendidik yang berjiwa demokratis. Ia mendidik anak-anak melalui
berbagai permainan yang berjiwa agama. Misalnya jelungan, jamuran, gendi ferit, jor, gula ganti,
cublak-cublak suweng, ilir-ilir dan sebagainya. Ia juga dipandang sebagai orang yang sangat
berpengaruh terhadap jalannya roda kesultanan Demak Bintoro (Kesultanan Demak) sebab setiap
kali muncul masalah penting yang harus diputuskan wali yang lain selalu menantikan keputusan
dan pertimbangannya.

1. e. Sunan Drajat (Ampel Denta, Surabaya, sekitar Tahun 1470 Sedayu, Gresik
pertengahan abad ke-16)

Nama aslinya Raden Kosim atau Syarifudin tetapi karena ia dimakamkan di daerah Sedayu,
maka kebanyakan masyarakat awam mengenalnya sebagai Sunan Sedayu.Menurut Silsilah,
Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel dari istri kedua bernama Dewi Candrawati. Ia
mempunyai enam saudara seayah seibu diantaranya Siti Syareat (istri Raden Usman Haji), Siti
Mutmainnah (Istri Raden Muhsin), Siti Sofiah (istri Raden Usman Ahmad, Sunan Malaka), dan
Raden Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), disamping itu ia mempunyai dua orang
saudara seayah lain ibu yaitu Dewi Murtasiyah (istri Raden Fatah) dan Dewi Murtasimah (istri
Raden Paku atau Sunan Giri), Istrinya sendiri Dewi Sifiyah adalah putri Sunan Gunung Jati.

Hal yang paling menonjol dalam dakwah Sunan Drajat adalah perhatiannya yang sangat serius
pada masalah-masalah sosial. Ia terkenal mempunyai jiwa sosial dan tema-tema dakwahnya
selalu berorientasi pada kegotongroyongan. Ia selalu memberi pertolongan kepada umum,
menyantuni anak yatim dan fakis miskin sebagai suatu proyek sosial yang dianjurkan agama
Islam.

1. f. Sunan Kalijaga (akhir Abad ke-14 Pertengahan abad ke-15)

Terkenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar, berpandangan jauh berpikiran tajam, intelek,
serta berasal dari suku Jawa Asli. Nama Kalijaga konon berasal dari rangkaian bahasa Arab qadi
zaka yang berarti pelaksana dan membersihkan. Qadizaka yang kemudian menurut lidah dan
ejaan menjadi Kalijaga berarti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kebersihan atau
kesucian. Nama Asli Sunan Kalijaga adalah Raden Mas Syahid dan kadang-kadang dijuluki
Syekh Malaya. Ayahnya bernama Raden Sahur Tumenggung Wilatikta yang menjadi bupati
Tuban, sedang ibunya bernama Dewi Nawang Rum.

Daerah operasi dakwah Sunan Kalijaga tidak terbatas, bahkan sebagai mubaligh ia berkeliling
dari satu daerah ke daerah lain. Karena sistem dajwahnya yang intelek dan aktual maka para
bangsawan dan cendekiawan sangat simpati terhadapnya, demikian juga lapisan masyarakat
awam, bahkan penguasa, berdakwahnya tidak monoton, sesekali diisi dengan cerita-cerita humor
yang mendidik, sekaligus menarik perhatian.
Jasa Sunan Kalijaga terhadap kesenian bukan hanya terlihat pada wayang dan gamelan, tetapi
juga dalam seni suara, seni ukir, seni busana, seni pahat dan kesusastraan. Banyak corak batik
yang oleh Sunan Kalijaga diiberi motif burung. Burung dalam bahasa Kawi disebut kukula. Kata
tersebut ditulis dalam Bahasa Arab menjadi qu dan qila yang berarti peliharalah ucapanmu
sebaik-baiknya dan menjadi salah satu ajaran etik Sunan Kalijaga melalui corak batik.

1. g. Sunan Kudus (Abad ke-15 Kudus 1550)


Nama aslinya Jafar Sadiq, tetapi sewaktu kecil dipanggil Raden Undung. Kadang-kadang ia
dipanggil dengan Raden Amir Haji, sebab ketika menunaikan ibadah haji ia bertindak sebagai
pimpinan rombongan (amir).

Sunan Kudus adalah putra Raden Usman Haji, yang menyiarkan Islam di daerah Jipang Panolan,
Blora. Menurut silsilah Sunan Kudus masih mempunyai hubungan keturunan dengan Nabi
Muhammad SAW. Silsilah selengkapnya : Jafar Sadiq bin Raden Usman Haji bin Raden
Pendeta bin Ibrahim as-Samarkandi bin Maulana Muhammad Jumadalkubra bin Zaini Al-Husein
bin Zaini Al-Kubra bin Zainul Alim bin Zainul Abidin bin Sayid Husein bin Ali ra.

Sunan Kudus menyiarkan agama Islam di daerah Kudus dan sekitarnya dan dia memiliki
keahlian khusus dalam bidang ilmu agama, terutama dalam ilmu fikih, usul fikih, tauhid, hadits,
tafsir, serta logika. Karena itulah diantara Walisongo hanya ia yang mendapat julukan Wal Al-
ilmi (orang yang luas ilmunya) dan karena keluasan ilmunya ia didatangi oleh banyak penuntut
ilmu dari berbagai daerah di Nusantara.
Disamping menjadi juru dakwah, Sunan Kudus juga menjadi panglima perang Kesultanan
Demak Bintoro yang tangguh dan dipercaya untuk mengendalikan pemerintahan sekaligus
pemimpin agama di daerah tersebut.

1. h. Sunan Muria (abad ke-15 abad ke-16)

Salah seorang Walisongo yang banyak berjasa dalam menyiarkan Islam di pedesaan Pulau Jawa
adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Said, atau Raden Said sedang nama
kecilnya adalah Raden Prawoto, namun ia lebih terkenal dengan nama Sunan Muria karena pusat
kegiatan dakwahnya dan makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di sebelah utara kota
Kudus sekarang).

Sunan Muria juga terkenal sebagai pendukung setia Kesultanan Demak Bintoro dan berperan
serta dalam mendirikan Masjid Demak. Dalam rangka dakwah melalui budaya ia menciptakan
tembang dakwah Sinon dan Kinanti.

1. i. Sunan Gunung Jati (Mekah, 144-Gunung Jati, Cirebon Jawa Barat 1570)

Salah seorang dari Walisongo yang bayak berjasa dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa
terutama di Jawa Barat juga pendiri kesultanan Cirebon. Nama aslinya Syarif Hidayatullah
dialah pendiri Dinasti Raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten.

Sunan Gunung Jati adalah cucu raja Pajajaran, Prabu Siliwangi. Dari perkawinan Prabu
Siliwangi dengan nyai Subang Larang, lahirlah dua putra dan satu putri, masing-masing bernama
Raden Walangsungsang, Nyi Lara Santang dan Raja Sengara.
Setelah Nyai Subang Larang wafat, Raden Walangsungsang keluar dari keraton tidak lama
setelah itu adik perempuannya menyusul. Keduanya belajar agama Islam kepada Syekh Datu
Kahfi (Syekh Nurul Jati) di Gunung Jati Ngamparan Jati. Setelah 3 tahun belajar, mereka
diperintahkan gurunya utuk ibadah haji ke Mekah. Di Mekah, Nyai Lara Santang mendapat
jodoh yaitu Maulana Sultan Mahmud (Syarif Abdullah) seorang bangsawan Arab yang berasal
dari Bani Hasyim.
Setelah menunaikan ibadah Haji, Raden Walangsungsang kembali ke Jawa dan menjadi juru
labuhan di Pasambangan yang kemudian berkembang menjadi Cirebon. Sementara itu Nyai
Larang Santang melahirkan Syarif Hidayatullah setelah dewasa, Syarif Hidayatullah memilih
berdakwah ke Jawa daripada menetap di tanah Arab. Dia kemudian menemui Raden
Walangsungsang yang sudah bergelar Pangeran Cakrabuana. Setelah pamannya itu wafat, ia
menggantikan kedudukannya dan kemudian berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi
sebuah kesultanan, ia kemudian terkenal dengan gelar Sunan Gunung Jati.
Menurut Purwaka Caruban Nagari, Sunan Gunung Jati sebagai salah seorang Walisongo
mendapat penghormatan dari raja-raja lain di Jawa seperti Kerajaan Demak dan Pajang. Karena
kedudukannya sebagai raja dan ulama ia diberi gelar Raja Pandita.

S-ar putea să vă placă și