Sunteți pe pagina 1din 22

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1PENGKAJIAN

1. Indentitas klien

GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak umur 3-7
tahun lebih sering pada pria

2. Riwayat penyakit sebelumnya :

Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus


eritematosus atau penyakit autoimun lain.

3. Riwayat penyakit sekarang :

Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata
dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare. Badan panas
hanya sutu hari pertama sakit.

4. Pertumbuhan dan perkembangan :

Pertumbuhan :

BB = 9x7-5/2=29 kg , menurut anak umur 9 tahun BB nya adalah BB umur 6


tahun = 20 kg ditambah 5-7 lb pertahun = 26 - 29 kg, tinggi badan anak 138
cm. Nadi 80100x/menit, dan RR 18-20x/menit, tekanan darah 65-108/60-68
mm Hg. Kebutuhan kalori 70-80 kal/kgBB/hari. Gigi pemanen pertama /molar,
umur 6-7 tahun gigi susu mulai lepas, pada umur 1011 tahun jumlah gigi
permanen 10-11 buah.

Perkembangan :

Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri X inferioritas, dapat


menyelesaikan tugas menghasilkan sesuatu.

5. Pengkajian Perpola

a. Pola nutrisi dan metabolik:

Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi
kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada
sekitar mata dan seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya
depresi sistem imun. Adanya mual , muntah dan anoreksia menyebabkan
intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema.
Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.

b. Pola eliminasi :

Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi urin : gangguan pada


glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan
terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak
mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai anuria, proteinuri,
hematuria.

c. Pola Aktifitas dan latihan :


Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat
karena adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2
minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah normaal
selama 1 minggu. Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi
dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan
krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban sirkulasi
dapat menyebabkan pemmbesaran jantung (Dispnea, ortopnea dan pasien
terlihat lemah) , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme
pembuluh darah. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung.
Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan
gejala penglihatan kabur, pusing, muntah, dan kejang-kejang. GNA
munculnya tiba-tiba orang tua tidak mengetahui penyebab dan penanganan
penyakit ini.

d. Pola tidur dan istirahat :

Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus

e. Kognitif & perseptual :

Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa


gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati
hipertensi. Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada
infeksi karena inumnitas yang menurun.

f. Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema
dan perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti
semula

g. Hubungan peran :

Anak tidak dibesuk oleh teman temannya karena jauh dan


lingkungan perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak
banyak diam.

h. Nilai keyakinan : Klien berdoa memohon kesembuhan sebelum tidur.

5. Pemeriksaan PenunjangLaboratorium

5.1 Pemeriksaan darah

- LED meningkat.

- Kadar HB menurun.

- Albumin serum menurun (++).

- Ureum & kreatinin meningkat.

- Titer anti streptolisin meningkat.

5.2 Pemeriksaan urine

- Jumlah urin menurun, BJ urin meningkat.

- Albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit,daneritrosit

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1 Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan disfungsi ginjal

2 Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi
ginjal.

3 Potensial terjadi infeksi (ISK, lokal, sistemik) b.d. depresi sistem imun.

4 Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko


krisis hipertensi.

5 Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan


edema.

6 Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


proses penyakit, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi.
3.3INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan ddisfungsi ginjal

Tujuan : Klien dapat toleransi dengan aktifitas yang dianjurkan.

Rencana Rasional

1. Pantau kekurangan protein yang 1. Kekurangan protein


berlebihan(proteinuri, albuminuria ) beerlebihan dapat menimbulkan
kelelahan.
2. Gunakan diet protein untuk
mengganti protein yang hilang. 2. Diet yang adekuat dapat

3. Beri diet tinggi protein tinggi mengembalikan kehilangan

karbohidrat.
3. TKTP berfungsi menggantikan
4. Anjurkan Pasien untuk tirah
4. Tirah baring meningkatkan
baring
mengurangi penggunaan energi.
5. Berikan latihan selama
pembatasan aktifitas. 5. Latihan penting untu
kmempertahankan tunos otot
6. Rencana aktifitas denga waktu
istirahat. 6. Keseimbangan aktifitas dan
istirahat mempertahankan
7. Rencanakan cara progresif untuk
kesegaran.
kembali beraktifitas normal ;
evaluasi tekanan darah dan haluaran 7. Aktifitas yang bertahap
protein urin. menjaga kesembangan dan tidak
mmemperparah proses penyakit
2. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi
ginjal.

Tujuan : Klien tidak menunjukan kelebihan volume cairan

Rencana Rasional

1. Pantau dan laporkan tanda dan 1,2. Memonitor kelebihan cairan


gejala kelebihan cairan : sehingga dapat dilakukan
tindakan penanganan
2. Ukur dan catat intak dan output
setiap 4-8 jam 3,4.Jumlah , karakteristik urin dan

3. Catat jumlah dan karakteristik BB dapat menunjukan adanya

urine ketidak seimbangan cairan.

4. Ukur berat jenis urine tiap jam 5.Natrium dan protein


dan timbang BB tiap hari meningkatkan osmolaritas
sehingga tidak terjadi retriksi
5. Kolaborasi dengan gizi dalam
cairan.
pembatasan diet natrium dan
protein 6. Rangsangan dingin ddapat
merangsang pusat haus
6. Berikan es batu untuk
mengontrol rasa haus dan 7. Memonitor adanya ketidak
maasukan dalam perhitungan intak seimbangan elektrolit dan

7. Pantau elektrolit tubuh dan menentukan tindakan

observasi adanya tanda penanganan yang tepat.

kekurangan elektrolit tubuh

- Hipokalemia : kram
abd,letargi,aritmia

- Hiperkalemia : kram otot,


kelemahan

- Hipokalsemia : peka rangsang


pada neuromuskuler

- Hiperfosfatemia:
hiperefleksi,parestesia, kram
otot, gatal, kejang

- Uremia : kacau mental,


letargi,gelisah

8.Pemberian elektrolit yang tepat


8. Kaji efektifitas pemberian
mencegah ketidak seimbangan
elektrolit parenteral dan oral
elektrolit.

3. Potensial terjadi infeksi (ISK, lokal, sistemik) b.d. depresi sistem imun

Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi setelah diberikan asuhan keperawatan.

Rencana Rasional

1.Kaji efektifitas pemberian 1.Imunosupresan berfunsi menekan


imunosupresan. sisteem imun bila pemberiannya
tidak ekeftif maka tubbuh akan
2.Pantau jumlah leukosit.
sangat rentan terhadap infeksi
3.Pantau suhu tiap 4 jam.
2.Indikator adanya infeksi
4.Perhatikan karakteristik urine.
3.Memonitor suhu & mengantipasi
5.Hindari pemakaian alat/kateter
infeksi
pada saluran urine.

6.Pantau tanda dan gejala ISK dan 4.Urine keruh mmenunjukan adanya

lakukan tindakan pencegahan infeksi saluran kemiih

ISK.
5.Kateter dapat menjadi media

7.Gunakan dan anjurkan tehnik cuci masuknya kuman ke saluran kemih

tangan yang baik.


6.Memonitor adanya infeksi sehingga

8.Anjurkan pada klien untuk dapat dilakukan tindakan dengan

menghindari orang terinfeksi cepat

9.Lakukan pencegahan kerusakan 7.Tehnik cuci tangan yang baik dapat

integritas kulit memutus rantai penularan.

8.Sistim imun yang terganggu


memudahkan untuk terinfeksi.

9.Kerusakan integritas kulit


merupakan hilangnya barrier
pertama tubuh

4. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis


hipertensi.

Tujuan : Klien tidak mengalami perubahan perfusi jaringan.

Rencana Rasional
1. Pantau tanda dan gejala krisis 1. Krisis hipertensi
hipertensi (Hipertensi, takikardi, menyebabkan suplay darah ke
bradikardi, kacau mental, organ tubuh berkurang.
penurunan tingkat kesadaran,
2. Tekanan darah yang tinggi
sakit kepala, tinitus, mual,
menyebabkan suplay darah
muntuh, kejang dan disritmia).
berkurang.
2. Pantau tekanan darah tiap jam
3. Efektifitas obat anti hipertensi
dan kolaborasi bila ada
penting untuk menjaga
peningkatan TD sistole >160
adekuatnya perfusi jarringan.
dan diastole > 90 mm Hg
4. Posisi tidur yang rendah
3. Kaji keefektifan obat anti
menjaga suplay darah yang
hipertensi
cukup ke daerah cerebral
4. Pertahankan TT dalam posisi
rendah

5. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan


edema.

Tujuan : Klien tidak menunjukan adanya perubahan integritas kulit selama


menjalani perawatan.

Rencana Rasional

1. Kaji kulit dari kemerahan, 1. Mengantisipasi adanya kerusakan


kerusakan, memar, turgor dan kulit sehingga dapat diberikan
suhu. penangan dini.

2. Jaga kulit tetap kering dan 2,3. Kulit yang kering dan bersih
bersih tidak mudah terjadi iritasi dan
3. Bersihkan & keringkan daerah
mengurangi media pertumbuhan
perineal setelah defikasi
kuman.
4. Rawat kulit dengan
menggunakan lotion untuk 4. Lotion dapat melenturkan kulit

mencegah kekeringan untuk sehingga tidak mudah pecah/rusak.

daerah pruritus.
5. Sabun yang keras dapat
5. Hindari penggunaan sabun menimbulkan kekeringan kulit dan
yang keras dan kasar pada kulit sabun yang kasar dapat menggores
klien kulit.

6. Instruksikan klien untuk 6. Menggaruk menimbulkan


tidak menggaruk daerah kerusakan kulit.
pruritus.
7,8.Ambulasi dan perubahan posisi
7. Anjurkan ambulasi semampu
meningkatkan sirkulasi dan
klien.
mencegah penekanan pada satu
8. Bantu klien untuk mengubah sisi.
posisi setiap 2 jam jika klien
9.Lipatan menimbulkan tekanan pada
tirah baring.
kulit.
9. Pertahankan linen bebas
lipatan 10. Sirkulasi yang terhambat
memudahkan terjadinya kerusakan
10. Beri pelindung pada tumit dan
kulit..
siku.
12. Elastisitas kulit daerah edema
11. Lepaskan pakaian, perhiasan
sangat kurang sehingga mudah rusak
yang dapat menyebabkan
sirkulasi terhambat. 13. Nutrisi yang adekuat
meningkatkan pertahanan kulit
12. Tangani area edema dengan
hati -hati.

13. Pertahankan nutrisi adekuat.

3.4ANALISA DATA

NO ETIOLOGI MASALAH
DX KEPERAWATAN

1 Infeksi streptokokus hemoliticus group A Intoleransi aktifitas b.d.


kekurangan protein dan
disfungsi ginjal

Migrasi sel radang ke glomerulus

Antigen-Antibody dalam dinding kapiler

Eposit, komplemen, ant trase, netrofit, netrofil


dan monosit
Fibrinogen dan plasma melalui dinding sel

Prolifirasi sel A fibrin yang terakumulasi dalam


kapsula bowmans

Proteinuria

Intoleransi aktivitas

2 Infeksi streptococcus hemoliticus group A Potensial kelebihan,


volume cairan
berhubungan dengan
Terbentuknya komplek antigen anti
retansi natrium dan air
body
serta disfungsi ginjal.

antigen melekat pada membran basalis


glomerulus

Merusak glomerulus

Gangguan filtrasi
albumin ikut dalam urine

albumin dalam darah turun

terjadi retensi natrium & cairan dalam


interstitiil

Edema

Resiko kelebihan, volume cairan berhubungan


dengan retansi natrium dan air serta disfungsi
ginjal.

3 Infeksi streptococcus Resiko


peradangan/infeksi
hemoliticus group A
berhubungan dengan

depresi system imun


Terjadi proses kompleks immune

Antigen melekat pada kapiler-kapiler glomerulus


Perusakan mekanis aktivasi system complement

Resiko peradangan/infeksi berhubungan dengan


depresi system imun

4 Infeksi/ Penyakit Potensial gangguan


perfusi jaringa b.d
(Streptococurs hemoliticus grup A)
hipertensi

Migrasi sel-sel radang ke dalam glomerular

Pembentukan kompleks antigen-antibodi


dalam dinding kapiler

Deposit, complement dan ant trass netrofit


netrofil dan monosit

Fibrinogen dan plasma protein lain bermigrasi


melalui dinding sel

Menurunnya perfusi kapiler glomerular,


manifestasi klinis meningkatnya BUN
dan Creatimin, Retensi cairan
Meningkatkan sekresi ADH dan Aldosteron

Hipertensi

Potensial gangguan perfusi jaringa b.d


hipertensi

5 Infeksi/ Penyakit Perubahan integritas


kulit berhubungan
(Streptococurs hemoliticus grup A)
dengan odema.

Migrasi sel-sel radang ke dalam glomerular

Pembentukan kompleks antigen-antibodi


dalam dinding kapiler

Deposit, complement dan ant trass netrofit


netrofil dan monosit

Fibrinogen dan plasma protein lain bermigrasi


melalui dinding sel manifestasi klinis Proteinuria

Prolifirasi sel A fibrin yang terakumulasi dalam


kapsula bowmans

BUN Menurunnya perfusi kapiler glomerular,


manifestasi klinis meningkatnya dan Creatimin,
Retensi cairan

Odema

Perubahan integritas kulit berhubungan dengan


odema.
6 Keadaan social ekonomi keluarga rendah Kurang pengetahuan
berhubungan dengan
kurang informasi
tentang proses

Lingk. Tempat tinggal yang tidak sehat penyakit.

Terjadi Infeksi streptococcus

hemoliticus group A

Kurang pengetahuan berhubungan dengan


kurang informasi tentang proses penyakit.

odema

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


odema.

3.5IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi dengan memegang
prinsip sebagai berikut :

1). Mempertahankan toleransi anak terhadap aktivitas sehari-hari.

2). Mempertahankan cairan tubuh dalam batas normal.

3). Mencegah terjadinya infeksi.

4). Meningkatkan pengetahuan orang tua terhadap penyakit anaknya.

5). Memenuhi kebutuhan nutrisi klien adekuat.

3.6EVALUASI

Dari setiap tindakan yang dilakukan secara paripurna untuk mengatasi masalah
keperawatan akan didapatkan hasil sebagai berikut :

1). Tujuan tercapai / masalah teratasi.

2). Tujuan tercapai sebagian, Intervensi dilanjutkan.

3). Tujuan belum tercapai / masalah belum teratasidilakukan reasesmen.

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral.
Glomerulonefritis akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun
meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang, perbandingan
penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.

GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi 2. Tidak semua infeksi streptokokus
akan menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului
oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman
streptokokus beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Dari tipe tersebut
diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen dibanding yang lain. Mengapa tipe
tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui.

Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa


lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang
paling sering ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi.

Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk


meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada ginjal,
meningkatkan fungsi ginjal.

Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan


glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring
selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung
danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada
glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.

Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang


dewasa tidak begitu baik.
DAFTAR PUSTAKA

7 Price, Sylvia A, 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


Edisi 4. Jakarta: EGC.
8 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Glomerulonefritis Akut.
Jakarta: Infomedika.

9 Editor: Wahab, A. Samik. 2000. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus


Edisi 15, Vol 3, 1813-1814. Jakarta: EGC

10 http://www/.5mcc.com/Assets/SUMMARY/TP0373. html. Accessed


http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g
lomerunopritis+salt+dialysis. 16 juni 2012.

11 Markum, M.S, Wiguno P., Siregar P. 1990. Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit


Dalam I, 274-281.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

12 Novita L. 2009. Glomerulonefritis Akut (GNA) dan gagal Ginjal Akut (GGA).
Pekanbaru, Riau: Faculty of Medicine-University of Riau.

13 http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_Klarifika
siHistopatologik.html. Accessed 16 juni 2012.

14 http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAna
k.html. Access 16 juni 2012.

15 http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html .
http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG . Accessed 16 juni,
2012
16 Rasyid H., Wahyuni S. Immunomechanisms Of Glomerulonephritis. The
Indonesian Journal of Medical Science 2009; Vol 1 (5): 289-297.

17 Ni Made Renny A Rena, Suwitra K. Seorang Penderita Sindrom Nefritik Akut


Pasca Infeksi Streptokokus. Jurnal Penyakit Dalam 2010; Vol 10 (3): 201-207.

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

S-ar putea să vă placă și