Sunteți pe pagina 1din 14

A.

Pengertian
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan
pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat
mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan
plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi. Fraktur
adalah teputusnya jaringan tulang-tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda
paksa.
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)
Fraktur femur yaitu terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadi pada tulang femur.
B. Etiologi
Menurut Oswari E (1993)
a. Kekerasan langsung
Terkena pada bagian langsung trauma
b. Kekerasan tidak langsung
Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Menurut Barbara C Long (1996)
a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b. Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
c. Patah karena letih
C. Patofisiologi
Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis
Setelah fraktur dapat terjadi kerusakan pada sumsum tulang, endosteum dan
jaringan otot. Pada fraktur cruris dan femur dextra upaya penanganan dilakukan
tindakan operasi dengan menggunakan internal fiksasi. Pada kasus ini, hal pertama
yang dapat dilakukan adalah dengan incisi. Dengan incisi maka akan terjadi kerusakan
pada jaringan lunak dan saraf sensoris. Apabila pembuluh darah terpotong dan rusak
maka cairan dalam sel akan menuju jaringan dan menyebabkan oedema.
Oedema ini akan menekan saraf sensoris sehingga akan menimbulkan nyeri
pada sekitar luka incisi. Bila terasa nyeri biasanya pasien cenderung untuk malas
bergerak. Hal ini akan menimbulkan perlengketan jaringan otot sehingga terjadi fibrotik
dan menyebabkan penurunan lingkup gerak sendi (LGS) yang dekat dengan
perpatahan dan potensial terjadi penurunan nilai kekuatan otot.
Waktu penyembuhan pada fraktur sangat bervariasi antara individu satu dengan
individu lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain :
usia pasien, jenis fraktur, banyaknya displacement, lokasi fraktur, pasokan darah pada
fraktur dan kondisi medis yang menyertai (Garrison, 1996). Dan yang paling penting
adalah stabilitas fragmen pada tulang yang mengalami perpatahan. Apabila stabilitas
antar fragmen baik maka penyembuhan akan sesuai dengan target waktu yang
dibutuhkan atau diperlukan.
Secara fisiologis, tulang mempunyai kemampuan untuk menyambung kembali
setelah terjadi perpatahan pada tulang. Pada fraktur, proses penyambungan tulang
dibagi dalam 5 tahap yaitu
1. Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam
fraktur (Apley, 1995). Hal ini mengakibatkan gangguan aliran darah pada
tulang yang berdekatan dengan fraktur dan mematikannya (Maurice King,
2001).
2. Proliferasi
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel
di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus.
Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang
halus berkembang ke dalam daerah itu (Apley, 1995).
3. Pembentukan callus
Selama beberapa minggu berikutnya, periosteum dan endosteum
menghasilkan callus yang penuh dengan sel kumparan yang aktif. Dengan
pergerakan yang lembut dapat merangsang pembentukan callus pada fraktur
tersebut (Maurice King, 2001).
4. Konsolidasi
Selama stadium ini tulang mengalami penyembuhan terus-menerus.
Fragmen yang patah tetap dipertahankan oleh callus sedangkan tulang mati
pada ujung dari masing-masing fragmen dihilangkan secara perlahan, dan
ujungnya mendapat lebih banyak callus yang akhirnya menjadi tulang padat
(Maurice King, 2001). Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang
normal (Apley, 1995).
5. Remodelling
Tulang yang baru terbentuk, dibentuk kembali sehingga mirip dengan struktur
normal (Appley, 1995). Semakin sering pasien menggunakan anggota
geraknya, semakin kuat tulang baru tersebut (Maurice King, 2001).
Perubahan patologi setelah dilakukan operasi adalah :
1. Oedema
Oedema dapat terjadi karena adanya kerusakan pada pembuluh darah akibat
dari incisi, sehingga cairan yang melewati membran tidak lancar dan tidak
dapat tersaring lalu terjadi akumulasi cairan sehingga timbul bengkak.
2. Nyeri
Nyeri dapat terjadi karena adanya rangsangan nociceptor akibat incisi dan
adanya oedema pada sekitar fraktur.
3. Keterbatasan LGS
Permasalahan ini timbul karena adanya rasa nyeri, oedema, kelemahan pada
otot sehingga pasien tidak ingin bergerak dan beraktivitas. Keadaan ini dapat
menyebabkan perlengketan jaringan dan keterbatasan lingkup gerak sendi
(Apley, 1995).
4. Potensial terjadi penurunan kekuatan otot
Pada kasus ini potensial terjadi penurunan kekuatan otot karena adanya nyeri
dan oedema sehingga pasien enggak menggerakkan dengan kuat. Tetapi jika
dibiarkan terlalu lama maka penurunan kekuatan otot ini akan benar-benar
terjadi
D. Tanda dan Gejala
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema.
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi ototang melekat di atas
dan di bawah tempat fraktur.
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
F. Komplikasi
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incisi relatif kecil dan fiksasi
cenderung aman. Komplikasi akan terjadi bila ada penyakit penyerta dan gangguan
pada proses penyambungan tulang.
G. Penatalaksanaan
Prinsip dari penanganan adalah :
1. Mobilisasi berupa latihan-latihan seluruh sistem gerak untuk mengembalikan
fungsi anggota badan seperti sebelum patah.
a. Static contraction
Static contraction merupakan kontraksi otot secara isometrik untuk
mempertahankan kestabilan tanpa disertai gerakan (Priatna, 1985). Dengan
gerakan ini maka akan merangsang otot-otot untuk melakukan pumping
action sehingga aliran darah balik vena akan lebih cepat. Apabila sistem
peredaran darah baik maka oedema dan nyeri dapat berkurang.
b. Latihan pasif
Merupakan gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan dari luar
sedangkan otot penderita rileks (Priatna, 1985). Disini gerakan pasif
dilakukan dengan bantuan terapis.
c. Latihan aktif
Latihan aktif merupakan gerakan murni yang dilakukan oleh otot-otot
anggota tubuh pasien itu sendiri. Tujuan latihan aktifmeningkatkan kekuatan
otot (Kisner, 1996). Gerak aktif tersebut akan meningkatkan tonus otot
sehingga pengiriman oksigen dan nutrisi makanan akan diedarkan oleh
darah. Dengan adanya oksigen dan nutrisi dalam darah, maka kebutuhan
regenerasi pada tempat yang mengalami perpatahan akan terpenuhi dengan
baik dan dapat mencegah adanya fibrotik.
d. Latihan jalan
Salah satu kemampuan fungsional yang sangat penting adalah berjalan.
Latihan jalan dilakukan apabila pasien telah mampu untuk berdiri dan
keseimbangan sudah baik. Latihan ini dilakukan secara bertahap dan bila
perlu dapat menggunakan walker. Selain itu dapat menggunakan kruk
tergantung dari kemampuan pasien. Pada waktu pertama kali latihan
biasanya menggunakan teknik non weight bearing ( NWB ) atau tanpa
menumpu berat badan. Bila keseimbangan sudah bagus dapat ditingkatkan
secara bertahap menggunakan partial weight bearing ( PWB ) dan full weight
bearing ( FWB ). Tujuan latihan ini agar pasien dapat melakukan ambulasi
secara mandiri walaupun masih dengan alat bantu.
2. Mencegah infeksi pada daerah luka jahitan.
H. Proses Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a) Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien:
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
(b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus ini adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.(Ignatavicius, Donna D, 1995)
(c) Riwayat Penyakit Sekarang
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui
luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(d) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan: Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti:
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kaki
3. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral.
b) Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.(Ignatavicius, Donna
D, 1995)
4. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk
menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi
dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah
keperawatan yang timbul.
5. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun
potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung
jawabnya.
Diagnose yang sering meuncul pada pasien dengan post Remove ORIF femur
dan ceuris antara lain:
a. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,pembengkakan, prosedur
bedah,immobilisasi.
b. Nyeri akut b/d trauma jaringan syaraf
c. Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. mual, muntah
e. Resti infeksi b.d. imflamasi bakteri ke daerah luka
6. Perencanaan
a. Nyeri akut b/d agen injuri biologis
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam klien mampu mengontrol
nyeri, dengan kriteria hasil :
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
Mengikuti program pengobatan yang diberikan
Menunjukan penggunaan tehnik relaksasi
Intervansi :
1) Kaji tipe atau lukasi nyeri. Perhatikan intensitas pada skala 0-10. Perhatikan
respon terhadap obat.
Rasional : Menguatkan indikasi ketidaknyamanan, terjadinya komplikasi dan
evaluasi keevektivan intervensi.
2) Motivasi penggunaan tehnik menejemen stres, contoh napas dalam dan
visualisasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memvokuskan kembali perhatian, dan
dapat meningkatkan kemampuan koping, menghilangkan nyeri.
3) Kolaborasi pemberian obat analgesic
Rasional : mungkin dibutuhkan untuk penghilangan nyeri/ketidaknyamanan.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,pembengkakan, prosedur bedah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam klien mampu :
Klien berpartisipasi dalam mobilitas fisik
Klien mampu melakukan Range Of Motion (ROM)
Klien mampu mobilisasi dengan menggunakan alat bantu
Intervensi :
1) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik.
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri klien dalam menjalankan rencana
tindakan yang akan diintruksikan perawat
2) Instruksikan pasien untuk latihan rentang gerak pada ekstremitas.
Rasional : memperlancar peredaran darah pada bagian ektrimitas klien
3) Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat.Instruksikan
keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.
Rasional : melatih kemandirian klien
4) Awasi TD saat beraktivitas.
Rasional : mengetahui keadaan umum klien
c. Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam nutrisi pasien terpenuhi
dengan KH:
Makanan masuk
BB pasien naik
Mual, muntah hilang
Intervensi:
1) Berikan makan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional: memberikan asupan nutrisi yang cukup bagi pasien
2) Sajikan menu yang menarik
Rasional: Menghindari kebosanan pasien, untuh menambah ketertarikan
dalam mencoba makan yang disajikan
3) Pantau pemasukan makanan
Rasional: Mengawasi kebutuhan asupan nutrisi pada pasien
4) Kolaborasi pemberian suplemen penambah nafsu makan
Rasional: kerjasama dalam pengawasan kebutuhan nutrisi pasien selama
dirawat di rumah sakit.
d. Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, klien memiliki rentang
respon adaptif, dengan kriteria hasil :
Tampak relaks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani.
Mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
Menunjukkan rentang perasaan yang tepat.
Intervensi :
1) Dorong ekspresi ketakutan/marah
Rasional : Mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.
2) Akui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah
Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien melalui
penilaian awal juga selama pemulihan
3) Berikan informasi akurat tentang perkembangan kesehatan.
Rasional : Memberikan informasi yang jujur tentang apa yang diharapkan
membantu klien/orang terdekat menerima situasi lebih evektif.
4) Dorong penggunaan menejemen stres, contoh : napas dalam, bimbingan
imajinasi, visualisasi.
Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan
relaksasi, dan meningkatkan penigkatan kemampuan koping.
e. Risiko infeksi berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat prosedur
pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam resiko infeksi
berkurang ditandai dengan :
Luka bersih
Tidak ada pus atau nanah
Luka kering
Intervensi
a) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
Rasional : teknik aseptic dapat mengurangi bakteri pathogen oada daerah
luka.
b) Inspeksi luka,perhatikan karakteristik drainase.
Rasional : untuk mengobservasi keadaan luka, sehinggga dapat menentukan
tindakan selanjutnya.
c) Awasi tanda-tanda vital.
Rasional : tanda-tanda vital untuk mengetahui keadaan umum klien
d) Kalaborasi Pemberian antibiotik.
Rasional : antibiotic dapat membunuh bakteri yang dapat menyebabkan
infeksi.
f. Kerusakan Integritas Kulit Atau Jaringan Berhubungan dengan pelepasan Pen,
Kawat, Sekrup
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai dengan Kriteria Hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah
dalam melakukan tindakan yang tepat.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasioal: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
intervensi.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya
proses peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering
dan steril, gunakan plester kertas.
Rasioanl: tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan
mencegah terjadinya infeksi.
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
Rasioanal: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar
luas pada area kulit normal lainnya.
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasioanal: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi
parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional: antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen
pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

7. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang
optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam
melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara
khusus pada klien post op remove ORIF femur dan cruris. Pada pelaksanaan ini
perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai
oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama
dengan profesi/ disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan
kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat
berdasarkan atas pesan orang lain.
8. Evaluasi
a. Nyeri klien berkurang dengan skala 1-2
b. Nutrisi klien terpenuhi
c. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
d. Klien tidak merasa cemas
e. Tidak terjadi infeksi
f. Klien dapat mobil menggunakan alat bantu

S-ar putea să vă placă și