Sunteți pe pagina 1din 23

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

DENGAN MASALAH KESEHATAN POPULASI (PENYAKIT INFEKSI)


DIABETES MELITUS

LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Pengertian
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa darah dalam darah atau hiperglikemia (Brunner &
Suddarth, 2001).
DM tipe 2 dikarakteristikan dengan hiperglikemia, resistensi insulin dan
kerusakan relative sekresi insulin (Soegondo, Seobondo dan subekti, 2009
dalam Damayanti 2015). DM merupakan penyakit kronik progresif yang
dikarakteristikan dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta terjadinya hiperglikemia
(kadar gula darah yang tinggi dalam darah) (Black & Hawk, 2009 dalam
damayanti 2015).
2.2 Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes mielitus dan ganggguan toleransi glukosa menurut WHO


1985 :

A. Clinical Classes
a. DM
1. IDDM ( DM Type 1 ).
2. NIDDM ( DM Type 2 ).
3. Questionable DM , bila meragukan type 1 atau type 2.
4. MRDM
a) Fibrocalcolous Pancreatic DM ( FDPD ).
b) Proten Deficient Pancreatic DM ( PDPD ).
c) DM type lain dengan keadaan dan gejala yang tertentu.
5. Impaired Glucosa Tolerance ( GTG ).
6. Gestasional Diabetes Mielitus.

B. Statistical Risk Classes.


1. Kedua orang tuanya pernah menderita DM.
2. Pernah menderita GTG kemudian normal kembali.
3. Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kilogram.

2.3 Etiologi

DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat


menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang
peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai
kemungkinan etiologi DM yaitu :

a. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan
sel beta melepas insulin.
b. Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen
yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan
gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
c. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas
yang disertai pembentukan sel sel antibodi antipankreatik dan
mengakibatkan kerusakan sel sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan
kepekaan sel beta oleh virus.
d. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada
membran sel yang responsir terhadap insulin.
2.4 Patofisiologi

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah


satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:

1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan


naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan


kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi
glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena
tubulus tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri
disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran


basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya
gangren.
2.5 Tanda dan gejala

Gejala yang sering muncul pada DM, yaitu :

a. Poliuria (banyak dan sering kencing)


b. Polipagia (banyak makan)
c. Polidipsi (banyak minum)

Kemudian diringi dengan keluhan-keluhan :

a. Kelemahan tubuh, lesu, tidak bertenaga.


b. Berat badan menurun
c. Rasa kesemutan, karena iritasi (perangsangan) pada serabut-serabut saraf
d. Kelainan kulit, gatal-gatal, bisul-bisul
e. Infeksi saluran kencing
f. Kelainan ginjal kalogi: keputihan
g. Infeksi yang sukar sembuh

Pada pemeriksaan laboratorium:

a. Kadar gula darah meningkat


b. Peningkatan plasma proinsulin dan plasma C polipeptida
c. Glukosuria

2.6 Test diagnosa


a. Test Glukosa darah
b. Gula dalam urine
c. Glukosa toleran test
d. Plasma proinsulin

2.7 Pengobatan
a. Diet rendah kalori
b. Exercise untuk meningkatkan jumlah dan fungsi reseptor site
c. Insulin diberikan bila dengan oral tidak efektif
d. Khusus untuk ganggren :
e. Ringan atau lokasi bukan daerah ekstremitas dilakukan nekrotomi luas di OK
f. Berat dan lokasinya pada ektremitas pertimbangan amputasi
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Skenario kasus

Di Kec. Tanralili Maros RT 9 RW 5 terdapat penduduk yang menderita


diabetes melitus berjumlah 250 orang, 60 % wanita yaitu sebanyak 140 orang dan
40 % laki-laki sebanyak 110 orang. Dari jumlah penduduk yang menderita
diabetes melitus tersebut, sebanyak 75 orang (35 %) usia dewasa dan 50% usia
lansia sebanyak 125 orang, serta 15% ibu hamil sebanyak 50 orang. Dari data
tersebut diketahui Diabetes Melitus dengan tipe IDDM 13% sebanyak 30 orang,
NIDDM 87% sebanyak 220 orang, dan DM dengan gangren 25% sebanyak 50
orang. Dari penduduk yang menderita DM sangat sedikit sekali penderita DM
yang rutin memeriksakan kadar gula darahnya.

3.1 Pengkajian

Pengkajian menggunakan pendekatan community as partner meliputi : data inti


dan data sub sistem.

3.2.1 Data Inti Komunitas Meliputi ;


A. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas
o Lokasi :
Propinsi daerah tingkat 1 : Sulawesi Selatan
Kabupaten/ kotamadya : Maros
Kecamatan : Tanralili
RW : 09
RT : 05
Luas wilayah : 10.000 m2
Batas wilayah/wilayah
Utara : Ke. moncongloe
Selatan : RT 06 /RW 04
Barat : RT 07
Timur : RT 18/ RW 03
Keadaan tanah menurut pemanfaatannya
Pemukiman : 7510 m2
B. Data demografi sebaran penyakit

1. Jumlah penderita hipertensi : 150 orang


2. Jumlah penderita TB Paru : 55 orang
3. Jumlah penderita asma : 28 orang
4. Jumlah penderita DM : 250 orang

o Berdasarkan jenis kelamin

Laki-laki : 110 orang (40 %)


Perempuan : 140 orang (60 %)

o Berdasarkan kelompok penderita DM

Anak-anak :-
Remaja :-
Dewasa : 75 orang (50 %)
Lansia : 125 orang (30 %)
Ibu hamil : 50 orang (20%)

o Berdasarkan agama

Islam : 230 orang (88 %)


Kristen : 15 orang (9 %)
Hindu : 5 orang (3 %)
Budha :-
Katolik :-

o Berdasarakan suku bangsa


Bugis : 162 orang (77%)
Makassar : 78 orang (23%)
o Jumlah penderita DM gangren : 90 orang
o Suku bangsa

Jawa : 210 orang (70%)


Madura : 75 orang (25%)
Sunda : 9 orang (3%)
WNI keturunan : 6 orang (2%)

o Status perkawinan
Kawin : 154 orang (65%)
Tidak kawin : 56 orang (20%)
Duda : 15 orang (10%)
Janda : 25 orang (5%)
3.2.2 Data Sub Sistem
A. Data Lingkungan Fisik

a. Sumber air dan air minum

o Penyediaan Air bersih


PAM : 130 orang (60%)
Sumur : 120 orang (40%)
Sungai :-
o Penyediaan air minum
PAM : 130 orang (50%)
Sumur : 120 orang (30%)
Sungai :-
Lain-lain/air mineral :-
o Pengolahan air minum
Masak : 219 orang (81%)
Tidak dimasak : 31 orang (19 %)
b. Saluran pembuangan air/sampah

o Kebiasaan membuang sampah


Diangkut petugas : 30%
Dibuang sembarangan : 70%
o Pembuangan air limbah
Got/parit : 100%
Sungai :-
o Keadaan pembuangan air limbah
Baik/lancar : 25%
Kotor : 75%

c. Jamban

o Kepemilikan jamban
Memiliki jamban : 80%
Tidak memiliki jamban : 20%
o Macam jamban yang dimiliki
Septitank : 75%
Disungai : 25%
o Keadaan jamban
Bersih : 45%
Kotor : 55%

d. Keadaan rumah

o Tipe rumah
Tipe A/permanen : 225 orang (70%)
Tipe B/semipermanen : 75 orang (25%)
Tipe C/tidak permanen : 15 orang (5%)
o Status rumah
Milik rumah sendiri : 180 orang (60%)
Kontrak : 70 orang (40%)
o Lantai rumah
Tanah : .
Papan : .
Tegel/keramik : .
o Ventilasi
Ada : ..
Tidak ada : ..
o Luas kamar tidur
Memenuhi syarat : ..
Tidak memenuhi syarat : ..
o Penerangan rumah oleh matahari
Baik : ..
Cukup : ..

e. Halaman rumah

o Kepemilikan pekarangan
Memiliki : ..
Tidak memiliki : ..
o Pemanfaatan pekarangan
Ya : ..
Tidak : ..

B. Fasilitas Umum dan Kesehatan

a. Fasilitas umum
1. Sarana Kegiatan Kelompok

o Karang taruna :
o Pengajian : ..
o Ceramah agama :
o PKK :
2. Tempat perkumpulan umum

o Balai desa : ..
o Dukuh : ..
o RW : ..
o RT : . .
o Masjid/Mushola : ..

b. Fasilitas Kesehatan
1. Pemanfaatan fasilitas kesehatan

o Puskesmas :
o Rumah Sakit :
o Para Dokter Swasta :
o Praktek Kesehatan Lain :

2. Kebiasaan check up kesehatan

o Rutin tiap bulan : .


o Jarang : .

C. Ekonomi

a. Karekteristik Pekerjaan

o PNS/ABRI : .
o Pegawai swasta : .
o Wiraswasta : .
o Buruh tani/pabrik : .

b. Penghasilan Rata-Rata Perbulan

o < dari UMR : ..


o UMR 1.000.000,00 : .
o > dari UMR : .
c. Pengeluaran Rata-Rata Perbulan

o < dari UMR :


o UMR 1.000.000,00 :
o > dari UMR :

d. Kepemilikan usaha

o Toko : ..
o Warung makanan : ..
o UKM : .
o Tidak punya : ..

D. Keamanan dan Transportasi

a. Keamanan
1. Diet makan

o Kebiasaan makan makanan manis : 81% ( 210


org )
o Kebiasaan makan makanan berlemak : 29% ( 60
org )
o Lain-lain : 10% ( 30
org )

2. Kepatuhan terhadap diet

o Patuh : 25% ( 75 org )


o Kadang-kadang : 30% ( 90 org )
o Tidak patuh : 45% ( 135 org )

3. Kebiasaan berolah raga

o Sering : 15% ( 45 org )


o Kadang-kadang : 40% ( 120 org )
o Tidak pernah : 45% ( 135 org )

4. Kebiasaan sehari-hari

o Memakai alas kaki

Setiap saat : 30% ( 90 org )


Saat di luar rumah : 60% ( 180 org )
Jarang memakai : 10% ( 30 org )
5. Kebiasaan mencuci kaki sebelum tidur

o Sering : 10% ( 30 org )


o Kadang-kadang : 15% ( 40 org )
o Tidak pernah : 75% ( 225 org )

b. Transportasi
1. Fasilitas transportasi : Jalan Raya, Angkutan
Umum, Ambulans
2. Alat transportasi yang dimiliki

o Sepeda : orang (30%)


o Motor : 230 orang (40%)
o Mobil : 15 orang (2%)
o Lain-lain/ becak : 2 orang (28%)

3. Penggunaan Sarana Transportasi Oleh Masyarakat

o Angkutan umum : 45 orang (15%)


o Kendaraan pribadi : 245 orang (85%)
E. Politik dan pemerintahan

a. Struktur organisasi : ada

o Terdapat kepala desa dan perangkatnya


o Ada organisasi karang taruna

b. Kelompok layanan kepada masyarakat (pkk, karang taruna, panti,


posyandu)
c. Kebijakan pemerintah dalam pelayanan kesehatan : ada
yaitu puskesmas
d. Kebijakan pemerintah khusus untuk penyakit DM : belum
ada
e. Peran serta partai dalam pelayanan kesehatan : belum
ada

F. Sistem Komunikasi

a. Fasilitas komunikasi yang ada

o Radio : 5 orang (75 %)


o TV : 245 orang (55 %)
o Telepon/handphone : 220 orang (40 %)
o Majalah/koran : 25 orang (45%)

b. Fasilitas komunikasi yang menunjang untuk kelompok DM

o Poster tentang diet DM : ada


o Pamflet tentang penanganan DM : ada
o Leaflet tentang penanganan DM : ada
c. Kegiatan yang menunjang kegiatan DM

o Penyuluhan oleh kader dari masyarakat dan oleh petugas


kesehatan dari Puskesmas : ada tapi jarang

G. Pendidikan

a. Distribusi pendudukan berdasarkan tingkat pendidikan formal

o SD : 105 orang (45%)


o SLTP : 45 orang (30%)
o SLTA : 70 orang (20%)
o Perguruan tinggi : 30 orang (5%)

H. Rekreasi
o Tempat wisata yang biasanya dikunjungi Bantimurung
3.2 ANALISA DATA
No PENGELOMPOKKAN DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Ds : Pengetahuan Ketidakpatuhan terhadap

Dari hasil wawancara di dapat 45 yang kurang diet DM (diabetes


% warga yang tidak patuh mellitus) Di RT 9 RW 5
menjalankan diet
Kec. Tanralili
Do :

- data menyebutkan bahwa tingkat


pendidikan SD sebanyak 105
orang (45%)

- penyuluhan kader dari


masyarakat dan petugas kesehatan
dari puskesmas jarang ada

- kebiasaan masyarakat makan


makanan yang manis sebanyak 210
orang (70%)
2. Ds:
Faktor Ketidakpatuhan
Dari hasil wawancara didapat
ketidak patuhan masyarakat untuk penghasilan yang masyarakat/ penderita
melaksanakan check up kesehatan rendah DM melaksanakan check
sebanyak 210 orang (79 %)
up kesehatan Di RT 9
Do: RW 5 Kec. Tanralili
- sebanyak 210 orang jarang check
up/bulan

- lulusan SD sebanyak 105 orang

- lulusan SLTP sebanyak 45 orang

- penghasilan < UMR sebanyak


187 0rang

- penghasilan UMR-1.000.000
sebanyak 63 orang
- penghasilan > UMR 20 orang

3. Ds:

Dari hasil wawancara didapat Kurangnya Resiko peningkatan


jumlah penderita DM 250 orang pengetahuan penderita ganggren Di

Do: penderita DM RT 9 RW 5 Kec.


tenytang Tanralili
-jumlah penderita DM dengan
ganggren sebanyak 25 % (50 pencegahan
orang) terjadinya luka
- distribusi penderita DM ganggren
berdasarkan tingkat pendidikan
formal

SD :45% (105 orang)

SLTP :30% (45 orang)

SLTA :20% (60 orang)

Perguruan tinggi:5%(15 orang)

-sebanyak 210 orang (70%)


penderita DM tidak check up
secara rutin

- kebiasaan sehari hari penderita


DM yang setiap saat memakai alas
kaki sebanyak 180 orang
(60%),saat dilauar rumah 90 orang
(25 %) dan jarang memakai 30
orang (15%)
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakpatuhan terhadap diet Di RT 9 RW 5 Kec. Tanralili berhubungan
dengan Pengetahuan yang kurang ditandai dengan :
Ds :
Dari hasil wawancara di dapat tingkat pendidikan ada 45% warga yang tidak
patuh menjalankan diet
Do :
- data menyebutkan bahwa tingkat pendidikan SD sebanyak 105 orang
(45%)
- penyuluhan kader dari masyarakat dan petugas kesehatan dari
puskesmas jarang ada
- kebiasaan masyarakat makan makanan yang manis sebanyak 210 orang
(70%)

2) Ketidakpatuhan masyarakat/penderita DM melaksanakan check up


kesehatan di RT 9 RW 5 Kec. Tanralili berhubungan dengan faktor
penghasilan yang rendah ditandai dengan:
Ds:
Dari hasil wawancara didapat ketidak patuhan masyarakat untuk
melaksanakan check up kesehatan sebanyak 210 orang (70%)
Do:
- sebanyak 210 orang jarang check up/bulan
- lulusan SD sebanyak 105 orang
- lulusan SLTP sebanyak 90 orang
- penghasilan < UMR sebanyak 147 orang
- penghasilan UMR-1.000.000 sebanyak 63 orang
- penghasilan > UMR 40 orang

3) Resiko peningkatan penderita ganggren di RT 9 RW 5 Kec. Tanralili


berhubungan dengan kurangnya pengetahuan penderita DM tentang
pencegahan terjadinya luka ganggren di tandai dengan:
Ds:
Dari hasil wawancara didapat jumlah penderita DM 250 orang

Do:
- Jumlah penderita DM dengan ganggren sebanyak 25 % (50 orang)
- Distribusi penderita DM berdasarkan tingkat pendidikan formal
SD : 45% (105 orang)
SLTP : 30% (45 orang)
SLTA : 20% (90 orang)
Perguruan Tinggi :5%(15 orang)
- Sebanyak 210 orang (70%) penderita DM tidak check up secara rutin
- Kebiasaan sehari hari penderita DM yang setiap saat memakai alas
kaki saat dilauar rumah 90 orang dan jarang memakai 30 orang.

3.4 PRIORITAS MASALAH

3.5 INTERVENSI
A. Strategi intervensi dan pengorganisasian masyarakat
Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah
(1) kemitraan (partnership)
(2) pemberdayaan (empowerment)
(3) pendidikan kesehatan
(4) proses kelompok
(Hitchcock, Schubert, & Thomas; Helvie)
Strategi intervensi pendidikan kesehatan dalam pengelolaan diabetes secara mandiri
juga diuraikan pada bagian berikut:
Kemitraan
Kemitraan memiliki definisi hubungan atau kerja sama antara dua pihak atau lebih,
berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan atau memberikan
manfaat (Depkes RI). Perawat spesialis komunitas perlu membangun dukungan,
kolaborasi, dan koalisi sebagai suatu mekanisme peningkatan peran serta aktif
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi
implementasi PKP.
Anderson dan McFarlane dalam hal ini mengembangkan model keperawatan
komunitas yang memandang masyarakat sebagai mitra (community as partner
model). Fokus dalam model tersebut menggambarkan dua prinsip pendekatan
utama keperawatan komunitas, yaitu (1) lingkaran pengkajian masyarakat pada
puncak model yang menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku utama
pembangunan kesehatan, dan (2) proses keperawatan.
Kemitraan dalam PKP dapat dilakukan perawat komunitas melalui upaya
membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait
(Robinson, 2005) dalam upaya penanganan pada baik di level keluarga, kelompok,
maupun komunitas. Pihak-pihak tersebut adalah profesi kesehatan lainnya, stakes
holder (Puskesmas, Dinas Kesehatan Kota, Departemen Kesehatan, Departemen
Sosial, Pemerintah Kota), donatur/sponsor, sektor terkait, organisasi masyarakat
(TP-PKK, Lembaga Indonesia/LLI, Perkumpulan , atau Klub Jantung Sehat Yayasan
Jantung Indonesia), dan tokoh masyarakat setempat.

Pemberdayaan
Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian
kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif kepada
masyarakat, antara lain: adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan
kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru (Hitchcock, Scubert, &
Thomas, 1999). Pemberdayaan, kemitraan dan partisipasi memiliki inter-relasi yang
kuat dan mendasar. Perawat spesialis komunitas ketika menjalin suatu kemitraan
dengan masyarakat maka dirinya juga harus memberikan dorongan kepada
masyarakat. Kemitraan yang dijalin memiliki prinsip bekerja bersama dengan
masyarakat bukan bekerja untuk masyarakat, oleh karena itu perawat spesialis
komunitas perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat
agar muncul partisipasi aktif masyarakat (Yoo et. al, 2004). Membangun kesehatan
masyarakat tidak terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas,
kepemimpinan dan partisipasi masyarakat (Nies & McEwan, 2001).
Kemandirian agregat dalam PKP berkembang melalui proses pemberdayaan.
Tahapan pemberdayaan yang dapat dilalui oleh agregat (Sulistiyani, 2004), yaitu:
a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli
sehingga merasa membutuhkan kemampuan dalam mengelola secara mandiri.
Dalam tahap ini, perawat komunitas berusaha mengkondisikan lingkungan yang
kondusif bagi efektifitas proses pemberdayaan agregat .
b. Tahap transformasi kemampuan berupa pengetahuan dan ketrampilan dalam
pengelolaan secara mandiri agar dapat mengambil peran aktif dalam lingkungannya.
Pada tahap ini agregat memerlukan pendampingan perawat komunitas.
c. Tahap peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sehingga terbentuk inisiatif dan
kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian mengelola. Pada tahap
ini dapat melakukan apa yang diajarkan secara mandiri.

Pendidikan.Kesehatan
Strategi utama upaya prevensi terhadap kejadian adalah dilakukannya kegiatan
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan mengurangi disabilitas serta mengaktualisasikan potensi kesehatan
yang dimiliki oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Swanson & Nies,
192011). Pendidikan kesehatan dapat dikatakan efektif apabila dapat menghasilkan
perubahan pengetahuan, menyempurnakan sikap, meningkatkan ketrampilan, dan
bahkan mempengaruhi perubahan di dalam perilaku atau gaya hidup individu,
keluarga, dan kelompok (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002).

Proses.Kelompok
Proses kelompok merupakan salah satu strategi intervensi keperawatan yang
dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui pembentukan sebuah
kelompok atau kelompok swabantu (self-help group). Intervensi keperawatan di
dalam tatanan komunitas menjadi lebih efektif dan mempunyai kekuatan untuk
melaksanakan perubahan pada individu, keluarga dan komunitas apabila perawat
komunitas bekerja bersama dengan masyarakat. Berbagai kelompok di masyarakat
dapat dikembangkan sesuai dengan inisiatif dan kebutuhan masyarakat setempat,
misalnya Posbindu, Bina Keluarga , atau Karang . Kegiatan pada kelompok ini
disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai oleh agar dapat
mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif selama
mungkin (Depkes RI, 1992).

S-ar putea să vă placă și