Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Pengertian
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa darah dalam darah atau hiperglikemia (Brunner &
Suddarth, 2001).
DM tipe 2 dikarakteristikan dengan hiperglikemia, resistensi insulin dan
kerusakan relative sekresi insulin (Soegondo, Seobondo dan subekti, 2009
dalam Damayanti 2015). DM merupakan penyakit kronik progresif yang
dikarakteristikan dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta terjadinya hiperglikemia
(kadar gula darah yang tinggi dalam darah) (Black & Hawk, 2009 dalam
damayanti 2015).
2.2 Klasifikasi
A. Clinical Classes
a. DM
1. IDDM ( DM Type 1 ).
2. NIDDM ( DM Type 2 ).
3. Questionable DM , bila meragukan type 1 atau type 2.
4. MRDM
a) Fibrocalcolous Pancreatic DM ( FDPD ).
b) Proten Deficient Pancreatic DM ( PDPD ).
c) DM type lain dengan keadaan dan gejala yang tertentu.
5. Impaired Glucosa Tolerance ( GTG ).
6. Gestasional Diabetes Mielitus.
2.3 Etiologi
a. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan
sel beta melepas insulin.
b. Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen
yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan
gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
c. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas
yang disertai pembentukan sel sel antibodi antipankreatik dan
mengakibatkan kerusakan sel sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan
kepekaan sel beta oleh virus.
d. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada
membran sel yang responsir terhadap insulin.
2.4 Patofisiologi
2.7 Pengobatan
a. Diet rendah kalori
b. Exercise untuk meningkatkan jumlah dan fungsi reseptor site
c. Insulin diberikan bila dengan oral tidak efektif
d. Khusus untuk ganggren :
e. Ringan atau lokasi bukan daerah ekstremitas dilakukan nekrotomi luas di OK
f. Berat dan lokasinya pada ektremitas pertimbangan amputasi
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Skenario kasus
3.1 Pengkajian
Anak-anak :-
Remaja :-
Dewasa : 75 orang (50 %)
Lansia : 125 orang (30 %)
Ibu hamil : 50 orang (20%)
o Berdasarkan agama
o Status perkawinan
Kawin : 154 orang (65%)
Tidak kawin : 56 orang (20%)
Duda : 15 orang (10%)
Janda : 25 orang (5%)
3.2.2 Data Sub Sistem
A. Data Lingkungan Fisik
c. Jamban
o Kepemilikan jamban
Memiliki jamban : 80%
Tidak memiliki jamban : 20%
o Macam jamban yang dimiliki
Septitank : 75%
Disungai : 25%
o Keadaan jamban
Bersih : 45%
Kotor : 55%
d. Keadaan rumah
o Tipe rumah
Tipe A/permanen : 225 orang (70%)
Tipe B/semipermanen : 75 orang (25%)
Tipe C/tidak permanen : 15 orang (5%)
o Status rumah
Milik rumah sendiri : 180 orang (60%)
Kontrak : 70 orang (40%)
o Lantai rumah
Tanah : .
Papan : .
Tegel/keramik : .
o Ventilasi
Ada : ..
Tidak ada : ..
o Luas kamar tidur
Memenuhi syarat : ..
Tidak memenuhi syarat : ..
o Penerangan rumah oleh matahari
Baik : ..
Cukup : ..
e. Halaman rumah
o Kepemilikan pekarangan
Memiliki : ..
Tidak memiliki : ..
o Pemanfaatan pekarangan
Ya : ..
Tidak : ..
a. Fasilitas umum
1. Sarana Kegiatan Kelompok
o Karang taruna :
o Pengajian : ..
o Ceramah agama :
o PKK :
2. Tempat perkumpulan umum
o Balai desa : ..
o Dukuh : ..
o RW : ..
o RT : . .
o Masjid/Mushola : ..
b. Fasilitas Kesehatan
1. Pemanfaatan fasilitas kesehatan
o Puskesmas :
o Rumah Sakit :
o Para Dokter Swasta :
o Praktek Kesehatan Lain :
C. Ekonomi
a. Karekteristik Pekerjaan
o PNS/ABRI : .
o Pegawai swasta : .
o Wiraswasta : .
o Buruh tani/pabrik : .
d. Kepemilikan usaha
o Toko : ..
o Warung makanan : ..
o UKM : .
o Tidak punya : ..
a. Keamanan
1. Diet makan
4. Kebiasaan sehari-hari
b. Transportasi
1. Fasilitas transportasi : Jalan Raya, Angkutan
Umum, Ambulans
2. Alat transportasi yang dimiliki
F. Sistem Komunikasi
G. Pendidikan
H. Rekreasi
o Tempat wisata yang biasanya dikunjungi Bantimurung
3.2 ANALISA DATA
No PENGELOMPOKKAN DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Ds : Pengetahuan Ketidakpatuhan terhadap
- penghasilan UMR-1.000.000
sebanyak 63 orang
- penghasilan > UMR 20 orang
3. Ds:
Do:
- Jumlah penderita DM dengan ganggren sebanyak 25 % (50 orang)
- Distribusi penderita DM berdasarkan tingkat pendidikan formal
SD : 45% (105 orang)
SLTP : 30% (45 orang)
SLTA : 20% (90 orang)
Perguruan Tinggi :5%(15 orang)
- Sebanyak 210 orang (70%) penderita DM tidak check up secara rutin
- Kebiasaan sehari hari penderita DM yang setiap saat memakai alas
kaki saat dilauar rumah 90 orang dan jarang memakai 30 orang.
3.5 INTERVENSI
A. Strategi intervensi dan pengorganisasian masyarakat
Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah
(1) kemitraan (partnership)
(2) pemberdayaan (empowerment)
(3) pendidikan kesehatan
(4) proses kelompok
(Hitchcock, Schubert, & Thomas; Helvie)
Strategi intervensi pendidikan kesehatan dalam pengelolaan diabetes secara mandiri
juga diuraikan pada bagian berikut:
Kemitraan
Kemitraan memiliki definisi hubungan atau kerja sama antara dua pihak atau lebih,
berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan atau memberikan
manfaat (Depkes RI). Perawat spesialis komunitas perlu membangun dukungan,
kolaborasi, dan koalisi sebagai suatu mekanisme peningkatan peran serta aktif
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi
implementasi PKP.
Anderson dan McFarlane dalam hal ini mengembangkan model keperawatan
komunitas yang memandang masyarakat sebagai mitra (community as partner
model). Fokus dalam model tersebut menggambarkan dua prinsip pendekatan
utama keperawatan komunitas, yaitu (1) lingkaran pengkajian masyarakat pada
puncak model yang menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku utama
pembangunan kesehatan, dan (2) proses keperawatan.
Kemitraan dalam PKP dapat dilakukan perawat komunitas melalui upaya
membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait
(Robinson, 2005) dalam upaya penanganan pada baik di level keluarga, kelompok,
maupun komunitas. Pihak-pihak tersebut adalah profesi kesehatan lainnya, stakes
holder (Puskesmas, Dinas Kesehatan Kota, Departemen Kesehatan, Departemen
Sosial, Pemerintah Kota), donatur/sponsor, sektor terkait, organisasi masyarakat
(TP-PKK, Lembaga Indonesia/LLI, Perkumpulan , atau Klub Jantung Sehat Yayasan
Jantung Indonesia), dan tokoh masyarakat setempat.
Pemberdayaan
Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian
kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif kepada
masyarakat, antara lain: adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan
kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru (Hitchcock, Scubert, &
Thomas, 1999). Pemberdayaan, kemitraan dan partisipasi memiliki inter-relasi yang
kuat dan mendasar. Perawat spesialis komunitas ketika menjalin suatu kemitraan
dengan masyarakat maka dirinya juga harus memberikan dorongan kepada
masyarakat. Kemitraan yang dijalin memiliki prinsip bekerja bersama dengan
masyarakat bukan bekerja untuk masyarakat, oleh karena itu perawat spesialis
komunitas perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat
agar muncul partisipasi aktif masyarakat (Yoo et. al, 2004). Membangun kesehatan
masyarakat tidak terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas,
kepemimpinan dan partisipasi masyarakat (Nies & McEwan, 2001).
Kemandirian agregat dalam PKP berkembang melalui proses pemberdayaan.
Tahapan pemberdayaan yang dapat dilalui oleh agregat (Sulistiyani, 2004), yaitu:
a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli
sehingga merasa membutuhkan kemampuan dalam mengelola secara mandiri.
Dalam tahap ini, perawat komunitas berusaha mengkondisikan lingkungan yang
kondusif bagi efektifitas proses pemberdayaan agregat .
b. Tahap transformasi kemampuan berupa pengetahuan dan ketrampilan dalam
pengelolaan secara mandiri agar dapat mengambil peran aktif dalam lingkungannya.
Pada tahap ini agregat memerlukan pendampingan perawat komunitas.
c. Tahap peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sehingga terbentuk inisiatif dan
kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian mengelola. Pada tahap
ini dapat melakukan apa yang diajarkan secara mandiri.
Pendidikan.Kesehatan
Strategi utama upaya prevensi terhadap kejadian adalah dilakukannya kegiatan
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan mengurangi disabilitas serta mengaktualisasikan potensi kesehatan
yang dimiliki oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Swanson & Nies,
192011). Pendidikan kesehatan dapat dikatakan efektif apabila dapat menghasilkan
perubahan pengetahuan, menyempurnakan sikap, meningkatkan ketrampilan, dan
bahkan mempengaruhi perubahan di dalam perilaku atau gaya hidup individu,
keluarga, dan kelompok (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002).
Proses.Kelompok
Proses kelompok merupakan salah satu strategi intervensi keperawatan yang
dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui pembentukan sebuah
kelompok atau kelompok swabantu (self-help group). Intervensi keperawatan di
dalam tatanan komunitas menjadi lebih efektif dan mempunyai kekuatan untuk
melaksanakan perubahan pada individu, keluarga dan komunitas apabila perawat
komunitas bekerja bersama dengan masyarakat. Berbagai kelompok di masyarakat
dapat dikembangkan sesuai dengan inisiatif dan kebutuhan masyarakat setempat,
misalnya Posbindu, Bina Keluarga , atau Karang . Kegiatan pada kelompok ini
disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai oleh agar dapat
mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif selama
mungkin (Depkes RI, 1992).