Sunteți pe pagina 1din 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan periode yang paling
kritis. Makadari itu diperlukan pemantauan pada bayi baru lahir. Tujuan pemantauan bayi baru lahir
adalah untuk mengetahui aktivitas bayi normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru
lahir yang memerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut petugas
kesehatan.

Dengan pemantauan neonatal dan bayi, kita dapat segera mengetahui masalah-masalah yang terjadi
pada bayi sedini mungkin. Contoh masalah pada bayi yang sering kita temui yaitu muntah dan gumoh.
Jika salah satu dari masalah tersebut tidak segera diatasi maka bisa menyebabkan masalah atau
komplikasi lainnya. Namun, tak semua masalah tersebut harus mendapat penanganan khusus karena
bisa membuat dampak negative pada pertumbuhan dan perkembangan bayi. Ada masalah yang
seharusnya dibiarkan saja karena masalah tersebut bisa menghilang dengan sendirinya.

Oleh karena dalam makalah ini akan membahas muntah pada bayi, serta penanganan yang sesuai agar
tidak menimbulkan dampak lainnya. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang
masalah pada bayi.

B. Rumusan Masalah

Makalah ini membahas mengenai patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan muntah pada bayi dan
anak

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari muntah dan gumoh pada bayi.


2. Untuk mengetahui penyebab dari muntah dan gumoh pada bayi.

3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari muntah pada bayi.

4. Untuk mengetahui cara menangani, muntah pada bayi.

5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan muntah pada bayi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar

1. Defenisi

Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai kontraksi lambung dan
abdomen. Pada anak biasanya sulit untuk mendiskripsikan mual, mereka lebih sering mengeluhkan sakit
perut atau keluhan umum lainnya.

Muntah merupakan suatu cara di mana traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dari isinya
ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang atau
bahkan sangat terangsang. Kejadian ini biasanya disertai dengan menurunnya tonus otot lambung,
kontraksi, sekresi, meningkatnya aliran darah ke mukosa intestinal, hipersalivasi, keringat dingin, detak
jantung meningkat dan perubahan irama pernafasan.

Refluks duodenogastrik dapat terjadi selama periode nausea yang disertai peristaltik retrograde dari
duodenum ke arah antrum lambung atau secara bersamaan terjadi kontraksi antrum dan duodenum.
Muntah timbul bila persarafan atau otak menerima satu atau lebih pencetus seperti keracunan
makanan, infeksi pada gastrointestinal, efek samping obat, atau perjalanan. Mual biasanya dapat timbul
sebelum muntah.

2. Etiologi

a. Usia 0 2 Bulan :

1) Kolitis Alergika
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya diikuti dengan diare,
perdarahan rektum, dan rewel

2) Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal

Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa intoleransi terhadap
makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.

3) Refluks Esofageal

Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat sering terjadi pada neonatus;
secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme.

4) Peningkatan tekanan intracranial

Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan shaken baby syndrome.

5) Malrotasi dengan volvulus

80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan disertai emesis biliaris.

6) Ileus mekonium

Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic fibrosis.

7) Necrotizing Enterocolitis

Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia saat lahir. Dapat disertai
dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan hematokezia.

8) Overfeeding
Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi dengan kelebihan berat
badan yang diberi air susu secara berlebihan.

9) Stenosis pylorus

Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita adalah 5:1 dan keadaan ini
sering terjadi pada anak laki-laki pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif akan semakin
memburuk, proyektil, dan emesis nonbiliaris.
b. Usia 2 bulan-5 tahun

1) Tumor otak

Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-muntah, ataksia, dan tanpa nyeri
perut

2) Ketoasidosis diabetikum

Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.

3) Korpus alienum

Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba atau air liur yang menetes.

4) Gastroenteritis
Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit, biasanya diikuti oleh diare
dan demam.

5) Intussusepsi
Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare atau demam
dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis.

6) Posttusive
Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang dipaksakan.

7) Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai riwayat infeksi traktus
urinarius sebelumnya.

3. Manifestasi Klinis

a. Mual

b. Muntah

c. Pusing

d. Lemah

e. Anorexia

f. Dehidrasi
4. Anatomi fisiologi

Lambung merupakan sebuah kantung muskuler yang berbentuk J yang

letaknya antara esophagus dan usus halus, bagian superior kiri rongga abdomen di bawah diafragma.
Lambung merupakan saluran yang dapat mengembang karena adanya gerakan peristaltik, tekanan
organ lain, tekanan organ lain dan postur tubuh.

Regia lambung terdiri dari :

a. Bagian jantung : area sekitar pertemuan esofagus dan lambung (gastroesofagus).

b. Fundus ventrikuli

Bagian ini menonjol ke atas, terletak di sebelah kiri osteum kardiakum dan biasanya berisi gas. Pada
batas dengan esophagus terdapat katup sfingter kardiak

c. Badan Lambung

Bagian yang berdilatasi dibawah fundus yang membentuk 2/3 bagian lambung.

d. Bagian pylorus

Bagian menyempit dibawah lambung dan membuka ke deodenum histologi dinding lambung

e. Kurvantura minor

Terletak di sebelah kanan lambung dan terbentang dari osteum kardiak sampai ke pylorus. Kurvantura
minor dihubungkan ke hepar oleh omentum minor. Suatu lipatan ganda dari peritoneum.

f. Oesteum kariakum

Merupakan tempat esophagus bagian abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium
pylorus yang tidak mempunyai sfincter khusus, hanya berbentuk cincin yang membuka dan menutup
osteum dengan kontraksi dan relaksasi. Osteum dapat tertutup oleh lipatan membran mukosa dan serta
otot pada dasar esophagus.

Fungsi lambung itu sendiri antara lain :

a. Penyimpanan makanan : kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan
dapat terakomodasi dibagian bawah saluran.
b. Produksi kimus : aktifitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen setengah
cair berkadar asam tinggi berasal dari bolus).

c. Digesti protein : lambung memulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida.

d. Produsi mukus : mukus dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier untuk melindungi lambung dari
aksi pencernaan dari sekresinya.

e. Produksi faktor intrinsik : glikoprotein yang diekresi oleh parietal dan vitamin.

5. Patofisiologi

Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan pengeluaran


toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah yang berasal dari,
gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju CVC kemudian dimulai
nausea, retching, ekpulsi isi lambung.

Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, yaitu :

chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area postrema pada
dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat
dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang
kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah terangsang melalui
vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui
darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat
anti emetik. Nervus vagus dan visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui
iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka
cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah.

6. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

b. Darah lengkap

c. Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi

d. Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan saluran
kemih atau adanya kelainan metabolik.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi keadaan hipovolemi
dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya
sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.

Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah dengan tidak
memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube yang dihubungkan dengan
intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.

Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :

a. Antagonis dopamine

Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena biasanya merupakan self
limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan,
muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal.

b. Antagonisme terhadap histamine (AH1)

Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan etanolamin. Golongan


etanolamin memiliki efek aAntiemetik paling kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini
bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya
oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.

c. Prokloperazin dan Klorpromerazin

Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh
rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk mengatasi
muntah akibat obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis

d. Antikolinergik

Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular atau stimulus
oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis
dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis

8. Komplikasi

a. Komplikasi metabolic

Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium, natrium. Dehidrasi
terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu
muntah.
b. Gagal Tumbuh Kembang

Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi sangat berkurang
dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh kembang.

c. Aspirasi Isi Lambung

Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan berulang menyebabkan
timbulnya infeksi saluran nafas berulang.

d. Mallory Weiss syndrome

Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung.

e. Peptik esofagitis

Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi mukosa esophagus oleh asam
lambung.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

a. Anamnesa

1) Sifat dan ciri muntah akan membantu mengetahui penyebab muntah. Muntah proyektil dapat
dikaitkan dengan adanya obstruksi gastrointestinal atau tekanan intrakranial yang meningkat. Muntah
persisten pada neonatus dapat dicurigai ke arah kelainan metabolik bawaan ditambah dengan adanya
riwayat kematian yang tidak jelas pada saudaranya dan multipel abortus spontan pada ibunya.

2) Bahan muntahan dalam bentuk apa yang dimakan menunjukkan bahwa makanan belum sampai di
lambung dan belum dicerna oleh asam lambung berarti penyebab muntahnya di esofagus.

Muntah yang mengandung gumpalan susu yang tidak berwarna coklat atau kehijauan
mencerminkan bahwa bahan muntahan berasal dari lambung.

Muntah yang berwarna kehijauan menunjukkan bahan muntahan berasal dari duodenum di mana
terjadi obstruksi di bawah ampula vateri.

Bahan muntahan berwarna merah atau kehitaman (coffee ground vomiting) menunjukkan adanya
lesi di mukosa lambung.

Muntah yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan robekan pada mukosa daerah sfingter bagian
bawah esofagus yang menyebabkan muntah berwarna merah kehitaman (Mallory Weiss syndrome).
3) Jenis dan jumlah makanan atau minuman sebelum muntah (ASI atau susu formula, makanan atau
minuman lainnya), kehilangan berat badan, miksi terakhir dan perubahan perilaku harus dicermati.

4) Apakah ada riwayat alergi atau intoleran makanan dan pengobatan sebelumnya, apakah anak
mengalami gejala lain seperti nyeri kepala, diare atau letargi.

5) Tanyakan kondisi medis anak sebelumnya, riwayat pembedahan, dan sumber air minum dan apakah
anak sebelumnya mengkonsumsi makanan yang mungkin telah tercemar.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-tanda dehidrasi yaitu ubun-ubun yang cekung, turgor kulit kembali lambat/sangat lambat,
mulut kering, air mata yang kering,berkurangnya frekuensi miksi (kurang dari satu popok basah dalam
enam jam pada bayi) atau anak dengan denyut jantung cepat (bervariasi, tergantung umur anak)
sehingga dapat dinilai derajat dehidrasi untuk penatalaksanaan selanjutnya.

2) Iritasi peritonium dicurigai pada anak yang menahan sakit dengan posisi memeluk lutut, perlu
diperiksa adanya distensi, darm countour dan darm steifung, peningkatan serta bising usus.

3) Teraba massa, organomegali, perut yang lunak atau tegang harus diperhatikan dan diperiksa dengan
seksama. Pada pilorus hipertrofi akan teraba massa pada kuadran kanan atas perut.

4) Intususepsi biasanya ditandai dengan perut yang lunak, masa berbentuk sosis pada kuadran kanan
atas dan ada bahagian yang kosong pada kuadran kanan bawah (Dance sign)

5) Rectal toucher, penurunan tonus sfingter ani, dan feses yang keras dengan jumlah yang banyak pada
ampula menandakan adanya impaksi fekal. Konstipasi akan meningkatkan tonus sfingter ani, dan
ampula yang kosong menandakan Hirschsprung disease.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Defisit volume cairan berhubungn dengan kehilangan volume cairan aktif.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi.

c. Ketidak seimbangan elektrolit berhubungan dengan dehidrasi

d. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada saluran pencenaan


3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa NOC NIC

1. Defisit volume cairan a. dehidrasi teratasi Manajemen cairan


berhubungandengan
kehilangan volume b. hidrasi yang adekuat a. Observasikhususnya
terhadap kehilangan
cairan aktif.
cairan yangtinggi

b. Pantau status
hidrasi

c. Pantau intake
output

d. Berikan terapi IV

2. Ketidakseimbangan a. Menunjukan status gizi Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari yang adekuat
kebutuhan tubuh a. kaji adanya alergi
berhubungan dengan b. Berat badan dalam batas makanan (susu
gangguan absorbsi normal formula)

b. anjurkan pada
orangtua bayi untuk
memberikan ASI
eksklusif

c. ajarkan pada
orangtua tentang
pentingnya memilih
kudapan yang sehat

d. ajarkan orangtua
mengenai nutrisi yang
diperlukan pada setiap
tahap perkembangan

3. Ketidak seimbangan Keseimbangan kadar Manajemen electrolit


elektrolit berhubungan elektrolit dalam tubuh
dengan dehidrasi a. Hitung kebutuhan
rumatan anak setiap
hari

b. Berikan terapi IV

c. Pantau hasil labor


yang terkait dengan
electrolit serum

MUNTAH PADA BAYI DAN ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Muntah pada bayi dan anak merupakan gejala yang sering ditemukan dan seringkali merupakan gejala
awal dari berbagai macam penyakit infeksi, misalnya faringitis, otitis media, pneumonia, infeksi saluran
kencing, bila disertai adanya gejalapanas badan. Muntah dapat juga merupakan gejala awal dari
berbagai macam kelainan seperti peningkatan tekanan intrakranial. Muntah secara klinis merupakan hal
penting sebab muntah yangberkepanjangan atau persisten akan mengakibatkan gangguan
metabolisme.1

Muntah pada anak merupakan keadaan yang cukup merisaukan orang tua dan mendorong mereka
sesegera mungkin mencari pertolongan untuk mengatasinya. Secara medis muntah dapat merupakan
manifestasi berbagai penyakit yang berbahaya, baik gastrointestinal maupun di luar gastrointestinal,
juga dapat menimbulkan berbagai akibat yang serius seperti perdarahan lambung, dehidrasi, gangguan
ingesti makanan, gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia, hiponatremia, alkalosis dan
hipokloremia, gagal tumbuh kembang dan bila muntah terus berulang dapat menimbulkan
komplikasi Mallory-Weiss tear of the gastro-esophageal epithelial junction dan robekan esophagus
(sindroma Boerhave).2

Muntah harus dibedakan dari posseting, ruminasi, regurgitasi dan refluks gastroesofageal. Muntah
berulang atau muntah siklik juga sering dipengaruhi oleh faktor psikologis dan biasanya didahului oleh
faktor yang menggelisahkan atau menggembirakan yang berlebihan, misalnya saat marah, sesudah
dihukum di sekolah, saat hari libur, pesta ulang tahun, dan sebagainya. Muntah adalah keadaan yang
kompleks, terkoodinir di bawah kontrol syaraf dan yang terpenting adalah mengetahui keadaan muntah
yang bagaimana yang memerlukan penilaian dan pemeriksaan yang seksama. Muntah akut merupakan
gejala yang sering terjadi pada kasus abdomen akut dan infeksi intra maupun ekstra gastrointestinal.
Berlainan dengan muntah akut, muntah kronis atau berulang sering merupakan faktor yang penting dari
gambaran klinik suatu penyakit. Karena penyakit yang mendasari muntah kronik atau berulang sering
tidak jelas, maka muntah kronik atau berulang sering disebut unexplained chronic vomiting.2

Pada bayi kecil dan sangat muda atau mengalami keterlambatan mental, muntah
dapat membahayakan karena terjadinya aspirasi, oleh karena adanya koordinasi neuromuskuler yang
belum sempurna. Untuk mencegah hal tersebut posisi bayi dapatdimiringkan atau tengkurap dan
bukannya terlentang. Umur merupakan hal penting yang berkaitan dengan muntah. Pada periode
neonatal terjadinya spitting atau regurgitasi sejumlah kecil isi lambung masih dalam batas kewajaran
dan bukan merupakan keadaan yang patologis di mana masih terjadi kenaikan berat yang normal.1

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas mengenai patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan muntah pada bayi dan
anak.

1.3 Tujuan Penulisan

Mengetahui patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan muntah pada bayi dan anak.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan pengetahuan mengenai patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksaan muntah pada bayi dan
anak sehingga diharapkan muntah pada bayi dan anak dapat didiagnosis dan ditatalaksana dengan
benar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai kontraksi lambung dan
abdomen. Pada anak biasanya sulit untuk mendiskripsikan mual, mereka lebih sering mengeluhkan sakit
perut atau keluhan umum lainnya. Muntah merupakan suatu cara di mana traktus gastrointestinal
membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal
teriritasi secara luas, sangat mengembang atau bahkan sangat terangsang. Kejadian ini biasanya disertai
dengan menurunnya tonus otot lambung, kontraksi, sekresi, meningkatnya aliran darah ke mukosa
intestinal, hipersalivasi, keringat dingin, detak jantung meningkat dan perubahan irama pernafasan.
Refluks duodenogastrik dapat terjadi selama periode nausea yang disertai peristaltik retrograde dari
duodenum ke arah antrum lambung atau secara bersamaan terjadi kontraksi antrum dan duodenum.
Muntah timbul bila persarafan atau otak menerima satu atau lebih pencetus seperti keracunan
makanan, infeksi pada gastrointestinal, efek samping obat, atau perjalanan. Mual biasanya dapat timbul
sebelum muntah. 3,4

II. 2 Etiologi

Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai berikut :5

II. 2. 1 Usia 0 2 Bulan :

1. Kolitis Alergika

Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya diikuti dengan diare,
perdarahan rektum, dan rewel.

2. Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal

Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa intoleransi terhadap
makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.

3. Refluks Esofageal

Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat sering terjadi pada neonatus;
secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme.

4. Peningkatan tekanan intrakranial

Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan shaken baby syndrome.

5. Malrotasi dengan volvulus

80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan disertai emesis biliaris.

6. Ileus mekonium

Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic fibrosis.

7. Necrotizing Enterocolitis

Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia saat lahir. Dapat disertai
dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan hematokezia.

8. Overfeeding

Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burpssering pada bayi dengan kelebihan berat badan
yang diberi air susu secara berlebihan.

9. Stenosis pylorus
Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita adalah 5:1 dan keadaan ini
sering terjadi pada anak laki-laki pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif akan semakin
memburuk, proyektil, dan emesis nonbiliaris.

II. 2. 2 Usia 2 bulan-5 tahun.

1. Tumor otak

Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-muntah, ataksia, dan tanpa nyeri
perut.

2. Ketoasidosis diabetikum

Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.

3. Korpus alienum

Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba atau air liur yang menetes.

4. Gastroenteritis

Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit, biasanya diikuti oleh diare
dan demam.

5. Trauma kepala

Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan intrakranial.

6. Hernia inkarserasi

Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi tiba-tiba.

7. Intussusepsi

Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare atau demam
dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis.

8. Posttusive

Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang dipaksakan.

9. Pielonefritis

Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai riwayat infeksi traktus
urinarius sebelumnya
II. 2. 3 Usia 6 tahun ke atas.

1. Adhesi

Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.

2. Appendisitis

Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi termasuk nyeri yang semakin
meningkat, menjalar ke kuadran kanan bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia, demam
subfebril, dan konstipasi.

3. Kolesistitis

Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik (contohnya, anemia sel
sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba setelah
makan.

4. Hepatitis

Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin mempunyai riwayat buang air
besar berwarna seperti dempul atau urin berwarna seperti teh pekat.

5. Inflammatory bowel disease

Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa menyebabkan terjadinya obstruksi.

6. Intoksikasi

Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja. Dicurigai jika mempunyai
riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh gangguan status mental.

7. Migrain

Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti skotoma. Pasien mungkin
mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau riwayat keluarga dengan migrain.

8. Pankreatitis

Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi sebelumnya atau sedang infeksi,
penggunaan kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.

9. Ulkus peptikum

Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau berulang, sering memburuk pada
waktu malam.
Etiologi muntah dalam bagan berikut:7
Gambar 1. Penyebab muntah pada bayi
Gambar 2.
Penyebab
muntah pada anak

II. 3 Patofisiologi
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan pengeluaran
toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah yang berasal dari,
gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju CVC kemudian dimulai
nausea, retching, ekpulsi isi lambung. 1,3

Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1)chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan
2) central vomiting centre(CVC). CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di
luar blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras.
Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan sistem limbik
menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim
vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak
(LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus
vagus dan visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan
pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan
akan menyebabkan timbulnya muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.1,3

Stimulasi terhadap pusat muntah : 7

1. Stimulasi pada reseptor suprameduler

- Muntah psikogenik

- Peningkatan tekanan intrakranial (efusi subdural atau hematoma, edema otak, atau tumor,
hidrosefalus, meningoensefalitis, sindroma Reye)

- Valvulus (migrain, hipertensi)

- Kejang

- Penyakit vestibuler, motion sickness

2. Stimulasi pada Chemoreceptor Trigger Zone

- Obat-obatan : opiat, ipecac, digoksin, antikonvulsan

- Toksin

- Produk metabolisme :

v Asidemia, ketonemia, (diabetik ketoasidosis, lactic asidosis, fenilketonuria, renal tubular asidosis)

v Aminoasidemia (tirosinemia, hipervalinemia, lisinuria, maple syrup urine)


v Asidemia organis (asidemia metilmalonik, asidemia propionik, asidemia isovalerik)

v Hiperamonemia (sindroma Reye, defek siklus urea)

v Lain-lain (intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia, kelainan oksidasi asam lemak, diabetes
insipidus, insufisiensi adrenal, hiperkalsemia, hipervitaminosis A)

3. Stimulasi pada reseptor perifer gastrointestinalis atau obstruksi traktus gastrointestinalis atau
keduanya

- Faringeal : refleks menelan (sekret sinusitis, self induced rumination)

- Esofageal

v Fungsional : refluks, akhalasia, lain-lain, dismotilitas esofageal

v Struktural : striktura, cincin, atresia dll.

- Gastrik

v Ulkus peptikum, infeksi, dismotolitas/gastroparesis

v Obstruksi (benzoar, stenosis piloris, penyakit granulomatosus kronik)

Pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait,nausea (mual), retching dan pengeluaran isi
lambung. CTZ mengandung reseptor untuk bermacam-macam sinyal neuroaktif yang menyebabkan
muntah. Reseptor di CTZ diaktivasi oleh bahan-bahan proemetik di dalam sirkulasi darah atau di cairan
serebrospinal (CSF). Reseptor untuk dopamin titik tangkap kerja dari apomorfin, asetilkolin, vasopresin,
enkefalin, angiotensin, insulin, endorfin, substansi P, dan mediator-mediator lain Stimulator oleh teofilin
dapat menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptik tersebut.
Gambar 3. Pusat dan
jaras muntah 10

Eferen dari CTZ dikirim


ke CVC, selanjutnya
terjadi serangkaian
kejadian yang dimulai melalui spangnik vagus eferen. CVC terletak di traktus nukleus solitarius dan di
sekitar formasio retikularis medula tepat di bawah CTZ..1,3

Muntah sebagai respons terhadap iritasi gastrointestinal, radiasi abdomen, dilatasi gastrointestinal
adalah kerja dari signal aferen nervus vagus ke pusat muntah yang dipicu oleh pelepasan lokal mediator
inflamasi dari mukosa yang rusak, dengan pelepasan sekunder neurotransmiter. Eksitasi paling penting
adalah serotonin dari sel enterokromafin mukosa. Pada motion sickness diketahui bahwa gerakan
perubahan arah tubuh yang cepat menyebabkan orang tertentu muntah, signal aferen ke pusat muntah
berasal darireseptor di labirin dan impuls ditransmisikan terutama melalui inti vestibular ke dalam
serebelum, kemudian ke zona pencetus kemoreseptor, dan akhirnya ke pusat muntah.3

Berbagai rangsangan psikis, termasuk gambaran yang memuakkan, dan faktor psikologi lain dapat
menyebabkan muntahmelalui jaras kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah. Selain itu,
gejala gastrointestinal meliputi peristaltik, salivasi, takipnea, takikardi.1,4

Terdapat tiga fase muntah, yaitu fase prodromal (fase pre-ejeksi), fase ejeksi dengan retching dan
muntah dan fase post ejeksi.4,8
1. Fase pre-ejeksi

Fase ini biasanya berlangsung sebentar, ditandai dengan mual dan dihubungkan dengan peningkatan
kadar vasopressin plasma (ADH), kadang-kadang kenaikan ini melebihi tingkat vasopressin yang
dibutuhkan dalam kerjanya sebagai antidiuretik dan mengganggu aktifitas mioelektrisitas di antrum
gaster sehingga terjadi takigastria. Awal dari retching menyebabkan kontraksiretrograde yang kuat
dimulai dari usus halus bagian bawah membawa isi dari usus halus kembali ke lambung. Pada tahap
awal dari iritasi gastrointestinal atau distensi yang berlebihan, antiperistaltis mulai terjadi, sering
beberapa menit sebelum muntah terjadi. Antiperistaltis dapat dimulai sampai sejauh ileum di traktus
intestinal, dan gelombang antiperistaltik bergerak mundur, naik ke usus halus dengan kecepatan 2-
3cm/detik; proses ini dapat mendorong sebagian isi usus kembali ke duodenum, menjadi sangat
meregang. Peregangan ini menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang
sebenarnya. Sistem saraf otonom teraktivasi sehingga terjadi takikardi, vasokonstriksi dan berkeringat
dingin. Sistem saraf vagus membuat traktus intestinal bagian atas menjadi relaksasi dan memicu salivasi.

2. Fase ejeksi

Retching biasanya mendahului muntah. Fungsi dari retchingmasih belum diketahui. Muntah merupakan
gabungan dari kontraksi ritmik yang terkoordinasi dari diafragma, otot-otot interkostalis eksterna dan
otot abdomen memeras lambung dan mengeluarkan isi lambung.

Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun lambung, bersama
dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian bawah, sehingga membuat muntahan mulai
bergerak ke dalam esophagus. Setelah itu terjadi kerja muntah spesifik yang melibatkan otot-otot
abdomen mengambil alih dan mendorong muntahan ke luar.
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek yang pertama adalah (1)
bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan faring untuk menarik sfingter esofagus bagian atas supaya
terbuka, (3) penutupan glotis, dan (4) pengangkatan palatum mole untuk menutupi nares posterior.
Kemudian datang kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama dengan rangsangan kontraksi
semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara diafragma dan otot-otot abdomen,
membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang tinggi. Akhirnya sfingter esophagus bagian
bawah berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke atas melalui esophagus. Jadi
kerja muntah berasal dari suatu kerja memeras otot-otot abdomen bersama dengan pembukaan
sfingter esophagus secara tiba-tiba sehingga isi lambung dapat dikeluarkan.
Gambar 4. Mekanisme muntah 10

3. Fase Post-ejeksi

Fase post ejeksi belum seluruhnya dimengerti, bagaimana fungsi normal tubuh kembali lagi sepenuhnya
setelah mengalami muntah dan kapan muntah pertama akan diikuti muntah lainnya lagi.

II. 4 Evaluasi Klinis8

II. 4. 1 Evaluasi klinis muntah pada neonatus

a. Muntah bilier

Dapat terjadi pada semua umur, menandakan obstruksi intestinal atau infeksi sistemik. Abnormalitas
dari anatomi traktus gastrointestinal yang tampak pada minggu pertama kehidupan dengan muntah
bilier dan distensi abdomen termasuk di dalamnya malrotasi, volvulus, atresia usus, sumbatan
mekonium, hernia inkarserata dan agangliogenesis (Penyakit Hirscprung)

b. Necrotizing Enterocolitis (NEC)

Necrotizing Enterocolitis merupakan kejadian inflamasi traktus intestinal paling sering pada neonatus.
Gejala dari NEC adalah distensi abdomen, muntah bilier dan adanya darah pada tinja. Bayi baru lahir
dengan NEC dapat juga menunjukan gejala infeksi sistemik nonspesifik, seperti letargi, apneu, suhu tidak
stabil dan syok. Necrotizing Enterocolitis terutama ditemui pada bayi preterm dan NEC juga
mempengaruhi 10% bayi yang lahir aterm.

c. Kelainan Metabolik

Inborn Errors of Metabolism harus diwaspadai akan adanya penyakit neonatus akut. Beberapa faktor
yang menyebabkan cenderung terjadinya NEC. Keadaan terkait lainnya, termasuk letargi, hipotonia dan
kejang.
d. Kelainan Neurologis

Abnormalitas susunan saraf pusat, seperti perdarahan intrakranial, hidrosefalus dan edem serebri, harus
dicurigai pada neonatus dengan defisit neurologis, peningkatan lingkar kepala yang cepat dan
penurunan hematokrit yang tidak dapat dijelaskan.

II. 4. 2 Evaluasi klinis muntah pada bayi8, 11

a. Stenosis pilorus

Stenosis pilorus merupakan pertimbangan utama etiologi muntah pada bayi. Hipertrofi pilorus
menyebabkan obstruksi pengeluaran cairan gaster di kanal pilorus.Lima persen bayi dengan orangtua
yang mengalami stenosis pilorus, mengalami kelainan ini. Laki-laki lebih dipengaruhi dibanding wanita.
Gejala stenosis pylorusdimulai pada umur dua hingga tiga minggu, namun dapat terjadi pada rentang
waktu sejak lahir hingga usialima bulan. Massa berukuran zaitun, dapat teraba dikuadran kanan atas.

b. Refluks gastroesofageal (GER) 11

GER merupakan kelainan gastroesofageal yang paling sering terjadi di masa bayi. Kelainan ini disebabkan
oleh fungsi sfingter esofageal bagian bawah (Lower Esophageal Sfingter atau LES) yang belum matur
pada bayi. Pada GER ditemui relaksasi sementara dari sfingter esofagus bagian bawah yang terjadi
secara tiba-tiba, berlangsung singkat, dimana terjadi pergerakan retrograde isi lambung ke dalam
esofagus. GER mewakili fenomena fisiologis yang sering dijumpai pada tahun pertama kehidupan.
Sebanyak 60-70% bayi mengalami muntah setelah 24 jam menyusu, hal ini berlangsung hingga usia 3-4
bulan.

Refluks gastroesofageal dapat menjadi patologis jika gejala menetap lebih dari 18-24 bulan dan
atauditemukannya komplikasi yang signifikan seperti gangguan tumbuh kembang, episode rekuren dari
bronkospasme dan pneumonia, apneu atau refluks esofagitis.

Selama beberapa tahun, GER pada bayi dan anak diduga timbul akibat tidak adanya tonus pada LES
(Lower Esophageal Sfingter), namun banyak penelitian terkini menunjukkan bahwa tekanan pada LES
pada kebanyakan pasien anak adalah normal, bahkan pada bayi preterm.

Mekanisme mayor yang terjadi pada bayi dan anak kini telah dibuktikan akibat adanya transien LES
relazation.Beberapa faktor yang memicu terjadinya GER adalah peningkatan volume cairan intragastrik
dan posisi telentang. GER dapat juga dipicu oleh penurunan viskositas cairan diet pada bayi
dibandingkan dengan makanan dewasa yang lebih padat.

Dibandingkan dengan dewasa, bayi lebih mudah terkena GER karena perbedaan daya kembang lambung
dan waktu pengosongan lambung yang lebih lambat.
c. Alergi pada gastrointestinal

Alergi susu sapi sangat jarang ditemui pada bayi dan masa awal kanak-kanak. Umumnya terjadi pada
umur 2-3 tahun. Pada alergi ini dapat terjadi muntah, diare, kolik dan kehilangan darah.

II. 4. 3 Evaluasi klinis dari muntah pada anak-anak

a. Ulkus peptikum pada anak lebih muda sering dikaitkan dengan muntah. Ulkus peptikum harus
dicurigai jika terdapat riwayat ulkus pada keluarga atau jika terdapat hematemesis atau anemia
defisiensi besi yang tidak dapat dijelaskan atau nyeri yang sering membangunkan pasien dari tidurnya.

b. Pankreatitisn

i. Pankreatitis relatif jarang menyebabkan muntah, namun seharusnya


dipertimbangkan pada pasien yang pernah mengalami trauma abdomen. Pasien biasanya mengeluhkan
nyeri epigastrium yang dapat menjalar ke punggung bagian tengah.

ii. Faktor predisposisi lainnya termasuk penyakit virus (gondongan), obat (steroid,
azatioprin), anomali kongenital traktus bilier atau traktus pankreatikus, kolelitiasis, hipertrigliseridemia
dan riwayat pankreatitis pada keluarga

c. Gangguan sistem saraf pusat

Muntah persisten tanpa adanya keluhan sistemik atau keluhan gastrointestinal lainnya menandakan
adanya tumor intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial. Penemuan gejala neurologis yang
kurang jelas seperti ataksia, harus ditatalaksana dan dilakukan pemeriksaan neurologis dengan cermat.

II. 5 Diagnosis

II. 5. 1 Anamnesis

Sifat dan ciri muntah akan membantu mengetahui penyebab muntah. Muntah proyektil dapat dikaitkan
dengan adanya obstruksi gastrointestinal atau tekanan intrakranial yang meningkat. Muntah persisten
pada neonatus dapat dicurigai ke arah kelainan metabolik bawaan ditambah dengan adanya riwayat
kematian yang tidak jelas pada saudaranya dan multipel abortus spontan pada ibunya. 1,9

Bahan muntahan dalam bentuk apa yang dimakan menunjukkan bahwa makanan belum sampai di
lambung dan belum dicerna oleh asam lambung berarti penyebab muntahnya di esofagus. Muntah yang
mengandung gumpalan susu yang tidak berwarna coklat atau kehijauan mencerminkan bahwa bahan
muntahan berasal dari lambung. Muntah yang berwarna kehijauan menunjukkan bahan muntahan
berasal dari duodenum di mana terjadi obstruksi di bawah ampula vateri. Bahan muntahan berwarna
merah atau kehitaman (coffee ground vomiting) menunjukkan adanya lesi di mukosa lambung. Muntah
yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan robekan pada mukosa daerah sfingter bagian bawah
esofagus yang menyebabkan muntah berwarna merah kehitaman (Mallory Weiss syndrome). Adanya
erosi atau ulkus pada lambung menyebabkan muntah berwarna hitam, kecoklatan, atau bahkan merah
karena darah belum tercerna sempurna. Pada periode neonatal darah ibu yang tertelan oleh bayi pada
waktu persalinan atau puting susu ibu yang luka akibat sedotan mulut bayi, warna muntah juga
berwarna kecoklatan, dapat dibedakan antara darah ibu dan bayi dengan Apt test (alkali denaturation
test). Muntah fekal menunjukan adanya peritonitis atau obstruksi intestinal. 1,3

Jenis dan jumlah makanan atau minuman sebelum muntah (ASI atau susu formula, makanan atau
minuman lainnya), kehilangan berat badan, miksi terakhir dan perubahan perilaku harus dicermati. Poin
penting lainnya adalah apakah ada riwayat alergi atau intoleran makanan dan pengobatan sebelumnya,
apakah anak mengalami gejala lain seperti nyeri kepala, diare atau letargi. Perlu juga ditanyakan kondisi
medis anak sebelumnya, riwayat pembedahan, riwayat bepergian ke negara berkembang dan sumber
air minum dan apakah anak sebelumnya mengkonsumsi makanan yang mungkin telah tercemar. 1,3

Kelainan anatomik kongenital, genetik, dan penyakit metabolik lebih sering terlihat pada periode
neonatal, sedangkan peptik, infeksi, dan psikogenik sebagai penyebab muntah lebih sering terjadi
dengan meningkatnya umur. Intoleransi makanan, perilaku menolak makanan dengan atau tanpa
muntah sering merupakan gejala dari penyakit jantung, ginjal, paru, metabolik, genetik, atau kelainan
neuromotorik.1,3

II. 5. 2 Pemeriksaan fisik 9

Tanda-tanda dehidrasi yaitu ubun-ubun yang cekung, turgor kulit kembali lambat/sangat lambat,
mulut kering, air mata yang kering,berkurangnya frekuensi miksi (kurang dari satu popok basah dalam
enam jam pada bayi) atau anak dengan denyut jantung cepat (bervariasi, tergantung umur anak)
sehingga dapat dinilai derajat dehidrasi untuk penatalaksanaan selanjutnya.

Iritasi peritonium dicurigai pada anak yang menahan sakit dengan posisi memeluk lutut, perlu
diperiksa adanya distensi, darm countour dan darm steifung, peningkatan serta bising usus.

Teraba massa, organomegali, perut yang lunak atau tegang harus diperhatikan dan diperiksa
dengan seksama. Pada pilorus hipertrofi akan teraba massa pada kuadran kanan atas perut.

Intususepsi biasanya ditandai dengan perut yang lunak, masa berbentuk sosis pada kuadran kanan
atas dan ada bahagian yang kosong pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
Rectal toucher, penurunan tonus sfingter ani, dan feses yang keras dengan jumlah yang banyak
pada ampula menandakan adanya impaksi fekal. Konstipasi akan meningkatkan tonus sfingter ani, dan
ampula yang kosong menandakanHirschsprung disease.

II. 5. 3 Pemeriksaan Penunjang1,3,9

a. Pemeriksaan laboratorium

Darah lengkap

Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.

Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan saluran
kemih atau adanya kelainan metabolik.

Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya penyakit metabolik
yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.

Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan kemungkinan defek pada
siklus urea.

Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai ke arah penyakit
hati.

Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar lipase serum lebih
bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan akut.

Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis atau infeksi
parasit.

b. Ultrasonografi

Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi akan memiliki
hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.

c. Foto polos abdomen

Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi anatomik
kongenital atau adanya obstruksi.

Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak spesifik karena
dapat ditemukan pada gastroenteritis
Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma menandakan adanya
perforasi.

d. Barium meal

Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila curiga
adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster.

e. Barium enema

Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.

II. 6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding muntah pada bayi berdasarkan kekerapan timbulnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini 1,3

Tabel. 1 Diagnosis Banding muntah pada bayi

Sering Jarang

Adrenogenita
Obstruksi
l syndrome

Tumor Otak
(Peningkatan
Gastroenteritis
Tekanan Intra
Kranial)

Keracunan
Refluks Gastroesofageal
Makanan

Inborn error
Overfeeding of
metabolism

Asidosis
Infeksi Sistemik Tubular
Ginjal

Ruminasi

Perdarahan
Subdural
Diagnosis banding muntah pada bayi berdasarkan kekerapan timbulnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini 1,3

Tabel. 2 Diagnosis Banding muntah pada anak dan Remaja

Sering Jarang

Gastroenteritis Sindrom Reye

Infeksi Sistemik Hepatitis

Keracunan Ulkus Peptikum

Sindrom Pertusis Pankreatitis

Obat-obatan Peningkatan Tekanan Intra Kranial

Penyakit Telinga Tengah

Kemoterapi

Akalasia

Muntah Siklik

Striktur Esofagus

Kelainan metabolisme bawaan

Diagnosis banding muntah berdasarkan gejala yang hampir sama adalah sebagai berikut:2

1. Posseting

Pengeluaran sedikit isi lambung sehabis makan, biasanya meleleh keluar dari mulut. Sering didahului
oleh bersendawa, tidak berbahaya dan akan menghilang dengan sendirinya.

2. Ruminasi (Rumination, merycism)

Merupakan suatu kebiasaan abnormal, mengeluarkan isi lambung, mengunyahnya dan kemudian
menelannya kembali. Kadang-kadang dirangsang secara sadar dengan mengorek faring dengan jari,
tidak berbahaya. Kebiasaan ini sulit dihilangkan, memerlukan bimbingan psikologik/psikoterapi yang
intensif.
3. Regurgitasi

Disebabkan oleh inkompetens sfingter kardioesofageal dan/atau memanjangnya waktu pengosongan isi
lambung. Dapat mengganggu pertumbuhan dan menimbulkan infeksi traktus respiratorius berulang
akibat aspirasi. Bisa juga sebagai salah satu penyebab sudden infant death syndrome. Sebagian besar
akan menghilang sendiri dengan bertambahnya umur bayi.

4. Refluks gastroesofageal (RGE)

RGE adalah keluarnya isi lambung ke dalam esophagus. Keadaan ini mungkin normal atau dapat pula
abnormal. Setaip refluks tidak selalu disertai regurgitasi atau muntah, tetapi setiap regurgitasi pasti
disertai refluks.

II. 7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi keadaan hipovolemi
dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya
sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.9

Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah dengan tidak
memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube yang dihubungkan
dengan intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.9

Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat diidentifikasi. Penggunaan
antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan
kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran
gastrointestinal yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis(HPS), apendisitis,
batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu
antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif, misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness),
mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan
motilitas saluran gastrointestinal.1,3

Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut : 1,3,9,*,**,#,##,@

a. Antagonis dopamin

Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena biasanya merupakan self
limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan,
muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya
Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25
mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi
obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi
distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat dikatakan lebih aman.
Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis dopamine.
Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus
bagian bawah.

b. Antagonisme terhadap histamine (AH1)

Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan etanolamin. Golongan


etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini
bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya
oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.

c. Prokloperazin dan Klorpromerazin

Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh
rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk mengatasi
muntah akibat obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis.Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2
tahun dengan dosis0.40.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal berat badan <20>

d. Antikolinergik

Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular atau stimulus
oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis
dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.

e. 5-HT3 antagonis serotonin

Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan
mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada
aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis
mengatasi muntah akibat kemoterapi 418 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum kemoterapi
diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari
berikutnya. Dosis pascaoperasi: 212 yr <40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.

II. 8 Komplikasi 1,4

a. Komplikasi metabolik :

Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium, natrium. Dehidrasi
terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu
muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya ion
hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya natriumekstraseluler. Kalium dapat
hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat
hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar
natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium dan Kalium

b. Gagal Tumbuh Kembang

Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi sangat berkurang
dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh kembang.

c. Aspirasi Isi Lambung

Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan berulang menyebabkan
timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi GERD.

d. Mallory Weiss syndrome

Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung. Biasanya
terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan
padamukosa esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi
karena perdarahan hebat perludilakukan transfusi darah

e. Peptik esofagitis

Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi mukosa esophagus oleh asam
lambung.

II. 9 Prognosis

Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi dan penatalaksanaan
dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan muntah, serta komplikasi yang terjadi dari muntah itu
sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr. Rocky. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK-UNRI. Pekanbaru. Diakses darihttp://www.dr-rocky.com. Last
update Saturday, 28 March 2009 19:14

2. Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta gastroenterologi
anak. CV. Sagung Seto. Jakarta.
3. Sudarmo, Subijanto Marto. 2009. Penatalaksanaan muntah pada bayi dan anak. Divisi
Gastroenterologi Laboratotrium Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo/FK Unair. Diakses
darihttp://www.pediatrik.com/buletin/20060220-hw0gpy-buletin.pdf

4. Guyton and Hall, 1996. Textbook of medical physiology. 9thEd. W. B Saunders Company.
Philadelphia.

5. Firmansyah, Agus. 1991. Gejala gangguan saluran cerna dalam buku ajar ilmu kesehatan anak A. H
Markum.Jilid I. Gaya Baru. Jakarta; hal: 408-409.

6. Charles A. Pohl, Leonard G.Gomella, series editor. Pediatrics on call. Lange medical book/McGraw-
Hill. 2006:435

7. Lindley, Keith J, Andrews, Paul L. Pathogenesis and treatment of cyclical vomiting. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition [serial online] 2005 September. Philadelphia.. Available from
URL : www.jpgn.org

8. Scruggs, Karen and Johnson, Michael. 2004. Persistent vomiting in pediatric treatment guidelines.
Current Clinical Strategies. USA; p : 129-133

9. Keshav, Satish. 2004. Nausea and vomiting in the gastrointestinal system at a glance. Blackwell
Science Ltd. Australia; p: 62-63

10. Behrman RE, 1998. Major symptoms and signs of digestive tract disorders in nelson essentials of
pediatrics, 3rd ed. WB Saunders. Philadelphia;

11. Schwarz, Steven M. Gastroesophageal refluks. [serial online] 2008, January 18th. Philadelphia.
Available from URL:http://emedicine.medscape.com/article/930029-overview

II. 5. 2 Pemeriksaan fisik


Tanda-tanda dehidrasi yaitu ubun-ubun yang cekung, turgor kulit kembali lambat/sangat lambat,
mulut kering, air mata yang kering,berkurangnya frekuensi miksi (kurang dari satu popok basah dalam
enam jam pada bayi) atau anak dengan denyut jantung cepat (bervariasi, tergantung umur anak)
sehingga dapat dinilai derajat dehidrasi untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Iritasi peritonium dicurigai pada anak yang menahan sakit dengan posisi memeluk lutut, perlu
diperiksa adanya distensi, darm countour dan darm steifung, peningkatan serta bising usus.
Teraba massa, organomegali, perut yang lunak atau tegang harus diperhatikan dan diperiksa
dengan seksama. Pada pilorus hipertrofi akan teraba massa pada kuadran kanan atas perut.
Intususepsi biasanya ditandai dengan perut yang lunak, masa berbentuk sosis pada kuadran kanan
atas dan ada bahagian yang kosong pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
Rectal toucher, penurunan tonus sfingter ani, dan feses yang keras dengan jumlah yang banyak
pada ampula menandakan adanya impaksi fekal. Konstipasi akan meningkatkan tonus sfingter ani, dan
ampula yang kosong menandakan Hirschsprung disease.

II. 5. 3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap
Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan saluran
kemih atau adanya kelainan metabolik.
Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya penyakit
metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.
Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan kemungkinan defek pada
siklus urea.
Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai ke arah penyakit
hati.
Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar lipase serum lebih
bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan akut.
Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis atau infeksi
parasit.

b. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi akan memiliki
hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.

c. Foto polos abdomen


Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi anatomik
kongenital atau adanya obstruksi.
Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak spesifik karena
dapat ditemukan pada gastroenteritis
Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma menandakan adanya
perforasi.
d. Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila curiga
adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster.
e. Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.

II. 6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding muntah pada bayi berdasarkan kekerapan timbulnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel. 1 Diagnosis Banding muntah pada bayi
Sering Jarang
Obstruksi Adrenogenital syndrome
Gastroenteritis Tumor Otak (Peningkatan Tekanan Intra Kranial)
Refluks Gastroesofageal Keracunan Makanan
Overfeeding Inborn error of metabolism
Infeksi Sistemik Asidosis Tubular Ginjal
Ruminasi
Perdarahan Subdural

Diagnosis banding muntah pada bayi berdasarkan kekerapan timbulnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel. 2 Diagnosis Banding muntah pada anak dan Remaja
Sering Jarang

Gastroenteritis Sindrom Reye


Infeksi Sistemik Hepatitis
Keracunan Ulkus Peptikum
Sindrom Pertusis Pankreatitis
Obat-obatan Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Penyakit Telinga Tengah
Kemoterapi
Akalasia
Muntah Siklik
Striktur Esofagus
Kelainan metabolisme bawaan

Diagnosis banding muntah berdasarkan gejala yang hampir sama adalah sebagai berikut:
1. Posseting
Pengeluaran sedikit isi lambung sehabis makan, biasanya meleleh keluar dari mulut. Sering didahului
oleh bersendawa, tidak berbahaya dan akan menghilang dengan sendirinya.
2. Ruminasi (Rumination, merycism)
Merupakan suatu kebiasaan abnormal, mengeluarkan isi lambung, mengunyahnya dan kemudian
menelannya kembali. Kadang-kadang dirangsang secara sadar dengan mengorek faring dengan jari,
tidak berbahaya. Kebiasaan ini sulit dihilangkan, memerlukan bimbingan psikologik/psikoterapi yang
intensif.
3. Regurgitasi
Disebabkan oleh inkompetens sfingter kardioesofageal dan/atau memanjangnya waktu pengosongan isi
lambung. Dapat mengganggu pertumbuhan dan menimbulkan infeksi traktus respiratorius berulang
akibat aspirasi. Bisa juga sebagai salah satu penyebab sudden infant death syndrome. Sebagian besar
akan menghilang sendiri dengan bertambahnya umur bayi.
4. Refluks gastroesofageal (RGE)
RGE adalah keluarnya isi lambung ke dalam esophagus. Keadaan ini mungkin normal atau dapat pula
abnormal. Setaip refluks tidak selalu disertai regurgitasi atau muntah, tetapi setiap regurgitasi pasti
disertai refluks.
II. 7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi keadaan hipovolemi
dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya
sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah dengan tidak
memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube yang dihubungkan dengan
intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat diidentifikasi. Penggunaan
antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan
kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran
gastrointestinal yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS), apendisitis,
batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu
antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif, misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness),
mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan
motilitas saluran gastrointestinal.

Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
a. Antagonis dopamin
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena biasanya merupakan self
limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan,
muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya
Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25
mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi
obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi
distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat dikatakan lebih aman.
Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis dopamine.
Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus
bagian bawah.
b. Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan etanolamin. Golongan
etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini
bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya
oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
c. Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh
rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk mengatasi
muntah akibat obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2
tahun dengan dosis 0.40.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal berat badan <20>

d. Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular atau stimulus
oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis
dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
e. 5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan
mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada
aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis
mengatasi muntah akibat kemoterapi 418 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum kemoterapi
diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari
berikutnya. Dosis pascaoperasi: 212 yr <40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.
II. 8 Komplikasi
a. Komplikasi metabolik :
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium, natrium. Dehidrasi
terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu
muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya ion
hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya natrium ekstraseluler. Kalium dapat
hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat
hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar
natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium dan Kalium
b. Gagal Tumbuh Kembang
Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi sangat berkurang
dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh kembang.
c. Aspirasi Isi Lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan berulang menyebabkan
timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi GERD.
d. Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung. Biasanya terjadi pada
muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa
esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi karena
perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah
e. Peptik esofagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi mukosa esophagus oleh asam
lambung.
II. 9 Prognosis
Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi dan penatalaksanaan
dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan muntah, serta komplikasi yang terjadi dari muntah itu
sendiri.

BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr. Rocky. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK-UNRI. Pekanbaru. Diakses dari http://www.dr-rocky.com. Last
update Saturday, 28 March 2009 19:14
2. Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta gastroenterologi
anak. CV. Sagung Seto. Jakarta.
3. Sudarmo, Subijanto Marto. 2009. Penatalaksanaan muntah pada bayi dan anak. Divisi
Gastroenterologi Laboratotrium Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo/FK Unair. Diakses dari
http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-hw0gpy-buletin.pdf
4. Guyton and Hall, 1996. Textbook of medical physiology. 9th Ed. W. B Saunders Company.
Philadelphia.
5. Firmansyah, Agus. 1991. Gejala gangguan saluran cerna dalam buku ajar ilmu kesehatan anak A. H
Markum.Jilid I. Gaya Baru. Jakarta; hal: 408-409.
6. Charles A. Pohl, Leonard G.Gomella, series editor. Pediatrics on call. Lange medical book/McGraw-
Hill. 2006:435
7. Lindley, Keith J, Andrews, Paul L. Pathogenesis and treatment of cyclical vomiting. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition [serial online] 2005 September. Philadelphia.. Available from
URL : www.jpgn.org
8. Scruggs, Karen and Johnson, Michael. 2004. Persistent vomiting in pediatric treatment guidelines.
Current Clinical Strategies. USA; p : 129-133
9. Keshav, Satish. 2004. Nausea and vomiting in the gastrointestinal system at a glance. Blackwell
Science Ltd. Australia; p: 62-63
10. Behrman RE, 1998. Major symptoms and signs of digestive tract disorders in nelson essentials of
pediatrics, 3rd ed. WB Saunders. Philadelphia;
11. Schwarz, Steven M. Gastroesophageal refluks. [serial online] 2008, January 18th. Philadelphia.
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/930029-overview
MAKALAH MUNTAH PADA ANAK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Muntah pada bayi dan anak merupakan gejala yang sering ditemukan dan seringkali merupakan gejala
awal dari berbagai macam penyakit infeksi, misalnya faringitis, otitis media, pneumonia, infeksi saluran
kencing, bila disertai adanya gejala panas badan. Muntah dapat juga merupakan gejala awal dari
berbagai macam kelainan seperti peningkatan tekanan intrakranial. Muntah secara klinis merupakan hal
penting sebab muntah yang berkepanjangan atau persisten akan mengakibatkan gangguan
metabolisme.
Muntah pada anak merupakan keadaan yang cukup merisaukan orang tua dan mendorong mereka
sesegera mungkin mencari pertolongan untuk mengatasinya. Secara medis muntah dapat merupakan
manifestasi berbagai penyakit yang berbahaya, baik gastrointestinal maupun di luar gastrointestinal,
juga dapat menimbulkan berbagai akibat yang serius seperti perdarahan lambung, dehidrasi, gangguan
ingesti makanan, gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia, hiponatremia, alkalosis dan
hipokloremia, gagal tumbuh kembang dan bila muntah terus berulang dapat menimbulkan komplikasi
Mallory-Weiss tear of the gastro-esophageal epithelial junction dan robekan esophagus (sindroma
Boerhave).
Muntah harus dibedakan dari posseting, ruminasi, regurgitasi dan refluks gastroesofageal. Muntah
berulang atau muntah siklik juga sering dipengaruhi oleh faktor psikologis dan biasanya didahului oleh
faktor yang menggelisahkan atau menggembirakan yang berlebihan, misalnya saat marah, sesudah
dihukum di sekolah, saat hari libur, pesta ulang tahun, dan sebagainya. Muntah adalah keadaan yang
kompleks, terkoodinir di bawah kontrol syaraf dan yang terpenting adalah mengetahui keadaan muntah
yang bagaimana yang memerlukan penilaian dan pemeriksaan yang seksama. Muntah akut merupakan
gejala yang sering terjadi pada kasus abdomen akut dan infeksi intra maupun ekstra gastrointestinal.
Berlainan dengan muntah akut, muntah kronis atau berulang sering merupakan faktor yang penting dari
gambaran klinik suatu penyakit. Karena penyakit yang mendasari muntah kronik atau berulang sering
tidak jelas, maka muntah kronik atau berulang sering disebut unexplained chronic vomiting.
Pada bayi kecil dan sangat muda atau mengalami keterlambatan mental, muntah dapat membahayakan
karena terjadinya aspirasi, oleh karena adanya koordinasi neuromuskuler yang belum sempurna. Untuk
mencegah hal tersebut posisi bayi dapat dimiringkan atau tengkurap dan bukannya terlentang. Umur
merupakan hal penting yang berkaitan dengan muntah. Pada periode neonatal terjadinya spitting atau
regurgitasi sejumlah kecil isi lambung masih dalam batas kewajaran dan bukan merupakan keadaan
yang patologis di mana masih terjadi kenaikan berat yang normal.
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan muntah pada bayi dan
anak.
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan muntah pada bayi dan anak.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai literatur.
1.5 Manfaat Penelitian
Memberikan pengetahuan mengenai patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksaan muntah pada bayi dan
anak sehingga diharapkan muntah pada bayi dan anak dapat didiagnosis dan ditatalaksana dengan
benar.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai kontraksi lambung dan
abdomen. Pada anak biasanya sulit untuk mendiskripsikan mual, mereka lebih sering mengeluhkan sakit
perut atau keluhan umum lainnya. Muntah merupakan suatu cara di mana traktus gastrointestinal
membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal
teriritasi secara luas, sangat mengembang atau bahkan sangat terangsang. Kejadian ini biasanya disertai
dengan menurunnya tonus otot lambung, kontraksi, sekresi, meningkatnya aliran darah ke mukosa
intestinal, hipersalivasi, keringat dingin, detak jantung meningkat dan perubahan irama pernafasan.
Refluks duodenogastrik dapat terjadi selama periode nausea yang disertai peristaltik retrograde dari
duodenum ke arah antrum lambung atau secara bersamaan terjadi kontraksi antrum dan duodenum.
Muntah timbul bila persarafan atau otak menerima satu atau lebih pencetus seperti keracunan
makanan, infeksi pada gastrointestinal, efek samping obat, atau perjalanan. Mual biasanya dapat timbul
sebelum muntah.

II. 2 Etiologi
Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai berikut
II. 2. 1 Usia 0 2 Bulan :
1. Kolitis Alergika
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya diikuti dengan diare,
perdarahan rektum, dan rewel

.
2. Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal
Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa intoleransi terhadap
makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.
3. Refluks Esofageal
Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat sering terjadi pada neonatus;
secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme.
4. Peningkatan tekanan intrakranial
Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan shaken baby syndrome.
5. Malrotasi dengan volvulus
80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan disertai emesis biliaris.
6. Ileus mekonium
Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic fibrosis.
7. Necrotizing Enterocolitis
Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia saat lahir. Dapat disertai
dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan hematokezia.
8. Overfeeding
Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi dengan kelebihan berat
badan yang diberi air susu secara berlebihan.
9. Stenosis pylorus
Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita adalah 5:1 dan keadaan ini
sering terjadi pada anak laki-laki pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif akan semakin
memburuk, proyektil, dan emesis nonbiliaris.

II. 2. 2 Usia 2 bulan-5 tahun.


1. Tumor otak
Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-muntah, ataksia, dan tanpa nyeri
perut.
2. Ketoasidosis diabetikum
Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.
3. Korpus alienum
Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba atau air liur yang menetes.
4. Gastroenteritis
Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit, biasanya diikuti oleh diare
dan demam.
5. Trauma kepala
Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan intrakranial.
6. Hernia inkarserasi
Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi tiba-tiba.
7. Intussusepsi
Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare atau demam
dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis.
8. Posttusive
Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang dipaksakan.
9. Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai riwayat infeksi traktus
urinarius sebelumnya
II. 2. 3 Usia 6 tahun ke atas.
1. Adhesi
Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.
2. Appendisitis
Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi termasuk nyeri yang semakin
meningkat, menjalar ke kuadran kanan bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia, demam
subfebril, dan konstipasi.
3. Kolesistitis
Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik (contohnya, anemia sel
sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba setelah
makan.
4. Hepatitis
Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin mempunyai riwayat buang air
besar berwarna seperti dempul atau urin berwarna seperti teh pekat.
5. Inflammatory bowel disease
Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa menyebabkan terjadinya obstruksi.
6. Intoksikasi
Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja. Dicurigai jika mempunyai
riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh gangguan status mental.
7. Migrain
Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti skotoma. Pasien mungkin
mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau riwayat keluarga dengan migrain.
8. Pankreatitis
Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi sebelumnya atau sedang infeksi,
penggunaan kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.
9. Ulkus peptikum
Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau berulang, sering memburuk pada
waktu malam.
II. 3 Patofisiologi
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan pengeluaran
toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah yang berasal dari,
gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju CVC kemudian dimulai
nausea, retching, ekpulsi isi lambung.
Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan 2)
central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar
blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras.
Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan sistem limbik
menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim
vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak
(LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus
vagus dan visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan
pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan
akan menyebabkan timbulnya muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.
Stimulasi terhadap pusat muntah :
1. Stimulasi pada reseptor suprameduler
- Muntah psikogenik
- Peningkatan tekanan intrakranial (efusi subdural atau hematoma, edema otak, atau tumor,
hidrosefalus, meningoensefalitis, sindroma Reye)
- Valvulus (migrain, hipertensi)
- Kejang
- Penyakit vestibuler, motion sickness

2. Stimulasi pada Chemoreceptor Trigger Zone


- Obat-obatan : opiat, ipecac, digoksin, antikonvulsan
- Toksin
- Produk metabolisme :
Asidemia, ketonemia, (diabetik ketoasidosis, lactic asidosis, fenilketonuria, renal tubular asidosis)
Aminoasidemia (tirosinemia, hipervalinemia, lisinuria, maple syrup urine)
Asidemia organis (asidemia metilmalonik, asidemia propionik, asidemia isovalerik)
Hiperamonemia (sindroma Reye, defek siklus urea)
Lain-lain (intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia, kelainan oksidasi asam lemak, diabetes
insipidus, insufisiensi adrenal, hiperkalsemia, hipervitaminosis A)
3. Stimulasi pada reseptor perifer gastrointestinalis atau obstruksi traktus gastrointestinalis atau
keduanya
- Faringeal : refleks menelan (sekret sinusitis, self induced rumination)
- Esofageal
Fungsional : refluks, akhalasia, lain-lain, dismotilitas esofageal
Struktural : striktura, cincin, atresia dll.
- Gastrik
Ulkus peptikum, infeksi, dismotolitas/gastroparesis
Obstruksi (benzoar, stenosis piloris, penyakit granulomatosus kronik)
Pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait, nausea (mual), retching dan pengeluaran isi
lambung. CTZ mengandung reseptor untuk bermacam-macam sinyal neuroaktif yang menyebabkan
muntah. Reseptor di CTZ diaktivasi oleh bahan-bahan proemetik di dalam sirkulasi darah atau di cairan
serebrospinal (CSF). Reseptor untuk dopamin titik tangkap kerja dari apomorfin, asetilkolin, vasopresin,
enkefalin, angiotensin, insulin, endorfin, substansi P, dan mediator-mediator lain Stimulator oleh teofilin
dapat menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptik tersebut.

Eferen dari CTZ dikirim ke CVC, selanjutnya terjadi serangkaian kejadian yang dimulai melalui spangnik
vagus eferen. CVC terletak di traktus nukleus solitarius dan di sekitar formasio retikularis medula tepat
di bawah CTZ.
Muntah sebagai respons terhadap iritasi gastrointestinal, radiasi abdomen, dilatasi gastrointestinal
adalah kerja dari signal aferen nervus vagus ke pusat muntah yang dipicu oleh pelepasan lokal mediator
inflamasi dari mukosa yang rusak, dengan pelepasan sekunder neurotransmiter. Eksitasi paling penting
adalah serotonin dari sel enterokromafin mukosa. Pada motion sickness diketahui bahwa gerakan
perubahan arah tubuh yang cepat menyebabkan orang tertentu muntah, signal aferen ke pusat muntah
berasal dari reseptor di labirin dan impuls ditransmisikan terutama melalui inti vestibular ke dalam
serebelum, kemudian ke zona pencetus kemoreseptor, dan akhirnya ke pusat muntah.
Berbagai rangsangan psikis, termasuk gambaran yang memuakkan, dan faktor psikologi lain dapat
menyebabkan muntah melalui jaras kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah. Selain itu,
gejala gastrointestinal meliputi peristaltik, salivasi, takipnea, takikardi.
Terdapat tiga fase muntah, yaitu fase prodromal (fase pre-ejeksi), fase ejeksi dengan retching dan
muntah dan fase post ejeksi.
1. Fase pre-ejeksi
Fase ini biasanya berlangsung sebentar, ditandai dengan mual dan dihubungkan dengan peningkatan
kadar vasopressin plasma (ADH), kadang-kadang kenaikan ini melebihi tingkat vasopressin yang
dibutuhkan dalam kerjanya sebagai antidiuretik dan mengganggu aktifitas mioelektrisitas di antrum
gaster sehingga terjadi takigastria. Awal dari retching menyebabkan kontraksi retrograde yang kuat
dimulai dari usus halus bagian bawah membawa isi dari usus halus kembali ke lambung. Pada tahap
awal dari iritasi gastrointestinal atau distensi yang berlebihan, antiperistaltis mulai terjadi, sering
beberapa menit sebelum muntah terjadi. Antiperistaltis dapat dimulai sampai sejauh ileum di traktus
intestinal, dan gelombang antiperistaltik bergerak mundur, naik ke usus halus dengan kecepatan 2-
3cm/detik; proses ini dapat mendorong sebagian isi usus kembali ke duodenum, menjadi sangat
meregang. Peregangan ini menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang
sebenarnya. Sistem saraf otonom teraktivasi sehingga terjadi takikardi, vasokonstriksi dan berkeringat
dingin. Sistem saraf vagus membuat traktus intestinal bagian atas menjadi relaksasi dan memicu salivasi.

2. Fase ejeksi
Retching biasanya mendahului muntah. Fungsi dari retching masih belum diketahui. Muntah merupakan
gabungan dari kontraksi ritmik yang terkoordinasi dari diafragma, otot-otot interkostalis eksterna dan
otot abdomen memeras lambung dan mengeluarkan isi lambung.
Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun lambung, bersama
dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian bawah, sehingga membuat muntahan mulai
bergerak ke dalam esophagus. Setelah itu terjadi kerja muntah spesifik yang melibatkan otot-otot
abdomen mengambil alih dan mendorong muntahan ke luar.
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek yang pertama adalah (1)
bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan faring untuk menarik sfingter esofagus bagian atas supaya
terbuka, (3) penutupan glotis, dan (4) pengangkatan palatum mole untuk menutupi nares posterior.
Kemudian datang kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama dengan rangsangan kontraksi
semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara diafragma dan otot-otot abdomen,
membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang tinggi. Akhirnya sfingter esophagus bagian
bawah berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke atas melalui esophagus. Jadi
kerja muntah berasal dari suatu kerja memeras otot-otot abdomen bersama dengan pembukaan
sfingter esophagus secara tiba-tiba sehingga isi lambung dapat dikeluarkan.

3. Fase Post-ejeksi
Fase post ejeksi belum seluruhnya dimengerti, bagaimana fungsi normal tubuh kembali lagi sepenuhnya
setelah mengalami muntah dan kapan muntah pertama akan diikuti muntah lainnya lagi.

II. 4 Evaluasi Klinis


II. 4. 1 Evaluasi klinis muntah pada neonatus
a. Muntah bilier
Dapat terjadi pada semua umur, menandakan obstruksi intestinal atau infeksi sistemik. Abnormalitas
dari anatomi traktus gastrointestinal yang tampak pada minggu pertama kehidupan dengan muntah
bilier dan distensi abdomen termasuk di dalamnya malrotasi, volvulus, atresia usus, sumbatan
mekonium, hernia inkarserata dan agangliogenesis (Penyakit Hirscprung)
b. Necrotizing Enterocolitis (NEC)
Necrotizing Enterocolitis merupakan kejadian inflamasi traktus intestinal paling sering pada neonatus.
Gejala dari NEC adalah distensi abdomen, muntah bilier dan adanya darah pada tinja. Bayi baru lahir
dengan NEC dapat juga menunjukan gejala infeksi sistemik nonspesifik, seperti letargi, apneu, suhu tidak
stabil dan syok. Necrotizing Enterocolitis terutama ditemui pada bayi preterm dan NEC juga
mempengaruhi 10% bayi yang lahir aterm.
c. Kelainan Metabolik
Inborn Errors of Metabolism harus diwaspadai akan adanya penyakit neonatus akut. Beberapa faktor
yang menyebabkan cenderung terjadinya NEC. Keadaan terkait lainnya, termasuk letargi, hipotonia dan
kejang.

d. Kelainan Neurologis
Abnormalitas susunan saraf pusat, seperti perdarahan intrakranial, hidrosefalus dan edem serebri, harus
dicurigai pada neonatus dengan defisit neurologis, peningkatan lingkar kepala yang cepat dan
penurunan hematokrit yang tidak dapat dijelaskan.

II. 4. 2 Evaluasi klinis muntah pada bayi


a. Stenosis pilorus
Stenosis pilorus merupakan pertimbangan utama etiologi muntah pada bayi. Hipertrofi pilorus
menyebabkan obstruksi pengeluaran cairan gaster di kanal pilorus. Lima persen bayi dengan orangtua
yang mengalami stenosis pilorus, mengalami kelainan ini. Laki-laki lebih dipengaruhi dibanding wanita.
Gejala stenosis pylorus dimulai pada umur dua hingga tiga minggu, namun dapat terjadi pada rentang
waktu sejak lahir hingga usia lima bulan. Massa berukuran zaitun, dapat teraba di kuadran kanan atas.
b. Refluks gastroesofageal (GER)
GER merupakan kelainan gastroesofageal yang paling sering terjadi di masa bayi. Kelainan ini disebabkan
oleh fungsi sfingter esofageal bagian bawah (Lower Esophageal Sfingter atau LES) yang belum matur
pada bayi. Pada GER ditemui relaksasi sementara dari sfingter esofagus bagian bawah yang terjadi
secara tiba-tiba, berlangsung singkat, dimana terjadi pergerakan retrograde isi lambung ke dalam
esofagus. GER mewakili fenomena fisiologis yang sering dijumpai pada tahun pertama kehidupan.
Sebanyak 60-70% bayi mengalami muntah setelah 24 jam menyusu, hal ini berlangsung hingga usia 3-4
bulan.
Refluks gastroesofageal dapat menjadi patologis jika gejala menetap lebih dari 18-24 bulan dan atau
ditemukannya komplikasi yang signifikan seperti gangguan tumbuh kembang, episode rekuren dari
bronkospasme dan pneumonia, apneu atau refluks esofagitis.

Selama beberapa tahun, GER pada bayi dan anak diduga timbul akibat tidak adanya tonus pada LES
(Lower Esophageal Sfingter), namun banyak penelitian terkini menunjukkan bahwa tekanan pada LES
pada kebanyakan pasien anak adalah normal, bahkan pada bayi preterm.
Mekanisme mayor yang terjadi pada bayi dan anak kini telah dibuktikan akibat adanya transien LES
relazation. Beberapa faktor yang memicu terjadinya GER adalah peningkatan volume cairan intragastrik
dan posisi telentang. GER dapat juga dipicu oleh penurunan viskositas cairan diet pada bayi
dibandingkan dengan makanan dewasa yang lebih padat.
Dibandingkan dengan dewasa, bayi lebih mudah terkena GER karena perbedaan daya kembang lambung
dan waktu pengosongan lambung yang lebih lambat.

c. Alergi pada gastrointestinal


Alergi susu sapi sangat jarang ditemui pada bayi dan masa awal kanak-kanak. Umumnya terjadi pada
umur 2-3 tahun. Pada alergi ini dapat terjadi muntah, diare, kolik dan kehilangan darah.

II. 4. 3 Evaluasi klinis dari muntah pada anak-anak


a. Ulkus peptikum pada anak lebih muda sering dikaitkan dengan muntah. Ulkus peptikum harus
dicurigai jika terdapat riwayat ulkus pada keluarga atau jika terdapat hematemesis atau anemia
defisiensi besi yang tidak dapat dijelaskan atau nyeri yang sering membangunkan pasien dari tidurnya.
b. Pankreatitisn
i. Pankreatitis relatif jarang menyebabkan muntah, namun seharusnya
dipertimbangkan pada pasien yang pernah mengalami trauma abdomen. Pasien biasanya mengeluhkan
nyeri epigastrium yang dapat menjalar ke punggung bagian tengah.
ii. Faktor predisposisi lainnya termasuk penyakit virus (gondongan), obat (steroid,
azatioprin), anomali kongenital traktus bilier atau traktus pankreatikus, kolelitiasis, hipertrigliseridemia
dan riwayat pankreatitis pada keluarga
c. Gangguan sistem saraf pusat
Muntah persisten tanpa adanya keluhan sistemik atau keluhan gastrointestinal lainnya menandakan
adanya tumor intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial. Penemuan gejala neurologis yang
kurang jelas seperti ataksia, harus ditatalaksana dan dilakukan pemeriksaan neurologis dengan cermat.
II. 5 Diagnosis
II. 5. 1 Anamnesis
Sifat dan ciri muntah akan membantu mengetahui penyebab muntah. Muntah proyektil dapat dikaitkan
dengan adanya obstruksi gastrointestinal atau tekanan intrakranial yang meningkat. Muntah persisten
pada neonatus dapat dicurigai ke arah kelainan metabolik bawaan ditambah dengan adanya riwayat
kematian yang tidak jelas pada saudaranya dan multipel abortus spontan pada ibunya.
Bahan muntahan dalam bentuk apa yang dimakan menunjukkan bahwa makanan belum sampai di
lambung dan belum dicerna oleh asam lambung berarti penyebab muntahnya di esofagus. Muntah yang
mengandung gumpalan susu yang tidak berwarna coklat atau kehijauan mencerminkan bahwa bahan
muntahan berasal dari lambung. Muntah yang berwarna kehijauan menunjukkan bahan muntahan
berasal dari duodenum di mana terjadi obstruksi di bawah ampula vateri. Bahan muntahan berwarna
merah atau kehitaman (coffee ground vomiting) menunjukkan adanya lesi di mukosa lambung. Muntah
yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan robekan pada mukosa daerah sfingter bagian bawah
esofagus yang menyebabkan muntah berwarna merah kehitaman (Mallory Weiss syndrome). Adanya
erosi atau ulkus pada lambung menyebabkan muntah berwarna hitam, kecoklatan, atau bahkan merah
karena darah belum tercerna sempurna. Pada periode neonatal darah ibu yang tertelan oleh bayi pada
waktu persalinan atau puting susu ibu yang luka akibat sedotan mulut bayi, warna muntah juga
berwarna kecoklatan, dapat dibedakan antara darah ibu dan bayi dengan Apt test (alkali denaturation
test). Muntah fekal menunjukan adanya peritonitis atau obstruksi intestinal.
Jenis dan jumlah makanan atau minuman sebelum muntah (ASI atau susu formula, makanan atau
minuman lainnya), kehilangan berat badan, miksi terakhir dan perubahan perilaku harus dicermati. Poin
penting lainnya adalah apakah ada riwayat alergi atau intoleran makanan dan pengobatan sebelumnya,
apakah anak mengalami gejala lain seperti nyeri kepala, diare atau letargi. Perlu juga ditanyakan kondisi
medis anak sebelumnya, riwayat pembedahan, riwayat bepergian ke negara berkembang dan sumber
air minum dan apakah anak sebelumnya mengkonsumsi makanan yang mungkin telah tercemar.
Kelainan anatomik kongenital, genetik, dan penyakit metabolik lebih sering terlihat pada periode
neonatal, sedangkan peptik, infeksi, dan psikogenik sebagai penyebab muntah lebih sering terjadi
dengan meningkatnya umur. Intoleransi makanan, perilaku menolak makanan dengan atau tanpa
muntah sering merupakan gejala dari penyakit jantung, ginjal, paru, metabolik, genetik, atau kelainan
neuromotorik.
II. 5. 2 Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda dehidrasi yaitu ubun-ubun yang cekung, turgor kulit kembali lambat/sangat lambat,
mulut kering, air mata yang kering,berkurangnya frekuensi miksi (kurang dari satu popok basah dalam
enam jam pada bayi) atau anak dengan denyut jantung cepat (bervariasi, tergantung umur anak)
sehingga dapat dinilai derajat dehidrasi untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Iritasi peritonium dicurigai pada anak yang menahan sakit dengan posisi memeluk lutut, perlu
diperiksa adanya distensi, darm countour dan darm steifung, peningkatan serta bising usus.
Teraba massa, organomegali, perut yang lunak atau tegang harus diperhatikan dan diperiksa
dengan seksama. Pada pilorus hipertrofi akan teraba massa pada kuadran kanan atas perut.
Intususepsi biasanya ditandai dengan perut yang lunak, masa berbentuk sosis pada kuadran kanan
atas dan ada bahagian yang kosong pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
Rectal toucher, penurunan tonus sfingter ani, dan feses yang keras dengan jumlah yang banyak
pada ampula menandakan adanya impaksi fekal. Konstipasi akan meningkatkan tonus sfingter ani, dan
ampula yang kosong menandakan Hirschsprung disease.

II. 5. 3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap
Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan saluran
kemih atau adanya kelainan metabolik.
Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya penyakit
metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.
Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan kemungkinan defek pada
siklus urea.
Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai ke arah penyakit
hati.
Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar lipase serum lebih
bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan akut.
Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis atau infeksi
parasit.

b. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi akan memiliki
hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.

c. Foto polos abdomen


Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi anatomik
kongenital atau adanya obstruksi.
Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak spesifik karena
dapat ditemukan pada gastroenteritis
Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma menandakan adanya
perforasi.
d. Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila curiga
adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster.
e. Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.

II. 6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding muntah pada bayi berdasarkan kekerapan timbulnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel. 1 Diagnosis Banding muntah pada bayi
Sering Jarang
Obstruksi Adrenogenital syndrome
Gastroenteritis Tumor Otak (Peningkatan Tekanan Intra Kranial)
Refluks Gastroesofageal Keracunan Makanan
Overfeeding Inborn error of metabolism
Infeksi Sistemik Asidosis Tubular Ginjal
Ruminasi
Perdarahan Subdural

Diagnosis banding muntah pada bayi berdasarkan kekerapan timbulnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel. 2 Diagnosis Banding muntah pada anak dan Remaja
Sering Jarang

Gastroenteritis Sindrom Reye


Infeksi Sistemik Hepatitis
Keracunan Ulkus Peptikum
Sindrom Pertusis Pankreatitis
Obat-obatan Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Penyakit Telinga Tengah
Kemoterapi
Akalasia
Muntah Siklik
Striktur Esofagus
Kelainan metabolisme bawaan

Diagnosis banding muntah berdasarkan gejala yang hampir sama adalah sebagai berikut:
1. Posseting
Pengeluaran sedikit isi lambung sehabis makan, biasanya meleleh keluar dari mulut. Sering didahului
oleh bersendawa, tidak berbahaya dan akan menghilang dengan sendirinya.
2. Ruminasi (Rumination, merycism)
Merupakan suatu kebiasaan abnormal, mengeluarkan isi lambung, mengunyahnya dan kemudian
menelannya kembali. Kadang-kadang dirangsang secara sadar dengan mengorek faring dengan jari,
tidak berbahaya. Kebiasaan ini sulit dihilangkan, memerlukan bimbingan psikologik/psikoterapi yang
intensif.
3. Regurgitasi
Disebabkan oleh inkompetens sfingter kardioesofageal dan/atau memanjangnya waktu pengosongan isi
lambung. Dapat mengganggu pertumbuhan dan menimbulkan infeksi traktus respiratorius berulang
akibat aspirasi. Bisa juga sebagai salah satu penyebab sudden infant death syndrome. Sebagian besar
akan menghilang sendiri dengan bertambahnya umur bayi.
4. Refluks gastroesofageal (RGE)
RGE adalah keluarnya isi lambung ke dalam esophagus. Keadaan ini mungkin normal atau dapat pula
abnormal. Setaip refluks tidak selalu disertai regurgitasi atau muntah, tetapi setiap regurgitasi pasti
disertai refluks.
II. 7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi keadaan hipovolemi
dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya
sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah dengan tidak
memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube yang dihubungkan dengan
intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat diidentifikasi. Penggunaan
antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan
kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran
gastrointestinal yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS), apendisitis,
batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu
antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif, misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness),
mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan
motilitas saluran gastrointestinal.

Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
a. Antagonis dopamin
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena biasanya merupakan self
limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan,
muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya
Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25
mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi
obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi
distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat dikatakan lebih aman.
Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis dopamine.
Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus
bagian bawah.
b. Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan etanolamin. Golongan
etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini
bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya
oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
c. Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh
rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk mengatasi
muntah akibat obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2
tahun dengan dosis 0.40.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal berat badan <20>

d. Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular atau stimulus
oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis
dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
e. 5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan
mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada
aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis
mengatasi muntah akibat kemoterapi 418 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum kemoterapi
diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari
berikutnya. Dosis pascaoperasi: 212 yr <40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.
II. 8 Komplikasi
a. Komplikasi metabolik :
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium, natrium. Dehidrasi
terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu
muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya ion
hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya natrium ekstraseluler. Kalium dapat
hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat
hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar
natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium dan Kalium

b. Gagal Tumbuh Kembang


Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi sangat berkurang
dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh kembang.
c. Aspirasi Isi Lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan berulang menyebabkan
timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi GERD.
d. Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung. Biasanya terjadi pada
muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa
esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi karena
perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah
e. Peptik esofagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi mukosa esophagus oleh asam
lambung.
II. 9 Prognosis
Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi dan penatalaksanaan
dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan muntah, serta komplikasi yang terjadi dari muntah itu
sendiri.

BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr. Rocky. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK-UNRI. Pekanbaru. Diakses dari http://www.dr-rocky.com. Last
update Saturday, 28 March 2009 19:14
2. Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta gastroenterologi
anak. CV. Sagung Seto. Jakarta.
3. Sudarmo, Subijanto Marto. 2009. Penatalaksanaan muntah pada bayi dan anak. Divisi
Gastroenterologi Laboratotrium Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo/FK Unair. Diakses dari
http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-hw0gpy-buletin.pdf
4. Guyton and Hall, 1996. Textbook of medical physiology. 9th Ed. W. B Saunders Company.
Philadelphia.
5. Firmansyah, Agus. 1991. Gejala gangguan saluran cerna dalam buku ajar ilmu kesehatan anak A. H
Markum.Jilid I. Gaya Baru. Jakarta; hal: 408-409.
6. Charles A. Pohl, Leonard G.Gomella, series editor. Pediatrics on call. Lange medical book/McGraw-
Hill. 2006:435
7. Lindley, Keith J, Andrews, Paul L. Pathogenesis and treatment of cyclical vomiting. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition [serial online] 2005 September. Philadelphia.. Available from
URL : www.jpgn.org
8. Scruggs, Karen and Johnson, Michael. 2004. Persistent vomiting in pediatric treatment guidelines.
Current Clinical Strategies. USA; p : 129-133
9. Keshav, Satish. 2004. Nausea and vomiting in the gastrointestinal system at a glance. Blackwell
Science Ltd. Australia; p: 62-63
10. Behrman RE, 1998. Major symptoms and signs of digestive tract disorders in nelson essentials of
pediatrics, 3rd ed. WB Saunders. Philadelphia;
11. Schwarz, Steven M. Gastroesophageal refluks. [serial online] 2008, January 18th. Philadelphia.
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/930029-overview

S-ar putea să vă placă și