Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Disusun Oleh :
RATNA OKTAVIANA
G01.2003.01624
A. Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina.
(Mochtar, 1998)
Post partum adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah
kira-kira enam minggu, akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali
seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu tiga bulan.
(Sarwono, 1999)
Cefalo pelvik disproporsi (CPD) artinya bahwa janin tidak dapat
dilahirkan secara normal pervaginam karena ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dengan panggul.
(Rustam, 1998)
Dari perngertian diatas dapat di simpulkan bahwa post partum sectio
caesarea atas indikasi CPD (Cefalo pelvic disproporsi) adalah suatu cara untuk
melahirkan janin dengan cara pembedahan pada dinding uterus melalui
dinding depan perut atau vagina di mana janin tidak dapat dilahirkan secara
normal pervaginam karena ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan
panggul.
B. Anatomi
1. Organ reproduksi wanita
Organ reproduksi wanita terdiri atas eksterna dan interna. Organ
eksterna dan vagina berfungsi dalam kopulasi, sedang organ interna
berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan
perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi, dapat di katakan
berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
a. Organ Reproduksi Eksterna
1) Mons pubis
Adalah bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan anterior
simfisis pubis, yang akan di tumbuhi rambut kemaluan (Pubes)
apabila telah pubertas. Pada wanita rambut halus tumbuh di atas
mons dan ke bawah di atas labio mayora.
2) Labio mayora
Adalah dua buah lipatan bulat jaringan lemak yang di tutupi kulit
dan memanjang ke bawah dan ke belakang dari mons pubis. Secara
embriologis, labio mayora adalah homolog dari skrotum pada
pria.Panjang labio mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm, tebal 1-1,5 cm
dan agak meruncing pada ujung bawah.Labio mayora berlanjut
menjadi mons pubis, dibagian superior bersatu menjadi perineum
di bagian posterior, sedang pada daerah media bergabung menjadi
komisura posterior.
3) Labio minora
Dua buah lipatan pipih dari jaringan berwarna kemerahan yang
akan terlihat bila labio mayora di buka. Labio minora adalah
lipatan jaringan yang tipis dan bila terbuka terlihat lembab dan
kemerahan, menyerupai selaput mukosa. Pada labio minora tidak
memiliki folikel rambut tetapi memiliki banyak folikel sebasea dan
kadang-kadang terdapat kelenjar keringat. Bagian dalam lipatan
labio minora terdiri dari jaringan ikat dengan banyak pembuluh
darah dan serabut otot polos.
4) Klitoris
Adalah jaringan yang homolog dengan penis, bentuknya kecil,
silindris, erektil, dan letaknya dekat superior vulva. Organ ini
menonjol ke bawah di antara ke dua ujung labio mayora. Klitoris
terdiri dari glans, korpus, dan dua buah krura. Glans terbentuk dari
sel-sel berbentuk fusiformis, dan pada korpus terdapat dua korpora
kavernosa dimana pada dindingnya terdapat serabut otot polos.
Krura yang berbentuk tipis dan panjang berawal di permukaan
inferior ramus iskiapubis dan menyatu tepat di bawah pertengahan
arkus pubis membentuk korpus klitoris.
5) Vestibulum
Adalah daerah berbentuk buah amandel yang di latasi labio minora
di lateral dan memanjang dari klitoris di atas hingga fourchet di
bawah. Pada tahap kematangan terdapat 6 buah lubang : Uretra,
vagina, 2 saluran kelenjar Bartholini, dan kadangkala terdapat
duktus dari kelenjar parauretral atau di sebut juga duktus Skene. Di
sekitar vestibulum terdapat kelenjar vestibularis mayor, yaitu
kelenjar Bartholoni.
6) Ofisium uretra eksterna (Lubang kemih)
Adalah tempat keluarnya air kemih yang terletak di bawah klitoris.
Di sekitar lubang kemih kiri kanan di dapati lubang kelenjar Skene
(Sarwono prawirohardjo, 1992).
7) Bulbus vestibularis
Suatu kumpulan vena berbentuk buah amandel, panjang 3-4 cm,
lebar 1-2 cm, tebal 0,5-1 cm yang terletak pada kedua sisi selaput
mukosa. Secara embriologis, bulbus vestibularis sebanding dengan
bentuk primordial dari korpus spongiosum penis.
8) Ostium vagina dan himen
Liang vagina terdapat pada bagian bawah vestibulum dan bentuk
serta ukuranya berfariasi. Jaringan ini terutama terdiri atas jaringan
ikat, elastin maupun kolagen.
Himen merupakan selaput yang menutupi liang vagina. Lubang
himen biasanya berbentuk bulan sabit atau bulat, kadangkala
berupa banyak lubang kecil, dan dapat berupa celah dan terumbai
tidak beraturan. Himen imperforata yang dapat mengakibatkan
retensi kotoran saat menstruasi.
9) Perineum
Perineum terletak di antara vulva dan anus. Jaringan yang
menopang perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital.
Diafragma urogenital terletak di sebelah luar, diafragma pelvis
yang terdiri dari muskulus perinealis transversalis profunda,
muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan
desterna. Sedang diafragma pelvis terdiri dari muskulus lefator ani
dan muskulus koksigeus di bagian posterior serta selubung fasia
dari otot-otot.
b. Organ Reproduksi Interna
1) Vagina
Adalah liang atau saluran yang menghubungkan vulva dengan
rahim terletak di antara saluran kemih dan liang dubur. Di bagian
ujung atas terletak mulut rahim. Ukuran panjang dinding depan 8
cm, dinding belakang 10 cm. Bentuk dinding dalam berlipat-lipat
di sebut rugae, sedang di tengahnya ada bagian yang lebih keras
(Kolumna rugarum). Dinding vagina ada 3 lapis : lapisan mukosa,
lapisan atas dan lapisan jaringan ikat.
(Sarwono, 1992).
2) Uterus
Uterus berbentuk seperti buah apokat atau buah peer yang sedikit
gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar di atas 5,25
cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm.
Uterus terdiri atas : (a) fundus uteri, (b) korpus uteri, (c) servik
uteri. Fundus uteri adalah bagian uterus progsimal di mana ke dua
tuba fallopi masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus
yang terbesar. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum
uteri (Rongga rahim), yang mempunyai fungsi utama tempat janin
berkembang. Servik uteri di bagi menjadi dua bagian yaitu pars
supra vagina dan pars vagina di sebut juga portio yang terdiri dari
atas bibir depan dan belakang kortio. Bagian rahim antara servik
dan korpus di sebut isthmus atau segmen bawah rahim yang
penting artinya dalam kehamilan dan persalinan karena daerah ini
akan terjadi peregangan.
Uterus terbagi menjadi 3 lapisan : bagian luar uterus di tutupi oleh
jaringan ikat yang di sebut perimetrium. Permukaan dalam di sebut
endometrium, di bentuk dari jaringan sekretorius yang me-
ngandung pembuluh darah dan kelenjar. Endometrium merupakan
lapisan yang rontok setiap bulan pada saat menstruasi. Dinding
uterus yang di sebut miometrium, merupakan bagian terbesar dari 3
lapisan lainnya.
Sikap dan letak uterus dalam rongga panggul terfiksasi dengan
baik karena disokong dan di pertahankan oleh : (a) tonus uterus
sendiri, (b) tekanan intra abdominal, (c) otot-otot dasar panggul,
(d) ligamentum-ligamentum :
a) Ligamentum latum melekat pada ke dua sisi uterus, pembuluh
darah rerin dan persyaratan melewati ligamentum tersebut.
b) Ligamentum uterosakralis menghubungkan uterus ke sacrum
pada ke dua sisi rectum.
c) Ligamentum kardinal memanjang di bawah dasar ligamentum
mayor dan menahan uterus sehingga tidak jatuh ke dalam
vagina
d) Ligamentum teres memanjang dari uterus dekat tuba uterin
melewati kanalis inguinalis sampai labio mayora.
Fungsi utama uterus adalah : (a) setiap bulan berfungsi dalam
siklus haid, (b) tempat janin tumbuh dan berkembang, (c)
berkontraksi terutama saat bersalin dan sesudah bersalin
3). Tuba fallopi
Saluran ovum yang di sebut tuba fallopi terentang antara kornu
uterina hingga suatu tempat di dekat ovarium, dan merupakan jalan
ovum mencapai organ uterus.
Panjang tuba berfariasi antara 8-14 cm, tuba tertutup oleh
peritoneum dan lumennya di lapisi oleh membrana mukosa. Tuba
terbagi menjadi bagian intertitial, isthmus, ampulla dan
infundibulum. Bagian intertitial tertanam di dalam dinding
muskuler uterus. Bagian isthmus atau bagian sempit dari tuba yang
menempel dengan uterus, sedikit demi sedikit semakin melebar ke
bagian lateral yaitu ampulla. Infundibulum, yaitu ujung yang
memiliki fimbriae, adalah lubang berbentuk corong pada ujung
distal tuba fallopi. Tebal tuba fallopi berfariasi ; bagian tersempit
dari isthmus berdiameter 2-3 mm dan bagian terlebar ampulla
antara 5-8 mm. Tuba mempunyai banyak jaringan elastin,
pembuluh darah dan limfatik.
Fungsi tuba fallopi : (a) sebagai saluran telur, menangkap dan
membawa ovum yang di lepaskan oleh indung telur, (b) sebagai
tempat terjadinya pembuahan (fertilisasi).
4). Ovarium
Merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel, fungsinya
untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintesis dan
sekresi hormon-hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 5
cm, lebar 1,5 3 cm dan tebal 0,6 1 cm. Setelah menapause
ukuran ovarium mengecil. Ovarium terletak pada bagian atas
rongga panggul dan menempel pada lekukan dangkal lateral pelvis
diantara iliaka external yaitu divergen dan pembuluh darah
hipogastrik fossa ovarica waldeyer. Ovarium terdiri dari medulla
dan korteks.
Kortek atau lapisan luar berfariasi ketebalannya sesuai dengan usia
dan menjadi semakin tipis dengan bertambahnya usia. Dalam
lapisan ini terdapat ova dan volikel de graaf. Bagian terluar dari
korteks yang kusam dan keputih-putihan. Medulla atau bagian
tengah ovarium, terdiri dari jaringan penyumbang longgar yang
berkesinambungan dengan ligamentum suspensorium; serat otot
berfungsi dalam pergerakan ovarium.
2. Panggul
a. Jenis panggul
Menurut Caldwell dan Moloy, jenis panggul dibagi menjadi empat,
yaitu :
1) Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar, atau
dengan diameter transfersal yang lebih panjang sedikit dari pada
diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu
bawah panggul yang cukup luas.
2) Panggul antropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih
panjang dari pada diameter transfersal, dan dengan arkus pubis
menyempit sedikit
3) Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk
sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan,
dengan spina iskradika menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis
menyempit
4) Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang lebih
pendek dari pada diameter transfersal pada pintu atas panggul dan
dengan arkus pubis yang luas.
(Wiknjosastro, 1999)
b. Kelainan bentuk panggul
1) Congenital
a) Just minor pelvis; sempit kecil
b) Simple flat pelvis
c) Male type pelvis
d) Funne pelvis (outlet sempit)
e) Panggul asimilasi
2) Kelainan penyakit tulang panggul
a) Rachitis
b) Osteomalaisia
3) Kelainan tulang belakang
a) Lordosis
b) Skoliosis
c) Kiposis
d) Spondilolistesis
(Rustam, 1998)
Di samping panggul-panggul sempit, terdapat pula panggul-
panggul sempit yang lain yang umumnya juga disertai perubahan
dalam bentuknya. Menurut klasifikasi yang dianjurkan oleh Munro
Kerr, panggul dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intrauterin :
Panggul Naegele, Panggul Robert.
2) Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang-tulang panggul dan
atau sendi panggul : Rakhitis, Osteomalasia.
3) Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang : Kifosis,
Skoliosis, Spondilolistesis
4) Perubahan bentuk karena penyakit kaki.
C. Sectio Caesarea
1. Indikasi
Pada umumnya sectio caesarea digunakan bila diyakini bahwa
penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan dampak yang
serius bagi janin, ibu, atau keduanya, padahal persalinan pervaginam tidak
diselesaikan dengan aman. Indikasi dilakukan sectio caesarea yaitu :
a. Malpresentasi janin
b. Distosia serviks
c. Disproporsi sefalo pelvik
Yaitu ketidak seimbangan antara ukuran kepala dan panggul
d. Plasenta previa
e. Panggul sempit
Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias
naturalis ialah CV = 8 cm, panggul depan CV = 8 cm dapat dipastikan
tidak dapat melahirkan janin yang normal dicoba dengan partus
percobaan, baru setelah gagal dilakukan sektio caesarea sekunder.
f. Partus lama (prolonged labor)
g. Partus tak maju (obstructed labor)
h. Pre eklampsi dan hipertensi
i. Ruptur uteri terancam
(Rustam, 1998).
2. Tipe-tipe Sectio Caesarea
a. Sectio Caesarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira sepanjang 10 cm.
Keuntungannya : mengeluarkan janin lebih cepat, tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih, sayatan bisa diperpanjang
proksimal atau distal. Kerugiannya : infeksi mudah menyebar secara
intra abdominal karena tidak ada riperitonearisasi yang baik, untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
b. Sectio Caesarea ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang, konkaf pada
segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.
Keuntungannya : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka
dengan peritoninealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritonea flat
baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum, perdarahan kurang, dibandingkan dengan cara klasik
kemungkinan ruptura uteri spontan kurang atau lebih kecil.
Kerugiannya : kesulitan pada waktu mengeluarkan janin, terjadi
perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan.
(Rustam, 1998)
3. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan sectio caesarea adalah :
a. Infeksi Kuerperal (Nifas)
1) Ringan; dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
2) Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dengan
dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3) Berat; dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini
seringkali dijumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah
terjadi infeksi intra partal karena ketuban yang telah pecah terlalu
lama.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolit dan
antibiotik yang adekuat dan tepat.
b. Perdarahan, disebabkan banyak pembuluh darah yang terputus dan
terbuka, atonia uteri, perdarahan pada plasental bed
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonealisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.
(Rustam, 1998)
4. Fase-fase Penyembuhan Luka Post Operasi
a. Fase Inflamasi (fase lag/eksudatif)
Terjadi pada hari 1-4, pada waktu ini terjadi bekuan darah.
Ketika mikro sirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti
antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen dan air menembus
spasium vaskuler selama 2-3 hari yang menyebabkan odema, teraba
hangat, kemerahan, nyeri.
b. Fase Prolifertif (fase fibroblastic/jaringan ikat)
Terjadi pada hari 5-20, pada fase ini fibroblas memperbanyak
diri dan memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel
yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran
luka, kuncup ini berkembang menjadi kapiler yang merupakan sumber
nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.
Kolagen adalah komponen utama dari jaringan ikat yang
digantikan. Fibroblas melakukan sintesis kolagen dan mukopoli
sakarida. Dalam periode 2-4 minggu, rantai asam amino membentuk
serat-serat dengan panjang dan diameter yang meningkat. Serat-serat
ini menjadi kumpulan bundel dengan pola yang tersusun baik. Sintesis
kolagen menyebabkan kapiler untuk menurunkan jumlahnya dalam
upaya untuk menyeimbangkan jumlah kolagen yang rusak. Sintesis
dan lisis seperti ini mengakibatkan peningkatan kekuatan.
c. Fase Maturasi (fase diferensiasi, resorptif, remodeling/plateau)
Terjadi pada hari ke 21 sampai sebulan atau bahkan tahunan.
Fibroblas mulai meninggalkan luka, jaringan parut tampak besar
sampai fibrin kolagen menyusun keadaan posisi yang lebih padat. Hal
ini sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi
meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus
berlanjut dan mencapai kekeuatan maksimum dalam 10/12 minggu,
tetapi tidak mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.
(Brunner S, 2001)
D. Cefalo Pelvik Disproporsi (CPD)
Ada beberapa kemungkinan :
1. Imbang sefalo-pelvik baik
Parus dapat direncanakan pervaginam, namun demikian his, posisi
kepala, dan keadaan serviks harus diperhatikan selama partus.
2. Disproporsi sefalo-pelvik
Artinya bahwa janin tidak dapat dilahirkan secara normal pervaginam,
bila anak hidup dilakukan seksio sesarea.
3. Kemungkinan disproporsi
Mengandung arti : imbang baik atau dapat terjadi disproporsi.
(Rustam, 1998)
1. Prognosis
Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan
berlangsung sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul
hanya bagi ibu dan janin. Bila ada disproporsi fero-pelvik maka akan
terjadi persalinan patologis.
Bahaya pada ibu :
a. Partus normal yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada
pembukaan kecil, dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan
infeksi intrapartum.
b. Dengan hal yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir
tertahan, dapat timbul regangan segmen bawah bawah uterus dan
pembentukan lingkaran retraksi patologik (Bandl). Keadaan ini
terkenal dengan nama ruptur uteri mengancam : apabila tidak
segera diambil tindakan untuk mengurangi regangan, akan timbul
ruptur uteri.
c. Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalopelvik,
jalan lahir pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara
kepala janin dan tulang panggul. Hal itu menimbulkan gangguan
sirkulasi dengan akibat terjadinya iskemia dan kemudian nekrosis
pada tempat tersebut. Beberapa hari postpartum akan terjadi fistula
vesikoservikalis atau fistula vesikovaginalis atau fistula
rekovaginalis.
Bahaya pada Janin :
a. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika
ditambah dengan infeksi intrapartum.
b. Prolapsus funikuli, apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat
besar bagi janin dan memerlukan elahirannya dengan segera
apabila ia masih hidup.
c. Dengan adanya disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat
melewati rintangan pda panggul dengan mengadakan moulage.
Moulage dapat dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek
sampai batas-batas tertentu, akan tetapi batas-batas tersebut
dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium serebelli dan
perdarahan.
d. Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh
simfisis pada panggul picak menyebabkan perlukaan pada jaringan
di atas kepala tulang janin, malahan dapat pula menimbulkan
fraktur pada os parietalis.
(Wiknjosastro, 1999)
2. Penanganan
Dewasa ini 2 cara merupakan tindakan utama untuk menangani
persalinan pada disproporsi sefalopelvik yaitu partus percobaan dan
sectio caesarea. Di samping itu kadang-kadang ada indikasi untuk
melakukan simfisiotomi dan kraniotomi, akan tetapi simfisiotomi
jarang sekali dilakukan di Indonesia, sedangkan kraniotomi hanya
dikerjakan pada janin mati.
a. Partus percobaan
Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan
persalinan, untuk memperoleh bukti tentang ada tidaknya
disproporsi sefalopelvik (Rustam Mochtar, 1998). Bila partus
berjalan secara fisiologis, terjadi perubahan pembulatan serviks,
tingkat turunnya kepala, dan jangka waktu minimum antara
keduanya. Jika tidak ada perubahan pada ketiganya, disebut partus
tidak maju. Bila partus percobaan gagal, dilakukan sectio caesarea.
b. Sectio caesarea
Sectio caesarea dapat dilakukan secara efektif atau primer,
yaitu sebelum persalinan mulai atau pada awal persalinan dan
secara sekunder, yaitu sesudah persalinan berlangsung beberapa
waktu.
Sectio caesarea efektif direncanakan terlebih dahulu dan
dilakukan pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul
yang cukup berat, atau karena terdapat disproporsi sefalopelvik
yang nyata. Selain itu, seksio tersebut diselenggarakan pada
kesempatan ringan apabila ada faktor-faktor lain yang merupakan
komplikasi, seperti primigravida tua, kelainan letak janin yang
tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mengalami
masa infertilitas yang lama, penyakit jantung, dan lain-lain.
c. Simfisiotomi
Simfisiotomi ialah tindakan untuk memisahkan tulang
panggul kiri dari tulang panggul kanan pada simfis supaya rongga
panggul menjadi lebih luas. Tindakan ini tidak banyak lagi
dilakukan karena terdesak oleh sectio caesarea. Satu-satunya
indikasi ialah apabila pada panggul sempit dengan janin masih
hidup terdapat infeksi intrapartum berat, sehingga sectio caesarea
dianggap terlalu berbahaya.
d. Kraniotomi
Pada persalinan yang dibiarkan berlarut-larut dan dengan
janin yang sudah meninggal, sebaiknya persalinan diselesaikan
dengan kraniotomi dan kranioklasi. Hanya jika panggul demikian
sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkan dengan
kraniotomi, terpaksa dilakukan sectio caesarea.
(Wiknjosastro, 1999)
E. Adaptasi Fisiologis Post Partum
1. Uterus
Proses kembalinya uterus keadaan sebelum hamil, setelah
melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Tabel : Tinggi fundus dan berat uteri menurut masa involusi
Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
12 jam 1 cm di atas umbilikis 750 gram
1 minggu pertengahan pusat simpilis 5000 gram
2 minggu tidak teraba di atas simpilis 350 gram
6 minggu pertengahan umbilikus-simfisis 50 gram
8 minggu sebesar normal 30 gram
A. Pengkajian
1. Pengkajian Data Dasar Klien
a. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-
800 ml.
b. Integritas Ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan,
sampai ketakutan, marah, atau menarik diri.
Klien/pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima
peran dalam pengalaman kelahiran.
Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk
menghadapi situasi baru.
c. Eliminasi
Kateter urinarius indweling mungkin terpasang; urin jernih
pucat.
Bising usus tidak ada, samar, atau jelas.
d. Makanan/cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
e. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesia
spinalepidural.
f. Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber.
Misalnya: trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung
kemih/abdomen, efek-efek anestesia.
g. Pernapasan
Bunyi paru jelas dan vesikular.
h. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan
utuh. Jalur parenteral, bila digunakan, paten, dan sisi bebas eritema,
bengkak, dan nyeri tekan.
i. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhia
sedang dan bebas bekuan berlebihan/banyak.
2. Pemeriksaan Diagnostik
Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht) : mengkaji
perubahan dari kadar praoperasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah
pada pembedahan.
Urinalisis : kultur urine, darah, vagina, dan lokhia: pemeriksaan
tambahan didasarkan pada kebutuhan individual.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doengoes, 2001).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan
nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitass jaringan sekunder
akibat pembedahan (Doengoes, 2001).
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2000).
4. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam
pembedahan (Doengoes, 2001).
5. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otor sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri
perineal/rektal (Doengoes, 2001).
6. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi
(Carpenito, 2000).
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doengoes,
2001).
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis,
periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri
(Doengoes, 2001).
C. Fokus Intervensi
1. Dx I Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma
pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung
kemih (Doengoes, 2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang
Kriteria hasil :
1. Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri
2. Klien tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat
Intervensi :
1. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan
Rasional :
Membedakan karakteristik khusus dari nyeri, membantu membedakan
nyeri pasca operasi dan terjadinya komplikasi (misalnya : ileus, retensi
kandung kemih atau infeksi).
2. Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi
Rasional :
Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat.
3. Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi
Rasional :
Merilekskan otot, dan mengalihkan perhatian dan sensori nyeri.
4. Anjurkan ambulasi dini
Rasional :
Menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik untuk
menghilangkan ketidaknyamanan.
5. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional :
Meningkatkan kenyamanan.