Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
1. Ariestantriya H (001.15.036)
2016
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat berbagai
hubungan dengan lima factor persalinan. (Bobak, 2004 : 784)
Distosia adalah persalinan yang sulit. Distosia adalah kesulitan dalam jalannya
persalinan. (Rustam Mukhtar, 1994)
Distosia didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal, yang timbul
akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan 5 faktor persalinan sebagai berikut:
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya
mengedan ibu (kekuatan/power)
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir)
3. Sebab pada janin meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, bayi besar, dan jumlah
bayi
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman,
persiapan, budaya, serta sistem pendukung
B. Etiologi
1. Kelainan tenaga/ power. kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya
mengedan ibu ( Kekuatan/ Power)
2. Kelainan jalan lahir/ passage. Perubahan struktur pelvis
C. Klasifikasi
1. Kelainan His
His yang tidak normal baik kekuatan atau sifatnya sehingga menghambat kelancaran
persalinan .Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain kehamilan primi gravida tua
atau multi gravida, herediter, emosi dan kekuatan, kelainan uterus, kesalahan pemberian
obat, kesalahan pimpinan persalinan, kehamilan kembar dan post matur, dan letak lintang
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik dan hipertonik.
Inersia uteri hipertonik adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang
sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian
atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan
mendorong bayi keluar.Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. misalnya
"tetania uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan
karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi
hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter. Faktor yang dapat
menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya
pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan
sebagainya.
D. Patofisiologi
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar
merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus
uteri dimana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara
merata dan menyeluruh hingga tekanan dalam ruang amnion balik ke asalnya +10 mmHg
Incoordinate uterin action yaitu sifat his yang berubah. Tonus otot uterus meningkat juga
di luar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronasi
kontraksi bagian-bagiannya Tidak adanya koordinasi antara kontraksi atas, tengah dan
bawah menyebabkan tidak efisien dalam mengadakan pembukaan
Disamping itu tonus otot yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama
bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His ini juga disebut sebagai
incoordinate hipertonic uterin contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan
ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler
setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uterin pada tempat itu. Ini dinamakan
lingkaran kontraksi atau lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi
dimana-mana, tapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen
bawah uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat diketahui degan pemeriksaan dalam,
kecuali kalau pembukaan sudah lengkap sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam
kavum uteri.
pathway
E. Manifestasi klinis
1. Manifestasi klinik pada Ibu :
a. Gelisah
b. Letih
c. Suhu tubuh meningkat
d. Nadi dan pernafasan cepat
e. Edema pada vulva dan servik
f. Bisa jadi ketuban berbau
2. Manifestasi klinik pada Janin
a. DJJ cepat dan tidak teratur
F. Komplikasi
1. Komplikasi maternal
a. Perdarahan pasca persalinan
b. Fistula Rectovaginal
c. Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa transient femoral neuropathy
d. Robekan perineum derajat III atau IV
e. Rupture Uteri
2. Komplikasi fetal
a. Brachial plexus palsy
b. Fraktura Clavicle
c. Kematian janin
d. Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
e. Fraktura humerus
G. Pemeriksaan penunjang
1. MRI
2. USG
3. Pemantauan menggunakan partograf
H. Penatalaksanaan
1. Penanganan Umum
a. Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin
b. Lakukan penilaian kondisi janin : DJJ
c. Kolaborasi dalam pemberian :
1) Infus RL dan larutan NaCL isotonik (IV)
2) Berikan analgesik berupa tramandol/ peptidin 25 mg (IM) atau morvin 10 mg
(IM)
d. Perbaiki keadaan umum
1) Berikan dukungan emosional dan perubahan posisi
2) Berikan cairan
2. Penanganan Khusus
a. Kelainan His
1) TD diukur tiap 4 jam
2) DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II
3) Pemeriksaan dalam
4) Kolaborasi : Infus RL 5% dan larutan NaCL isotonic (IV), berikan analgetik
seperti petidin, morfin dan pemberian oksitosin untuk memperbaiki his
b. Kelainan janin
1) Pemeriksaan dalam
2) Pemeriksaan luar
3) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
4) Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan seksiosesaria baik
primer pada awal persalinan maupun sekunder pada akhir persalinan
c. Kelainan jalan lahir
1) Dilakukan eksisi sebisa mungkin sehingga persalinan berjalan lancar
2) Jika sulit dan terlalu lebar, dianjurkan untuk melakukan SC
I. Jsgcks