Sunteți pe pagina 1din 29

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

ANATOMI DAN FISIOLOGI


SISTEM ENDOKRIN

Kelenjar pineal
Kelenjar pituitari

Kelenjar tiroid
Kelenjar timus

Kelenjar adrenal

Pankreas
(sel-sel
pulau
langerhans

Kelenjar ovarika

Kelenjar testika

Gambar 1 Sistem Endokrin


Gambar 2 Pankreas
Sistem Endokrin merupakan kelenjar yang mengirimkan hasil sekresi
langsung ke dalam darah yang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati
saluran Hasil dari sekresi tersebut dinamakan dengan hormon.
Adapun komponen dari sistem endokrin sebagai berikut:
1. Kelenjar pienal (Epifise)
Kelenjar ini terdapat didalam otak didalam ventrikel terletak dekat korpus.
Ini menghasilkan sekresi Interna dalam membantu pankreas dan kelenjar
kelamin.
2. Kelenjar Hipofise
Kelenjar ini terletak pada dasar tengkorak yang m,empunyai peran penting
dalam sekresi hormon-hormin semua sistem endokrin.
Kelenjar Hipofise terdiri dari 2 lobus. Yaitu lobus anterior dan lobus
posterior. Lobus anterior menghasilkan hormon yang berfungsi sebagai zat
Pengendali produksi dari semua organ endokrin.
a. Hormon Somatropik, yang berfungsi mengendalikan pertumbuhan
tubuh. Hormon Tirotoprik yang berfungsi mengendalikan kegiatan
kelenjar tiroid dalam menghasilkan hormon tirooksin.
b. Hormon Adrenokortikotropik (ACTH) yang berfungsi mengendalikan
kelenjar suprarenal dalam menghasilkan kortisol
c. Hormon Gonadotropik yang berasal dari Folicel Stimulating Hormon
(FSH) yang merangsang perkembangan folikel degraf dalam ovarium
dan pembentukan spermatozoa dalam testis.
Adapun lobus posteror menghasilkan 2 jenis hormon yaitu:
a. Hormon anti diuretik (ADH) mengatur jumlah air yang keluar melalui
ginjal
b. Hormon oksitosin yang berguna merangsang dan menguat kontraksi
uterus sewaktu melahirkan dan mengeluarkan air susu sewaktu
menyusui.
3. Kelenjar Tiroid
Terdiri dari 2 lobus yang berada disebelah kanan dari trakea, yang terletak
didalam leher bagian depan bawah melekat pada dinding laring. Adapun
fungsi kelenjar tiroksin adalah mengatur pertukaran metabolisme dalam
tubuh damn mengatur pertumbuhan. Selain itu juga kelenjar tiroid
mempunyai fungsi:
a.Bekerja sebagai perangsang kerja oksidasi
b. Mengatur penggunaan oksidasi
c.Mengatur pengeluaran karbondioksida.
d. Pengaturan susunan kimia darah, jaringan
4. Kelenjar Timus
Kelenjar ini di mediastinum di belakang os sternum. Kelenjar timus terletak
di dalam thorak yang terdiri dari 2 lobus. Adapun fungsi dari kelenjar timus
adalah:
a.Mengaktifkan pertumbuhan badan.
b. Mengurangi aktifitas kelenjar kelamin.
5. Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal ada 2 bagian yaitu:
a. Bagian luar yang berwarna kekuningan yang menghasilkan kortisol
disebut korteks.
b. Bagian medula yang menghasilkan adrenalin (epineprin) dan non
adrenalin (non epineprin) Non adrenalin dapat menaikkan tekanan
darah dengan cara merangsang serabut otot di dalam dinding
pembuluh darah untuk berkontraksi, adrenalin membantu metabolisme
karbohidrat dengan cara menambah pengeluaran glukosa dalam hati.
Adapun fungi kelenjar adrenal bagian korteks adalah:
a. Mengatur keseimbangan air, elektolit, dan garam.
b. Mempengaruhi metabolisme hidrat arang dan protein
c. Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid.
Dan fungsi kelenjar adrenal bagian medula adalah:
1. Vaso kontriksi pembuluh darah perifer.
2. Relaksasi bronkus.
6. Pankreas.
Terdapat di belakang lambung di depan vertebra lumbalis 1 dan 2 terdiri
dari sel- sel alpha dan beta. Sel alpha menghasilkan hormon glukagon dan
sel beta menghasilkan hormon insulin. Hormon yang di gunakan untuk
pengobatan diabetes adalah hormon insulin yang merupakan sebuah protein
yang turut di cernakan oleh enzim pencernaan protein.
Fungsi hormon insulin adalah mengendalikan kadar glukosa dan
bila digunakan sebagai pengobatan adalah memperbaiki sel tubuh untuk
mengamati dan penggunaan glukosa dam lemak. Selain itu juga terdapat
pulau langerhans yang berbentuk oval yang tersebar ke seluruh tubuh
pankreas dan terbanyak pada bagian kedua pankreas. Fungsi dari pulau
langerhans adalah sebagai unit sekresi dalam pengeluaran homeostastik
nutrisi, menghambat sekresi insulin glikogen dan poilipeptida pankreas
serta menghambat sekresi glikogen. Selain itu juga pankreas sebagai tempat
cadangan bagi tubuh dan penggunaan glukosa.
7. Kelenjar ovarika.
Terdapat pada wanita dan terletak pada disamping kanan dan kiri uterus dan
menghasilkan hormon esterogen dan progesteron, hormon ini
mempengaruhi uterus dan memberikan sifat kewanitaan.
8. Kelenjar Testika.
Terdapat pada pria terletak pada skrotum dan menghasilkan hormon
testosteron yang mempengaruhi pengeluaran sperma.
B. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal ,yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata , ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi
pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopik
electron (Mansjoer, 2001)
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2000).
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. (Price, 2000)
Dari beberapa definisi diatas tentang DM dapat diambil kesimpulan
bahwa DM adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan
hormonal (dalam hal ini adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas)
dan melibatkan metabolisme karbohidrat dimana seseorang tidak dapat
memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi denga baik, karena proses autoimmune, dipengaruhi secara genetik
dengan gejala yang pada akhirnya menuju tahap perusakan imunologi sel-sel
yang memproduksi insulin.
C. KLASIFIKASI
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1)
Kekerapan DM Tipe 1 di negara barat + 10% dari DM Tipe 2. Di negara
tropik jauh lebih sedikit lagi. Gambaran kliniknya biasanyatimbul pada
masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil balig. Tetapi ada juga
yang timbul pada masa dewasa.
2. Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2)
DM Tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%).
Timbul makin sering setelah umur 40 dengan catatan pada dekade ketujuh
kekerapan diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada rata-rata
orang dewasa.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati,
karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan
sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM.
4. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama
kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin
kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu:
Plasma vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 19 >200
Kadar glukosa darah puasa: <110 110 - 125 >126
Plasma vena <90 90 - 109 >110
Darah kapiler
(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)

D. ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel
pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes
Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe
II, diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
PATOFISIOLOGI
DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetil, dll

sel pancreas hancur Jmh sel pancreas menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein meningkat Lipolisis meningkat

Penurunan BB polipagi

Glukosuria Glukoneogenesis Gliserol asam lemak


meningkat bebas meningkat

Diuresis Osmotik Kehilangan elektrolit urine Ketogenesis

Kehilangan cairan hipotonik

Polidipsi Hiperosmolaritas ketoasidosis ketonuria

coma

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel


baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan
energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan
oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan
makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein
(Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi
glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus
semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin.
Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon
insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi
glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal
tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah
adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus
sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan
minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya
transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan
simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan
untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar
sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu
banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah
yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan
melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati
akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
E. GEJALA KLINIS
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing
terutama malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan
cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari
tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks
menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4
kg.Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya
keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes karena pada saat periksa
kesehatan diemukan kadar glukosa darahnya tinggi. (Soegondo S, dkk. 2007)
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut : Pada tahap

awal sering ditemukan :

1. Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai

melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic

diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien

mengeluh banyak kencing.

2. Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak

karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

3. Polipagi (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami

starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.

Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya

akan berada sampai pada pembuluh darah.

4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.


Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka

tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu

lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh

selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk

yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun

banyak makan akan tetap kurus

5. Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi)

yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan

sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. (Arjatmo,

Tjokronegoro. 2002).

F. KOMPLIKASI
Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik
1. Komplikasi Akut, adalah komplikasi akut pada DM yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka
pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah:
a. Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh
tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata
(Smeltzer,20002)
b. Koma Hiperosmolar Nonketonik(KHHN)
Koma Hipermosolar Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi
oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak
tepatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (SMELTZER,2000)
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60
mg/dl keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau
preparat oral berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
(Smeltzer, 2000).
2. Komplikasi Kronik
Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2 :
a. Mikrovaskuler
1. Penyakit Ginjal Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal.Bila
kadar glukosa dalam darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal
akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah
dalam urine (Smeltzer,2000)
2. Penyakit Mata Penderita DM akan mengalami gejala pengelihatan
sampai kebutaan keluhan pengelihatan kabur tidak selalu disebabkan
neuropati.
3. Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa. (long,1996)
4. Neuropati Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer, sistem
saraf otonom medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi
sorbital dan perubahan- perubahan metabolik lain dalam sintesa
fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat
menimbulkan perubahan kondisi saraf.
b. Makrovaskuler
1. Penyakit Jantung Koroner Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat
diabetes maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan
darahnya ke seluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik. Lemak
yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya
arteri (arteriosclerosis) dengan resiko penderita penyakit jantung
koroner atau stroke.
2. Pembuluh Darah kaki Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf-
saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor
dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan ganggren. Infeksi
di mulai dari celah celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel-
sel kuku kaki yang menebal dan kalus demikian juga pada daerah
daerah yang terkena trauma
3. Pembuluh Darah ke Otak Pada pembuluh darah otak daoat terjadi
penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun (long,1996)
G. PENEGAKKAN DIAGNOSTIK
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas
DM berupa poliuria, polidipsia, lemas,dan berat badan turun. Gejala lain
yang mungkin dikemukakan oleh pasien adalah kesemutan, gatal, mata
kabur dan impotensia pada pasien pria,serta pruritus dan vulvae pada pasien
wanita. Jika keluhan dan gejala khas, ditemukannya pemeriksaan glukosa
darah sewaktu yang >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM. Umumnya hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang baru satu
kali saja abnormal belum cukup untuk diagnosis klinis DM.

Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO


diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan
gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah
beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2 kali
abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang
berbeda ataupun adanya 2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama.

Cara pemeriksaan TTGO :

1. Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa


2. Kegiatan jasmani cukup, tidak terlalu banyak
3. Puasa semalam, selama 10-12 jam
4. Glukosa darah puasa diperiksa
5. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum
selama / dalam waktu 5 menit
6. Diperiksa glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban
glukosa. (Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl
VII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan
normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja,
atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi
atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh
status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan
rumus:

BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) 100

Kurus (underweight)

Kurus (underweight) : BBR < 90 %


Normal (ideal) : BBR 90 110 %
Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
Obesitas, apabila : BBR > 120 %
Obesitas ringan : BBR 120 130 %
Obesitas sedang : BBR 130 140 %
Obesitas berat : BBR 140 200 %
Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
kurus : BB X 40 60 kalori sehari
Normal : BB X 30 kalori sehari
Gemuk : BB X 20 kalori sehari
Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan
setiap 1 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan
salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui
bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset
video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1). Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
kerja OAD tingkat reseptor
2). Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam,
sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat
suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding
perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan
(lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan
rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi
perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan
dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu
pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30
menit setelah suntikan.
2). Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorpsi insulin.
Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin
dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat
efeknya daripada subcutan.
Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak
terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat
penurunan dari u 100 ke u 10 maka efek insulin
dipercepat.
4). Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik
atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan
subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah
digunakan untuk terapi koma diabetik.
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
1. Pengkajian
Pengkajian pasien dengan Diabetes mellitus (Doenges, 1999) meliputi :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
Tanda : penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala : ulkus pada kaki, penyembuhan lama, kesemutan/kebas pada
ekstremitas.
Tanda : kulit panas, kering dan kemerahan.
c. Integritas Ego
Gejala : tergantung pada orang lain.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
d. Eleminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nakturia
Tanda : urine encer, pucat kering, poliurine.
e. Makanan/cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet, penurunan
berat badan.
Tanda : kulit kering/bersisik, turgor jelek.
f. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri pada luka ulkus
Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat hati-hati
g. Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi
h. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : faktor risiko keluarga DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi,
penyembuhan yang lamba. Penggunaan obatseperti steroid, diuretik (tiazid) :
diantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan Diabetes mellitus (Doenges, 2000)
adalah :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik, berlebihan diare, mual, muntah, masukan dibatasi,
kacau mental.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual,
lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status
hipermetabolisme, pelepasan hormon stress.
c. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi,
prosedur invasif dan kerusakan kulit.
d. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,
perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi,
status hipermetabolisme/infeksi.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber
informasi.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
(Doenges, 2000) meliputi :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastric, berlebihan (diare, muntah) masukan dibatasi (mual, kacau
mental).
Tujuan : Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
Kriteria Hasil : - pasien menunjukan adanya perbaikan keseimbangan
cairan, dengan kriteria ; pengeluaran urine yang adekuat (batas normal), tanda-
tanda vital stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit baik, pengisian kapiler
baik dan membran mukosa lembab atau basah.
Intervensi / Implementasi :
1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
ortestastik.
R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2) Kaji pola napas dan bau napas.
R : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis.
3) Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit.
R : Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum terjadi pada
proses infeksi. Demam dengan kulit yang kemerahan, kering, mungkin
gambaran dari dehidrasi.
4) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat.
5) Pantau intake dan output. Catat berat jenis urine.
R : memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal
dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
6) Ukur berat badan setiap hari.
R : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
7) Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi
R : tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan
respon pasien secara individual.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung
penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme,
pelepasan hormon stress.
Tujuan : berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan
tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Kriteria Hasil : - pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang
penyalahgunaan zat, penurunan jumlah intake ( diet pada status nutrisi).
- mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk meningkatkan
dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi / Implementasi :
1) Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi
R : Mengetahui pemasukan makan yang adekuat.
2) Tentukan program diet dan pola makanan pasien dibandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
R : Mengindentifikasi penyimpangan dari kebutuhan.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung,
mual,muntah, pertahankan puasa sesuai indikasi.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
4) Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat
kesadaran, dingin/lembab, denyut nadi cepat, lapar dan pusing.
R : secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus dikali dan
ditangani secara tepat.
5) Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula darah dan diet.
R : Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula darah.
c. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur
invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
- mengindentifikasi faktor-faktor risiko individu dan intervensi untuk
mengurangi potensial infeksi.
- pertahankan lingkungan aseptik yang aman.
Intervensi / Implementasi
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam,
kemerahan, adanya pus pada luka , sputum purulen, urin warna keruh dan
berkabut.
R : pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetus
keadaan ketosidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik,
setiap kontak pada semua barang yang berhubungan dengan pasien termasuk
pasien nya sendiri.
R : mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan
infus, kateter folley, dsb).
R: Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman.
4) Pasang kateter / lakukan perawatan perineal dengan baik.
R: Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
5) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Masase
daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dantetap
kencang (tidak berkerut).
R: sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
penigkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi dan infeksi.
6) Posisikan pasien pada posisi semi fowler.
R : memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang, menurunkan
terjadinya risiko hipoventilasi.
7) Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi.
R: penenganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
d. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,
perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi,
status hipermetabolisme/infeksi.
Tujuan : Rasa lelah berkurang / Penurunan rasa lelah
Kriteria Hasil :
- menyatakan mapu untuk beristirahat dan peningkatan tenaga.
- mampu menunjukan faktor yang berpengaruh terhadap kelelahan.
- Menunjukan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi / Implementasi :
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas. Buat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
R : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternatif denagn periode istirahat yang cukup / tanpa
terganggu.
R : mencegah kelelahan yang berlebihan.
3) Pantau tanda-tanda vital sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
R : mengidentifikasi tingkat aktivitas yang ditoleransi secara fisiologi.
4) Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan
sebagainya.
R : dengan penghematan energi pasien dapat melakukan lebih banyak
kegiatan.
5) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai kemampuan / toleransi pasien.
R : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi/tidak mengenal
sumber informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
- melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam
regimen perawatan.
Intervensi / Implementasi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga
tentang penyakitnya.
2) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang.
R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan
keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
4) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan.
R : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
4. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
a. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
b. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi.
c. Infeksi tidak terjadi
d. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
e. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan. ( Doenges, M. 2000)
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet

2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol

2 Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta :

EGC.

Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, cetakan

keenam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta

Soegondo S, dkk. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, cetakan

keenam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta

S-ar putea să vă placă și