Sunteți pe pagina 1din 28

BAB I

PENDAHULUAN

Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering dijumpai. Aritmia


adalah irama jantung di luar irama sinus normal. Gangguan irama jantung (atau
disritmia aritmia) merupakan jenis komplikasi tersering pada infark miokardium,
dengan denyut prematur ventrikel terjadi pada hampir semua pasien dan terjadi
denyut kompleks pada sebagian besar pasien. Disritmia terjadi akibat perubahan
elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi
sebagai perubahan bentuk potensial aksi, yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.
Misalnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut jantung.
Secara klinis, diagnosis disritmia berdasarkan pada interpretasi hasil EKG. Berbagai
faktor predisposisi yang bertanggung jawab terhadap tingginya insidensi aritmia pada
penyakit aterosklerosis koroner: (1) iskemia jaringan, (2) hipoksemia, (3) pengaruh
sistem saraf otonom misal perangsangan parasimpatis yang mengurangi kecepatan
denyut jantung, (4) gangguan metabolisme misal asidosis laktat akibat gangguan
perfusi jaringan, (5) kelainan hemodinamik misal penurunan perfusi koroner yang
menyertai hipertensi, (6) obat-obatan misal keracunan digitalis, (7)
ketidakseimbangan elektrolit misal hipokalemia yang menyertai diuresis berlebihan,
dan (8) perfusi ulang mendadak akibat pemberian obat trombolitik pada infark
miokard akut. Kelainan irama jantung dapat digolongkan sesuai mekanisme berikut:
kelainan otomatisasi, kelainan konduksi atau kombinasi keduanya.

Atrial fibrilasi adalah salah satu kasus aritmia jantung yang sering terjadi dan
insidensinya berhubungan dengan usia. Atrial fibrilasi mempengaruhi setidaknya 1%
dari pasien yang berusia kurang dari 60 tahun dan 8% pada pasien yang berusia lebih
1,2,3
dari 80 tahun. Pada prevalensi umum AF, terdapat peningkatan seiring dengan
bertambahnya usia, yaitu sekitar 1-2%. Pada usia kurang dari 50 tahun prevalensi AF
kurang lebih berkisar pada nilai presentase 1 % dan kemudian meningkat menjadi 9%
pada usia 80 tahun. AF lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita, walaupun sebenarnya tidak ada kepustakaan yang mengatakan adanya
perbedaan yang relevan antara jenis kelamin pria dengan wanita yang mempengaruhi
prevalensi AF.

Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satujenis takidisaritmia yang ditandai


dengan perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cept menjadi berkisar
150-280 /menit. TSV merupakan jenis disarimia yang palig sering ditemukan pada usia
bayi dan anak, prevalensi TSV berkisar usia 4 bulan dan leih sering pada anak laki-laki
dari pada perempuan.

Fibrilasi ventrikel merupakan jenis aritmia yang paling banyak teridentifikasi


pada pasien cardiac arrest dan menjadi penyebab henti jantung yang paling sering.
Biasanya disebabkan oleh iskemia akut atau infark miokard.Fibrilasi ventrikel adalah
denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada aritmia ini denyut jantung tidak
terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat
dibedakan dengan aritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi aktivitas jantung,
maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera
dikoreksi. Fibrilasi ventrikel jantung merupakan penyebab utama dari berhenti
berdetaknya otot jantung. Fibrilasi jantung terjadi jika terdapat potensial aksi yang
menjalar pada otot jantung tanpa terkendali. Hal ini bisa disebabkan karena sengatan
listrik yang mendadak dan ischemia (kurangnya suplai darah pada satu bagian,
biasanya disebabkan karena penghambatan fungsional atau penyumbatan pembuluh
darah) pada otot jantung.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Aritmia merupakan irama jantung abnormal yang bukan berasal dari nodus
SA(Sino-Atrial), irama tidak teatur walaupun berasal dari nodus SA, Frekuensi
kurang dari 60x/menit atau lebih dari 100x/menit dan terjadi hambatan impuls dari
supra atau intraventikular.

A. Takikardi supraventrikular (TSV)


Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisarirmia yang
meliputi setiap irama cepat yang timbul dari atrium, atau sebagai
mekanisme disritmia yang abnormal yang timul di atas atau pada buldel
his, frekuensi jantung mendadak bertambah cepat 180-300x/menit.

Etiologi

a. Idiophatic, ditemukan pada hampir 50% yang biasa terjadi pada bayi
daripada anak
b. Sindrom Wolf Parkinson (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi
hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu
sindrom dengan interval PR yang pendek dan interval QRS yang lebar
disebabkan oleh hubungan langsung antara atrium dan ventrikel melalui
jaras tamahan
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan takikardi supraventrikuler terbagi menjdi dua, yaitu


terapi jangka pndek dan terapi jangka panjang

a. Terapi jangka pendek, digunaka pada takikardi supraventrikular akut


1. Manver Vagal

Pemijata pada sinus karotis menstimulasi baroreseptor untuk peningkatan


aktivtas nervus vagal dan penarikan nervus simpatis, emperlambat konduksi
melalui nodus atriovenrikular jika pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan bruit
karotis dan tidak ada riwayat penyakit arteri karotis, tekakan bisa dilakukan pada
tingkat kartilago krikoid selama 5 detik dengan gerakan sirkuler yang kuat, Jika
takiiaritmia tetap , prosedur ini dapat dilakukan pada sisi yang
berlainan.Pendekatan lain untu meningkatkan tonus vagal adalah manuver
Valsava atau menyentuhkan es batu ke wajah. EKG 12- sadapan erus menerus
selam mnuver vagal sebab cara aritmia berakhir kemngkinan memberkan petunjuk
pada mekanisme terjadinya aritmia

2. Adnosin

Adenosin merupaka nukleotida endogen yang bersifat kronotropik. Efeknya


sangat cepat dan berlangsung sangat singkat dengan kosekuensi pada
hemodinamik sangat minimal. Adenosin dengan cepat dibersihkan dari aliran
darah sekitar 10 detik dengan cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat
ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV sehinga dapat memutuskan
sirkuit reenty. Adenosisn memiliki efek yang minimal terhdp kontraksi jantung.

Adenosin merupakan obat lini pertamadalam terapi TSV efektifitas obat ini
mencapai 90% kasus, Adenosisn diberikan dengan cara Bolus Intra Vena diikuti
dengan flush saline, pemberian 6mg bolu IV cepat yang diikuti dengan bolus cairn
jika tidak adarespon dalam 1-2menit, berikan 12 mg (waktu paruh kurang dari 5
detik, tidak ada akumulasi risiko) pada sebagian pasien diberikan digitalisasi
untuk mencegah takikardi berulang.

Efek samping obat ini dapat berupa nyeri dada ,dispnea, facial flushing, dan
terjadinya A-V Bloks,Bradikard dapat terjadi dapat terjadi padapasien dengan
fungsi sinus node, gangguan konduksi A-V atau setelah pemberian obat lain yang
mempengaruhi A-V node(seperti B-Blocker,Calcium hanel blocker, amiodaron)
Adenosin bisa menyebabkan brokokontriksi pada pasien yang memiliki riayat
asma.

Adenosin kontraindikasikan pada pasien dengan kompleks QS lebar,


transplantasi jantung, dan penyakit paru produktif. Bila pasien tidak mengalami
gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa digunakan, dan digitalis tidak efektif,
infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi cepat ke irama sinus.
Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan mengubah
takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-synephrine)
sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek vagal
seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode ini
tidak direkomendasikan pada pasien dengan CHF karena dapat meningkatkan
afterload sehingga merugikan pada pasien dengan gagal jantung. Dosis
phenylephrin 10 mg ditambahkan ke dalam 200 mg cairan intravena diberikan
secara drip dengan pengawasan doketr terhadap tekanan darah. Tekanan sistolik
tidak boleh melebihi 150-170 mmHg.

3. Verapamil
Obat ini juga tersedia untuk penanganan segera SVT, akan tetapi saat ini
mulai jarang digunakan karena efek sampingnya. Obat ini mulai bekerja 2 sampai
3 menit, dan bersifat menurunkan cardiac output. Banyak laporan terjadinya
hipotensi berat dan henti jantung. Jika diberikan verapamil, persiapan untuk
mengantisipasi hipotensi harus disiapkan seperti kalsium klorida (10 mg/kg),
cairan infus, dan obat vasopressor seperti dopamin. Tidak ada bukti bahwa
verapamil efektif mengatasi ventrikular takikardi pada kasus-kasus yang tidak
memberikan respon dengan adenosine.
4. Prokainamid.
Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat
ini bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd
pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering
dilaporkan pada saat loading dose diberikan. Dosis oral yang biasa diberikan
berkisar antara 40-100 mg/kg/hari terbagi dalam 4-6 dosis. Dosis awal untuk
intravena yang dapat ditoleransi adalah 5-15 mg/kg, sedangkan untuk dosis
pemeliharaan dapat menggunakan 40-100 mcg/kg/menit
5. Digoksin
Dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan SVT pada anak.
Digoksin tidak digunakan lagi untuk penghentian segera SVT dan sebaiknya
dihindari pada anak yang lebih besar dengan WPW sindrom karena ada risiko
percepatan konduksi pada jaras tambahan. Digitalisasi dipakai pada pasien tanpa
gagal jantung kongestif.

6. Flecainide dan sotalol


Merupakan kombinasi baru, yang aman dan efektif untuk mengontrol SVT
yang refrakter. Dosis yang terbukti aman digunakan berkisar 80-180 mg/m2/hari
yang diberikan dalam 2-3 dosis terbagi
7. Beta bloker.
Obat ini telah terbukti efektif pada 55% pasien. Selain itu juga penggunaan
obat amiodarone juga berhasil pada 71% pasien dimana di antaranya sebagai
kombinasi dengan propanolol. Keberhasilan terapi memerlukan kepatuhan
sehingga amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada beberapa pasien karena
hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan amiodarone, harus
diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan. Propanolol dapat
digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam memperlambat fokus atrium pada
takikardi atrial ektopik
Gambar Penatalaksanaan Jangka Pendek SVT Algoritma
1) Penanganan Jangka Panjang
Umur pasien dengan SVT digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang
SVT. Di antara yang menunjukkan tanda dan gejala SVT, kurang lebih sepertiganya
akan membaik sendiri dan paling tidak setengah dari jumlah pasien dengan takikardi
atrial automatic akan mengalami resolusi sendiri. Berat ringan gejala takikardi
berlangsung dan kekerapan serangan merupakan pertimbangan penting untuk
pengobatan.
Gambar . Algoritma Manajemen Jangka Panjang SVT

a. Medikamentosa
Pada sebagian besar pasien tidak diperlukan terapi jangka panjang karena
umumnya tanda yang menonjol adalah takikardi dengan dengan gejala klinis
ringan dan serangan yang jarang dan tidak dikaitkan dengan preeksitasi.
Pasien yang sensitif terhadap pengobatan adenosine dapat diberikan long
acting β blocker, yang telah terbukti aman digunakan dan tidak membutuhkan
monitoring spesifik. Pada pasien yang mengalami syok atau sulit untuk dilakukan
kardioversi, dapat diberikan obat-obatan antiaritmia yang lebih kuat, seperti
sotalol, flecainide atau amiodarone yang masing-masing membutuhkan
monitoring intensif. Konsentrasi flecainide dalam darah harus diukur pada
pemberian hari ke tujuh untuk memastikan tidak tercapainya konsentrasi yang
bersifat toksik. Pada pemberian sotalol, harus dilakukan monitoring terhadap
interval QT. Dosis yang diberikan dapat diterima jika interval QT mencapai 0,5
detik. Sotalol memiliki beberapa efek β blocker dan harus diperhatikan
kemungkinan terjadinya disfungsi miokard.
Digoksin kadang-kadang digunakan sebagai obat tambahan yang
dikombinasikan dengan obat-obatan tersebut . Digoksin tidak diunakan sebagai
terapi tunggal karena dianggap kurang efektif. Penggunaannya juga berpotensi
memberikan resiko terjadinya atrial takikardi di masa mendatang. Penggunaan
digoksin dikontraindikasikan untuk pasien dengan Wolff-Parkinson-White (WPW)
karena meningkatkan sifat konduksi dari jalur aksesori dan merupakan
predisposisi untuk mempercepat terjadinya fibrilasi atrium dan kematian
mendadak pada pasien.
Pada pasien dengan serangan yang sering dan berusia di atas 5 tahun,
radiofrequency ablasi catheter merupakan pengobatan pilihan. Pasien yang
menunjukkan takikardi pada kelompok umur ini umumnya takikardinya tidak
mungkin mengalami resolusi sendiri dan umunya tidak tahan atau kepatuhannya
kurang dengan pengobatan medikamentosa. Terapi ablasi dapat dilakukan bila
SVT refrakter terhadap obat anti aritmia atau ada potensi efek samping obat pada
pemakaian jangka panjang. Pada tahun-tahun sebelumnya, alternatif terhadap
pasien dengan aritmia yang refrakter dan mengancam kehidupan hanyalah dengan
anti takikardi pace maker atau ablasi pembedahan.

Klasifikasi obat-obatan yang biasa digunakan dalam manajemen takikardi.


Klasifikasi Obat-Obatan
Kelas 1 : Sodium channel blocker Flecainide, propafenone
Kelas 2 : β blockers Atenolol, propanolol, esmolol,
nodolol
Kelas 3 : potassium channel Amiodarone, sotalol
blocker
Kelas 4 : calcium channel blocker Verapamil, diltiazem

b. Ablasi Kateter
Prosedur elektrofisiologi hampir selalu diikuti oleh tindakan kuratif
berupa ablasi kateter. Ablasi kateter pertama sekali diperkenalkan oleh Gallagher
dkk tahun 1982. Sebelum tahun 1989 ablasi kateter dilakukan dengan sumber
energi arus langsung yang tinggi (high energy direct current) berupa DC Shock
menggunakan kateter elektroda multipolar yang diletakkan di jantung. Karena
pemberian energi dengan jumlah tinggi dan tidak terlokalisasi maka banyak
timbul komplikasi. Saat ini ablasi dilakukan dengan energi radiofrekuensi sekitar
50 watt yang diberikan sekitar 30-60 detik. Energi tersebut diberikan dalam
bentuk gelombang sinusoid dengan frekuensi 500.000 siklus per detik (hertz).
Selama prosedur ablasi radiofrekuensi (ARF) timbul pemanasan resistif
akibat agitasi ionik. Jadi jaringan yang berada di bawah kateter ablasi yang
menjadi sumber energi panas, bukan kateter itu sendiri. Thermal injury adalah
mekanisme utama kerusakan jaringan selama prosedur ARF. Meningkatnya suhu
jaringan menyebabkan denaturasi dan evaporasi cairan yang kemudian
menimbulkan kerusakan jaringan lebih lanjut dan koagulasi jaringan dan darah.
Kerusakan jaringan permanen timbul pada temperatur sekitar 50 derajat celsius.
Prosedur ARF adalah prosedur invasif minimal dengan memasukkan
kateter ukuran 4-8 mm secara intravaskular (umumnya ke jantung kanan) dengan
panduan sinar X. Biasanya prosedur ini bersamaan dengan pemeriksaan
elektrofisiologi. Selanjutnya kateter ablasi diletakkan pada sirkuit yang penting
dalam mempertahankan kelangsungan aritmia tersebut di luar jaringan konduksi
normal. Bila lokasi yang tepat sudah ditemukan, maka energi radiofrekuensi
diberikan melalui kateter ablasi. Umumnya pasien tidak merasakan adanya rasa
panas tapi kadang-kadang dapat juga dirasakan adanya rasa sakit. Bila tidak
terjadi komplikasi pada pasien, hanya perlu dirawat selama 1 hari bahkan bisa
pulang hari.
Indikasi untuk ARF bergantung pada banyak hal seperti lama dan
frekuensi takikardi, toleransi terhadap gejala, efektivitas dan toleransi terhadap
obat anti aritmia, dan ada tidaknya kelainan struktur jantung. Untuk SVT yang
teratur, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa ARF lebih efektif daripada
obat dalam aspek peningkatan kualitas hidup pasien dan penghematan biaya
daripada obat anti aritmia.
Dari beberapa meta analisis didapatkan angka keberhasilan rata-rata ARF
pada SVT adalah 90-98% dengan angka kekambuhan sekitar 2-5%. Angka
penyulit sekitar 1%. ARF dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama
dibandingkan dengan obat-obatan (Kim, et al., 2012).
c. Pacu Jantung Dan Terapi Bedah
Alat pacu jantung akan segera berfungsi bila terjadi bradikardi hebat. Alat
pacu jantung untuk bayi dan anak yang dapat diprogram secara automatik
(automatic multiprogrammable overdrive pacemaker) akan sangat memudahkan
penggunaannya pada pasien yang memerlukan. Pacu jantung juga dapat dipasang
di ventrikel setelah pemotongan bundel HIS, yaitu pada pasien dengan SVT
automatik yang tidak dapat diatasi. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir
setelah tindakan pembedahan langsung gagal.
Tindakan pembedahan dilakukan pertama kali pada pasien sindrom WPW.
Angka keberhasilannya mencapai 90%. Karena memberikan hasil yang sangat
memuaskan, akhir-akhir ini cara ini lebih disukai daripada pengobatan
medikamentosa. Telah dicoba pula tindakan bedah pada SVT yang disebabkan
mekanisme automatik dengan jalan menghilangkan fokus ektopik secara
kriotermik. Gillete tahun 1983 melaporkan satu kasus dengan fokus ektopik di A-
V junctionyang berhasil diatasi dengan tehnik kriotermi dilanjutkan dengan
pemasangann pacu jantung permanen di ventrikel.
Dengan kemajuan di bidang kateter ablasi, tindakan bedah mulai
ditinggalkan. Akan tetapi di beberapa senter kardiologi, kesulitan melakukan
ablasi transkateter dapat diatasi dengan pendekatan bedah dengan menggunakan
tehnik kombinasi insisi dan cryoablation jaringan. Pada saat yang sama adanya
residu kelainan hemodinamik yang menyebabkan hipertensi atrium dan ventrikel
dapat dikoreksi sekaligus.
B. Atrial Fibrilation (AF)
Pengertian kata AF berasal dari fibrillating atau bergetarnya otot-otot
jantung atrium, jadi bukan merupakan suatu kontraksi yang terkoordinasi. Hal
ini sering diidentifikasi dengan peningkatan denyut jantung dan
ketidakteraturan irama jantung. Sedangkan indikator untuk menentukan ada
tidaknya AF adalah tidak adanya gelombang P pada elektrokardiogram (EKG),
yang secara normal ada saat kontraksi atrium yang terkoordinasi,
Atrial fibrilasi didefinisikan sebagai takiaritmia supraventrikular yang
dikarakterisasi dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi. Pada
pemeriksaan EKG dapat ditemukan gelombang fibrilatori yang menggantikan
gelombang P. Gelombang ini berbeda satu sama lainnya seperti berbeda
ukuran, amplitudo dan waktu. Sedangkan kompleks QRS tetap lancip
walaupun ada konduksi abnormal. Respon ventrikular biasanya terjadi secara
cepat sekitar 90 hingga 170 kali per menit.AF seringkali tanpa disertai adanya
gejala, tapi terkadang AF dapat menyebabkan palpitasi, penurunan kesadaran,
nyeri dada dan gagal jantung kongestif. Orang dengan AF biasanya memiliki
peningkatan signifikan risiko stroke (hingga >7 kali populasi umum). Pada
AF, risiko stroke meningkat tinggi, hal ini dikarenakan adanya pembentukan
gumpalan di atrium sehingga menurunkan kemampuan kontraksi jantung,
khususnya pada atrium kiri jantung. Disamping itu, tingkat peningkatan risiko
stroke tergantung juga pada jumlah faktor risiko tambahan. Tetapi, banyak
orang dengan AF memang memiliki faktor risiko tambahan dan AF juga
merupakan penyebab utama dari stroke. Untuk presentase stroke yang berasal
dari AF berkisar 6-24% dari semua stroke iskemik, sedangkan 3-11% dari
mereka yang secara struktural terdiagnosis AF, memiliki jantung yang normal
Faktor Risiko

Karena dapat mengakibatkan komplikasi serius seperti trombosis dan emboli


serebral, maka AF semakin banyak dipelajari, untuk mengetahui secara detail
mekanisme yang mendasarinya sehingga dapat diberikan pencegahan dan pengobatan
yang cepat dan tepat.9
Penyebab tersering AF akut adalah infark miokard (5-10% pasen dengan
infark), dan operasi jantung (mencapai 40% pasien yang dioperasi). Keadaan klinis
tersering yang menyertai AF permanen adalah hipertensi dan iskemik miokard,
dengan subset gagal jantung. Di negara berkembang AF sering menyertai penyakit
jantung katup rematik dan penyakit jantung bawaan
Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF, diantaranya adalah:
a. Diabetes Melitus
b. Hipertensi
c. Penyakit Jantung Koroner
d. Penyakit Katup Mitral
e. Penyakit Tiroid
f. Penyakit Paru-Paru Kronik
g. Post. Operasi jantung
h. Usia ≥ 60 tahun
i. Life Style

Etiologi

Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor- faktor, diantaranya
adalah :
a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium
1. Penyakit katup jantung
2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
3. Hipertrofi jantung
4. Kardiomiopati
5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal chronic)
6. Tumor intracardiac
b. Proses infiltratif dan inflamasi
1. Pericarditis/miocarditis
2. Amiloidosis dan sarcoidosis
3. Faktor peningkatan usia
c. Proses infeksi
d. Kelainan Endokrin
1. Hipertiroid
2. Feokromositoma
e. Neurogenik
1. Stroke
2. Perdarahan subarachnoid
f. Iskemik Atrium
1. Infark miocardial
g. Obat-obatan
1. Alkohol
2. Kafein
h. Keturunan/ genetic
Tatalaksana

Manajemen fibrilasi atrium meliputi 3 objektif utama yaitu(1) identifikasi dan


penanganan faktor kausatif terkait (misalnya hipertensi, penyakit jantung iskemik,
gagal jantung, kelainan katup, tirotoksikosis, dan lain-lain), (2) pemilihan strategi
terapi rate control atau rhythm control, dan penilaian terhadap tromboemboli serta
terapi prevensinya.
Jenis fibrilasi atrium akan menentukan pemilihan strategi terapi dan focus objektif
manajemen. Pada kasus fibrilasi atrium paroksismal, target terapi umumnya adalah
mereduksi aritmia yang terjadi dan mempertahankan irama sinus. Sedangkan pada
fibrilasi atrium permanen, pendekatan rate control lebih menjadi pilihan. Namun
apapun jenis fibrilasi atriumnya, upaya prevensi risiko tromboemboli, meredakan
gejala klinis dan hemodinamik serta penanganan komorbid merupakan aspek penting
manajemen keseluruhan.
1) Terapi Farmakologik
Pada pasien dengan AF paroksismal yang singkat, tujuan strategi pengobatan
adalah dipusatkan pada kontrol aritmianya (rhytm control). Namun pada pasien dengan
AF yang persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba
mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan laju denyut
ventrikular (rate control) saja. Uji klinik (AFFIRM trial, PIAF trial) akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa kedua cara ini tidak ada yang lebih superior
Obat yang biasa digunakan untuk tujuan rhytm control adalah obat anti aritmia
golongan I seperti Quinidine, Disopiramid, dan Propafenon; Amiodaron dapat
diberikan sebagai obat anti aritmia golongan III. Untuk mengendalikan laju denyut
ventrikel (rate control), dapat diberikan obat-obatan yang bekerja pada nodus AV
seperti digitalis, verapamil dan penyekat beta. Amiodaron juga dapat dipakai untuk rate
control.
Gambar Farmakologi pada AF

2) Terapi Non-Farmakologik
Kardioversi Eksterna, Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat
dilakukan pada setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder,
seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu. Bilamana AF terjadi
lebih dari 48 jam, maka harus diberikan antikoagulan selama 4 minggu sebelum
kardioversi dan selama 3 minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya
stroke akibat emboli. Target antikoagulan adalah INR 2 sampai 3. Konversi dapat
dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila sebelumnya sudah dipastikan tidak
terdapat trombus dengan transesofageal ekhokardiografi.
Ablasi, Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE procedure) dan
transkateter. ablasi transkateter difokuskan pada vena-vena pulmonalis sebagai
trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV dilakukan pada penderita AF permanen,
sekaligus pemasangan pacu jantung permanen.

Gambar 2.11 Algoritme terapi pada AF


Gambar Algoritma penggunaan obat antikoagulan
C. Fibrilasi Ventrikel

Fibrilasi ventrikel merupakan jenis aritmia yang paling banyak


teridentifikasi pada pasien cardiac arrest dan menjadi penyebab henti jantung
yang paling sering. Biasanya disebabkan oleh iskemia akut atau infark
miokard.Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak
efektif. Pada aritmia ini denyut jantung tidak terdengar dan tidak teraba, dan
tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan
aritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi aktivitas jantung, maka
dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera
dikoreksi. Fibrilasi ventrikel jantung merupakan penyebab utama dari
berhenti berdetaknya otot jantung. Fibrilasi jantung terjadi jika terdapat
potensial aksi yang menjalar pada otot jantung tanpa terkendali. Hal ini bisa
disebabkan karena sengatan listrik yang mendadak dan ischemia (kurangnya
suplai darah pada satu bagian, biasanya disebabkan karena penghambatan
fungsional atau penyumbatan pembuluh darah) pada otot jantung.

Fibrilasi ventrikel ialah irama ventrikel yang chaos dan sama sekali tidak
teratur. Hal ini menyebabkan ventrikel tak dapat berkontraksi dengan cukup
sehingga curah jantung sangat menurun, bahkan sama sekali tidak ada,
sehingga tekanan darah dan nadi tidak bisa diukur, pasien tidak sadar dan bila
tidak segera ditolong akan menyebabkan kematian. Fibrilasi ventrikel paling
sering karena penyakit jantung koroner, terutama infark miokard akut,
penyebab lain intoksikasi digitalis, sindrom QT yang memanjang. Pada pasien
harus secepatnya dilakukan resusitasi jantung paru, yaitu pernapasan buatan
dan pijat jantung dan secepatnyadilakukan direct current countershock dengan
dosis 400 Joules. Pasien juga diberikan Xilokain atau Amiodaron secara
intravena. Pertolongan harus diberikan dalam 2-4 menit, bila tidak terlambat
prognosis cukup baik. Bila sudah lebih dari 5 menit dapat terjadi kerusakan
otak, sehingga walaupun irama jantung kembali normal, mungkin kesadaran
pasien tidak dapat kembali.
Fibrilasi ventrikel mempunyai karakter sebagai berikut :
Irama : Tidak teratur
Frekuensi : Lebih dari 350x/menit sehingga tidak dapat dihitung
Gelombang P : Tidak ada
Interval PR : Tidak ada

Tata laksana

Algoritma untuk fibrilasi ventrikel dari American Heart Association5

1. Aktifkan emergency response system (kode biru)


2. Mulai lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan berikan oksigen apabila tersedia
3. Pastikan pasien benar-benar mengalami fibrilasi ventrikel sesegera mungkin (bisa
dengan menggunakan Automated external defibrillator)
4. Lakukan defibrilasi sekali
a. Dewasa: 200 J untuk gelombang bifasik dan 360 J untuk gelombang
monofasik
b. Anak: 2 J/kgBB
5. Lanjutkan lagi RJP segera tanpa memeriksa nadi, lakukan selama 5 siklus
a. Satu siklus RJP adalah 30 kompresi dan 2 pernapasan
b. Lima siklus RJP setidaknya hanya memakan waktu 2 menit (dengan kompresi
100 kali per menit)
c. Jangan memeriksa ritme/nadi dulu sebelum 5 siklus RJP terselesaikan
6. Saat melakukan RJP, minimalisasi interupsi saat melakukan hal-hal di bawah ini:
a. Mencari akses intravena
b. Melakukan intubasi endotrakeal
c. Setelah diintubasi, lanjutkan RJP dengan 100 kompresi per menit tanpa henti
serta lakukan respirasi buatan sebanyak 8-10 kali napas per menit.
7. Periksa ritme setelah 2 menit RJP
8. Ulangi lagi defibrilasi satu kali apabila masih terdapat ventrikel fibrilasi atau belum
dirasakan denyut nadi. Gunakan tegangan yang sama seperti pada defibrilasi pertama
pada dewasa. Sedangkan pada anak gunakan tegangan sebesar 4 J/kgBB.
9. Segera lanjutkan kembali dengan RJP selama 2 menit, setelah defibrilasi
10. Terus ulangi siklus berikut ini:
a. Pemeriksaan ritme
b. Defibrilasi
c. RJP 2 menit
11. Vasopressor
a. Beri vasopressor saat RJP sebelum atau sesudah syok, setelah akses intravena
atau intraosseous didapatkan,
b. Berikan epinefrin 1 mg setiap 3-5 menit
c. Pertimbangkan juga pemberian vasopressin 40 unit sebagai pengganti dosis
epinefrin pertama atau kedua.
12. Antidisritmia
a. Berikan obat antidisritmia saat RJP, sebelum atau sesudah syok
b. Berikan amiodarone 300 mg IV/IO satu kali, lalu pertimbangkan lagi
pemberian tambahan 150 mg satu kali
c. Sebagai pengganti atau tambahan untuk amiodarone, dapat diberikan lidokain
1-1.5 mg/kgBB dosis pertama, dan dosis tambahan 0.5 mg/kgBB. Dosis
maksimum yang dapat diberikan adalah 3 mg/kgBB
Lidokain dan epinefrin dapat diberikan lewat endotrakeal tube apabila akses IV/IO gagal.
Gunakan dosis 2.5 kali dari dosis IV.
D. Ventrikel Takikardi (VT)

Ventrikular Takikardi (VT) adalah pelepasan impuls yang cepat oleh fokus ektopic di
Ventricel, yang ditandai oleh sederetan denyut Ventrikel . Terdapat 3 atau lebih komplek yang
berasal dari ventrikel secara berurutan dengan laju lebih dari 100x/ menit. Pengaruhnya
terhadap jantung adalah ventrikel yang berdenyut sangat cepat tanpa sempat mengosongkan
dan mengisi darah secara sempurna, Akibatnya sirkulasi darah menjadi tidak cukup.

Terdapat tiga atau lebih premature ventricular contraction atau ventricular extrasistole
dengan laju lebih dari 120 kali/menit. Fokus takikardi dapat berasal dari ventrikel kiri atau
kanan atau akibat dari proses reentry pada salah satu bagian dari berkas cabang (bundle
branch reentry VT). Dari rekaman EKG permukaan VT umumnya memberikan gambaran
EKG dengan ciri kompleks QRS yang lebar (> 0.12 detik )

Etiologi:

 Gangguan sirkulasi koroner (iskemik miokard, infark miokard, aterosklerosis


koroner, spasme arteri koroner)
 Kardiomiopati
 Gangguan keseimbangan elektrolit (hiper atau hipokalemia). Ion kalium menentukan
potensial istirahat dari sel otot jantung. Jika terjadi perubahan kadar elektrolit, maka
akan terjadi peningkatan atau perlambatan permeabilitas terhadap ion kalium.
Akibatnya potensial istirahat sel otot jantung akan memendek atau memanjang dan
memicu terjadinya gangguan irama jantung.

Penyebab lain dari ventrikel takikardi adalah :

 Medikasi/ obat-obatan seperti digitalis dan obat anti aritmia, obat-obat anti aritmia
bekerja dengan mempengaruhi proses repolarisasi sel otot jantung. Dosis yang
berlebih akan mengubah repolarisasi sel otot jantung sehingga terjadi gangguan irama
jantung
 Sarcoidosis (suatu inflamasi yang mengenai kuloit dan jaringan tubuh lainnya)
 Perubahan postur, exercise, emosional (stress) atau stimulasi vagal
 Respon terkait gaya hidup ( kafein, alkohol nikotin, metamfetamin/kokain)
Faktor resiko ventrikel takikardi

 Penderita dengan penyakit jantung sebelumnya


 Arteri koroner
 Aterosklerosi
 Stress

Manifestasi klinik

 Jantung berdebar- debar (palpitasi)


 Hipotensi di sebabkan sirkulasi menurun
 Penurunan nadi yang di sebabkan oleh denyut jantung tidak memadai
 Penurunan pernapasan
 Pusing di sebabkan oksigenasi menurun dalam darah
 Ketidak sadaran
 Apnea
 Nyeri dada
PATHWAY

ETIOLOGI
(IMA, Iskemik miokard, jantung koroner, kardiomiopati)

↓Suplai darah
ke jantung

Gangguan metabolisme Kematian otot


di jantung jantung

Metabolisme Gangguan Pelepasan enzim CKMB


anaerob penghantaran impuls (Creatinin Kinase-MB)

Gangguan depolarisasi Pengaktifan Sistem


Peningkatan asam dan repolarisasi jantung saraf simpatis
laktat

Frekuensi jantung
Kecepatan pengisian meningkat
Nyeri impuls ke ventrikel 

Irama jantung tidak Kebutuhan O2 di


Gangguan rasa
terkontrol jantung ↑
nyaman

VENTRIKEL TAKIKARDI
↓ ATP
Vasokontraksi ↑
Ketidakefektifan ventrikel untuk terisi
dan berkontraksi memompa darah
fatique

Resiko tinggi gangguan


Intoleransi
perfusi jaringan
aktivitas
EKG dengan gambaran sebagai berikut:

 Site of Origin : satu atau lebih fokus ektopik di ventrikel


 Frekuensi : biasanya 140-250 bpm
 Irama : biasanya reguler
 Gelombang P : tidak ada
 Kompleks QRS : bentuk aneh dan ukuran sama, melebar atau > 0,12 detik
 Gelombang T : tidak ada
 Kejadian : tiga atau lebih PVC yang berjajar dalam satu baris , timbul
Mendadak

Penatalaksanaan

a. Farmakologi

1. Amiodaron
Amiodaran adalah obat anti-arrhythmic yang mempengaruhi irama
detak jantung. Amiodarone digunakan untuk membantu menjaga jantung
berdetak dengan normal pada orang yang memiliki gangguan irama jantung
tertentu pada bilik jantungnya (bilik jantung yang lebih kecil yang
membiarkan darah mengalir keluar jantung).
2. Epinephrine
Epinephrine adalah obat yang digunakan untuk penyuntikan pembuluh
darah dalam pengobatan hipersensitivitas akut. Aksi epinephrine menyerupai
pengaruh stimulasi syaraf adrenergic.
3. Lidocaine
Lidocaine adalah anastesi lokal jenis amide dan umumnya digunakan
sebagai anti-arrhythmic yang menggunakan pengaruhnya pada axon syaraf
sodium channels, untuk mencegah depolarisasi
b. Non farmakologi

 RJP (resusitasi jantung paru) adalah tindakan yang di lakukan untuk mengatasi
henti nafas dan henti jantung.
 Disinkronisasi kardioversi/ Defibrilasi, terapi dengan memberikan aliran listrik
ke jantung pasien dengan tujuan koordinasi listrik jantung dan mekanisme
pemompaan di tunjukan dengan membaiknya cardiak output, perfusi jaringan
dan oksigenasi.
 Intubasi endotrakeal.
DAFTAR PUSTAKA

Lukman H. Makmun 2009. Aritmia Supraventrikular. Buku Ajar Penyakit


Yuniadi, Yoga. 2011. Takikardia Iregular Dengan Kompleks QRS Lebar:
Mekanisme dan Tatalaksana. J Kardiologi Indonesia. 2011;32:66-68

Delacretaz, Etienne. 2006. Supraventricular Tachychardia. New England

Fox, David J., Tischenko, Alexander, et al. 2008. Supraventricular


Tachycardia: Diagnosis and Management. Mayo Clinic Proceedings,
December 2008;83(12):1400-1411

Lukman H. Makmun 2009. Aritmia Supraventrikular. Buku Ajar Penyakit

Yuniadi, Yoga. 2011. Takikardia Iregular Dengan Kompleks QRS Lebar:


Mekanisme dan Tatalaksana. J Kardiologi Indonesia. 2011;32:66-68

Delacretaz, Etienne. 2006. Supraventricular Tachychardia. New England


Fox, David J., Tischenko, Alexander, et al. 2008. Supraventricular

Tachycardia: Diagnosis and Management. Mayo Clinic Proceedings,


December 2008;83(12):1400-1411

American Heart Association, 2011. Guidelines for cardiopulmonary resuscitation and


emergency cardiovascular care: Advanced life support. Circulation, Volume 112, pp. 167-
187.

Chun, T. U. H. & Van Hare, G. F., 2010. Advances in the approach to treatment of
supraventricular tachycardia in population. Current Cardiology Reports, Volume 6, pp. 322-
326.

Delacrétaz, E., 2012. Supraventricular Tachycardia. New England Journal of


Medicine, 354(10), pp. 1039-1051.

Doniger, S. J. & Sharieff, G. Q., 2010. Dysrythmias. Clinics of North America,


Volume 53, pp. 85-105.

Dubin, A., 2012. Cardiac arrhythmias. In: R. Kliegmann, R. Behrmann, H. Jenson &
B. Stanton, eds. Philadelphia: Saunders, Elsevier, pp. 1942-1950.

Hanash, C. R. & Crosson, J. E., 2010. Emergency Diagnosis and Management of


Arrhythmias. J Emerg Trauma Shock, Volume 3(3), p. 251–260.
Hanisch, D., 2012. Arrhythmias. Journal of Nursing, Volume 16, pp. 351-362.

Iyer, V. R., 2013. Drug Therapy Considerations in Arrhythmias. Indian Pacing and
Electrophysiology Journal, Volume 8 (3), pp. 202-210.

Kannankeril, P. & Fish, F., 2011. Disorders of Cardiac Rhythm and Conduction. In: ,
eds. . 7th ed.. In: H. Allen, D. Driscoll, R. Shaddy & T. Feltes, eds. Moss and Adams' Heart
Disease in Infants, Children, and Adolescents: Including the Fetus and Young Adults 7th Ed.
Philadelphia: Lippincott, Williams and Wilkins, pp. 293-342.

Kantoch, M. J., 2011. Supraventricular tachycardia. Indian Journal, Volume 72, pp. 609-619.

Kim, Y. H., Park, H.-S., Hyun, M. C. & Kim, Y.-N., 2012. Tachyarrhythmia and
Radiofrequency Catheter Ablation: Results From 1993 to 2011. Korean Circulation Journal,
Volume 42, pp. 735-740.

Kothari, D. S. & Skinner, J. R., 2013. Tachycardias: an update. Volume 91, p.


136–144.

Link, M. S., 2012. Evaluation and Initial Treatment of Supraventricular Tachycardia.


The New England Journal of Medicine, 367(15), pp. 1438-1448.

Manole, M. D. & Saladino, R. A., 2013. Emergency Department Management of the


Patient With Supraventricular Tachycardia. Emergency Care, 23(3), pp. 176-189.

Moghaddam, M. Y. A., Dalili, S. M. & Emkanjoo, Z., 2011. Efficacy of Adenosine


for Acute Treatment of Supraventricular Tachycardia. The Journal of Tehran University
Heart Center, Volume 3(3), pp. 157-162.

Schlechte, E. A., Boramanand, N. & Funk, M., 2011. Supraventricular Tachycardia in


the Primary Care Setting: Agerelated Presentation, Diagnosis, and Management. Journal of
Health Care, 22(5), pp. 289-299.

Sekar, R. P., 2013. Epidemiology of Arrhythmias. Indian Pacing and


Electrophysiology Journal, Volume 8, pp. 8-13.

Wong, K. K., Potts, J. E., Etheridge, S. P. & Sanatani, S., 2012. Medications used to
manage supraventricular tachycardia: A North American Survey. Cardiology, Volume 27, pp.
199-203.

S-ar putea să vă placă și

  • Referat IPDarnis
    Referat IPDarnis
    Document32 pagini
    Referat IPDarnis
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Alat Bantu Dengar
    Alat Bantu Dengar
    Document25 pagini
    Alat Bantu Dengar
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Case I Thypoid TABEL COWO
    Case I Thypoid TABEL COWO
    Document54 pagini
    Case I Thypoid TABEL COWO
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Case I Thypoid TABEL COWO
    Case I Thypoid TABEL COWO
    Document54 pagini
    Case I Thypoid TABEL COWO
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Document16 pagini
    Presentation 1
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Abang SVT Jantung
    Abang SVT Jantung
    Document33 pagini
    Abang SVT Jantung
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Laporan Kasus Anestesi Umum Tuti Seli
    Laporan Kasus Anestesi Umum Tuti Seli
    Document41 pagini
    Laporan Kasus Anestesi Umum Tuti Seli
    AuLiaHumairah
    Încă nu există evaluări
  • Tugas Jurnal Anastesi
    Tugas Jurnal Anastesi
    Document6 pagini
    Tugas Jurnal Anastesi
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Referat Interna Cacingppt
    Referat Interna Cacingppt
    Document28 pagini
    Referat Interna Cacingppt
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Bronkitis 31.10.16
    Bronkitis 31.10.16
    Document40 pagini
    Bronkitis 31.10.16
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Bronko Pneumonia
    Bronko Pneumonia
    Document41 pagini
    Bronko Pneumonia
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Abang SVT Jantung
    Abang SVT Jantung
    Document33 pagini
    Abang SVT Jantung
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • BRONKIOLITIS
    BRONKIOLITIS
    Document35 pagini
    BRONKIOLITIS
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Terjemah Jurnal Paru1
    Terjemah Jurnal Paru1
    Document6 pagini
    Terjemah Jurnal Paru1
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Tumor Paru
    Tumor Paru
    Document13 pagini
    Tumor Paru
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Asma 31.10.16
    Asma 31.10.16
    Document38 pagini
    Asma 31.10.16
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Bronkitis
    Bronkitis
    Document26 pagini
    Bronkitis
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Presentasi Palpebra
    Presentasi Palpebra
    Document23 pagini
    Presentasi Palpebra
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Jurnal Translate
    Jurnal Translate
    Document6 pagini
    Jurnal Translate
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Laporan Kasus Keloid
    Laporan Kasus Keloid
    Document26 pagini
    Laporan Kasus Keloid
    Chintya Nur Faizah
    Încă nu există evaluări
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Document16 pagini
    Presentation 1
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • DF Dan Isk Tabel Cewe
    DF Dan Isk Tabel Cewe
    Document55 pagini
    DF Dan Isk Tabel Cewe
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Case TC
    Case TC
    Document26 pagini
    Case TC
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Case TC
    Case TC
    Document26 pagini
    Case TC
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Case RM 2
    Case RM 2
    Document7 pagini
    Case RM 2
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Document12 pagini
    Penda Hulu An
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Vertigo Edit
    Vertigo Edit
    Document29 pagini
    Vertigo Edit
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Case RM 1
    Case RM 1
    Document12 pagini
    Case RM 1
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări
  • Tugas THT Refrat
    Tugas THT Refrat
    Document17 pagini
    Tugas THT Refrat
    Arnis Putri Rosyani
    Încă nu există evaluări