Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Asep Ard i
Beranda
KASUS PEMICU
Pasien tn. DP, 60 tahun, datang kerumah sakit dengan keluhan sesak nafas 2 hari
smrs. Sesak dirasakan semakin memberat sehingga pasien tidak dapat tidur
terlentang dan terbangun malam hari karena sesak. Saat datang pasien terlihat
pucat, nafas cepat disertai batuk terus menerus dengan sputum encer warna merah
muda. Pada pengkajian riwayat, pasien sebelumnya pernah dirawat dengan
NSTEMI. Pasien juga ada riwayat hipertensi, dyslipidemia dan merokok 1
bungkus perhari. Hasil pemeriksaan auskultasi, didapatkan ronchi (+) pada ½
basal paru. Pemeriksaan tekanan darah :140/90 mmHg, nadi 90X/menit, RR :
28X/menit, saturasi oksigen 92%. Hasil rontgen thorax menunjukan gambaran
oedema paru.
DATA FOKUS
DS DO
· Klien mengatakan sesak nafas sudah· Pasien terlihat pucat
2 hari. · Nafas cepat disertai batuk
· “sesak nafas semakin memberat ‘’ · Sputum encer warna merah muda
· ‘’ tidak dapat tidur terlentang dan · Ronchi (+) pada ½ basal paru
terbangun malam hari karena sesak · TD : 140/90
nafas” · Nadi 90x/menit
· Klien mengatakan merokok 1 · RR : 28x/menit
bungkus/hari · Rontgen thorax oedema paru
ANALISA DATA
3 DS Intoleran Ketidakseimbanga
· Klien mengatakan sesak aktivitas n antara suplai
nafas semakin memberat dan kebutuhan
DO oksigen
· Klien terlihat pucat
· RR : 28X/menit
· TD : 140/90
4 DS Ganguan Ganguan
· ‘’ tidak dapat tidur pola tidur pernafasan
terlentang dan terbangun
malam hari karena sesak
nafas”
· Klien tampak pucat
Diagnosa keperawatan
INTERVENSI
2 2 TUJUAN Mandiri
Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi 1. Takipnea, pernafasan
tindakan asuhan pernafasan dan dangkal, dan gerakan
keperawatan selama gerakan dada. dada tak simetris
3X24 jam masalah 2. Bantu pasien r]sering terjadi karena
Bersihan jalan nafas latihan nafas sering. ketidak nyamanan
tak efektif Tunjukan pasien gerakan dinding
b.d Peningkatan mempelajari dada/cairan paru.
produksi sputum d.d melakukan batuk, 2. Nafas dalam
ronchi (+), sputum mis menekan dada memudahkan ekspansi
encer warna merah, dan batuk efektif maksimum paru-paru/
rontgen odema paru sementara posisi jalan nafas lebih kecil.
dapat teratasi duduk tinggi (fowler) Batuk adalah
dengan 3. Pengisapan sesuai mekanisme
indikasi pembersihan jalan
KRITERIA HASIL4. Berikan cairan nafas alami, membantu
1. Mengidentifikasi sedikitnya 2500 silia untuk
perilaku mencapai ml/hari (kecuali mempertahankan jalan
bersihan jalan nafas. kontra indikasi) nafas paten. Posisi
2. Menunjukan jalan tawarkan air hangat, duduk memungkinkan
nafas paten dengan daripada dingin. upaya nafas lebih
bunyi nafas bersih, Kolaborasi dalam dan kuat.
tak ada dispnea, 1. Berikan obat sesuai3. Merangsang batuk
sianosis. indikasi : mukolitik, atau pembersihan jalan
ekspektoran, nafas secara mekanik
bronkodilator, pada pasien yang tak
analgesik. mampu melakukan
2. Berikan cairan karena batuk tak
tambahan mis IV, efektif/ penurunan
oksigen humidifikasi, tingkat kesadaran.
dan ruangan. 4. Cairan (khususnya
yang hangat)
memobilisasi dan
mengeluarkan sekret
1. Alat untuk
menurunkan spasme
bronkus dengan
mobilisasi sekret,
analgesik diberikan u/
memperbaiki batuk
dgn menurunkan
ketidaknyamanan
tetapi harus digunakan
secara hati-hati.
Karena dapat
menurunkan upaya
batu/menekan
pernafasan.
3 3 TUJUAN Mandiri
Setelah diberiakn 1. Evaluasi respon 1. Menetapkan
tindakan asuhan tehadap aktivitas. kemampuan pasien
keperawatan selama Catat laporan dan memudahkan
3X24 jam masalah dispnea, peningkatan pilihan intervensi.
Intoleran aktivitas kelemahan dan 2. Menurunkan stres
b.d perubahan tanda vital dan rangsangan
Ketidakseimbangan selama dan setelah berlebihan,
antara suplai dan aktivitas. meningkatkan
kebutuhan oksigen 2. Berikan lingkungan istirahat.
d.d Klien tenang dan batasi 3. Tirah baring
mengatakan sesak pengunjung selama dipertahankan selama
nafas semakin fase akut sesuai fase akut untuk
memberat, indikasi. Dorong menurunkan
RR:28X/menit penggunaan kebutuhan metabolik,
dapat teratasi menejemen stres dan penghematan energi.
dengan pengalih yang tepat. 4. Pasien mungkin
KRITERIA HASIL3. Jelaskan nyaman dengan posisi
1. melaporkan/ pentingnya istirahat kepala tinggi, tidur
Menunjukan dalam rencana dikursi, atau
peningkatkan pengobatan dan menunduk kedepan
toleransi terhadap perlunya meja atau bantal.
aktivitas yang dapat keseimbangan 5. Meminimalkan
diukur dengan tak aktivitas dan kelelahan dan
adanya dispnea istirahat. membantu
kelemahan 4. Bantu pasien keseimbangan dan
berlebihan, dan memilih posisi kebutuhan oksigen.
Tanda vital dalam nyaman untuk untuk
rentang normal. istirahat atau tidur
5. Bantu aktivitas
perawatan diri yang
diperlukan.
4 4 TUJUAN 1. Dorong beberapa 1. Aktivitas siang hari
Setelah dilakukan aktivitas fisik ringan dapat membantu
tindakan asuhan selama siang hari. pasien menggunakan
keperawatan selama Jamin pasien berhenti energi dan siap untuk
2X24 jam masalah aktivitas beberapa tidur malam hari.
Gangguan pola tidur jam sebelum tidur. Namun kelanjutan
b.d gangguan 2. Intruksikan aktivitas yang dekat
pernafasan d.d tindakan relaksasi. dengan waktu tidur
“tidak dapat tidur 3. Kurangi kebisingan dapat bertindak
terlentang dan dan berikan lampu sebagai stimulus yang
terbangun malam tidur. memperlambat tidur.
hari karena sesak 4. Atur posisi 2. Membantu
nafas” nyaman, bantu dalam menginduksi tidur.
Klien tampak pucat mengubah posisi. 3. Memberikan situasi
dapat teratasi 5. Gunakan pagar kondusif untuk tidur.
dengan tempat tidur sesuai 4. Pengubahan posisi
KRITERIA HASIL indikasi, rendahkan mengubah area
tempat tidur bila tekanan dan
1. Melaporkan mungkin. meningkatkan kualitas
perbaikan dalam KOLABORASI tidur.
pola tidur/istirahat. 1. Berikan sedatif 5. Pagar tempat tidur
2. Mengungkapkan sesuai indikasi memberi keamanan
peningkatan rasa dan dapat digunakan
sejahtera dan segar. membantu mengubah
posisi.
1. Mungkin diberikan
untuk membantu
pasien tidur / istirahat
selama periode transisi
dari rumah ke
lingkungan baru.
Catatan : hindari
penggunaan kebiasaan
karena obat ini
menurunkan waktu
tidur REM.
IMPLEMENTASI
2 06/04/13 2 Mandiri
1. menkaji frekuensi pernafasan1. frekuaensi
dan gerakan dada. pernafasan 28X/menit
4. memberikan cairan
sedikitnya 2500 ml/hari
(kecuali kontra indikasi)
tawarkan air hangat, daripada
dingin.
Kolaborasi
1. memberikan obat sesuai 1. klien minum obat
indikasi : mukolitik, 3X sehari
ekspektoran, bronkodilator,
analgesik. 2. terpasang selang
infus dan oksegen
2. memberikan cairan tambahan
mis IV, oksigen humidifikasi,
dan ruangan
3 06/04/13 3 1. mengevaluasi respon tehadap1. Klien berpartisipasi
aktivitas. Catat laporan dalam aktivitas yang
dispnea, peningkatan diberikan perawat
kelemahan dan perubahan
tanda vital selama dan setelah 2. Stres klien hilang
aktivitas. dan dapat kembali
beristirahat
2. memberikan lingkungan
tenang dan batasi pengunjung 3. Klien mengikuti dan
selama fase akut sesuai melakukan tirah
indikasi. Dorong penggunaan baring selama fase
menejemen stres dan pengalih akut.
yang tepat.
4. Klien nyaman
3. menjelaskan pentingnya dengan posisi semi
istirahat dalam rencana fowler
pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan 5. Klien tidak
istirahat. mengalami kelelahan
5. membantu aktivitas
perawatan diri yang diperlukan
4 06/04/13 4 1. Dorong beberapa aktivitas 1. Klien mengikuti
fisik ringan selama siang hari. , dan dapat tidur
Jamin pasien berhenti aktivitas dimalam hari
beberapa jam sebelum tidur.
2. Klien dapat tertidur
2. mengintruksikan tindakan dengan nyenyak
relaksasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas
menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekita 1 diantara 25 pasien yang
tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA
(Sudoyo, 2006).
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)
merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari
angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya
(Sudoyo, 2006).
2.2 Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid.
2.3 Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten).
Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas
tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin)
seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara
simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit
dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
2.6 Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari
evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus
berkembnag ataupun konsesus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan
nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi perfusi yang mungkin dilakukan,
pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan
tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guidelie) dalam
tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC
tahun 2003. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas
di tempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada (khususnya di
bidang kardiologi Intervensi).
Tatalaksana Awal
Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok
komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik
(pump failure). Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI
disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi
dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam
pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien yang
dicurigai STEMI antara lain:
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi.
Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
Melakukan terapi perfusi.
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya
bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset
nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa di
tanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga professional
kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada
paramedic di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan
tatalaksana STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggung jawab
pada pemberian terapi. Di Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital
ini belum bisa dilakukan.
Panel A: Pasien dibawa oleh EMS setelah memanggil 9-1-1: Reperfusi pada
pasien STEMI dapat dilakukan dengan terapi farmakologis (fibrinolisis) atau
pendekatan kateter (PCI primer). Implementasi strategi ini bervariasi tergantung
cara transportasi pasien dan kemampuan penerimaan rumah sakit. Sasaran adalah
waktu iskemia total 120 menit. Waktu transport ke rumah sakit bervariasi dari
kasus ke kasus lainnya, tetapi sasaran waktu iskemik total adalah 120 menit.
Terdapat 3 kemungkinan:
JIka EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan pasien
memennuhi syarat tetapi, fibrinolisis pra rumah sakit dapat dimulai dalam 30
menit sejak EMS tiba.
Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan
pasien dibawa ke rumah sakit yang tak tersedia sarana PCI, hospital door-needle
time harus dalam 30 menit untuk pasien yang mempunyai indikasi fibrinolitik.
Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan
pasien dibawa ke rumah sakit dengan sarana PCI, hospital-door-to-balloon time
harus dalam waktu 90 menit.
2.7 Prognosis
Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama enam
bulan setelah serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka panjang yang
ditingkatkan dengan kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis lanjutan, dan ini
penting bahwa semua pasien yang menderita serangan jantung secara teratur dan
terus malakukan terapi jangka panjang dengan obat-obatan seperti:
ASPIRIN®
clopidrogel
statin (cholesterol lowering) drugs
beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan melindungi otot
jantung)
ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran darah)
Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa sakit dada
yang khas, biasanya berhubungan dengan serangan jantung. Bahkan jika
penampilan karakteristik EKG ST elevasi tidak dilihat, serangan jantung
mengakibatkan kerusakan otot jantung, sehingga cara terbaik untuk menangani
serangan jantung adalah untuk mencegah mereka.
Tabel 2.7.1: Risk Score untuk Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI)
Faktor Risiko (Bobot)
Skor Risiko/Mortalitas 30 hari(%)
Usia 65-74 tahun (2 poin)
0 (0,8)
Usia > 75 tahun (3 poin)
1 (1,6)
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin)
2 (2,2)
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 poin)
3 (4,4)
Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin)
4 (7,3)
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)
5 (12,4)
Berat < 67 kg (1 poin)
6 (16,1)
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin)
7 (23,4)
Waktu ke perfusi > 4 jam (1 poin)
8 (26,8)
Skor risiko = total poin ( 0-14 )
>8 (35,9)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Data Demografi/ identitas
Nama : Tn. H
Umur : 53 Tahun
Alamat: Perak 73 Surabaya
b. Keluhan Utama
Rasa tertimpa beban berat pada dada kiri.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. H datang ke RS dengan keluhan nyeri dada juga dirasakan sangat
nyeri seperti rasa terbakar dan ditindih benda berat. Keluhan dirasakan menjalar
ke lengan kiri tetapi keluhan agak berkurang jika OS istirahat.
paru Vesikuler +/+, jantung : Bunyi SI-S2 reguler, cardiomegali (-),
bising sistolik (-), dari pemeriksaan penunjang EKG didapatkan ST elevasi : V1 –
V5 , ST depresed : II, III, AVF, V6
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu memiliki penyakit riwayat penyakit hipertensi.
Keadaan Umum
Suhu : 36,5ºC
Nadi : 88x/menit
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
RR : 30x/menit
Breathing
Gejala : napas pendek
Pemeriksaan fisik :
Tanda : dispnea, inspirasi mengi, takipnea, pernapasan dangkal.
Blood
Gejala : penyakit jantung congenital
Tanda : takikardia, disritmia, edema.
Brain
Gejala : nyeri pada dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat oleh
inspirasi
Tanda : Gelisah
Gejala: kelelahan, kelemahan.
Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas
Terapi
Terapi yang diberikan untuk pasien ini berupa O2 3 – 4 liter/menit, posisi ½
duduk, diit jantung I, infus D 5% Lini 16 tetes/menit, Captopril 3 x 6.25 mg (ACE
inhibitor), Aspilet 2 x 80 mg (anti platelet), ranitidin 2 x 150 mg (antagonis
reseptor H2), Inj, ISDN diberikan secara sub lingual bila dada terasa nyeri
(Vasodilator).
Intervensi Rasional
Kolaboratif
Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
1. Agen non steroid, mis: 1. Dapat menghilangkan nyeri,
indometasin(indocin);, ASA(aspirin) menurunkan respon inflamasi.
2. Antipiretik mis: ASA/asetaminofen 2. Untuk menurunkan demam dan
(tylenol) meningkatkan kenyamanan.
3. Steroid 3. Diberikan untuk gejala yang lebih berat.
4. Oksigen 3-4 liter/menit 4. Memaksimalkan ketersediaan oksigen
untuk menurunkan beban kerja jantung
dan menurunkan ketidaknyamanan
karena iskemia.
Mandiri
1. Selidiki keluhan nyeri dada, 1. Mengetahui lokasi dan derajat nyeri.
memperhatikan awitan, faktor Pada iskemia miokardium nyeri dapat
pemberat atau penurun memburuk dengan inspirasi dalam,
gerakan atau berbaring dan hilang dengan
duduk tegak atau membungkuk.
2. Memberikan lingkungan yang tenang
dan tidakan kenyamanan. Mislanya
merubah posisi, menggunakan kompres
hangat, dan menggosok punggung
1. Tindakan ini dapat meningkatkan
kenyamanan fisik dan emosional pasien.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau irama dan frekuensi jantung 1. Takikardia dan disritmia dapat terjadi
saat jantung berupaya untuk
meningkatkan curahnya berespon
1. Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan terhadap demam. Hipoksia, dan
jarak / tonus jantung, murmur, gallop asidosis karena iskemia.
S3 dan S4. 2. Memberikan deteksi dini dari
terjadinya komplikasi misalnya GJK,
1. Dorong tirah baring dalam posisi semi tamponade jantung.
fowler 3. Menurunkan beban kerja jantung,
2. Berikan tindakan kenyamanan memaksimalkan curah jantung
misalnya perubahan posisi dan gosokan4. Meningkatkan relaksasi dan
punggung, dan aktivitas hiburan dalam mengarahkan kembali perhatian
toleransi jantung
3. Dorong penggunaan teknik 1. Perilaku ini dapat mengontrol
menejemen stress misalnya latihan ansietas, meningkatkan relaksasi dan
pernapasan dan bimbingan imajinasi menurunkan kerja jantung
4. Evaluasi keluhan lelah, dispnea,
palpitasi, nyeri dada kontinyu. 1. Manifestasi klinis dari GJK yang
Perhatikan adanya bunyi napas dapat menyertai endokarditis atau
adventisius, demam miokarditis
Kolaboratif
1. Berikan oksigen komplemen 1. Meningkatkan keseterdian oksigen
untuk fungsi miokard dan menurunkan
efek metabolism anaerob,yang terjadi
sebagai akibat dari hipoksia dan
asidosis.
1. Berikan obat – obatan sesuai dengan 2. Dapat diberikan untuk meningkatkan
indikasi misalnya digitalis, diuretik kontraktilitas miokard dan menurunkan
beban kerja jantung pada adanya GJK (
miocarditis)
1. Antibiotic/ anti microbial IV 3. Diberikan untuk mengatasi pathogen
yang teridentifikasi, mencegah
kerusakan jantung lebih lanjut.
1. Bantu dalam periokardiosintesis 4. prosedur dapat dilakuan di tempat
darurat tidur untuk menurunkan tekanan cairan
di sekitar jantung.
1. Siapkan pasien untuk pembedahan bila5. Penggantian katup mungkin
diindikasikan diperlukan untuk memperbaiki curah
jantung
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Evaluasi status mental. Perhatikikan 1. Indicator yang menunjukkan
terjadinya hemiparalisis, afasia, kejang, embolisasi sistemik pada otak.
muntah, peningkatan TD.
2. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba 2. Emboli arteri, mempengaruhi
yang disertai dengan takipnea, nyeri jantung dan / atau organ vital lain, dapat
pleuritik, sianosis, pucat terjadi sebagai akibat dari penyakit
katup, dan/ atau disritmia kronis
1. Tingkatkan tirah baring dengan tepat 3. Dapat mencegah pembentukan atau
migrasi emboli pada pasien
endokarditis. Tirah baring lama,
membawa resikonya sendiri tentang
terjadinya fenomena tromboembolic.
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan 1. Kecepatan dan upaya mungkin
kedalaman. Contoh adanya dispnea, meningkat karena nyeri, takut, demam,
penggunaan otot bantu nafas, pelebaran penurunan volume sirkulasi, hipoksia
nasal. atau diatensi gaster.
2. Sianosis bibir, kuku, atau daun telinga
1. Lihat kulit dan membran mukosa menunjukkan kondisi hipoksia atau
untuk adanya sianosis. komplikasi paru
3. Merangsang fungsi
1. Tinggikan kepala tempat tidur pernafasan/ekspansi paru. Efektif pada
letakkan pada posisi duduk tinggi atau pencegahan dan perbaikan kongesti
semifowler. paru.
Kolaborasi:
Berikan tambahan oksigen dengan Meningkatkan pengiriman oksigen ke
kanul atau masker, sesuai indikasi paru untuk kebutuhan sirkulasi
khususnya pada adanya gangguan
ventilasi
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas. 1. Miokarditis menyebabkan inflamasi
Perhatikan adanya dan perubahan dalam dan kemungkinan kerusakan sel-sel
keluhan kelemahan, keletihan, dan miokardial, sebagai akibat GJK.
dispnea berkenaan dengan aktivitas Penurunan pengisian dan curah jantung
dapat menyebabkan pengumpulan
cairan dalam kantung perikardial bila
ada perikarditis. Akhirnya endikarditis
dapat terjadi dengan disfungsi katup,
secara negatif mempengaruhi curah
jantung
1. Pantau frekuensi dan irama jantung, 2. Membantu derajad dekompensasi
tekanan darah, dan frekuensi pernapasan jantung and pulmonal penurunan TD,
sebelum dan sesudah aktivitas dan takikardia, disritmia, takipnea adalah
selam di perluka indikasi intoleransi jantung terhadap
2. Mempertahankan tirah baring selama aktivitas.
periode demam dan sesuai indikasi. 3. Demam meningkatkan kebutuhan dan
konsumsi oksigen, karenanya
1. Membantu klien dalam latihan meningkatkan beban kerja jantung, dan
progresif bertahap sesegera mungkin menurunkan toleransi aktivitas
untuk turun dari tempat tidur, mencatat 4. Pada saat terjadi inflamasi klien
respon tanda vital dan toleransi pasien mungkin dapat melakukan aktivitas
pada peningkatan aktivitas yang diinginkan, kecuali kerusakan
2. Evaluasi respon emosional miokard permanen.
5. Ansietas akan terjadi karena proses
inflamasi dan nyeri yang di timbulkan.
Dikungan diperlukan untuk mengatasi
frustasi terhadap hospitalisasi.
Kolaborasi
Berikan oksigen suplemen Peningkatan ketersediaan oksigen
mengimbangi peningkatan konsumsi
oksigen yang terjadi dengan aktivitas.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Jelaskan efek inflamasi pada jantung, 1. Untuk bertanggung jawab terhadap
ajarkan untuk memperhatikan gejala kesehatan sendiri, pasien perlu
sehubungan dengan memahami penyebab khusus,
komplikasi/berulangnya dan gejala yang pengobatan, dan efek jangka panjang
dilaporkan dengan segera pada pemberi yang diharapkan dari kondisi inflamasi,
perawatan misalny demam, nyeri, sesuai dengan tanda/gejala yang
peningkatan berat badan, peningkatan menunjukkan kekambuhan/komplikasi
toleransi terhadap aktifitas.
2. Anjurkan pasien/orang terdekat 1. Untuk bertanggung jawab terhadap
tentang dosis, tujuan dan efek samping kesehatan sendiri, pasien perlu
obat: kebutuhan diet/pertimbangan memahami penyebab khusus,
khusus: aktivitas yang pengobatan, dan efek jangka panjang
diizinkan/dibatasi yang diharapkan dari kondisi inflamasi,
sesuai dengan tanda/gejala yang
menunjukkan kekambuhan/komplikasi
2. Perawatan di rumah sakit
1. Kaji ulang perlunya antibiotic jangka lama/pemberian antibiotic
panjang/terapi antimikrobial IV/antimicrobial perlu sampai kultur
darah negative/hasil darah lain
menunjukkan tak ada infeksi.
3. Pemahaman alasan untuk
1. Tekankan pentingnya evaluasi pengawasan medis dan rencana
perawatan medis teratur. Anjurkan untuk/penerimaan tanggung jawab
pasien membuat perjanjian.
3.4 Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
ah satria
Minggu, 26 Januari 2014
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn.F DENGAN CEDERA KEPALA DI
RUANG INSTALASI CARE UNIT (ICU) RSUD SARAS HUSADA
PURWOREJO
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala ringan,
cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan cedera kepala
atau askep cidera kepala baik cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan
cedera kepala berat harus ditangani secara serius. Cedera pada otak dapat
mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga dapat terjadi
penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi
adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera kepala.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus kelolaan kelompok
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada An. F dengan Cedera Kepala Berat di
Ruang ICU (Intensive Care Unit) Rumah Sakit Saras Husada Purworejo Jawa
Tengah.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
2. Tujuan Khusus
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan cedera kepala
berat.
c. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien dengan cedera
kepala berat.
d. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan cedera kepala
berat.
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab yang disusun dengan sistematika penulisan
sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang,
tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari : pengertian, anatomi fisiologis, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi dan pathway, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan
pemeriksaan penunjang.
BAB III : Laporan kasus terdiri dari : pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan
evaluasi.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena
robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta
edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh
trauma benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada
kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.
B. Klasifikasi
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan
benda-benda tajam/runcing.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13 (konfusi,
letargi dan stupor), pasien tampak kebingungan, mengantuk, namun masih bisa
mengikuti perintah sederhana, hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi <
24 jam, konkusi, amnesia paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur
kranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan
serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8 (koma), penurunan
derajat kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam,
tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi
cranium.
C. Etiologi
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala
primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi
dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari
cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
ADO
Cedera Kepala
Laserasi
Resiko Infeksi
Kecelakaan
Pukulan
Tusukan
Tembakan
Asam laktat
Produk atp
Energi <
Fatigue
Vasodilatasi serebri
Nyeri Akut
Peningkatan TIK
ADO
Penurunan kesadaran
Penumpukan sekret
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera
kepala, yaitu:
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri kepala karena
regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan
dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
F. Komplikasi
2. Kejang
5. Infeksi
6. Edema cerebri
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Penatalaksanaan
3. Berikan oksigenasi
6. Atasi shock
Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa
40 % atau gliserol 10 %.
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan.
Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan
dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah,
makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung
nilai urea.
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
6. Bedah neuro.
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
Pengkajian Kegawatdaruratan :
1. Primary Survey
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat
dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan
nafas, harus diperhatikan bahwa tidakBOLEH dilakukan ekstensi, fleksi atau
rotasi dari leher.
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari
paru, dinding dada dan diafragma.
2) Kontrol Perdarahan
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
2. Secondary Survey
a. Fokus assessment
Data Dasar Pengkajian Klien (Doenges, 2000). Data tergantung pada tipe, lokasi
dan keperahan, cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-
organ vital.
a. Aktivitas/istirahat
b. Sirkulasi
c. Integritas Ego
d. Makanan/cairan
e. Eliminasi
f. Neurosensori
g. Nyeri/kenyamanan
h. Pernafasan
i. Keamanan
j. Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria.
2. Diagnosa Keperawatan
KEPERAWATAN
-saturasi O2: ≥
95%
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Nn. F
Umur : 14 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
No RM : 264623/1071353
2. Penanggung jawab
Nama : Tn. A
Umur : 53 tahun
Pekerjaan : swasta
B. Primary survey
Airway :
C. Keluhan utama
Pada tanggal 30 januari 2013 jam 17.00 terjadi kecelakaan sepeda motor, korban
dibawa oleh penolong ke IGD RS Saras Husada. Klien datang dengan kondisi
tidak sadarkan diri, terdapat luka lecet dibawah lutut kanan, hematom ± 12 cm
dahi kanan, deformitas tangan kiri, terdapat bula dikaki kanan. Tekanan darah :
90/60, Nadi : 60x/i, RR : 22 x/i, S : 36,4 °C. Dari IGD klien dipindahkan ke ruang
ICU jam 19.00 guna mendapatkan perawatan intensive.
G. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : Coma
1. Kepala
Kepala klien normocephalic, rambut klien panjang lurus, rambut kotor terdapat
darah yang mengering pada rambut, penyebaran rambut merata.
2. Muka
Wajah tanpak simetris, warna kulit tidak pucat, terdapat hematom pada dahi
kanan ±12 cm
3. Mata
Mata simetris, Konjungtiva anemis, Sklera anikterik, edema pada palpebrae, pupil
anisokor, reaksi pupl terhadap cahaya menurun.
4. Telinga
Posisi daun telinga simetris, tidak ada lesi, tidak terdapat serumen, tidak ada
pengeluaran darah maupun cairan.
Bibir terletak tepat ditengah wajah, warna bibir merah muda, tidak kering,terdapat
luka pada bibir bagian bawah, tidak sianosis, tidak ada kelainan congenital,
terdapar sekret pada tenggorokan dan mulut, terpasang mayo, tidak terdapat lidah
jatuh, mulut klien berbau tidak sedap, suara nafas gargling
7. Leher
8. Thorak
Ø Inspeksi thoraks
Ø Palpasi
Gerakan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama, tidak terdapat massa, tidak
terdapat fraktur thorak.
Ø Perkusi thoraks
Ø Auskultasi thoraks
9. Jantung
10. Payudara
Payudara simetrs, letak puting susu tepat di tengah areola, tidak terdapat benjolan
di sekitar payudara.
11. Abdomen
Bentuk abdomen datar, warna kulit normal, kulit tubuh tampak kotor, kulit elastis,
tidak terdapat lesi ataupun nodul masa, tidak terdapat striae maupun spider
nevy, bising usus 10x /menit, perkusi timpani.
Klien terpasang kateter ukuran 16, urine berwarna kuning jernih, terdapat
penyebaran sedikit rambut di mons pubis, tidak terdapat luka, labia minora dan
mayora simetris, tidak berbau dan tidak mengeluarkan cairan yang abnormal,
terdapat anus.
13. Ekstremitas
Ø Ekstremitas atas : terpasang infus ukuran 22 di tangan kanan, tangan kiri deformitas
Ø Ekstemitas bawah : terdapat VE pada lutut kiri, dan bula di kaki kanan, tidak
terdapat edema.
Klien saat ini mengalami koma, klien terbaring lemah dan gelisah. Keluarga klien
mengatakan saat ini yang paling penting anaknya dapat segera sadar, sehat dan
dapat kembali kerumah berkumpul dengan kluarga.
Makanan
Keluarga Klien mengatakan saat dirumah klien biasa makan 3x/hari dengan lauk
pauk dan sayuran, minum 5-6 gelas sehari. Setelah dirumah dan semenjak tidak
sadarkan diri klien dipuasakan sampai tidak terdapat ulcer, terpasang infus RL 20
tts/menit.
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa BAB 1x/hari pagi
hari. Dan Saat sakit klien belum pernah BAB, cateter terpasang dengan urin
keluar 300 cc per 12 jam.
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa tidur jika sudah larut
malam klien sering bergadang dengan teman-temannya sebelum tidur. Klien biasa
tidur pukul 23.00-07.00, tidur siang kadang-kadang. Saat iniklien dalam keadaan
tidak sadar
Keluarga klien mengatakan klien tertutup, klien lebih sering menghabiskan waktu
di luar rumah. Klien saat ini tidak sadarkan diri dalam kondisi gelisah.
Keluarga klien mengatakan saat ini anaknya tidak sadarkan diri, terdapat bengkak
pada dahi sebelah kanan, pada kaki sebelah kanan terdapat bula dan yang
dipikirkan saat ini yaitu kesembuhan anaknya agar anaknya bisa pulang kerumah
berkumpul dengan keluarga.
Keluarga klien mengatakan saat ini klien dapat berhubungan baik dengan
lingkungan, baik kepada keluarga, tetangga, dan teman-temannya. Saat klien
dirawat dirumah sakit pun keluarga, tetangga, dan teman-temannya menjenguk
klien.
Keluarga klien mengatakan klien belum menikah, sudah menstruasi saat berumur
13 tahun.
Keluarga klien mengatakan semenjak ibunya klien meninggal klien lebih tertutup
dan cenderung menghabiskan waktu di luar rumah
Keluarga klien mengatakan agama yang dianut keluarga dan klien adalah islam.
aktifitas ibadah klien terganggu karna klien tidak sadarkan diri.
J. DATA PENUNJANG
K 41 Mmol/L 3,4-5,4
Cl 93 Mmol/L 95-108
HbsAg Negatif
Pemeriksaan Urine
PH 6 4,0-78
Protein +1 Negatif
Sedimen - Negatif
Sell epitel + +1
GCS : Eye 1
Verbal 1
Motorik 2
Unisokor ¾
RP (+ / + )
Terapy obat
Ø Infeksi intra-abdominal.
K. Analisa Data
DS : - Adanya Ketidakefektifan
penumpukan bersihan jalan nafas
DO : Ku:jelek, kesadaran: coma, sekresi di
GCS: E1V1M2, terpasang O2 tenggorokan dan
dengan nasal mulut
kanul=3L, Pernafasan:28x/m,
terdapat secret ditenggorokan
dan mulut, suara nafas gargling,
terpasang mayo, klien tampak
gelisah
L. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d a danya penumpukan sekresi di
tenggorokan dan mulut.
2. Ketidak efektifan pola nafas b/d Kerusakan pola pernafasan dimedula oblongata,
cedera cidera otak.
M. Intervensi
h. Monitor tanda-tanda
TIK
2. Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan a. Kaji status pernafasan
gangguan/kerusakan pusat asuhan keperawatan 3 x klien
pernafasan di medula 24 jam klien
oblongata/cedera jaringan menunjukan pola nafas b.Kaji penyebab
otak yang efektif dengan KH: ketidakefektifan pola nafas
3. Defisit self care b/d Setelah dilakukan askep Bantuan perawatan diri
kelemahan fisik, penurunan 3 x 24 jam klien dan
kesadaran. keluarga dapat merawat a. Monitor kemampuan
diri : dengan kriteria : pasien terhadap perawatan diri
yang mandiri
-kebutuhan klien sehari-
hari terpenuhi (makan, b.Monitor kebutuhan akan
berpakaian, toileting, personal hygiene, berpakaian,
berhias, hygiene, oral toileting dan makan, berhias
higiene) c. Beri bantuan sampai
-klien bersih dan tidak klien mempunyai kemapuan
bau. untuk merawat diri
f. Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara rutin
17.0 VS
0 16. Mengkaji KU dan
18.0 VS
0 17. Mengkaji KU dan
19.0 VS
0 18. Mempertahankan
19.3 pemberian O2
0 dengan
menambahkan
cairan humidifier
02.0 VS
0 28. Mengkaji KU dan
03.0 VS
0 29. Mengkaji KU dan
04.0 VS
0 30. Melakukan
04.0 kolaborasi
5 pemberian obat-
obatan (Piracetam
3x1gr dan Kalnex
3x500gr)
05.032. Mengkajitingkat
0 kesadaran,
danMemonitor
05.3 tanda-tanda TIK
0
33. Mengkaji KU dan
VS
06.034. Mengkaji KU dan
0 VS
07.0
0
1. Bantu
8. Membantu pemenuhan adl
memandikan klien klien
05.0 2. Libatkan
0 keluarga dalam
pemenuhan adl
klien
11.0
8. Mengkaji KU1. Kaji, observasi,
0 dan VS evaluasi tanda-
tanda penurunan
12.0
9. MelakukanKolab perfusi serebral
0 orasi pemberian
obat- 2. Pertahankan
12.0 obatan(Piracetam 3 pemberian
5 x 1 gr, phenytoin 2 x oksigen sesuai
1 amp, kalnex instruksi dokter
3x500mg, manitol
4x125ml) 3. Pertahankan
posisi pasien
10. Mengkaji KU dan kepala lebih
VS. tinggi dari badan
13.0
0 11. Mengkajitingkat 4. Monitor Vital
kesadaran, Sign serta tingkat
13.2
danMemonitor kesadaran
5
tanda-tanda TIK
5. Monitor tanda-
12. Mengkaji KU dan tanda TIK
14.0 VS
6. Kolaborasi
0
13. Mengkaji KU dan pemberian obat-
15.0 VS obatan
0
14. Mengkaji KU dan
16.0 VS
0
15. Mengkaji KU dan
17.0 VS
0
16. Mengkaji KU dan
18.0 VS
0
17. Mengkaji KU dan
19.0 VS
0
18. Mengkaji KU dan
20.0 VS
0
19. MelakukanKolabo
20.0 rasi pemberian obat-
5 obatan(Piracetam 3
x 1 gr, phenytoin 2 x
1 amp, kalnex
3x500mg, manitol
4x125ml)
05.0
30. Mengkaji KU dan
0 VS
05.3
31. Mengkajitingkat
0 kesadaran, dan
memonitor tanda-
tanda TIK
06.0
32. Mengkaji KU dan
0 VS
07.0
33. Mengkaji KU dan
0 VS
18.0
15. Mengkaji KU dan
0 VS
19.0
16. Mengkaji KU dan
0 VS
20.0
17. Mengkaji KU dan
0 VS
20.0
18. MelakukanKolabo
5 rasi pemberian obat-
obatan(Piracetam 3
x 1 gr, phenytoin 2 x
1 amp, kalnex
3x500mg, manitol
4x125ml)
21.0
19. Mengkaji KU dan
0 VS
21.1
20. Mengatur posisi
5 tidur yang nyaman
bagi klien
32.
06.0 Mengkaji KU dan
0 VS
33.
07.0 Mengkaji KU dan
0 VS
18.0
17. Melakukan suction
0
18. Mengkaji KU dan
19.0 VS
0
19. Mengkaji KU dan
20.0 VS
0
20. Mengkaji KU dan
21.0 VS
0
21. Mempertahankan
22.0 posisi head up 35
0 sampai 45 derajat
22.1
22. Mengkaji KU dan
0 VS
07.0
0