Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
1 Pengkajian
1.1 Anamnesa
a. Identitas pasien.
b. Keluhan utama: sakit kepala dan demam
c. Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam, dan keluhan
kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan
stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit TB paru, infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah
saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya perlu
ditanyakan pada pasien. Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti
pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai
resistensi pemakaian antibiotic).
e. Riwayat psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai
pasien terhadap penyakit yang dideritanya .dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan
masyarakat. serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
2. Diagnosa
a. Nyeri b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi
b. Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen.
c. Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral yang
mengubah/menghentikan darah arteri/virus
d. Risiko tinggi terhadap trauma b.d kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo
e. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
Diagnosa 2: Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari
patogen.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam penyebaran infeksi tidak terjadi penyebaran
infeksi. Dengan KH :
Tidak ada tanda – tanda penyebaran infeksi
RR 16-20x/menit
Nadi 60-100x/menit
Suhu 36-37ºC
Intervensi Rasional
1. Lakukan Healt Education tentang akibat dan penyebaran infeksi
R : Pasien dapat mengetahui penyebab dan akibat penyebaran infeksi
2. Berikan isolasi sebagai pencegahan
R : Pada fase awal meningitis, isolasi mungkin diperlukan sampai organisme diketahui/dosis
antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain
3. Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
R : Menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi
4. Ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam
R : Memobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko
terjadinya komplikasi terhadap pernapasan
5. Observasi TTV pasien
R : TTV pasien dapat terpantau
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi seperti antibiotik iv: penisilin G,
ampisilin, klorampenikol, gentamisin
R : Obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu
Diagnosa 3 : Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema
serebral yang mengubah/menghentikan darah arteri/virus
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam tidak terjadinya perubahan perfusi jaringan
serebral, dengan KH :
Tidak ada tanda perubahan perfusi jaringan serebral
RR 16-20x/menit
Nadi 60-100x/menit
Suhu 36-37ºC
Intervensi Rasional
1. Lakukan Healt Education tentang penyebab perubahan perfusi jaringan serebral
R : Pasien mengetahui penyebab perubahan perfusi jaringan serebral yang terjadi pada pasien
2. Tirah baring dengan posisi kepala datar
R : Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang
memerlukan tindakan medis dengan segera
3. Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
R : Aktivitas seperti ini akan meningkatkan tekanan intratorak dan intraabdomen yang dapat
meningkatkan TIK.
4. Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
R : Peningkatanaliran vena dari kepal akna menurunkan TIK
5. Observasi TTV pasien
R : TTV pasien dapat terpantau
6. Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
R : Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK.
7. Berikan obat : steroid, clorpomasin, asetaminofen
R : Menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi edema serebral, mengatasi kelainan
postur tubuh atau menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan konsumsi oksigen dan
resiko kejang
Diagnosa 4 : Risiko tinggi terhadap trauma b.d kejang umum/fokal, kelemahan umum,
vertigo.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam resiko trauma tidak terjadi, Dengan KH :
Resiko terjadinya trauma tidak tampak pada pasien
Intervensi Rasional
1. Lakukan Healt Education tentang penyebab trauma
R : Pengetahuan yang meningkat dapat membuat pasien mengerti tentantang penyebab trauma
2. Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan
R : Melindungi pasien bila terjadi kejang
3. Berikan tirah baring selama fase akut
R : Menurunkan resiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo, sinkop, atau ataksia
4. Observasi adanya resiko terjadinya trauma
R : Resiko terjadinya trauma dapat terpantau
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapiseperti : venitoin, diaepam, venobarbital.
R : Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang
Diagnosa 5 : Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular, penurunan
kekuatan
Tujuan : Setelah dilakukan selama 1x24 jam kerusakan mobilitas fisik tidak terjadi, Dengan
KH :
Pasien dapat melakukan mobilisasi dengan baik
Intervensi Rasional
1. Lakukan Healt Education tentang faktor dan penyebab kerusakan mobilitas fisik
R : pasien dapat mengerti tentang faktor dan penyebab kerusakan mobilitas fisik
2. Bantu latihan rentang gerak.
R : Mempertahankan mobilisasidan fungsi sendi/posisi normal akstremitas dan menurunkan
terjadinya vena yang statis
3. Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
R : Meningkatkan sirkulasi, elastisitas kulit, dan menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit
4. Berikan matras udara atau air, perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
R : Menyeimbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi dan membantu meningkatkan
arus balik vena untuk menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan.
5. Observasi mobilisasi pasien
R : Mobilisasi pasien dapat teppantau
6. Lakukan kolaborasi dengan tim medis tetang program latihan dan penggunaan alat
mobiluisasi.
R : Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara
fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan tersebut.
Pengkajian keperawatan
Riwayat keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma, riwayat pembedahan pada
otak, cedera kepala
Pengkajian neurologik
d. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral
e. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah
2. Intervensi Keperawatan
Kriteria hasil : Anak akan melaporkan nyeri kepala hilang atau terkontrol
Intervensi/rasional :
Dukung untuk menentukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit
Intervensi /rasional :
Intervensi/rasional :
Rasional : Tingkat kesadaran sensorik yang buruk dapat meningkatkan resiko terjadinya injury
Kaji reflek pupil, extraocular movement, respon terhadap suara, tonus otot dan reflek-reflek
tertentu
Rasional : Penurunan reflek menandakan adanya kerusakan syaraf dan dapat berpengaruh
terhadap keamanan pasien
4. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral Kriteria hasil :
Perfusi jaringan serebral maksimal
Intervensi :
Observasi tingkat kesadaran dan nilai status neurology setiap 1-2 jam
Rasional : Berguna untuk menentukan lokasi dan luasnya penyebaran kerusakan serebral
Rasional : kehilangan fungsi autoregulasi mungkin dapat mengikuti kerusakan vascular serebral
Berikan waktu istirahat antara aktivitas perawatan dan batasi lamanya tindakan
Rasional : Dapat menurunkan permeabilitas kapiler sehingga pembentukan edema serebral dapat
diminimalkan
5. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah
Kriteria hasil : Masukan nutrisi adekuat
Intervensi/rasional :
Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi
Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan
Rasional : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan nutrisi pasien
PENGKAJIAN
1.Anamnesa :
.Riwayat penyakit sekarang :
- Gambaran gejala yang dialami saat ini, kapan mulai, gejala menurun/meningkat,
bagaimana mengatasinya
Riwayat penyakit masa lalu:
Pasien pernah mengalami Penyakit pernafasan, trauma kepala/fraktur, infeksi sinus,
hidung,telinga, penyakit jantung, DM,Ca, pembedahan, bedah syaraf/telingga
2.. Pengkajian fisik
- Manifestasi klinis
- Tingkat kesadaran, Orientasi
- Reaksi pupil dan pergerakan mata
- Respon motorik
- Tanda awal : Lethargi, perubahan memori, gangguan perhatian, perubahan tingkah
laku (kepribadian)
- Tanda penyakit lanjut: Stupor, nyeri kepala berat, nyeri otot, pupil reaktif terhadap
cahaya (photo phobia), Nistagmus, Disfungsi syaraf III,IV,VI,VII,VIII
- Hemiparesis, hemaplegia, tonus otot menurun
- Kaku kuduk, kernig’s, Bruzinski, nyeri kepala
- Nausea, muntah, panas, Tachicardia
12.DIAGNOSA & INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan b.d peningkatan ICP/edema otak
Tujuan : meningkatkan perfusi jaringan ke otak
Kriteria hasil :- kesadaran pasien penuh
- TTV normal : TD 110/70 mmHg, Rr, N,
- Pasien tidak kejang dan bisa orientasi
Intervensi :
1. Kaji tingkat kesadaran, TTV, dan status neurologic.
2. Ciptakan lingkungan tenang (cegah agitasi-peningkatan TIK).
3. Pertahankan tirah baring dengan posisi datar.
4. Pantau sesuai indikasi setelah dilakukan punksi lumbal.
5. Kaji adanya rigiditas nuksi, gemetar, kegelisahan yang meningkat, peka rangsangan ,
dan adanya serangan kejang.
6. Catat kejadian berhubngan status neurologis: Kejang, disorientasi.
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d iritasi meningeal
Tujuan : menurunkan rasa nyeri
Kriteia hasil : - skala nyeri pasien menurun
- Pasien merasa nyaman
- Pasien bisa istirahat dengan cukup
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri
R / untuk mengetahui seberapa berat tinggkat nyeri yang dirasakan klien.
2. Berikan posisi nyaman dan aman (pasang sidedriil)
R/ untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien.
3. Berikan analgesik sesuai program (monitor reaksi dan respon pasien)
R/ untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri.
J. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri kepala b.d peningkatan tekanan intra cranial
b. Hipertermia b.d proses infeksi
c. Perubahan persepsi sensori b.d penurunan tingkat kesadaran
d. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral
e. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah
K. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri kepala b.d peningkatan tekanan kranial
Kriteria hasil : Anak akan melaporkan nyeri kepala hilang atau terkontrol
Intervensi/rasional :
a. Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : Mengurangi reaksi terhadap stimulan dari lingkungan
b. Tingkatkan tirah baring
Rasional : Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
c. Dukung untuk menentukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit
Rasional : menurunkan iritasi meningeal
d. Kolaborasi : pemberian analgetik
Rasional : menghilangkan nyeri yang berat
a. Riwayat keperawatan: riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan pada
b. Pada Neonatus: kaji adanya perilaku menolak untuk makan, reflek menghisap kurang, muntah
atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menangis lemah
c. Pada anak-anak dan remaja: kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti
dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium,
halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda
Kernig dan Brudzinsky positif, refleks fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus
d. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun): kaji adanya demam, malas makan, muntah,
mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan
2. Diagnosa Keperawatan
b. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan infeksi pada selaput
otak
3. Perencanaan keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
1) Tujuan 1 :
Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
2) Intervensi keperawatan/Rasional:
- Tinggikan sedikit kepala tempat tidur tanpa menggunakan bantal karena hal ini seringkali
Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri atau tanda-tanda nyeri yang dialami anak minimum
b. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan infeksi pada selaput
otak.
1) Tujuan:
2) Intervensi keperawatan/rasional:
a) Kaji tanda vital, GCS (jika dapat dilakukan) dan tanda-tanda dari terjadinya penurunan
kesadaran
Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial selama dalam masa perawatan, dengan kriteria;
reaksi pupil terhadap cahaya (+), refleks normal, gerak dan tangis yang kuat, respirasi spontan,
1) Tujuan 1:
2) Intervensi keperawatan/Rasional:
a) Bantu praktisi kesehatan mendapat kultur yang diperlukan untuk mengidentifikasikan organisme
penyebab
4) Tujuan 2:
- Tempatkan anak di ruang isolasi selama sedikitnya 24 jam setelah awal terapi antibiotik
- Pantau tanda-tanda vital untuk tanda awal proses infeksi
b) Instruksikan orang lain (keluarga, anggota staf) tentang kewaspadaan yang tepat
- Berikan vaksin rutin sesuai usia (mis., vaksin untuk mencegah H. influenzae tipe B [Hib])
- Identifikasi kontak erat dan anak berisiko tinggi yang dapat memperoleh manfaat dari vaksinasi
a) Observasi dengan ketat adanya tanda-tanda komplikasi, terutama peningkatan TIK, syok, dan
c) Pantau dan catat masukan dan keluaran untuk mengidentifikasi komplikasi seperti ancaman syok
atau peningkatan akumulasi cairan yang berhubungan dengan edema serebral atau efusi subdural
d) Kurangi stimulus lingkungan, karena anak mungkin sensitif terhadap kebisingan, sinar terang,
e) Implementasikan kewaspadaan keamanan yang tepat karena anak sering gelisah dan kejang
f) Jelaskan pentingnya perawatan tindak lanjut pada orang tua karena sekuel neurologis, termasuk
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
1) Tujuan :
2) Intervensi keperawatan/Rasional:
a) Dorong keluarga untuk mendiskusikan perasaan untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling
menyalahkan
b) Yakinkan keluarga bahwa awitan meningitis bersifat tiba-tiba dan bahwa mereka sudah
bertindak dengan penuh tanggung jawab dengan mencari bantuan medis untuk meminimalkan
c) Pertahankan agar keluarga tetap mendapat informasi tentang kondisi anak, kemajuan, prosedur,
4. Pelaksanaan
yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif.
Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5. Evaluasi
Angka motalitas meningitis sangat bervariasi, tergantung pada usia pasien dan patogen
angka fatalitas sebesar hanya 20%, sedangkan neonatus dengan meningitis gram negative
meninggal dalam 70 kasus. Angka kematian akibat H. influenzae dan S. pneumoniae masing-
terdapat predileksi usia serta petogen, dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda
Gejala sisa neurologi tersering adalah tuli, yang terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan
saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cidera berat seperti hemiparesis atau cidera otaku mum pada
1-2% pasien. Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari RS
akan membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implant koklea belum lama ini memberi
Pencegahan meningitis saat ini terdiri atas dua bentuk: kemoprokfilaksis terhadap
individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit (pasien indek) serta
penyakit invasive, dengan pengurangan sebanyak 70-80% pada meningitis akibat organisme
tersebut. Saat ini imunisasi dianjurkan untuk bayi sebagai rangkain imunisasi tiga dosis pada usia
2,4,6 bulan.
6. Penkes
a. Ajarkan pada orang tua tentang pemberian obat dan pemantauan efek samping.
b. Ajarkan bagaimana untuk mempertahankan nutrisi yang adekuat ; makanan rendah lemak.
c. Jelaskan pentingnya istirahat.
d. Ajarkan cara mencegah infeksi.
e. Ajarkan pada orang tua untuk memantau komplikasi jangka panjang serta tanda dan gejalanya.