Sunteți pe pagina 1din 4

MOSI KE 2

Untuk penataan sistem ketatanegaraaan : Tidak diperlukan perubahan


Amandemen Ke 5 UUD 1945

Teori :

Prinsip Checks and Balances sebagai Salah Satu Syarat Terwujudnya Negara Hukum

Semua negara di dunia mengaku sebagai negara hukum, walaupun dalam menjalankan
pemerintahan berlaku otoriter yang mengarah pada tirani, dan jauh dari demokratis. Amerika
Serikat yang dikatakan menganut teori Trias Politika, dalam kenyataannya mempraktekkan
sistem saling mengawasi dan saling mengadakan perimbangan antara kekuasaan-kekuasaan
negara (checks and balances system). Sistem checks and balances dimaksudkan agar ketiga
badan pemegang kekuasaan negara tidak menjalankan kekuasaannya melebihi atau mengurangi
apa kekuasaan yang ditentukan dalam konstitusi. Selain itu juga dimaksudkan agar kekuasaan
tidak menumpuk pada satu organ yang akan dapat menimbulkan terjadinya penyalahgunaan
kekuasaan.

Teori Trias Politika dibuat agar kekuasaan tidak terpusat pada satu tangan atau satu institusi
tertentu. Kekuasaaan harus dipilah menjadi tiga fungsi besar agar dapat saling mengawasi
(checks) dan saling mengimbangi (balances) dalam operasionalisasi kekuasaan yang riil.[9]
Konsep checks and balances membagi-bagikan kekuasaan tetapi satu sama lain saling
mengawasi tanpa ada satu kekuasaan yang berada di atas kekuasaan lainnya. Penjabaran lebih
lanjut dari teori trias politika dan teori checks and balances adalah penciptaan konsep-konsep
hukum agar dapat membatasi kekuasaan negara yang dijalankan secara sewenang-wenang. Lain
halnya, prinsip check and balances yang diberlakukan di Indonesia saja masih kacau, sudah ada
wacana untuk mengamandemenkannya kembali.

Argumentasi :

1. Sangat disayangkan, jika dilihat dari pendapat Guru Besar FH undip Prof. Dr. Muladi, SH
yang sekarang ini menjabat sebagai Gubernur Lemhannas Mangatakan bahwa percuma saja
UUD 1945 diamandemen ratusan kali kalau tidak melibatkan rakyat. Negara ini dibangun atas
dasar rakyat, maka perubahan tersebut harus dilakukan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Bahkan beliau sangat mewanti-wanti agar amandemen UUD 1945 jangan tergesa-gesa diusulkan
karena konstitusi negara tidak bisa disamakan seperti anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
(AD/ART) oleh sebuah partai atau ormas yang bisa diubah kapan saja.

2. Konsitusi adalah fondasi bangsa dan UUD adalah hukum tertinggi apabila diamandemen akan
mempengaruhi stabilisasi produk hukum di bawahnya. UUD adalah jantungnya hukum apabila
diubah akan mempengaruhi ketatanegaran negara kita dan stabilitas ekonomi, politik, sosial dan
budaya bangsa. Jika sering di ubah-ubah malah akan menciptakan suasana yg tidak kondusif bagi
perkembangan bangsa. Jangankan untuk mengamandemen UUD, bahkan untuk mengubah
perilaku masyarakat di Indonesia ini sendiri, memang tidak semudah membalik telapak tangan.
Yang terpenting adalah penyelenggaraan negara yang baik sekarang ini dengan aturan yang ada.

3. Perubahan UUD 1945 telah kebablasan, mengkhianati amanat dan hasil karya pada pendiri
atau founding people yang bersifat emosional, terburu-buru, dan tidak menyerap aspirsi
masyarakat atau disosialisasikan secara proporsional. Menurut saya perubahan lanjutan itu tidak
perlu dilakukan karena hasil amandemen yang ada sekarang sudah menyerap dan
mengompromikan semua aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat ketika itu. harus
disadari bahwa melakukan perubahan atas UUD itu akan menguras energi yang sangat besar dan
apa pun hasilnya pasti akan ada yang mepersoalkan juga; diubah lagi pun pasti kelak akan ada
yang mempersoalkan atas hasil-hasilnya. Upaya mengubah kembali UUD berpotensi memancing
konflik politik yang dapat mengganggu upaya atau konsentrasi kita menyelenggarakan
pemerintahan untuk memperbaiki nasib rakyat. Maka bagi arus ini yang penting melaksanakan
dulu isi UUD 1945 hasil amandemen dengan sebaik-baiknya.

4. Mengubah sesuatu, bukan berarti tidak membutuhkan energi, tenaga, waktu, fikiran, dan tidak
dipungkiri memerlukan biaya yang banyak. Ini juga berlaku untuk mengamandemen UUD.
Mengandemen UUD juga memerlukan biaya yang banyak. Jadi mengapa tidak kita efektifkan
yang ada terlebih dahulu.

5. Syamsuddin juga menyadari bahwa untuk menuju ke amandemen bukanlah sesuatu yang
mudah mengingat anggota DPD yang bersikeras melakukan, amandemen, belum mencapai
syarat minimum sepertiga anggota MPR sebagaimana dinayatakan di Pasal 37 Uud 1945,
sehingga belum bisa mengusulkan amandemen. Demikian pula, sikap partai politik saat ini
menurut Syamsuddin belum sepenuhnya terbuka terhadap isu amandemen. Perlu difikirkan
kembali agar semua pihak menetapkan kepastian waktu kapan akan dilakukannya amandemen
kelima.

6. Menurut Sayuti, sebenarnya amandemen UUD 1945 masalah ekslusif untuk pakar Hukum
Tata Negara tetapi untuk semua golongan masyarakat. Itu kesalahan mendasar. Baru jadi
masalah Hukum Tata Negara kalau sudah jadi pandangan hidup bangsa dan jadi hukum positif,
tandasnya. Seharusnya ada konsensus nasional terlebih dahulu mengenai batasan amandemen,
sebelum dilakukan amandemen kelima nantinya. Menurut dia, amandemen baru bisa
dilaksanakan bila konsolidasi demokrasi sudah kuat, sistem pemerintahan sudah efektif dan
sistem presidensiil telah mantap.

Beberapa Isu Yang Menjadi Bahan Pertimbangan Untuk Amandemen Kelima

Kedudukan DPD yang belum efektif

Sistem cheks and Balences antar lembaga negara yang masih kacau

Kebingungan mengenai kedudukan MPR

Menjamurnya Komisi-Komisi dan Lembaga Negara

Format pemerintahan daerah yang belum bagus

Format, sistematika, koherensi,dan konsistensi UUD 1945 yang masih kacau

Bentuk Negara Kesatuan yang belum berhasil mewujudkan kesejahteraan

FAKTA EMPIRIK :

1. Hasil amandemen UUD 1945 juga membuktikan bahwa pasal-pasal hasil amandemen tidak
lagi mencerminkan nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia.
2. Kedudukan rakyat dalam rumah MPR terdegradasi dan dasar Negara kesatuan RI yang
berketuhan Yang Maha Esa (Pasal 29 UUD 1945) juga rentan diubah oleh siapa saja termasuk
oleh masuknya nilai-nilai budaya asing secara perlahan.

3. Kedudukan dan peran MPR hasil amandemen UUD 1945 tidak bisa lagi membuat Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) sebagai arah atau haluan kebijakan pembangunan suatu Negara yang
berbentuk Negara Kesatuan RI karena kewenangannya telah dipangkas, dikerdilkan dan bergeser
menjadi kewenangan Presiden dan/ atau Wakil Presiden (Pemerintah) didalam menetapkan
kebijakan program 5 (lima) tahun pembangunan Negara Kesatuan RI. 4

4. Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR karena MPR telah berubah bentuk dan
wujudnya serta MPR bukan lagi berkedudukan sebagai lembaga / wadah yang membuktikan
bahwa rakyat-lah pemegang kedaulatan tertinggi. Wacana amandemen seringkali tidak pro
rakyat karena hanya menyangkut perubahan kewenangan lembaga negara, pembagian kekuasaan
serta isu lain yang lebih banyak menyentuh elit. Rakyat jadi antipati dengan perubahan kalau
begitu.

S-ar putea să vă placă și