Sunteți pe pagina 1din 30

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan

bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat

keperawatan berbentuk pelayanan-bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif

ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat

maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Hidayat, 2004) .

Asuhan keperawatan dilaksanakan dengan menggunakan metode proses

keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika

keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawabnya. Asuhan

keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek

keperawatan yang langsung diberikan kepada klien atau pasien pada berbagai

tatanan pelayanan kesehatan lebih khususnya pada klien dengan gangguan

pencernaan apendisitis. (Kusnanto, 2004)

Apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dari pada di negara

berkembang. Namun dalam 3 sampai 4 dasawarsa terjadi kejadiannya menurun

secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya pola makan

berserat dalam menu sehari-hari. Pada laki-laki dan perempuan umumnya

sebanding kecuali pada umur 20-30 tahun. Insiden pada laki-laki lebih tinggi.

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak yang kurang dari

1 tahun yang jarang dilaporkan. Mungkin karena tidak terduga sebelumnya.

(Santacrose, 2009)

1
Dari data rekam medik RSU Bethesda GMIM Tomohon pada tahun 2010

pasien yang menderita apendisitis berjumlah 100 orangyang di lakukan

tindakan apendektomi berjumlah 40 orang yang terdiri dari 4 orang laki-laki

dan 36 orang perempuan, pada tahun 2011 yang menderita apendisitis

berjumlah 126 orang yang dilakukan tindakan apendektomi berjumlah 50 orang

yang terdiri dari 19 orang laki-laki dan 31 orang perempuan, dan pada tahun

2012 bulan januari sampai bulan juni yang menderita apendisitis berjumlah 39

orang yang dilakukan tindakan apendektomi berjumlah 30 orang yang terdiri

dari 10 orang laki-laki dan 20 orang perempuan.

Data dari ruangan Markus pada tahun 2010 yang dilakukan tindakan

apendektomi, berjumlah 4 orang, pada tahun 2011 yang dilakukan tindakan

apendektomi berjumlah 19 orang, pada tahun 2012 bulan januari sampai awal

november yang dilakukan tindakan apendektomi berjumlah 10 orang.

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks (umbai cacing). Pria lebih

cenderung terkena apendisitis disbanding dengan wanita. Apendisitis lebih sering

menyerang pada umur 10 sampai 30 tahun. (Haryanto, 2012). Pembedahan

kemudian diindikasikan bila diagnose apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan

cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Apendektomi (pembedahan

untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan

resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau

spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang merupakan

metode terbaru (Jitowiyono, 2010). Setelah dilakukannya apendektomi,

diperlukan juga perawatan luka operasi.

2
Berdasarkan data yang diambil dari rekam medic RSU Bethesda GMIM

Tomohon dan sumber dari beberapa buku serta melihat dari kenyataannya bahwa

masih banyak orang yang menderita apendisitis serta telah dilakukan

apendektomi, maka penulis tertarik untuk menerapkan asuhan keperawatan pada

Tn.X dengan gangguan sistem pencernaan post apendektomi di Ruangan Markus

RSU Bethesda GMIM Tomohon.

B.Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada Tn.X dengan gangguan

sistem pencernaan post apendektomi di Ruangan Markus RSU Bethesda GMIM

Tomohon

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melaksanakan pengkajian keperawatan pada Tn.X dengan

gangguan sistem pencernaan post apendektomi di Ruangan Markus

RSU Bethesda GMIM Tomohon

b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn.X dengan gangguan

sistem pencernaan post apendektomi di Ruangan Markus RSU

Bethesda GMIM Tomohon

c. Dapat merencanakan asuhan keperawatan Tn.X gangguan sistem

pencernaan post apendektomi di Ruangan Markus RSU Bethesda

GMIM Tomohon

3
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn.X dengan

gangguan sistem pencernaan post apendektomi di Ruangan Markus

RSU Bethesda GMIM Tomohon

e. Dapat mengevaluasi Tn.X dengan gangguan sistem pencernaan post

apendektomi di Ruangan Markus RSU Bethesda GMIM Tomohon

f. Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah

dilaksanakan pada Tn.X dengan gangguan sistem pencernaan post

apendektomi di Ruangan Markus RSU Bethesda GMIM Tomohon

C. Manfaat penulisan

1. Bagi institusi Rumah Sakit

Sebagai masukan dalam pengembangan mutu pelayanan kesehatan di

RSU Bethesda GMIM Tomohon khususnya dalam menerapkan asuhan

keperawatan pada Tn. X dengan gangguan sistem pencernaan post

apendektomi.

2. Bagi institusi Akademi Keperawatan Bethesda Tomohon

Sebagai masukan dalam mempersiapkan tenaga keperawatan yang

profesional serta meningkatkan ilmu pengetahuan keperawatan pada Tn.X

dengan gangguan sistem pencernaan post apendektomi.

3. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap

dalam menerapkan asuhan keperawatan pada Tn.X dengan gangguan sistem

pencernaan post apendektomi

4
D. Metode Penulisan

1. Studi kepustakaan

Membaca dan mempelajari buku-buku dan artikel yang berhubungan

dengan pokok bahasan asuhan keperawatan pada Tn.X dengan gangguan

sistem pencernaan post apendektomi.

2. Studi kasus

Mengangkat satu kasus dan menerapkan asuhan keperawatan dengan

menggunakan metode pendekatan proses keperawatan, mulai dari

pengkajian keperawatan, meliputi, wawancara dengan pasien dan keluarga,

melakukan pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,

auskultasi, serta mengevaluasi Tn.X dengan gangguan sistem pencernaan

post apendektomi.

3. Studi dokumentasi

Membaca, mempelajari, serta menganalisa catatan perkembangan

klien.

E. Sistematika Penulisan

BAB I: pendahuluan yang meliputi: latar belakang, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan. BAB II:

tinjauan teoristis yang terdiri dari konsep medis meliputi pengertian,

etiologi, anatomi dan fisiologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis test,

penatalaksanaan, prognosis, dan pencegahan perawatan post operasi,

komplikasi post operasi, dan konsep dasar asuhan keperawatan meliputi:

pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,

5
implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. BAB III: tinjauan

kasus berisi hasil kegiatan penerapan asuhan keperawatan, diagnose

keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan

evaluasi keperawatan. BAB IV: Pembahasan yang berisikan: Tahap

pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,

pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. BAB V: Kesimpulan

dan saran. daftar pustaka, dan lampiran-lampiran.

6
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. APENDISITIS

1. Pengertian

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu

atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan

pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah.

(S.Jitowiyono, 2010)

Apendisitis adalah peradangan apendiks yang relatif sering

dijumpai yang dapat timbul tanpa sebab yang jelas, atau timbul setelah

obstruksi apendiks oleh tinja atau akibat terpuntirnya apendiks atau

pembuluh darahnya. Peradangan menyebabkan apendiks membengkak

dan nyeri yang dapat menimbulkan ganggren karena suplai darah

terganggu, Apendiks juga dapat pecah. (Elizabeth J Corwin 2000)

2. Etiologi

Terjadinya apendisitis umumnya disebabkan oleh infeksi

bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya

penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen

apendiks.Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan

karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperlasia jaringan

limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, kanker

primer dan striktur.Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi

7
lumen apendiks adalah fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid. (Irga,

2007)

Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lumen

appendikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa,

fekalit (material garam kalsium, debris fekal), atau parasit.

(Santacrose, 2009)

Studi epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal, yag

berakibat timbulnya sumbatan fumgsional apendiks dan

meningkatnya pertumbuhan flora kolon biasa. (Sjamsuhidayat, 2005)

3. Anatomi dan fisiologi

Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-

kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katub

ileosekal.Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara

teratur kedalam sekum.Karena pengosongannya tidak efektif, dan

lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama

rentan terhadap infeksi (apendisitis).(R.Haryono 2012).

Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23

sampai 26 kaki) yang berjalan dari mulut melalui esophagus,

lambung, dan usus sampai anus.Esophagus terletak dimediastinun

rongga torakal anterior terhadap tulang punggung dan posterior

terhadap trakea dan jantung.Selang yang dapat mengempis, yang

8
panjangnya kira-kira 25 cm (10 inci), menjadi distensi bila makanan

melewatinya.

Bagian sisa dari saluran gastrointestinal terletak didalam rongga

peritoneal. Lambung ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri

dari garis tengah tubuh,tepat dibawah diafragma kiri. Lambung adalah

suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira-kira 1500

ml. Bagian ini di kelilingi oleh cincin otot halus disebut sfingter

esophagus bawah (atau sfingter kardia), yang pada saat konstraksi,

menutup lambung dari esophagus. Lambung dapat dibagi kedalam

empat bagian anatomis: kardia (jalan masuk), fundus, korpus, dan

pylorus (outlet). Otot halus sirkuler di dinding pylorus membentuk

sfingter piloris dan mengontrol lubang diantara lambung dan usus

halus.

Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran

(gastrointestinal) GI, yang jumlah panjangnya kira-kira dua pertiga

dari panjang total saluran.Bagian ini membalik dan melipat diri yang

memungkinkan kira-kira 7000 cm area permukaan untuk sekresi dan

absorbsi. Usus halus dibagi kedalam tiga bagian anatomi: bagian atas,

disebut duodenum; bagian tengah disebut yeyenum; dan bagian

bawah disebut ileum. Duktus koleduktus, yang memungkinkan untuk

pasase baik empedu dan sekresi pankreas, mengosongkan diri

kedalam duodenum pada ampula vater.

Pertemuan antara usus halus dan besar terletak dibagian bawah

kanan duodenum.Ini disebut sekum.Pada pertemuan ini yaitu katub

9
ileosekal, yang berfungsi untuk mengontrol pasase isi usus kedalam

usus besar dan maencegah refluks bakteri kedalam usus halus.Pada

tempat ini terdapat apendiks veriformis. Usus besar terdiri dari

segmen asenden pada sisi kanan abdomen,segmen transversum yang

memanjang dari abdomen atas kanan kekiri, dan segmen desenden

pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari usus besar terdiri dari 2

bagian : kolon sigmoid dan rektum. Rektum berlanjut pada anus.Jalan

keluar anal diatur oleh jaringan otot lurik yang membentuk baik

sfingter internal dan eksternal.

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari.Lendir itu

normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke

sekum.Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan

pada pathogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut

associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna

termasuk apendiks, ialah IgA.Imonoglobulin itu sangat efektif sebagai

pelindung terhadap infeksi.Namun demikian, pengangkatan apendiks

tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf

disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran

cerna dan diseluruh tubuh. (Smeltzer, 2001)

10
Gambar 1 : Sistem Pencernaan

(H.Syaifuddin,AMK 2006)

11
Usus Besar

Sekum

Apendiks

Gambar 2 : Anatomi Appendiks

(Soleman,2011)

12
2. APENDEKTOMI

1. Pengertian

Apendektomi adalah prosedur pengangkatan apendiks yang

mengalami peradangan dilaksanakan di bawah anastesi umum atau

spinal. Persiapan pra operasi biasanya minimal, yakni pemberian

premedikasi dan persiapan kulit abdomen, sama halnya dengan

operasi lainnya misal pengaturan diet dan cairan. Insisi dibuat pada

abdomen kanan bawah dimana apendiks terdapat. Apendiks diklem

kemudian diangkat, bekas potongan dijahit dan ditutup kembali.

Lapisan –lapisan kulit diperbaiki dan kulit dijahit. Drainage luka

biasanya tidak diperlukan. Luka sembuh dengan cepat tanpa

menimbulkan kelemahan otot. Aktivitas penuh dapat dilakukan

setelah empat sampai lima minggu. Jahitan dilepas pada hari kelima

sampai tujuh, pemulangan dilakukan pada hari ke empat sampai

tujuh jika tidak ada komplikasi yang timbul.

Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat

apendiks.Dilakukan segera mungkin untuk menurunkan risiko

perforasi. (Smeltzer, 2001). Apendektomi dapat dilakukan

dibawahanastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah

atau dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang

sangat efekti. (S.Jitowiyono, 2010).

2. Patofisiologi

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat

terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dan

13
faeces). Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,

menimbulkan nyeri abodomen atas atau menyebar hebat secara

progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan

bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.

(S.Jitowiyono, 2010)

Kondisi obstruksi akan menigkatkan tekaan intralouminal dan

peningkatan perkembangan bakteri. Hal lain akan terjadi peningkata

kongesti dan penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut

pada nekrosis dan inflamasi apendiks. (Atassi, 2002)

Pada fase ini, pasien akan mengalami nyeri pada area

periumbilikal. Dengan berlanjutnya proses infamasi, maka

pembentukan eksudat akan terjadi pada permukaan serosa apendiks.

Ketika eksudat ini berhubugan dengan parietal peritoneum, maka

intensitas nyeri yang khas akan terjadi. ( Santacrose, 2009)

14
3. Penyimpangn KDM

Patofisiologi dan penyimpangan KDM


Apendisitis

Fekalit, hyperplasia
Obstruksi Lumen oleh limfoid
fekalit

InfeksiEdema
bacteria
Terputusnya
kontinuitas Masuk melalui
Obstruksi fecalapendiks
lumen oral
jaringan apendiks
Apendektomi
Menstimulus
reseptor nyeri Luka insisi pada abdomen

Merangsang pusat
nyeri ke thalamus
bagian korteks
serebri Terpasang alat
invasif
Nyeri
dipersepsikan
Resiko tinggi infeksi

Nyeri
Kurang terpajannya
informasi tentang prognosis
penyakit

Klien bertanya-tanya
tentang penyakit
Pembatasan
pasca operasi

Pembatasan intake Kurang Pengetahuan


nutrisi dan cairan

Resiko tinggi kekurangan


volume cairan

Sumber: S.Jitowiyono, 2010

15
4. Diagnostik Test

Laboratorium

a. Pemeriksaan darah : Leukosit ringan umumnya pada apendisitis

sederhana lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis

perforasi

b. Pemeriksaan urin : Sedimen dapat normal atau terdapat leukosit

dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang

menempel pada ureter atau vesika.

c. Pemeriksaan Radiologi : Foto polos abdomen dilakukan apabila

dari hasil pemeriksaan. (Smeltzer, 2001). Pemeriksaan radiologi

pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa

apendisitis akut kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala

dapat ditemukan gambaran sebagai berikut:

- Adanya sedikit fluit level disebabkan karena adanya udara dan

cairan kadang ada fesolit, pada keadaan perforasi ditemui

adanya udara bebas dalam diafragma. (http//hidayat 2.Word

press.com)

5. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi

medis dan terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien

yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien

diberikan atibiotik. Namun sebuah penelitian prospektf menemukan

bahwa dapat terjadi apedisitis rekuen dalam beberapa bulan kemudian

pada pasie yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga

16
berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai resiko operasi yang

tinggi. Namun pada kasusu apedisitis perforasi, terapi medis diberikan

sebagai terapi awal berupa atnibiotik dan drainase melalui CT-scan

pada absesnya.

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah

ditegakkan. Antibiotik atau cairan IV diberikan sampai pembedahan

dilakukan, analgetik dapat diberikan setelah diagnose dapat

ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)

dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.

Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau dengan

insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi yang merupakan

metode terbaru yang sangat efektif. (Smeltzer, 2001)

Setelah dilakukan operasi dianjurkan kepada pasien untuk

makan makanan yang tinggi serat seperti sayuran dan buah-buahan.

6. Perawatan Post Operasi

I. Perawatan Umum

a. Membuat pengkajian post operatif seperti biasanya

b. Mengukur tanda vital

c. Mengukur intake dan output

d. Memantau kesempurnaan drainage

e. Memantau nyeri

f. Memantau respirasi dan bersihan jalan napas

g. Mengkaji bising usus dan toleransi klien terhadap imtake oral

17
II. Perawatan khusus

Perawatan Luka

Pengertian perawatan luka adalah suatu tindakan perawatan

untuk membantu proses penyembuhan luka.

a. Tujuan perawatan luka

1) Mempercepat proses penyembuhan luka

2) Mencegah infeksi

b. Alat dan bahan yang digunakan

1) Pinset anatomi

2) Pinset sirurgis

3) Gunting

4) Kom kecil

5) Handskoen steril

6) Kasa steril

7) Gunting verban

8) Plester/balutan

9) Bengkok

10) Larutan NaCl 0,9 %

11) Betadine

c. Cara kerja

1) Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan

2) Cuci tangan

3) Plester dan balutan dibuka dengan menggunakan pinset

apabila luka tertutup oleh balutan

18
4) Lakukan pembersihan luka dimulai dengan : kaji status

luka, apakah bersih atau kotor kemudian gunakan kasa

steril yang dipegang dengan pinset. Celupkan atau diberi

larutan NaCl 0,9 %, kemudian bersihkan luka sampai

bersih dan lanjutkan dengan pengobatan luka

menggunakan betadine atau sejenisnya

5) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

6) Catat tindakan respon pasien dan kondisi luka

7) Rapikan pasien

8) Rapikan alat-alat

7. Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat

mortilitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan

diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortilitas bila terjadi

komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak

diangkat.Terminology kronis sebenarnya tidak ada. (Mansjoer Arif M,

2000)

19
3. Konsep asuhan keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian

kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada

klien atau pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan

keperawatan dilaksanakan dengan menggunakan metode proses

keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, di landasi etik

dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung

jawabnya. (Kusnanto, 2004)

Proses yang berkaitan/ konsisten sesuai dengan perkembangan

keperawatan. Tahap-tahap proses keperawatan tersebut, yaitu :

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,

pelaksanaan / implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

Kelima tahap dalam proses keperawatan tersebut sebagai suatu

organisasi yang mengatur pelaksanaan asuhan keperawatan

berdasarkan suatu rangkaian pengolahan yang sistematis dalam

memberikan asuhan keperawatan kepada klien. (Nursalam, 2001)

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data. (Nursalam, 2001).

Manfaat pengkajian keperawatan adalah membantu mengidentifikasi

status kesehatan, pola pertahanan klien, kekuatan dan kebutuhan klien serta

merumuskan diagnosa keperawatan. Pengkajian keperawatan terdiri dari 3

tahap yaitu : pengumpulan data, pengelompokkan atau pengorganisasian

20
serta menganalisa dan merumuskan diagnosa keperawatan. (Gaffar,La Ode

Jumadi, 1999).

Dasar data pengkajian yang di peroleh pada klien denganapendektomi

secara teoritis menurut Doengoes (1999) :

a. Aktivitas/istirahat

Gejala : malaise

b. Sirkulasi

Tanda : Takikardia

c. Integritas ego

Tanda : Kecemasan

d. Eliminasi

Gejala : 1) Konstipasi pada awitan awal

Tanda : 1) Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan.

2) Penurunan atau tidak ada bising usus.

e. Makanan dan Cairan

Gejala :1) Anoreksia

2) Mual dan Muntah

f. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri pada luka operasi, nyeri akibat pergerakan.

Tanda:Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau terlentang.

g. Keamanan

Tanda : Demam (biasanya rendah).

Adanya kemerahan pada luka operasi, pendarahan

21
h. Pernapasan

Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respons manusia ( status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu

atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengindentifikasi

dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,

menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. (Nursalam, 2001).

Diagnosa keperawatan berdasarkan teori pada klien post operasi

apendektomi menurut Doengoes (1999).

a. Nyeri b/d adanya insisi bedah

b. Resiko tinggi infeksi b/d adanya prosedur invasif, insisi bedah.

c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pembatasan pasca operasi,

contoh: puasa.

d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

b/d kurang terpanjangnya informasi, tidak mengenal sumber informasi.

3. Perencanaan Keperawatan

Rencana keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan post

operasi apendektomi :

a. Diagnosa Keperawatan I

Nyeri b/d adanya insisi bedah, distensi jaringan usus oleh inflamasi.

Hasil yang diharapkan / kriteria hasil:

1) Nyeri hilang / terkontrol

22
2) Tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat.

Intervensi:

1) Kaji tingkat nyeri, catat lokasi, karakteristik (skala 0-10). Selidiki dan

laporkan perubahan nyeri dengan tepat

Rasional : Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan

menggunakan skala nyeri dan berguna dalam pengawasan

keefektifan obat dan kemajuan penyembuhan.

2). Anjurkan klien untuk pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen

bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen

yang bertambah dengan posisi terlentang

3). Anjurkan ambulasi dini

Rasional : Meningkatakan normalisasi fungsi organ, contoh:

merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan

ketidaknyamanan abdomen.

4). Anjurkanklien untuk melakukan teknik relaksasi

Rasional : menghilangkan rasa nyeri

5). Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik

Rasional : Menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan

intervensi terapi lain, contoh: Batuk, ambulasi

23
b. Diagnosa Keperawatan II

Resiko tinggi infeksi b/d adanya prosedur invasif, insisi bedah; tidak

adekuatnya pertahanan utama; perforasi/ ruptur pada apendiks; peritonitis;

pembentukan abses.

Hasil yang diharapkan:

1) Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar

2) Bebas tanda infeksi / inflamasi, drainase purulen, eritema dan demam.

Intervensi

1). Observasi tanda-tanda vital, Perhatikan demam, menggigil, berkeringat,

perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.

Rasional : Dugaan adanya infeksi / terjadinya sepsis, abses,

peritonitis.

2). Lakukan teknik aseptik untuk perawatan luka aseptik

Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri

3). Observasi insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya

eritema.

Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi

4). Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien / orang terdekat.

Rasional : Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan

dukungan emosi, membantu menurukan ansietas

24
5). Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik

Rasional : Diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah

organisme, untuk menurunkan penyebaran dan

pertumbuhannya pada rongga abdomen.

c. Diagnosa Keperawatan III

Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d muntah pra operasi; pembatasan

pasca operasi,contoh: puasa; status hipermetabolik, contoh : demam, proses

penyembuhan; inflamasi peritonium dengan cairan asing.

Hasil yang diharapkan / kriteria hasil :

Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban

membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil dan secara individual

haluaran urine adekuat.

Intervensi

1). Kaji tekanan darah dan nadi

Rasional : Membantu mengidentifikasi fluktuasi volume

intravaskuler

2). Kaji keadaan turgor kulit dan pengisian kapiler

Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

3). Observasi masukan dan haluaran; catat warna urine/ konsentrasi, berat

jenis

25
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat

jenis diduga dehidrasi / kebutuhan peningkatan cairan.

4). Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus.

Rasional : Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk

pemasukkan peroral.

5). Berikan sedikit minuman jernih/ air putih bila pemasukkan peroral dimulai

dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.

Rasional : Menurunkan iritasi gaster / muntah dan untuk

meminimalkan kehilangan cairan.

6). Lakukan perawatan mulut dengan perhatian khusus pada perlindungan

bibir.

Rasional : Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan

pecah-pecah.

d. Diagnosa Keperawatan IV

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

b/d kurang terpajan/ mengingat; salah interpretasi informasi; tidak mengenal

informasi

Hasil yang diharapkan / kriteria hasil :

1) Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial

komplikasi

2) Berpartisipasi dalam program pengobatan.

26
Intervensi :

1). Kaji aktivitas klien pasca operasi, contoh : mengangkat berat, olahraga,

seks, latihan, menyetir.

Rasional : Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan

kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.

2). Anjurkan klien beraktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat

periodik

Rasional : Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan

perasaan sehat, dan mempermudah kembali ke aktivitas

normal.

3). Anjurkan menggunakan laksatif / pelembek feses ringan bila perlu.

Rasional : Membantu kembali ke fungsi usus semula; mencegah

mengejan saat defekasi.

4). Jelaskan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan

mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan / pengikat.

Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program

terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.

5). Jelaskan gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh : peningkatan

nyeri; edema / eritema luka, adanya drainase, demam.

Rasional : Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius.

Contoh: lambatnya penyembuhan, peritonitis.

27
4. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan Keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan

untuk mencapai tujuan yang spesifik yaitu membantu klien dalam

mencapai tujuan yang diharapkan. (Nursalam, 2001).

Menurut Nursalam 2001, implementasi keperawatan di bedakan atas

3 bagian berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara

profesional sebagaimana terdapat dalam praktek.

a. Independen

Tindakan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang di

laksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau

tenaga kesehatan lainnya. Tipe dari aktivitas yang di laksanakan

perawat secara independen di definisikan berdasarkan diagnosa

keperawatan. Tindakan tersebut merupakan suatu respon dimana

perawat mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan

keperawatan secara pasti berdasarkan pendidikan dan pengalamannya.

b. Interdependen

Interdependen tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan

yang memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan lain,

misalnya: tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.

c. Dependen

Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencana

tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana

tindakan medis dilakukan.

28
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai

tujuan yang di tetapkan mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. (Nursalam,

2001).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan

seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan

sudah berhasil dicapai.

Tujuan evaluasi adalah untuk kemampuan klien untuk mencapai

tujuan. Ada 3 kemungkinan keputusan pada tahap evaluasi ini, yaitu

a. Klien telah mencapai hasil yang telah ditentukan dalam tujuan.

Perawat akan mengkaji masalah klien lebih lanjut atau

mengevaluasi outcomes yang lain.

b. Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan

c. Klien tidak mencapai hasil yang ditentukan, pada situasi ini,

perawat harus mencoba untuk mengidentifikasi mengapa masalah

atau keadaan ini timbul.(Nursalam, 2001)

29
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth . (2002).Keperawatan Medical Bedah. Vol. II. Penerbit EGC
: Jakarta
Corwin, J Elizhabeth. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Penerbit EGC : Jakarta

Doenges, Marlynn E. 2000.RencanaAsuhanKeperawatan. Edisi III, Penerbit


EGC: Jakarta
Haryono,Rudy.2012. Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Pencernaan. Gosyen
Publishing
Jitowiyono, Sugen, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Medical Book
Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi dan Praktek Keperawatan Profesional.
Penerbit EGC : Jakarta
Mutakin,Arif, dkk.2010.Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuha
Keperawatan Medikal Bedah , Salemba Medika
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan
Penyakit Dalam. Nuha Medica
Soleman,2011.Internet.Gambar Anatomi Sistem Pencernaan.Google.com.Diakses
tanggal 12 Desember 2012
Syaifuddin,H.2006.Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawata. Edisi III,
Penerbit EGC: Jakarta

30

S-ar putea să vă placă și