Sunteți pe pagina 1din 14

A.

Definisi
Apendisitis ialah suatu peradangan dari apendiks vermivormis, & merupakan penyebab terjadinya abdomen akut yg paling
sering. Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang pada laki-
laki yg berusia antara 10 – 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis merupakan suatu infeksi pada appendiks lantaran tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan
limfoid, & cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama terjadinya Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks
dapat terjadi karena adanya parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, & Enterobius vermikularis (Ovedolf,
2006).
Apendisitis merupakan suatu inflamasi apendiks vermiformis, lantaran struktur yg terpuntir, appendiks merupakan suatu tempat
ideal bagi bakteri untuk berkumpul & melakukan multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan suatu inflamasi di apendiks yg dapat terjadi tanpa sebuah penyebab yg jelas, setelah obstruksi apendiks
oleh feses / akibat terpuntirnya apendiks(Corwin, 2009).

B. Etiologi
Apendisitis belum diketahui penyebab yg pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yakni:
1. Factor yg sering muncul ialah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini dapat terjadi lantaran ::
a. Hiperplasia yg berasal dari folikel limfoid, ini merupakan factor penyebab terbanyak.
b. Adanya suatu faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya suatu benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen lantaran fibrosa akibat adanya peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yg paling sering ialah pada E. Coli dan Streptococcus
3. Kasus apendiksitis lebih banyak pada Laki-laki dibanding wanita. Biasanya sering terjadi pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini karena adanya peningkatan jaringan limpoid pada periode masa tersebut.
4. Tergantung dari bentuk apendiks:
a. Appendik yg terlalu panjang
b. Massa appendiks yg pendek
c. Adanya penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Adanya Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

C. Klasifikasi Apendisitis
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut ialah suatu: radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada umumnya ialah obstruksi lumen yg
selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab terjanya obstruksi bisa berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor. suatu obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yg diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini
membuat semakin meningkatkan tekanan pada intra luminer sehingga membuat terjadinya tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yg tinggi dapat menyebabkan terjadinya infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga dapat menyebabkan suatu
peradangan supuratif yg menghasilkan adanya pus/nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga bisa disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yg kemudian menyebar secara
hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta
Umumnya karena adanya tekanan dalam lumen yg terus bertambah disertaiadanya edema menyebabkan terbendungnya aliran
pembuluh vena pada dinding appendiks & menimbulkan terjadinya trombosis. Kondisi ini memperberat adanya iskemia &
edema yang ada pada apendiks. Mikroorganisme yg terdapat pada usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks dan
menimbulkan adanya sebuah infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram lantaran dilapisi eksudat & fibrin. Pada appendiks
& mesoappendiks terjadi sebuah edema, hiperemia, & di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan sebuah
rangsangan peritoneum lokal seperti adanya nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, & rasa nyeri pada
saat melakukan gerak aktif dan pasif. Nyeri & defans muskuler dapat terjadi pada seluruh bagian perut disertai dengan adanya
tanda peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik ini baru bisa ditegakkan apabila memenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut sebelah kanan
bawah dengan waktu lebih dari dua minggu, adanya radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, & adanya
keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik ialah adanya fibrosis menyeluruh pada dinding apendiks, sumbatan parsial/total
lumen apendiks, adanya jaringan parut & ulkus lama dimukosa, dan adanya infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 %.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru bisa dipikirkan jika adanya riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yg mendorong
dilakukan apendektomi & hasil patologi menunjukan adanya peradangan akut. Kelainan ini terjadi apabila serangan apendisitis
akut pertama kali dapat sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak bisa kembali ke bentuk aslinya lantaran terjadi fribosis &
jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangan kembali sekitar 50%. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yg diperiksa secara patologik.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks ialah sebuah dilatasi kistik dari apendiks yg berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks,
yg umumnya berupa jaringan fibrosa. Apabila isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa adanya infeksi. Meskipun jarang,
mukokel bisa disebabkan oleh suatu kistadenoma yg dicurigai bisa berubah menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan dan adanya rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang bisa teraba adanya
massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat apabila terjadi sebuah infeksi, akan timbul beberapa tanda apendisitis akut.
Penanganannya ialah dengan apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Penyakit tumor ini jarang sekali ditemukan, namun biasanya ditemukan secara kebetulan sewaktu dilakukan apendektomi atas
indikasi apendisitis akut.lantaran bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yg dapat memberi
suatu harapan hidup yg jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan sebuah tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis pra bedah,namun biasanya ditemukan
dengan cara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis pra bedah apendisitis akut.
Sindrom karsinoid semacam rangsangan kemerahan (flushing) pada wajah, sesak napas lantaran spasme bronkus, & diare yg
hanya ditemukan pada sekitar 6% dari kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yg menyebabkan adanya
gejala tersebut di atas.
D. Anatomi Dan Fisiologi
1. Anatomi
appendiks ialah suatu organ yg memiliki bentuk tabung dengan panjang sekitar 10 cm & berpangkal pada sebuah sekum.
appendiks pertama kali tampak terlihat saat perkembangan embriologi pada minggu ke 8 yakni bagian ujung dari protuberans
sekum. Pada saatproses antenatal & postnatal, pertumbuhan dari sekum yg berlebih dapat menjadi appendiks yg dapat
berpindah dari medial menuju katup ileocaecal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal & menyempit
kearah ujung. Kondisi ini menjadi penyebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia tersebut. Apendisitis memiliki lumen
sempit di bagian proksimal & melebar pada bagian distal. Pada Apendisitis terdapat tiga tanea coli yg menyatu
dipersambungan sekum & berguna untuk mendeteksi/mengetahui posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh
letak dari appendiks. Posisi appendiks ialah retrocaecal ( di belakang sekum ) 65,28%, pelvic ( panggul ) 31,01 %, subcaecal (
di bawah sekum ) 2,26 %, preileal ( di depan usus halus ) 1 %, & postileal ( di belakang usus halusv) 0,4 %, seperti yang dapat
terlihat pada gambar dibawah ini.
2. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir sekitar 1-2 ml per hari. Lendir tersebut secara normal dicurahkan ke dalam lumen & kemudian
mengalir kedalam sekum. gangguan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada proses patogenesis Apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yg dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue ( GALT ) yg terdapat pada sepanjang saluran
cerna termasuk appendiks adalah Imunoglobulin A ( Ig-A ). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi yakni mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah terjadinya penetrasi enterotoksin & antigen
intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi pada sistem imun tubuh disebabkan jumlah jaringan
sedikit sekali apabila dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna & seluruh tubuh.
E. Patofiologi
Apendisitis umumnya disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, benda asing,
fekalit, striktur lantaran fibrosis akibat adanya peradangan sebelumnya, atau adanya neoplasma. Obstruksi tersebut
mengakibatkan mukus yg diproduksi mukosa mengalami sebuah bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai sebuah keterbatasan sehingga menyebabkan adanya penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yg meningkat tersebut dapat menghambat aliran limfe yg mengakibatkan adanya edema, diapedesis
bakteri, & ulserasi mukosa. Disaat inilah terjadi apendisitis akut fokal yg ditandai dengan adanya nyeri epigastrium.
Apabila sekresi mukus terus berlanjut, maka tekanan dapat terus meningkat. Hal tersebut dapat menyebabkan adanya obstruksi
vena, edema bertambah, & bakteri dapat menembus dinding. Peradangan yg timbul meluas & mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan adanya rasa nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Apabila selanjutnya aliran arteri terganggu dapat terjadi infark dinding apendiks yg diikuti dengan adanya gangren. Stadium ini
disebut dengan apendisitis gangrenosa. Apabila dinding yg telah rapuh itu pecah, maka dapat terjadi apendisitis perforasi.
Apabila seluruh proses di atas berjalan dengan lambat, omentum & usus yg berdekatan akan bergerak ke arah apendiks
sehingga timbul suatu massa lokal yg biasa disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menjadi abses /
menghilang. Pada anak-anak, lantaran omentum lebih pendek & apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut didukung dengan daya tahan tubuh yang masih kurang atau lemah dan memudahkan terjadinya perforasi. Namun pada
orang tua perforasi sangat mudah terjadi lantaran telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
Pathway

Pathway Apendisitis

F. Manifestasi Klinik
1. Adanya nyeri pada kuadran bawah terasa & umumnya disertai dengan demam ringan, mual, muntah & hilangnya sebuah
nafsu makan.
2. Adanya nyeri tekan local pada titik McBurney apabila dilakukan suatu tekanan.
3. Adanya nyeri tekan lepas.
4. Adanya gangguan konstipasi atau diare.
5. Adanya nyeri lumbal, apabila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Adanya nyeri defekasi, apabila appendiks berada dekat rektal.
7. Adanya nyeri kemih, apabila ujung appendiks berada didekat kandung kemih/ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif apabila ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Adanya tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah dengan secara paradoksial menyebabkan nyeri
kuadran kanan.
10. Jika appendiks sudah ruptur, rasa nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien dengan lanjut usia tanda & gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami gejala
sampai terjadi ruptur appendiks.
Laporan Pendahuluan Apendisitis

G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Factor keterlambatan bisa dipengaruhi oleh penderita &
tenaga medis. Factor penderita meliputi pengetahuan & biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan dalam menentukan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, & terlambat melakukan penanggulangan. Keadaan ini
mengakibatkan adanya peningkatan angka morbiditas & mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32 %, paling sering
terjadi pada anak kecil & orang tua. Komplikasi 93 % terjadi pada anak-anak < 2 tahun & 40-75% pada orang tua. CFR
komplikasi 2-5 %, 10 – 15 % terjadi pada anak-anak dan orang tua. Anak-anak memiliki dinding appendiks yg masih tipis,
omentum lebih pendek & belum berkembang sempurna sehingga memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua
akan terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi yg terjadi:
1. Abses
Abses ialah sebuah peradangan appendiks yg berisi pus. Pada saat di palpasi teraba massa lunak di kuadran kanan bawah/pada
daerah pelvis. Massa ini awalnya berupa flegmon & berkembang menjadi rongga yg di dalamnya mengandung pus. Hal ini
akan terjadi apabila Apendisitis gangren/mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi ialah pecahnya appendiks yg berisi pus sehingga bakteri dapat menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi
dalam waktu 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70
% kasus dengan gambaran klinis yag timbul lebih dari waktu 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak adanya
toksik, nyeri tekan seluruh perut, & adanya leukositosis terutama polymorphonuclear ( PMN ). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi bisa menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis ialah suatu peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yg bisa saja terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis. Apabila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum maka akan menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik akan berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, & hilangnya cairan elektrolit dapat
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, & oligouria. Peritonitis disertai adanya rasa sakit perut yg semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, & leukositosis.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap & C-reactive protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan dengan
jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3 ( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75 %, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yg meningkat. CRP ialah salah satu komponen protein fase akut yg dapat meningkat 4-6 jam setelah terjadi suatu proses
inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas & spesifisitas CRP yakni 80 % dan 90
%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan USG ( ultrasonografi ) & CT-scan ( Computed Tomography Scanning ). Pada pemeriksaan USG
ditemukan adanya bagian memanjang pada tempat yg terjadi sebuah inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan
CT-scan ditemukan adanya bagian yg menyilang dengan fekalith & perluasan dari appendiks yg mengalami inflamasi serta
adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90 – 94 % dengan angka sensitivitas & spesifisitas mencapai 85% dan 92%,
sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi sekitar 94-100% dengan sensitivitas & spesifisitas yg tinggi yakni 90 – 100 %
dan 96 – 97 %.
3. Analisa urin
Bertujuan untuk menentukan sebuah diagnosa batu ureter & kemungkinan terjadinya infeksi saluran kemih sebagai akibat dari
nyeri pada perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati & tingkatan amilase
Membantu menentukan diagnosa peradangan hati, kandung empedu, &pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin ( B-HCG )
Untuk memeriksa apakah adanya kemungkinan hamil.
6. Pemeriksaan barium enema
Untuk menentukan lokasi dari sekum. Pemeriksaan Barium enema & Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan terjadi karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen
Tidak menunjukkan adanya tanda pasti Apendisitis, namun memiliki arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan
obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yg bisa dilakukan pada penderita Apendisitis mencangkup penanggulangan konservatif & tindakan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama di berikan pada penderita yg tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa
pemberian terapi antibiotik. Pemberian terapi antibiotik berguna untuk mencegah terjadinya infeksi. Umumnya pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum dilaksanakan tindakan operasi dilakukan penggantian cairan & elektrolit, serta pemberian terapi
antibiotik sistemik
2. Operasi
Apabila diagnosa sudah tepat & jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yg dilakukan ialah dengan operasi untuk
membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan adanya
abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dilaksanakan pencegahan tersier yaitu agar dapat mencegah terjadinya sebuah komplikasi yg lebih berat seperti
komplikasi pada intra-abdomen. Komplikasi utama ialah infeksi luka & abses intraperitonium. Apabila di perkirakan terjadi
perforasi maka abdomen biasanya dicuci dengan garam fisiologis atau terapi antibiotik. Pasca appendektomi di perlukan
pelaksanaan perawatan intensif & pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
J. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Meliputi data klien yang mencangkup nama, umur, pendidikan, jenis kelamin, nomor register, diagnosa, pekerjaan, agama dan
suku bangsa, tanggal atau jam masuk rumah sakit,
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan pre dan post op apendisitis biasanya memiliki keluhan adanya nyeri.
3. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui penyakit apa yg pernah diderita oleh klien seperti memiliki hipertensi, atau memiliki riwayat tindakan
operasi abdomen yang lalu,
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah dalam keluarga yg pernah menderita penyakit diabetes mellitus dan hipertensi, serta penyakit kronis lainnya.
5. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi Hidup Sehat
Apakah memiliki kebiasaan buruk seperti merokok, penggunaan obat- obatan, dan riwayat mengkonsumsi alkohol
b. Pola Tidur dan Istirahat
Adanya rasa nyeri pre dan post op apendisitis dapat mengganggu kenyamanan pola istirahat tidur klien.
c. Pola aktifitas
Umumnya klien mengalami keterbatasan dalam beraktivitas/bergerak karena rasa nyeri pre dan post op apendisitis.
d. Pola hubungan dan peran
Dengan adanya keterbatasan dalam beraktivitas/bergerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan perannya secara baik
dalam keluarganya serta dalam komunitas masyarakat.
e. Pola penanggulangan stress
Kebiasaan/koping klien yang biasa digunakan dalam menghadapi suatu masalah.
f. Pola tata nilai & kepercayaan
Mengenai keyakinan klien pada agama yg dianutnya.
6. Pemeriksaan fisik
a. Status Kesehatan
Tingkat kesadaran umumnya klien sadar penuh/compos mentis, ekspresi wajah tampak menahan sakit.
b. Integumen
Apakah terdapat oedema, sianosis, kulit terlihat pucat.
c. Torax dan Paru
Infeksi bentuknya simetris atau tidak, apakah ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan cuping hidung, apakah menggunakan
alat bantu dalam bernafas.
d. Abdomen
apakah ada pristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen, nyeri tekan atau adanya nyeri lepas, kekakuan, adanya
penurunan bising usus.
6. Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam beraktivitas/bergerak lantaran adanya nyeri yg dirasakan, juga apakah ada kekakuan.
K. Daftar Pustaka

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN POST OP. APPENDISITIS


No. RM : 084284
Tanggal : 29-03-2006
Tempat : Perawatan IV RSUD Syekh Yusuf Sungguminasa Gowa

A. DATA UMUM KLIEN

1. Identitas Klien
Nama : Nn. G
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Status Perkawinan : belum kawin
Agama : Islam
Suku : Makassar
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Makassar
Tanggal masuk RS : 27 Maret 2006
Ruangan : Perawatan IV Kelas IA RSUD. Syekh Yusuf
Sumber info : Klien, keluarga dan rekam medik

2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. D
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : PNS
Hubungan dengan klien: keluarga klien
Alamat : Jl. Andi Tonro

B. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI


1. Keluhan utama : nyeri perut kuadran kanan bawah
2. Alasan masuk RS : sakit dirasakan ± 3 bulan yang lalu dan bertambah parah jika klien melakukan aktivitas yang
berat karena sakitnya bertambah dari hari ke hari sehingga klien dan keluarga memutuskan untuk membawanya ke rumah
sakit dan disarankan untuk rawat inap.
3. Riwayat penyakit :
Provocative/palliative : klien mengatakan nyeri disebabkan karena luka operasi (post op. hari kedua)
Quality : nyerinya timbul bila klien bergerak dan beraktivitas
: daerah perut kuadran kanan bawah
: nyeri akut dengan skala 6 (sedang)
: klien mengatakan nyeri tidak menentu waktunya

C. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

1. Penyakit yang pernah dialami


Saat anak-anak, klien hanya sakit biasa flu dan demam biasa dan biasanya hanya mengatasinya dengan membeli obat di
warung terdekat. Klien pernah dirawat di rumah sakit Haji karena penyakit asma.
2. Riwayat alergi : tidak ada
3. Riwayat imunisasi : klien tidak mengingatnya

D. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Penderita
: Umur tidak diketahui
: Tinggal serumah
· Generasi I meninggal karena lanjut usia
· Klien mengatakan tidak ada keluarganya yang menderita seperti penyakit yang dialaminya

E. RIWAYAT PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL

1. Pola coping
Pengambilan keputusan kadang sendiri atau dimusyawarahkan dengan keluarga.

2. Harapan klien terhadap keadaan penyakitnya


Klien berharap penyakitnya akan sembuh agar berkumpul bersama keluarganya kembali

3. Faktor stressor
Klien mengatakan nyeri bila terlalu banyak bergerak atau beraktivitas tapi nyeri hilang bila tidak beraktivitas.

4. Konsep diri
Klien bisa menerima keadaannya setelah dioperasi.
5. Pengetahuan klien tentang penyakitnya
Klien tidak tahu persis penyebab dari penyakit yang dideritanya.

6. Adaptasi
Klien dapat beradaptasi dengan penyakitnya

7. Hubungan dengan anggota keluarga


Baik, karena banyak keluarga yang datang membesuk dan menjaganya di rumah sakit selama dirawat.

8. Hubungan dengan masyarakat


Klien mengatakan hubungan dengan masyarakat baik

9. Perhatian terhadap orang lain dan lawan bicara

Pada saat bicara klien tampak terbuka, kontak mata /cara bicara jelas walaupun klien tampak masih lemah.

10. Aktivitas sosial


Klien mengatakan selalu ikut aktivitas di masyarakat seperti kerja bakti, acara-acara dan arisan.

11. Bahasa yang digunakan


Klien menggunakan bahasa Indonesia campur Makassar

12. Keadaan lingkungan


Klien mengatakan keadaan lingkungannya baik dan tinggal bersama orang tua serta satu orang adik perempuannya.

13. Kegiatan keagamaan


Klien beragama Islam, sebelum masuk rumah sakit klien rajin shalat 5 waktu tapi setelah masuk rumah sakit klien hampir
tidak pernah shalat.

14. Keyakinan tentang kesehatan


Klien yakin bahwa penyakitnya akan sembuh dan menyerahkan semua kepada Tuhan YME.

F. KEBUTUHAN DASAR/POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

1. Makan
Sebelum MRS : frekuensi makan 3x sehari dengan komposisi nasi lauk dan sayur. Tidak ada makanan pantangan,
nafsu makan baik.
: frekuensi makan 3 x sehari dengan komposisi bubur dan lauk sesuai dengan terapi diet yang diberikan di rumah sakit.

2. Minum
Sebelum MRS : frekuensi tidak tentu sesuai dengan aktivitas yang dilakukan dalam sehari namun biasanya minum
6 – 8 gelas/hari tidak ada minuman pantangan kecuali kopi dan alkohol.
: klien mengatakan minum 4 – 5 gelas/hari

3. Tidur
Sebelum MRS : klien jarang tidur siang karena kesibukan tapi malam klien biasa tidur jam 23.00 – 05.00 pagi
: klien mengatakan setelah masuk rumah sakit klien sering tidur dan malam hari klien tidur jam 22.00 – 06.00 pagi.

4. Eliminasi /BAB
Sebelum MRS : frekuensi 1 x sehari dengan konsistensi lunak, warna kuning dan tidak menggunakan obat
penahan.
: klien mengatakan belum BAB semenjak masuk rumah sakit.
5. Eliminasi /BAK
Sebelum MRS : klien mengatakan BAK lancar, tidak sakit pada saat BAK
: klien mengatakan BAK lancar, tidak sakit pada saat BAK

6. Personal hygiene
Sebelum MRS : klien mengatakan 2 x sehari mandi, cuci rambut 2 x seminggu
: klien nampak bersih karena klien sudah dimandikan di tempat tidur oleh keluarganya, kuku tangan dan kaki tampak bersih.

G. PEMERIKSAAN FISIK
Hari: Rabu / 29 Maret 2006
1. Keadaan umum
Klien tampak lemah, tidak bergairah, tampak meringis, nyeri tekan dan beraktivitas di tempat tidur.
: S : 37 ºC
TD : 100/60 mmHg
P : 20 x/mnt
ND : 86 x/mnt

2. Head to toe
· Kulit/integument
Kulit sawo matang, tekstur kenyal, tidak terdapat edema, turgor baik suhu 37 ºC.
· Kepala dan rambut
Kulit kepala klien cukup bersih tidak ada peradangan rambut warna hitam sebahu dan ikal.
· Kuku
Bantalan kuku berwarna merah mudah, kuku tangan dan kaki cukup bersih dan pendek
· Mata/penglihatan
Mata bulat, refleks cahaya normal, kedua pupil isokhor, akomodasi bagus, konjungtiva tidak ademis, fungsi penglihatan
bagus tidak ada peradangan.
· Hidung/penciuman
Septum hidung berada di tengah, simetris kanan dan kiri, tidak ada peradangan serta polip.
· Mulut dan gigi
Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, fungsi pengecapan bagus, tidak ada peradangan, karies tidak ada
· Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada distensi. Vena jugularis dan tidak ada rasa kaku
· Dada
Pernafasan tenang, gerakan toraks ke atas dan keluar simetris saat inspirasi, frekuensi pernafasan 20 x/menit, ictus kordis
tidak tampak, bunyi jantung I dan II murni, denyut apeks teraba pada ICS 5, tidak ada nyeri dan tidak ada bunyi jantung
tambahan
· Abdomen
Tampak luka insisi operasi, perut tidak kembung, tidak ada massa, tidak ada pembesaran hepar, bising usus (+). Klien
mengatakan nyeri bila ditekan pada daerah perut kanan bawah.
· Genitalia
Tidak ada peradangan dan perdarahan
· Ekstremitas atas dan bawah
Tidak ada kekakuan, edema dan atropi pada ekstremitas atas dan bawah, pada ekstremitas atas sinistra terpasang infus RL
20 tetes/menit.
3. Pengkajian data fokus
Sistem gastrointestinal
Inspeksi : umbilicus terletak di garis tengah dan tidak menonjol. Bentuk abdomen simetris, tidak terlihat massa,
tampak ada luka, telah dilakukan tindakan appendektori pada tanggal 28 Maret 2006
Auskultasi : bising usus 5 x/menit
Perkusi : perkusi hati pada midklavikulari kanan terdengar redup perkusi limfe di daerah posterior midaksilaris kiri
terdengar redup
Palpasi : tidak ada pembesaran hati, limfe dan ginjal tidak teraba adanya massa pada abdomen, nyeri tekan pada
perut kanan bawah (SPKB).
4. Pemeriksaan diagnostik
USG: tampak adanya tanda-tanda apendisitis
5. Penatalaksanaan medis
Hari/tanggal: 29 Maret 2006
Cefotoxime 1 gr/12 jam
Seminac 1 amp
Ramitidine 1 amp/8 jam

H. KLASIFIKASI DATA
Data Subjektif:
- Klien mengatakan nyeri pada daerah operasi
- Klien mengatakan nyeri pada perut kanan bawah
Data Objektif:
- Tampak meringis
- Tampak luka insisi di perut kuadran kanan bawah
- Tampak lemah
- Nyeri tekan (+)
- Klien sering bertanya tentang penyakitnya
- TTV: S : 37 ºC; TD : 100/60 mmHg; P : 20 x/mnt; ND : 86 x/mnt

ANALISA DATA
No Data Kemungkinan Penyebab Diagnosa
Keperawatan
(1) (20 (3) (4)
1. DS: Tindakan pembedahan Nyeri
- Klien mengatakan nyeri pada daerah ↓
operasi Terputusnya kontinuitas jaringan
- Klien mengatakan nyeri pada perut ↓
kanan bawah Pengeluaran zat-zat kimia (bradikinin,
DO: prostatglandin, histamin)
- Tampak meringis ↓
- Nyeri tekan (+) Merangsang hipotalamus
- TTV ↓
S : 37 ºC Stimulus korteks serebri
TD : 100/60 mmHg ↓
P : 20 x/mnt Rasa nyeri dipersepsikan
ND : 86 x/mnt
2. DS: Tindakan pembedahan Risiko tinggi infeksi
DO: ↓
- Tampak ada luka insisi di perut Terputusnya kontinuitas jaringan
kuadran kanan bawah ↓
Hilangnya fungsi kulit sebagai proteksi

Memungkinkan masuk mikroorganisme ke tubuh

Risiko infeksi
3. DS: - Apendisitis Kurang pengetahuan
DO: ↓
- Sering bertanya tentang penyakitnya Perubahan status kesehatan

Kurang informasi

Kurang pengetahuan

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Inisial Klien: Nn. G Ruang: Perawatan IV No. RM: 084284


No Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan rasa nyeri Tujuan: 1. Kaji tingkat nyeri, catat Berguna dalam pengawasan
berhubungan dengan Nyeri berkurang atau lokasi, karakteristik keefektifan obat, kemajuan
terputusnya kontinuitas hilang dengan dan beratnya (0 – 10) penyembuhan pada karakteristik
jaringan karena kriteria: nyeri menunjukkan terjadi abses,
tindakan operasi - Klien tidak mengeluh memerlukan upaya evaluasi
ditandai dengan: nyeri medik dan intervensi.
DS: - Klien tampak tenang
- Klien mengatakan - Klien tidak meringis 2. Observasi TTV, perhatikan Dapat membantu mengevaluasi
nyeri pada daerah - TTV petunjuk non verbal. pernyataan verbal dan keefektifan
operasi S : 37 ºC intervensi
- Klien mengatakan TD : 100/60 mmHg
nyeri pada perut kanan P : 20 x/mnt 3. Berikan lingkungan yang Meningkatkan istirahat
bawah ND : 86 x/mnt tenang dan kurangi
DO: rangsangan stres
- Tampak meringis
- Nyeri tekan (+) 4. Pertahankan istirahat dengan
- TTV posisi semi Fowler Gravitasi melokalisasi eksudat
S : 37 ºC inflamasi dalam abdomen bawah
TD : 100/60 mmHg atau pelvis, menghilangkan
P : 20 x/mnt tegangan abdomen yang
ND : 86 x/mnt bertambah dengan posisi
5. Ajarkan teknik nafas dalam telentang
bila rasa nyeri datang
Teknik nafas dalam menurunkan
konsumsi abdomen akan O2,
menurunkan frekuensi pernafasan,
frekuensi jantung dan ketegangan
otot yang menghentikan siklus
nyeri
6. Kolaborasi dengan
pemberian analgetik sesuai Menghilangkan nyeri,
indikasi mempermudah kerjasama dengan
intervensi lain, contoh ambulasi,
batuk.
2. Risiko tinggi infeksi Tujuan: 1. Awasi tanda-tanda vital. Dugaan adanya infeksi/terjadinya
berhubungan luka post Tidak terjadi infeksi sepsis, abses, peritonitis
operasi ditandai dengan kriteria:
dengan: - Meningkatkan 2. Lakukan pencucian tangan Menurunkan risiko penurunan
DS: penyembuhan luka yang baik dan perawatan bakteri
DO: dengan benar luka yang aseptik
- Tampak ada luka insisi - Bebas dari tanda-
di perut kuadran kanan tanda infeksi 3. Observasi keadaan luka dan
bawah insisi. Memberikan deteksi dini
terjadinya proses infeksi dan
pengawasan penyembuhan
peritonitis yang tidak ada
sebelumnya
4. Kolaborasi dengan
pemberian antibiotik sesuai Mungkin diberikan secara
indikasi profilaktik atau menurunkan
jumlah organisme dan untuk
menurunkan penyebaran dan
penyembuhan pada rongga
abdomen.
3. Kurang pengetahuan Tujuan: 1. Kaji tingkat pemahaman Mengidentifikasi sejauhmana
berhubungan dengan Klien dapat klien dan keluarga tentang tingkat pengetahuan keluarga atau
kurang informasi memahami dan penyakitnya klien tentang penyakit yang
ditandai dengan: kooperatif dalam dideritanya
DS: - pemberian tindakan
DO: pengobatan dengan 2. Diskusikan perawatan insisi Pemahaman meningkatkan
- Sering bertanya tentang kriteria: termasuk ganti balutan kerjasama dengan program terapi
penyakitnya - Klien tidak bertanya- meningkatkan penyembuhan dan
tanya mengurangi komplikasi
- Ikut serta dalam 3. Identifikasi gejala yang
program pengobatan menentukan evaluasi medik Upaya intervensi menurunkan
contoh meringankan nyeri: risiko komplikasi serius
edema/eritema luka, adanya
drainase demam

4. Tekankan pentingnya terapi


antibiotik sesuai kebutuhan
Penggunaan pencegahan terhadap
infeksi

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Hari/ Implementasi Evaluasi


dx Tanggal
I Rabu/ 09.30 Rabu, 29-03-2006
29-03-061. Mengkaji tingkat nyeri, lokasi dan Jam: 14.00
karakteristik
Hasilnya: S : klien mengatakan nyerinya
Nyeri sedang (6) lokasi pada perut kuadran sudah berkurang
kanan bawah
O : - Wajah tampak meringis
09.35 - vital sign
2. Mengobservasi TTV S : 37 ºC
Hasilnya: TD : 100/70 mmHg
TD : 100/60 mmHg P : 20 x/mnt
S : 37 ºC ND: 84 x/mnt
P : 20 x/mnt
ND: 86 x/mnt A : masalah belum teratasi

09.45 P : Pertahankan intervensi


3. Memberikan lingkungan yang tenang dan
mengurangi rangsangan stres
Hasilnya:
Klien tampak baring di atas tempat tidur,
dengan posisi semi Fowler

09.50
4. Mengajarkan teknik nafas dalam bila rasa
nyeri datang
Hasilnya:
Klien nampak tarik nafas melalui hidung
dan mengeluarkannya melalui mulut

10.00
5. Mengkolaborasikan dengan pemberian
analgetik sesuai indikasi
Hasilnya:
Injeksi Cefotoxime 1 gr/12 jam

II 10.10 Rabu 29-03-06


1. Mengawasi tanda-tanda vital Jam: 14.10
Hasilnya:
TD : 100/60 mmHg S :
S : 37 ºC
P : 20 x/mnt O : tidak tampak adanya tanda-tanda
ND: 80 x/mnt infeksi

10.20 A : masalah teratasi


2. Mengobservasi keadaan luka balutan
Hasilnya: P : pertahankan intervensi
Tampak luka insisi dibalut dengan verban,
balutan tampak kering

10.25
3. Mengkaji tanda-tanda infeksi
Hasilnya:
Udema (-), Pus (-), eritema (-)
III 10.30 Rabu 29-03-06
1. Mengkaji tingkat pemahaman klien dan Jam: 14.15
keluarga tentang penyakitnya
Hasil: S :
Klien mengatakan tidak tahu apa penyebab
penyakitnya O : - klien dapat memahami tentang
penyakitnya
10.35 - Klien tidak banyak bertanya
2. Mendiskusikan perawatan insisi termasuk
ganti balutan A : masalah teratasi
Hasil:
Verban tampak kering P : pertahankan intervensi

10.40
3. Mengidentifikasi gejala yang memerlukan
evaluasi medik contoh peningkatan nyeri:
edema/eritema luka, adanya drainase,
demam
Hasil:
Nyeri (+), edema (-), drainase (-) demam (-
)

11.00
4. Menekankan pentingnya terapi antibiotik
sesuai kebutuhan
Hasil:
Injeksi Cefotoxime 1 gr/12 jam
I Kamis/ 09.00 Kamis, 30-03-2006
30-03-061. Mengkaji tingkat nyeri, lokasi dan Jam: 14.15
karakteristik
Hasilnya: S : klien mengatakan nyerinya
Nyeri ringan (2 - 4) lokasi pada perut sudah berkurang
kuadran kanan bawah
O : - Wajah tampak tenang
09.10 - Tidak meringis
2. Mengobservasi TTV
Hasilnya: A : masalah teratasi
TD : 100/80 mmHg
S : 37 ºC P : Pertahankan intervensi
P : 20 x/mnt
ND: 78 x/mnt

09.20
3. Mengajarkan teknik nafas dalam bila rasa
nyeri datang
Hasilnya:
Klien nampak tarik nafas melalui hidung
dan mengeluarkannya melalui mulut
II 09.30 Kamis 30-03-06
1. Mengganti balutan Jam: 11.10
Hasilnya:
Perawat mengganti verban S :

09.40 O : - Tidak ada tanda-tanda infeksi


2. Mengobservasi keadaan luka operasi saat - Luka insisi tampak kering
ganti verban - Ganti verban
Hasilnya: A : masalah teratasi
Luka nampak kering
P : pertahankan intervensi
09.45 Catatan:
3. Mengkaji tanda-tanda infeksi Pasien pulang
Hasilnya:
Udema (-), Pus (-), eritema (-)

S-ar putea să vă placă și