Sunteți pe pagina 1din 82

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usaha peternakan yang pada awalnya hanya berkisar pada kegiatan atau
usaha rakyat kecil semakin berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk. Industri peternakan masa depan dihadapkan dengan tantangan
global akibat perubahan ekonomi , perkembangan teknologi, berbagai
kesepakatan internasional, tuntutan kualitas dan kuantitas produk, kemasan
produk, serta keamanan bahan olahan yang diproduksi. Dewasa ini, seiring
dengan perkembangan penduduk yang pesat dan pertumbuhan penduduk yang
cukup tinggi maka kebutuhan akan daging sebagai salah satu sumber protein
hewani turut meningkat. Masyarakat yang semakin maju, kini telah meyadari
arti penting dari kebutuhan nilai gizi dari makanan yang mereka konsumsi.
Meningkatnya kebutuhan gizi masyarakat Indonesia, maka
perkembangan peternakan di sektor unggas pun semakin meningkat.
Permintaan masyarakat yang tinggi terhadap telur dan daging putih
menyebabkan dunia perunggasan meningkatkan kualitas sehingga produk
unggas yang sampai di tangan masyarakat menjadi produk ASUH (aman,
sehat, utuh dan halal) untuk dikonsumsi. Dalam mengembangkan peternakan
ayam perlu memiliki pengetahuan yang lebih dalam pengendalian berbagai
macam penyakit, mengatur menajemen perkandangan yang baik dan pola
vaksinasi serta biosekuriti yang baik, agar mendapatkan kualifikasi produk
yang ASUH.
Saat ini, industri perunggasan dapat dikatakan memegang peranan
sangat penting dalam mendorong perekonomian di Indonesia. Hal ini
dimungkinkan karena industri perunggasan khususnya ayam, kini mampu
menghasilkan swasembada daging ayam maupun telur. Ayam broiler yang
merupakan kategori ternak unggas memiliki potensi yang sangat besar dalam
memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan protein hewani
masyarakat Indonesia, karena proses produksi yang relatif cepat, mudah
diperoleh di pasar dan harganya relatif murah dibanding ternak yang lainnya..
Oleh sebab itu kini banyak bermunculan perusahaan yang bergerak di bidang
2

perunggasan seperti misalnya perusahaan budidaya, pemeliharaan,


pembibitan, pembuatan pakan ternak, obat-obatan dan lain sebagainya. Semua
perusahaan tersebut bergerak dengan tujuan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat akan konsumsi protein hewani dengan cara meningkatkan populasi
ayam melalui breeding.
Manajemen pemeliharaan dengan sistem sirkulasi usaha unggas yang
baik merupakan tahap penting yang akan menentukan kualitas produksi yang
baik pula, sehingga keberlanjutan dari industri perunggasan akan tetap stabil.
Oleh karena itu penulis terdorong untuk melakukan kegiatan koasistensi
Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) di PT. Japfa Comfeed Indonesia
Tbk Multi Breeder Unit 2 cabang Purwosari, Jawa Timur karena perusahaan
tersebut merupakan salah satu perusahaan agrifood terbesar dan terintegrasi di
Indonesia.
Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya merupakan salah satu proses pendidikan untuk
menghasilkan dokter hewan yang unggul dalam intelektual dan terampil di
lapangan. Oleh karena itu, jika hanya berpedoman pada materi yang telah
diberikan selama pendidikan formal di bangku perkuliahan saja rasanya belum
cukup maksimal, sehingga diperlukan praktik secara langsung di lapangan.
Banyak manfaat yang diperoleh mahasiswa guna pendewasaan cara berfikir
dalam menghadapi masalah pembangunan masyarakat khususnya di bidang
Kedokteran Hewan dan Peternakan, maka kegiatan ini juga merupakan
kesempatan untuk menerapkan materi yang telah diperoleh dibangku kuliah
dengan kenyataan yang ada di lapangan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah peran, fungsi dan tanggung jawab dokter hewan dalam
operasional perusahaan?
1.2.2 Bagaimana menejemen peternakan unggas, pembibitan (breeding), dan
upaya-upaya pencegahan sejak dini terhadap adanya penyakit,
penanganan serta pengendalian penyakit unggas di lokasi koasistensi
industri.
3

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
a. Mempelajari aplikasi dengan benar fungsi, peranan dan tanggung
jawab dokter hewan untuk mencapai kompetensi profesional medik
veteriner.
b. Meningkatkan kemampuan dan pemahaman mahasiswa PPDH
Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya tentang
perkembangan peternakan unggas, menejemen peternakan unggas,
pembibitan (breeding), dan upaya-upaya pencegahan sejak dini
terhadap adanya penyakit, penanganan serta pengendalian penyakit
unggas di lokasi koasistensi industri.
c. Meningkatkan kerja sama antar perguruan tinggi dengan stake
holder atau perusahaan.
d. Mengetahui tugas dan fungsi dokter hewan di industri perunggasan.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mahasiswa mampu memahami sistem manajemen peternakan
unggas di perusahaan koasistensi industri.
b. Mahasiswa mampu mendefinisikan dan mengidentifikasi berbagai
masalah peternakan dan kasus-kasus penyakit unggas.
c. Mahasiswa dapat mempraktikan teori-teori penanganan penyakit
melalui pemeriksaan secara antemortem dan postmortem guna
penegakan diagnosa, dan pemilihan terapi yang tepat terhadap kasus
penyakit unggas.
d. Mahasiswa dapat menganalisis dengan cermat berbagai
permasalahan dalam peternakan unggas.
e. Mahasiswa mampu memahami tugas pokok dan fungsi dokter
hewan di industri perunggasan.
f. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip industri perunggasan menurut
peraturan yang berlaku.
4

g. Mempersiapkan calon dokter hewan yang mampu mengaplikasikan


teori perkuliahan dalam menjalankan menejemen praktik di
lapangan.
h. Menjalin kerja sama kemitraan di antara perguruan tinggi dengan
instansi terkait untuk bersama mengembangkan dan menerapkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
1.4 Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan kegiatan Koasistensi Pendidikan Profesi
Dokter Hewan (PPDH) Industri Pilihan Unggas ini adalah mendapatkan
pengetahuan, pengalaman, wawasan, dan keterampilan baik softskill maupun
hardskill khususnya di bidang industri perunggasan. Selain itu, manfaat bagi
mahasiswa yang sedang menjalankan koasistensi yaitu untuk mencapai
kompetensi profesional medik veteriner.
5

BAB 2 ANALISIS SITUASI PERUSAHAAN

2.1 Profil Perusahaan


2.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. merupakan salah satu perusahaan
yang bergerak dalam bidang agrifood terbesar dan terintegritas di
Indonesia. Unit bisnis utama perusahaan ini yakni pembuatan pakan
ternak, pembibitan ayam, pengolahan unggas serta pembudidayaan
pertanian. Diketahui bahwa perusahaan ini berdiri pada tahun 1971
dengan nama PT Java Pelletizing Factory. Pada awalnya perusahaan ini
bergerak dalam industri pelet sebagai produk utamanya.
Pada tahun 2011 Perseroan melanjutkan strategi memfokuskan
usaha dibidang agribisnis dengan semakin meningkatkan kapasitas
produksinya melalui pembangunan fasilitas produksi baru yaitu unit
pakan ternak di Grobogan (Jawa Tengah) dan Purwakarta (Jawa Barat)
fasilitas produksi DOC di Grati (Jawa Timur) dan Pontianak
(Kalimantan Barat), fasilitas penetasan telur baru (hatchery) di
Sukabumi (Jawa Barat) dan Kediri (Jawa Timur) serta akuisisi
perusahaan yang bergerak di bidang peternakan ayam komersial, untuk
meningkatkan kapasitas produksi ayam broiler.
Peran Japfa sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam
bidang industri peternakan diataranya yaitu:
1. Sebagai salah satu produsen unggas terintegrasi secara global. Divisi
ini memproduksi pakan unggas, DOC pembibitan dan pengolahan
ayam. Tiap tahunnya divisi ini memberikan kontribusi keuangan
sebesar 83% dari penjualan bersih perusahaan.
2. Pembibitan, perawatan, serta pengolahan sapi potong.
3. Berkembang dengan budidaya udang lokal yang tumbuh untuk
komoditas ekspor.
Hingga saat ini Japfa terus menyebar melalui anak-anak perusahaan
serta jaringan produksi yang tersebar di beberapa kota-kota besar di
Indonesia. PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder Unit 2 yang
6

beralamat di Desa Sukodermo, Kecamatan Purwosari, Kabupaten


Pasuruan, adalah suatu perusahaan PMDN yang bergerak dibidang
Pembibitan Anak Ayam, memiliki luas lahan sekitar 136.100 m2,
dengan status tanah SHGB No. 01 dan berdiri sejak 24 Pebruari 1982.
Lahan seluas tersebut diatas hanya dimanfaatkan untuk bangunan
kandang dan fasilitas lainnya seluas 12.000 m2 atau hanya 9 %, sisa dari
lahan tersebut merupakan lahan ruang terbuka/penghijauan, hal ini
diperlukan karena persyaratan tehnis pembibitan anak ayam
sebagaimana diatur dalam SK Dirjen Peternakan
No.77/TN.120/Kpts/DJP/Deptan/1993 tentang Pedoman Tehnis
Perusahaan Peternakan dinyatakan bahwa jarak antar kandang yang
umur ayamnya sama minimal 20 m dan jika umurnya berbeda jarak
minimal 60 m.
Visi misi dari perusahaan yaitu menjadi penyedia terkemuka dan
terpercaya di bidang produk pangan berprotein terjangkau di Indonesia.,
berlandaskan kerjasama dan pengalaman teruji dalam upaya
memberikan manfaat bagi seluruh pihak terkait.
2.1.2 Keadaan Umum Perusahaan
PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multi Breeder Unit 2 terletak di
desa Sukodermo Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan, Jawa
Timur merupakan suatu perusahaan yang bergerak dibidang pembibitan
unggas parent stock ayam pedaging (broiler). Fasilitas yang disediakan
di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multi Breeder Unit 2 berupa mess
staff dan karyawan, kantor adminitrasi, pos satpam, parkir, kantin,
kantor utama, mushola, lapangan olah raga, tempat untuk spray mobil
dan orang, serta tempat fumigasi barang da telur yang akan keluar masuk
farm. Total luas wilayah adalah 136.100 m2, yang terbagi menjadi tiga
wilayah yaitu wilayah bersih 1 (mess, kantin, tempat parker, pos
satpam), wilayah bersih 2 (Kantor), dan wilayah bersih 3 (Daerah
kandang). Lokasi PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multi Breeder Unit
2 berdekatan dengan PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multi Breeder
Unit 3, berjarak sekitar ± 2 km. Desa sukodermo merupakan kawasan
7

industri yang penuh dengan pabrik-pabrik seperti pabrik minuman dan


pabrik rokok. Kawasan ini juga dekat dengan pemukiman penduduk.
Jarak lokasi peternakan dengan pemukiman penduduk sekitar 500
meter.
Multibreeder Unit 2 merupakan anak perusahaan dari PT.Japfa
Comfeed Indonesia Tbk yang bergerak dalam bidang pembibitan ayam
broiler. Multibreeder unit 2 mempunyai kandang tipe close house yang
berjumlah 25 kandang, dengan jumlah total populasi sebanyak 130.000
ekor ayam parent stock ayam broiler. Ayam ras pedaging (broiler)
merupakan janis ayam ras unggulan hasil persilangan dari bangsa ayam
yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi
daging ayam. Strain yang digunakan untuk pembibitan ayam broiler di
Multibreeder unit 02 adalah strain Lohmann Indian River (LIR). Strain
Lohmann Indian River adalah ayam pedaging (broiler) berwarna putih.
Indukan atau Grand Parent (GP) dari strain Lohmann Indian River
(LIR) berpusat di USA

2.2 Struktur Organisasi PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder unit
2
Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antar bagian
secara posisi yang ada pada perusahaan dalam menjalin kegiatan operasional
untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi dari PT. Japfa Comfeed Indonesia
Tbk Multibreeder unit 2 dapat dilihat pada Gambar 2.1
8

Manager Farm Poultry Health

Supervisor PGA(Personalia
General affair)

Asisten Asisten Adm Recording Posmortum Depo FA Sigap


Supervisor Supervisor Oracle unit Unit Unit Unit Adm GA
Tehnik WH PGA Unit

Driver
Operator Operator Operator Operator Op. Vaksin Op.
Kandang Tehnik Telur Tetas Posmortum & Grading
Sanitasi Loundry
Jantan
dan Nespad

Pakan dan Pleanar Op.


Potong
Rambut

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder Unit 2
9

Keterangan:
Farm Manager : Bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan dalam
satu unit farm.
Poultry Health : Bertanggung jawab dalam pemantauan kesehatan,
pengobatan, pemberian vaksin, pemberian vitamin,
kepada ayam mulai dari DOC yang masuk sampai
dengan proses afkir ayam setelah habis masa
produksinya.
Supervisor : Bertugas memimpin para caretaker untuk
Kandang melaksanakan kegiatan pemeliharaan didampingi oleh
assistant supervisor.
PGA : Bertugas dalam bidang kepegawaian sekaligus diberi
wewenang dalam pengadaan sarana dan prasarana.
Recording : Bertugas mencatat dan menganalisis data-data
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan produksi
seperti pertumbuhan berat badan ayam, penggunaan
pakan, dan deplesi.
Tekhnisi : Bertugas memimpin para mekanik dalam kegiatan
pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada di farm.
Jika terdapat kerusakan, para mekanik harus segera
melakukan perbaikan.

Administrasi : Bagian yag bertugas untuk melakukan proses


Logistik pencatatan dan pembuatan laporan mengenai
pembelanjaan kebutuhan operasional yang diperlukan
selama proses pemeliharaan ayam mulai dari DOC yag
masuk sampai proses afkir ayam setelah habis masa.
Unit Posmortum : Bertugas dalam pembedahan ayam-ayam mati dan
ayam culling yang kemudian laporan hariannya
diberikan kepada bagian poultry health.
Asisten Supervisor : Bertugas mengatur pembagian kerja para karyawan
supaya pekerjaan yang ada terlaksana secara merata
dansaling membantu pada tiap-tiap kandang.
Koordinator Lapang mempekerjakan beberapa warga
sekitar untuk dijadikan pekerja harian untuk membantu
kegiatan perkandangan, hal ini hanya dilakukan saat
pekerjaan yang ada sangat banyak dan dalam kondisi
kekurangan tenaga.
Sigap : Bagian yag bertugas menjaga keamanan lingkungan
luar dan dalam
Depo Unit : bertugas untuk mengurusi penjualan ayam dan telur di
unit, pengiriman telur ke depo sentral, mengurus surat
pengiriman telur serta membantu sebagai koordinator
dan OVK pada saat ayam fase starter dan grower
10

BAB 3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Kegiatan


Kegiatan Koasistensi Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH)
Industri Pilihan Unggas dilaksanakan pada tanggal 22 Februari – 11 Maret
2016 di PT. Japfa Comfeed Indonesia Unit 2 Desa Sukodermo Kec. Purwosari,
Kab. Pasuruan, Jawa Timur.

3.2 Metode Pengambilan Data


Kegiatan Koasistensi Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH)
Industri Pilihan Unggas dilaksanakan di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk
Multibreeder Unit 2, sesuai dengan jadwal pelaksanaan kegiatan Metode
kegiatan yang dipakai dalam praktek kerja lapang ini adalah metode survei
dengan pengambilan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer
yang akan digunakan dalam kegiatan ini yaitu melalui :
3.2.1 Observasi Partisipatori
Kegiatan observasi dilakukan secara langsung di lapangan. Hal-hal
yang diobservasi meliputi: melakukan antemortum, posmortum,
vaksinasi AI dan ND, mengamati manajemen pemeliharaan ayam
broiler periode layer.
3.2.2 Wawancara
Kegiatan ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang terkait
dengan hal – hal yang sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing,
seperti manajer farm, supervisor, asisten supervisor, unit posmortum,
bagian OVK (Obat, Vaksin, dan Kimia) serta operator kandang.
Sumber data lainnya adalah dari data sekunder yakni, bersumber dari
data laporan kegiatan data dari instansi terkait, buku, jumal, serta penelusuran
intemet. Analisis data dilakukan menggunakan metode analisa deskriptif.

3.3 Biodata Peserta Koasistensi


11

Peserta kegiatan Koasistensi Pendidikan Profesi Dokter Hewan


(PPDH) Industri Pilihan Unggas di PT.Japfa Comfeed Indonesia Tbk
Multibreeder Unit 2, Sukodermo Pasuruan yaitu:
Nama : Fitriyatunnisa’ Zulisa, S.KH
NIM : 150130100011038
Program Studi : Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Universitas : Universitas Brawijaya
Nomor Telepon : 0856 5595 9029
E-mail : uunzulisa@gmail.com

3.4 Jadwal Kegiatan


Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan
No Waktu Keterangan
1 22 Februari 2016 Perkenalan dengan manajer farm PT. Japfa Comfeed
Indonesia Tbk Multibreeder unit 2, serta pemberian
materi pembekalan oleh manajer farm
2 23 Februari 2016 Perkenalan kandang KA (1-8)
3 24 Februari 2016 Observasi dan mengikuti kegiatan di kandang KA serta
pendalaman materi tentang manajemen kandang dan
brooding magement
4 25 Februari 2016 Observasi dan mengikuti kegiatan di kandang KA serta
pendalaman materi
5 26 Februari 2016 Vaksinasi
6 27 Februari 2016 Vaksinasi
7 29 Februari 2016 Pengenalan kandang KB (9-16) dan vaksinasi
8 1 Maret 2016 Materi dan diskusi bersama manajer farm tentang
brooding management, growing management, dan setting
ventilation
9 2 Maret 2016 Diskusi bersama supervisor, dan vaksinasi
10 3 Maret 2016 Observasi dan mengikuti kegiatan di kandang KB
(Grading, timbang lemak, vaksin, dan checklist malam),
serta mengikuti kegiatan di bagian postmortum
12

11 4 Maret 2016 Observasi dan mengikuti kegiatan di bagian posmortum


(pengambilan darah, nekropsi)
12 5 Maret 2016 Observasi dan mengikuti kegiatan di bagian posmortum
(pengambilan darah, nekropsi)
13 7 Maret 2016 Pengenalan kandang KC (17-25) dan vaksinasi
14 8 Maret 2016 Observasi dan mengikuti kegiatan di kandang KB
(pendalaman materi, mengukur kecepatan angin, tes
klorin, da vaksinasi)
15 10 Maret 2016 Evaluasi, presentasi da diskusi hasil laporan di lapangan
dengan manajer farm
16 11 Maret 2016 Koleksi feses dan pelepasan peserta koasistensi
13

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Peran Dokter Hewan dalam Operasional Perusahaan


Dokter hewan dalam operasional PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk
memiliki tugas dalam program pengawasan kesehatan ayam. Program
kesehatan ayam diantaranya yaitu merencanakan program vaksinasi, program
pengobatan terhadap outbreak yang sedang terjadi, pemilihan kandungan pakan
untuk ayam yang sakit, jadwal pemberian vitamin, menegakkan diagnosa
penyakit, pengujian sampel, pemilihan terapi obat yang diberikan pada suatu
populasi ayam, pemilihan desinfektan untuk keperluaan biosecurity dan
sanitasi, serta memberikan solusi pada kasus-kasus yang disebabkan karena
manajemen pemeliharaan yang kurag baik. Dokter hewan juga berkoordinasi
dengan manajer farm, supervisor serta bagian postmortem terkait manajemen
farm sehingga program kesehatan juga dapat berjalan dengan baik

4.2 Manajemen Perkandangan


4.2.1 Model Kandang
Sistem kandang yang digunakan di PT Japfa Unit 2 Purwosari sistem
kandang tertutup (closed housed system) dengan cara pemeliharaan
ayam bibit broiler adalah all in all out, maksudnya adalah ayam
serempak masuk dan serempak afkir. Kandang sistem tertutup atau
closed house memiliki kelebihan sanggup mengeluarkan kelebihan
panas, kelebihan uap air, gas-gas yang berbahaya seperti CO, CO2 dan
NH3 yang ada dalam kandang, serta dapat menyediakan berbagai
kebutuhan oksigen bagi ayam. Hal ini dilakukan untuk
memaksimalkan produksi dan memudahkan dalam menejeman
kesehatan. Kandang berperan memberikan kenyamanan pada ayam
yang dipelihara agar dapat tumbuh dengan baik dan dapat memberikan
produksi yang tinggi. Penentuan lokasi juga merupakan factor penting
sebelum mendirikan usaha peternakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan lokasi kandang yang ideal yaitu jauh dari lokasi
pemukiman penduduk dan lokasi peternakan lain, mudah mendapatkan
14

sumber air, lahan merupakan tanah lapang, tempat agak tinggi untuk
menghindari kelembaban dan memudahkan irigasi serta pembuangan
kotoran, selain itu lokasi yang dipilih mudah salam transportasi
(Tamalludin, 2012).

Gambar 4.1 Kandang closed house tampak depan PT. Japfa Unit 2 (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)

PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder Unit 2 Desa


Sukodermo, Pasuruan memiliki 25 kandang yang dibagi menjadi 3
flock, dimana flock 1 terdiri dari kandang 1 – 8, flock 2 terdiri dari
kandang 9 – 16, sedangkan flock 3 terdiri dari kandang 17 – 25. Setiap
kandang memiliki kapasitas populasi sekitar ± 6000 ekor ayam parent
stock dengan persentase ayam jantan 10% - 11% dibanding ayam
betina. Kepadatan yang ideal untuk pemeliharaan ayam periode laying
adalah 6-8 ekor/m, lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat
meningkat terutama siang hari pada umur dewasa yang menyebabkan
konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress,
pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit. Pengaturan
kepadatan kandang harus disesuaikan dengan jumlah populasi untuk
mengatasi kanibalisme akibat terlalu padatnya populasi ayam di dalam
kandang. Kepadatan yang sesuai akan membuat ayam beraktifitas
dengan nyaman sehingga dapat berproduksi dengan maksimal.
Kandang 1,2, 16, 17 dan 18 merupakan kandang baru, dan memiliki
luas yang lebih besar dari pada kandang yang lain, dimana kandang
tersebut memiliki panjang 120 m dan lebar 12 m. Kandang lainnya
15

memiliki panjag 110 m dan lebar 12 m. Sedangkan jarak antar kandang


satu dengna lainnya minimal 4 m.
Tata letak kandang diatur membujur dari timur ke barat agar
terhindar dari sinar matahari secara langsung. Kandang diatur
berhadap-hadapan pada bagian blower agar udara yang dikeluarkan
oleh blower tidak di sedot kembali oleh kandang yang lainnya. Berikut
ini merupakan tata letak kandang di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk
Multibreeder unit 02.

Gambar 4.2 Tata letak kandang PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk
Multibreeder Unit 2

Kandang terbagi menjadi 6 bagian atau 6 pan. Tujuan dari


pembagian kandang menjadi beberapa pen tersebut adalah untuk
memudahkan dalam pemeliharaan dan pengontrolan. Setiap kandang
terbagi atas ruang tempat penyimpanan pakan, tandon air minum,
tempat grading telur sementara, ruang cooling pad, dan ruang fumigasi.
Pemeliharaan ayam broiler dengan menggunakan closed house system
merupakan salah satu upaya inovasi teknologi untuk menghadapi
perubahan cuaca cukup ekstrim, sehingga diharapkan dapat
meminimalisasi pengaruh buruk dari kondisi lingkungan atau
perubahan iklim di luar kandang.
Secara konstruksi, kandang sistem tertutup dibedakan atas dua
sistem yaitu sistem tunnel dengan beberapa kelebihan yang dimilikinya
seperti mengandalkan aliran angin untuk mengeluarkan gas sisa, panas,
uap air dan menyediakan oksigen untuk kebutuhan ayam. Sistem tunnel
16

ini lebih tepat untuk area dengan suhu maksimal tidak lebih dari 300C.
Sistem kedua adalah evaporative cooling sistem (ECS). Sistem ini
memberikan keuntungan pada peternak seperti mengandalkan aliran
angin dan proses evaporasi dengan bantuan angin.
4.2.2 Konstruksi Atap
Atap kandang memiliki fungsi yaitu untuk melindungi ayam dari
suhu dan hujan, selain itu juga mempengaruhi suhu dan kelembaban
dalam kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Murni (2009) bahwa
atap kandang dirancang sesuai dengan fungsinya yaitu melindungi
bagunan beserta isinya dari hujan, panas matahari atau angin. Atap
kandang yang digunakan di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk
Multibreeder Unit 2 berbentuk segitiga. Atap kandang terbuat dari seng
bergelombang dan berwarna putih bagian luarnya berfungsi untuk
memantulkan sinar matahari. Atap bagian dalam dilapisi oleh foam
setebal 2 cm yang berfungsi sebagai penahan panas matahari supaya
suhu di dalam kandang tetap hangat di malam hari. Hal ini sesuai
dengan Rahmadi (2009) bahwa bahan atap yang dapat memantulkan
radiasi panas matahari adalah bahan yang cocok dijadikan sebagai atap
kandang.
4.2.3 Konstruksi Dinding
Dinding kandang juga berperan penting untuk melindungi ternak
dari gangguan luar seperti predator maupun vektor pembawa penyakit
seperti tikus dan lalat. Oleh karena itu, perlu dijaga keutuhan dinding
kandang. Dinding kandang di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk
Multibreeder Unit 2 merupakan kombinasi antara tembok batu dan
kawat monitor berukuran 3x3 cm pada bagian kanan dan kiri dinding.
Bagian bawah dinding kandang merupakan tembok batu setinggi 60cm.
Bagian tengah dinding kandang merupakan kawat monitor yang
dipasang setinggi 150 cm dari tembok batu dan di bagian luarnya
dilengkapi dengan tirai penutup yang berfungsi menghalangi udara luar
yang masuk ke dalam kandang. Bagian atas dinding kawat monitor
ditutup dengan seng plat setinggi 20 cm.
17

4.2.3 Ventilasi Kandang


Ventilasi kandang yang baik sangat diperlukan untuk pertukaran
udara di dalam kandang agar lancer. Sistem ventilasi menjadi salah satu
indikator keberhasilan dan peternakan. Desain kandang close house
pada PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Multibreeder Unit 2
dilengkapi dengan exhaust fan (blower) dan ruang cooling pad.
Cooling pad berfungsi untuk melewatkan udara bersih dari luar dengan
bantuan blower dan mengatur kelembaban di dalam kandang. Blower
merupakan kipas yang berfungsi untuk menarik udara segar dan bersih
yang masuk melalui cooling pad, meratakan udara bersih ke seluruh
kandang, dan mengeluarkan udara kotor dan gas beracun dari dalam
kandang. Semua sistem yang ada sudah diatur otomatis dengan
indikator suhu ruangan. Setiap kandang dilengkapi dengan 8 exhaust
fan yang terletak dikandang bagian belakang. Bangunan kandang harus
mempunyai ventilasi yang cukup dan suhu pada siang hari berkisar 26-
30ºC dengan kelembaban relatif 70-90%.
Exhaust fan akan menyala bergantian dan atau menyala semua,
tergantung terhadap keadaan didalam kandang. Blower terletak di
bagian belakang kandang. Setiap kandang memiliki 8 blower, yaitu
blower 1 - 5 menyala selama 24 jam, blower 6 dan 7 akan menyala jika
keadaan suhu di kandang diatas 27oC, dan blower 8 tidak dinyalakan
karena aliran udara yang terlalu kencang dan hanya digunakan ketika
suhu ekstrim. Blower sebagai outlet yang membawa udara keluar
kandang sehingga ikut tersedot pula debu dan gas (CO2 dan NH3) yang
membuat udara dalam kandang tetap bersih dan segar. Jika kondisi
suhu didalam kandang berkisar >290C, maka ruangan cooling pad akan
bekerja. Cellpad pada ruangan cooling pad akan menyala untuk
membantu menurunkan suhu didalam kandang hal ini berlangsung
terus sampai suhu didalam ruangan kembali pada standar. Cell pad
memiliki ketebalan 10 – 15 cm yang mudah dialiri air dan terbuat dari
kertas selulosa berserat dan bercelah. Colling pad terdiri dari 60 cell
18

pad yang mempunyai ukuran tinggi 150 cm, lebar 30 cm dan tebal 15
cm.

Gambar 4.3 Penempatan Blower Tampak Depan Kandang (Sumber:


Dokumentasi Pribadi)

Gambar 4.4 Cooling pad (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.2.4 Pencahayan Kandang


Cahaya sangat dibutuhkan pada masa produksi, pada pencahayaan
tertentu akan merangsang syaraf otak (hypothalamus). Gertakan
cahaya akan menginduksi kerja hormone produksi. Proses reproduksi
maupun ovulasi pada masa layer sangat dipengaruhi oleh lighting.
Pengaturan pencahayaan pada ayam broiler periode laying di PT. Japfa
Comfeed Indonesia Tbk. Multibreeder Unit 2 diterapkan pada pukul
05.00 – 19.00 (14 jam) dengan intensitas 60-100 lux mampu
meningkatkan produksi telur 5%. Program pemberian cahaya
dilaksanakan ketika tirai kandang tidak dibuka dan dilakukan dengan
mengganti lampu kandang berkekuatan 5 watt menjadi lampu
berkekuatan 23 watt sehingga intensitas cahaya menjadi 60 lux.
19

Pemberian cahaya selama 14 jam dilakukan ketika fase grower


mencapai 5% sampai dengan siap produksi. Berikut adalah program
pencahayaan pada waktu mendekati masa-masa produksi di PT. Japfa
Comfeed Indonesia Tbk.
Tabel 4.1 Program Pencahayaan
Usia Durasi Waktu Intensit
Daya
(Minggu) (Jam) Pagi Sore as (Lux)
22 12 6.00 18.00 18 Watt SL 30
23 13 5.30 18.30 18 Watt SL 30
24 14 5.00 19.00 23 Watt SL 60
25 15 5.00 20.00 23 Watt SL 60
Sumber: PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk

Pemberian cahaya selama 14 jam dilakukan sampai ayam diafkir,


sehingga dengan adanya tambahan cahaya dari sinar matahari
diharapkan sistem reproduksi ayam betina terangsang untuk
menghasilkan follicle stimulating hormone (FSH) dan luitenizing
hormone (LH). FSH berfungsi untuk merangsang pembesaran folikel
telur dan pematangan kuning telur, sedangkan LH berperan dalam
proses ovulasi ketika terjadi proses pembentukan telur di dalam tubuh
ayam betina. Pencahayaan pada fase layer digunakan untuk penerangan
sekaligus sebagai perangsang produksi telur. Apabila lama
pencahayaan lebih dari 17 jam menyebabkan unggas deplesi, dan
terjadi penurunan produksi telur. Lama pencahayaan sampai dengan 14
jam masih menunjukkan produksi telur maksimum (Lewis, 2006).
Sedangkan menurut Rahmadi (2009) menyatakan bahwa program
penambahan pencahayaan fase layer sampai 18 jam diberika pada awal
produksi 5-10 % sampai umur 30 minggu karena pada masa tersebut
adalah masa puncak produksi sehingga diperlukan feed intake yang
baik dan pematangan system reproduksi.
Lighting pada kandang dinyalakan secara otomatis terpusat untuk
mempermudah pelaksanaannya mengingat banyaknya kandang yang
ada. Jumlah lampu yang digunakan setiap kandang tergantung dari luas
dan ketinggian kandang, serta jenis lampu yang digunakan.
20

Proses reproduksi maupun ovulasi pada masa layer sangat


dipengaruhi oleh lighting. Intensitas cahaya mampu merangsang
pelepasan dan peningkatan suplai follicle stimulating hormon (FSH)
yang akan meningkatkan aktivitas ovary yang mengakibatkan
terjadinya ovulasi atau pengeluaran sel telur serta oviposisi telur
sebelum keluar. Namun lama pencahayaan yang terlalu berlebih, akan
berkibat ayam bertelur lebih awal yang berdampak pada bobot telur
yang berukuran kecil dan lama produksi telur akan berjalan singkat.
Oleh karena itu, penting untuk dapat mengatur cahaya sesui dengan
kebutuhan ayam sehingga dapat diperoleh produksi telur tetas yang
maksimal (Prayitno, 200).

4.3 Perlengkapan dan Peralatan Kandang


4.3.1 Lantai Kandang
Kandang yang ada di Japfa Unit 2 Purwosari terdiri dari berbagai
macam ukuran yaitu 120 m x 12 m dan 110 m x 12 m. Sistem kandang
yang dipakai yaitu dengan menggunakan kombinasi sistem slat dan
litter, slat menempati dua pertiga bagian luas kandang dan bagian
lainnya adalah litter. Masing-masing slat berukuran 4 m, diletakkan
dibagian kanan dan kiri kandang. Sedangkan dibagian tengah
diletakkan litter yang memanjang sejajar dengan panjang kandang
mulai dari pen 1 hingga pen terakhir. Slat terbuat dari plastik berukuran
120 x 60 cm yang dipasang setinggi 60 cm dari lantai (Gambar 4.5).
Lantai litter berfungsi untuk menjaga agar lantai tetap kering dan tidak
kotor, selain itu untuk menjaga telur agar tetap bersih jika ayam
bertelur di lantai (egg floor), sedangkan slat kandang berfungsi agar
sirkulasi udara lancer da mengurangi suhu udara yang panas serta
kelembaban dalam kandang (Rahmadi, 2009). Sistem ini
menghasilkan tingkat fertilitas ayam yang cukup baik dan telur tetas
(hatching egg) akan lebih bersih (Fadilah, 2006). Kontrol terhadap slat
yang rusak dan patah dilakukan setiap hari supaya ayam tidak banyak
terluka dan mati akibat terjepit diantara slat.
21

Gambar 4.5 Slat Kandang (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Litter yang digunakan di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk


Multibreeder Unit 2 yaitu dibuat dari bahan serutan kayu. Bahan litter
untuk alas kandang dipilih yang menyerap air, cepat kering, tidak
berdebu, empuk, murah, dan mudah didapat. Litter diperoleh dari hasil
serutan kayu sengon putih. Alasan utama pemilihan bahan baku yaitu
karena hasil serutan dari sengon putih tidak mudah berdebu, ringan dan
mempunyai daya serap tinggi Litter pada alas kandang memiliki
ketebalan 10-20 cm dan selalu harus dalam kondisi kering (Gambar
4.6). Tujuan dari pemberian litter adalah agar hewan dapat melakukan
thermoregulasi dengan mandi, mengais dan kopulasi. Kontrol terhadap
litter perlu dilakukan setiap waktu terutama jika litter dalam keadaan
basah.

Gambar 4.6 Litter Kandang (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


4.3.2 Pengelolaan Sangkar (Nest)
22

Sangkar (nest) berfungsi untuk memberikan rasa nyaman pada ayam


saat bertelur dan memudahkan operator kandang untuk mengambil
telur. Ayam memiliki sifat fisiologis, ketika bertelur maka ayam akan
mencari tempat yang aman untuk mengerami telurnya. Jumlah sangkar
yang disediakan harus cukup, 1 sangkar terdapat 24 kotak untuk 110
ekor ayam atau 6 ekor ayam per kotak. Tinggi sangkar tidak lebih dari
45 cm dari litter. Nest untuk ayam bertelur dapat dilihat pada gambar
4.7 di bawah ini

Gambar 4.7 Nest box untuk ayam bertelur (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.3.3 Panel Kontrol


Panel Kontrol berfungsi untuk memprogram kerja peralatan secara
otomatis yang ada di tiap-tiap kandang. Panel control terdiri atas,
electric switch, saklar lampu, saklar nipple, saklar blower, saklar
cooling pad, saklar tempat pakan jantan, pengaturan suhu, dan saklar
tempat pakan betina.
23

Gambar 4.8 Panel Control (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.3.4 Egg Tray


Egg tray merupakan wadah yang digunakan untuk meletakkan telur
yang diambil dari nest. PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder
Unit 2 ini menggunakan 3 model egg tray yang berbeda-beda. Egg tray
yang digunakan terbuat dari bahan plastik, hal ini sesuai dengan
pendapat Marriott (2000) yang menyatakan bahwa bahan kayu sangat
sukar untuk didisinfeksi dan sebaiknya tidak digunakan untuk peralatan
dalam peternakan, termasuk egg tray. Egg tray warna putih digunakan
untuk tempat telur dari nest menuju ke tempat grading telur sementara.
Egg tray warna kuning digunakan untuk pengiriman telur tetas dari
kandang ke Hatchery, sedangkan untuk egg tray dari bahan kertas
digunakan untuk telur-telur konsumsi (telur dengan kualitas rendah)
yang akan dikirim ke tempat depo telur.

4.3.4 Tirai Kandang


Tirai kandang merupakan penutup kandang yang dipasang menutupi
dinding kawat monitor. Tirai kandang berfungsi sebagai pengatur
banyaknya cahaya matahari yang dibutuhkan ayam di dalam kandang
dan sebagai pelindung ayam dari hembusan angin yang dapat langsung
menerpa tubuh ayam. Tirai kadang selama pemeliharaan bibit ayam
pedaging dibagi menjadi dua, yaitu tirai berwarna hitam dan putih.
Tirai kandang berwarna hitam berfungsi untuk menahan udara luar
24

yang masuk dalam kandang dan mencegah masuknya sinar matahari


sehingga ayam dewasa kelamin tepat waktu. Tirai kandang berwarna
putih berfungsi sebagai memudahkan sinar matahari masuk ke dalam
kandang sehingga dengan adanya tambahan cahaya dari sinar matahari
diharapkan sistem reproduksi ayam betina terangsang untuk
menghasilkan follicle stimulating hormone (FSH) dan luitenizing
hormone (LH).

4.4 Manajemen Pakan dan Minum


4.4.1 Manajemen Pakan
Pakan yang diberikan untuk parent stock broiler periode produksi
adalah pakan produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia. Pakan pada
periode layer menggunakan pakan dengan kode PAR L1 LL dalam
bentuk crumble. Kandungan nutrisi pada pakan dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.2 Kandungan Nutrisi Pakan PR L1 LB
Kandungan Jumlah Kandungan (%)
Air Maks 12
Protein Kasar Min 15
Lemak Kasar Min 3-6
Serat Kasar Maks 6
Abu Maks 12
Kalsium 3,0-3,5
Phosphor 0,6-0,8
Sumber: PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk

Tabel 4.3 Kandungan Nutrisi Pakan PAR Jantan LB


25

Kandungan Jumlah Kandungan (%)


Air Maks 12
Protein Kasar Min 12
Lemak Kasar Min 3-7
Serat Kasar Maks 6
Abu Maks 8
Kalsium 0,9- 1,1
Phosphor 0,6-0,8
Sumber: PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk

Jumlah pakan disesuaikan dengan feed intake dikalikan dengan total


jumlah ayam dalam kandang. Pada periode laying besar kebutuhan
energi yang dibutuhkan oleh ayam betina adalah sebanyak 430 – 440
kcal/hari atau setara dengan 156 gr-160 gr/ hari dan besar kebutuhan
energi yang dibutukan oleh ayam jantan adalah sebanyak 350 kcal-
430kcal atau setara dengan 129-156 gr/hari. Jumlah kandungan energi
yang terdapat pada pakan jenis PAR L1 LB yaitu 2750 kcal/kg
sedangkan pada PAR Jantan LB yaitu 2800 kcal/kg.
Pemberian pakan pada parent stock broiler periode layer setelah
umur 25 minggu dilakukan setiap hari (penuh) dengan frekuensi
pemberian satu kali yang dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul
06.00 WIB dengan estimasi suhu lingkugan berada pada suhu 250C
agar puncak metabolisme ayam (3 jam setelah makan) tidak bersamaan
dengan puncak suhu lingkungan untuk menghidari terjadinya heat
stress. Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari karena suhu
lingkungan yang masih baik untuk pertumbuhan ayam sehingga
pemberian pakan pada waktu tersebut dapat dimetabolisme secara
optimal dan akan menghasilkan produktivitas yang optimal.
Temperatur lingkungan berpengaruh terhadap konsumsi pakan. Jika
temperatur lingkungan meningkat dari keadaan normal maka ayam
akan lebih banyak minum dan sedikit makan. Sebaliknya jika
temperatur lingkungan menurun maka konsumsi pakan meningkat.
26

Kelebihan dan kekurangan asupan pakan akan berakibat pada


kelebihan dan kekurangan bobot badan yang berdampak pada
produktivitas ayam.
Tabel 4.4 Akibat Kelebihan dan Kekurangan Asupan Pakan
Kurus (under body weight) Kegemukan (over body
weight)
- Produksi terhambat - Produksi terjadi lebih
- Ukuran telur kecil awal
- Resiko deplesi meningkat - Kejadian double yolk
- Fertilitas rendah meningkat
- Bobot badan, - Total HE rendah
keseragaman, dan - Resiko deplesi
kematangan seksual meningkat
rendah - Fertilitas rendah
- Gagal mencapai puncak - Kebutuhan pakan
produksi tinggi
- Kejadian penyakit - Gagal mencapai
meningkat puncak produksi

Tempat pakan ayam betina di breeding farm Japfa Comfeed Unit 2


dijalankan secara otomatis. Berikut adalah macam-macam tempat
pakan yang digunakan:
a. Pan feeder
Jarak pan feeder dengan lantai ± 19 cm sedangkan jarak pipa pan
feeder dengan lantai ± 42 cm. Satu buah tempat pakan pada fase
produksi digunakan untuk 13 ekor ayam betina.

Gambar 4.9 Pan feeder (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


b. Chain feeder
27

Chain feeder merupakan alat pakan otomatis yang dijalankan


dengan bantuan rantai berputar untuk mendistribusikan pakan.
Chain feeder beropersi selama 3 jam atau hingga pakan habis. Pada
8 menit pertama pakan sudah terdistribusikan secara merata ke
seluruh bagian kandang, kemudian setiap 10 menit chain loop akan
berputar kembali (Gambar 4.10). Penempatannya disesuaikan
dengan jarak sekitar 0,5-1 m dan ketinggian tempat pakan juga
disesuaikan dengan tinggi dada ayam, hal ini bertujuan agar ayam
tidak mengais pakan sehingga pakan tidak tumpah.

Gambar 4.10 Chain feeder (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

c. Chain Covint Feeder


Pada umumnya chain covint feeder memiliki prinsip kerja hampir
sama dengan chain feeder yaitu dengan bantuan rantai. Perbedaan
alat pemberian pakan tersebut terletak pada bagian atasnya, untuk
chain covint feeder terdapat penutup tempat pakan yang terbuat dari
pipa. Pemberian pipa penutup bertujuan agar ayam tidak makan
sebelum waktunya.

Gambar 4.11 Chain covint feeder (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


28

Tempat pakan jantan yang digunakan di PT. Japfa Comfeed


Multibreeder Unit 2 dijalankan secara manual. Tempat pakan ayam
jatan menggunakan trough feeder. Pada saat pemberian pakan, tempat
pakan jantan diturunkan setinggi leher ayam jantan atau setinggi 30 cm.
Tempat pakan jantan dinaikan kembali setelah feed finish atau ± 3 jam
setelah pemberian pakan. Kemudian tempat pakan diisi kembali
dengan pakan untuk keesokan harinya dan digantung kembali agar
ayam tidak makan kembali.

Gambar 4.12 Tempat pakan jantan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.4.2 Konsumsi Air Minum


Konsumsi air minum pada periode produksi diberikan secara terus-
menerus dalam jumlah yang cukup, untuk memenuhi keperluan seluruh
aktivitas tubuh, efisiensi penggunaan pakan dan produksi. Air minum
harus selalu tersedia setiap saat untuk ayam broiler dengan kualitas air
minum yang baik dan bebas dari Salmonella, E.Colli dan bakteria
patogen lainnya. Kekurangan persediaan air minum, baik dalam
jumlah, penyebaran serta jumlah tempat minum dan konsumsinya
dapat mempengaruhi proses pertumbuhan. Campuran air minum yang
diberikan adalah air minum yang mengandung clorine 3-5 ppm, untuk
mengurangi masalah Salmonella, E. Colli dan bakteri patogen lainnya.
Air harus selalu bersih dan segar serta dilakukan test secara teratur
terhadap kandungan zat kimia dan komposisi bakteriologi setiap 6
bulan sekali sebanyak 3-5 ppm (650-750 ORP) atau setara 50 gram
untuk 2000 liter air.
29

Air minum yang diberikan juga diberikan dengan campuran vitamin,


yaitu pada satu hari sebelum vaksin, pada hari H vaksinasi, dan satu
hari setelah vaksinasi, hal ini bertujuan untuk merangsang nafsu makan
ayam sehingga setelah program vaksinasi selesai, ayam tetap memiliki
nafsu makan yang baik. Konsumsi air minum ayam broiler perekor
perhari adalah 2,5-3 dikali FCR.
Tempat air minum yang digunakan di PT. Japfa Comfeed Indonesia
ada 2, yaitu nipple dan bell drinker.
a. Bell drinker
Bell drinker merupakan tempat minum otomatis yang dilengkapi
dengan pegas yang berfungsi sebagai katup air minum. Satu buah
bell drinker dapat digunakan untuk 50-80 ekor ayam, untuk
ketinggian bell drinker sekitar ± 30 cm dari slat kandang.

Gambar 4.13 Tempat minum bell drinker (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


b. Nipple drinker
Satu putting nipple untuk 8-12 ekor ayam, jarak antara nipple
satu ke nipple yang lain adalah 33 cm, sehingga di dalam satu
kandang terdapat 1.240 nipple. Tinggi nipple harus disesuaikan
dengan tinggi ayam, tidak boleh terlalu tinnggi ataupun terlalu
rendah karena hal tersebut akan mengakibatkan ayam kesulitan
minum dan menyebabkan ayam dehidrasi. Tinggi nipple yang baik
yaitu tinggi puting nipple sejajar dengan mata ayam, sehingga ayam
dapat dengan mudah meminum air dari nipple.
30

Gambar 4.14 Tempat minum nipple drinker (Sumber: Dokumentasi


Pribadi)

4.5 Manajemen Pemeliharaan Ayam Broiler Periode Layer


PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder unit 2 yang berlokasi
di Sukodermo Pasuruan ini merupakan perusahaan pembibitan broiler yang
memelihara parent stock yang akan menghasilkan telur tetas. Telur tetas
tersebut kemudian ditetaska di unit hatchery dan produk akhirnya berupa Day
Old Chick (DOC). Strain yang digunakan untuk pembibitan ayam broiler di
Multibreeder unit 02 adalah strain Lohmann Indian River (LIR). Strain
Lohmann Indian River adalah ayam pedaging (broiler) berwarna putih. Indukan
atau Grand Parent (GP) dari strain Lohmann Indian River (LIR) berpusat di
USA.. Ciri ayam yang berasal dari USA adalah kulit berwarna kuning, cakar
kaki tidak berbulu, cuping daun telinga berwarna merah, kerabang atau kulit
telur berwarna cokelat. Lohmann Indian River (LIR) merupakan jenis strain
ayam parent stock pedaging yang memiliki produktifitas tinggi, cenderung kuat
jika perawatannya bagus, tetapi rentan terhadap penyakit. Jenis strain ini telah
bayak digunakan oleh perusahaan breeder di Indonesia.
Pemeliharaan ayam fase layer mempunyai tujuan utama agar ayam
dapat bertelur sebaik mungkin, serta dapat menghasilkan telur tetas (Hatching
Egg) dengan kuantitas dan kualitas yang maksimal. Fase layer adalah fase
dimana ayam mulai bertelur idealnya umur >25 minggu dan ayam telah
mencapai berat bobot sebanyak 2970 gram. Pencapaian produksi telur yang
maksimal secara umum dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu genetik, ransum, dan
managemen. Faktor genetik meliputi jenis strain ayam yang dipelihara,
31

sedangkan manajemen meliputi keseluruhan sistem pemeliharaan mulai dari


awal sampai ayam berpoduksi. Pada periode layer produksi telur harus memiliki
salable chick (betina saja) minimal 110 ekor ayam per induk.
 EP (Egg Production) dan HE (Hatching Egg)
b. EP (Egg Production)
Pada awal produksi sampai puncak produksi rata-rata dalam satu
hari setiap kandang dapat menghasilkan telur (EP) sebanyak 88-90%
dan berangsur-angsur turun ketika mendekati masa afkir yaitu hingga
mencapai 40%. Tabel presentasi produksi telur dari awal produksi
hingga afkir dapat dilihat pada lampiran 1
c. HE (Hatching Egg)
Hatching egg merupakan telur-telur yang akan ditetaskan di
Hatchery, dari jumlah EP yang dikirimkan PT Japfa Comfeed Tbk,
Poultry Breeding Unit II ke Hatchery 98-99% telur berhasil ditetaskan.
Adapun kriteria daya telur tetas berdasarkan bentuknya yaitu :
Tabel 4.5 Kriteria Daya Tetas Telur
Type HE Fertilitas Hatchebility
Normal 98.3 91.6
Tipis dan berpasir 98.2 91.4
Mengkerut/kulit jeruk 98.4 61.1
Bulat 90 49.7
putih 84.2 76.5
Panjang (lonjong) 88 64
Sumber : PT. Japfa Comfeed Tbk

Suhu dan kelembaban yang ideal (nyaman) pada pemeliharaan ayam


pada masa layer adalah 28-290C dan 80-90%. Tidak hanya suhu yang terlalu
tinggi yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit pada ayam, suhu yang
terlalu rendah juga dapat mengakibatkan penurunan berat badan, deplesi tinggi,
uniformity rendah, fecal dropping, amonia tinggi, terjadi penyakit yang
berhubungan dengan pernafasan seperti ngorok, coryza dll.
Upaya yang dilakukan oleh PT. Japfa Comfeed Tbk. Poultry Breeding
Division unit II ketika memasuki masa produksi untuk memaksimalkan
produksi telur yang dihasilkan dan menghindari adanya over body weigh
ataupun sebaliknya adalah dengan melakukan:
32

d. Monitoring BW (Body weight), berikut merupakan standar body weight


pada ayam jantan dan betina pada awal produksi-afkir.
Tabel 4.6 Standar BW jantan dan Betina pada awal produksi-afkir
Usia Jantan Betina
(minggu) (gram) (ggram)
24 2.830 3.700
25 2.970 3.830
26 3.105 3.920
27 3.230 3.990
28 3.320 4.055
29 3.395 4.080
30 3.435 4.110
31 3.470 4.140
32 3.495 4.170
33 3.520 4.200
34 3.540 4.230
35 3.560 4.260
36 3.580 4.290
37 3.600 4.320
38 3.620 4.350
39 3.640 4.380
40 3.660 4.410
41 3.680 4.440
42 3.700 4.470
43 3.720 4.500
44 3.740 4.530
45 3.760 4.560
46 3.780 4.590
47 3.800 4.620
48 3.820 4.650
49 3.840 4.680
50 3.860 4.710
51 3.880 4.740
52 3.900 4.770
53 3.920 4.800
54 3.940 4.830
55 3.960 4.860
56 3.980 4.890
57 4.000 4.920
58 4.020 4.950
59 4.040 4.980
60 4.060 5.010
61 4.080 5.040
62 4.100 5.070
63 4.120 5.100
33

64 4.140 5.130
65 4.160 5.160
Sumber : PT. Japfa Comfeed Tbk.
e. Fleshing(pengukuran ketebalan dada dengan jari)

Ekstra kecil <20% dari AVG BW

Kecil <10% dari AVG BW

Kecil-normal BW 10 % dari AVG


BW )
Normal BW + 10 % dari AVG BW

Besar > 10% darri AVG

f. Uniformity (keseragaman)
Penimbangan sampel BW (body weight) dilakukan setiap minggu sekali
untuk mengetahui tingkat uniformity atau disebut juga dengan tingkat
keseragaman BW. Penimbangan dilakukan dengan mengambil 20 sampai
30 ekor ayam di beberapa titik di dalam kandang. Jumlah BW total
kemudian dibagi dengan jumlah ayam. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengontorl BW supaya sesuai dengan standar. Jumlah sampel yang
diambil lebih kurang adalah 10% dari populasi. Uniformity dapat dihitung
dengan rumus:
Rata-rata BW = Total BW yang ditimbang
Banyak ayam
Rata-rata BW = ± 10%

Misal:
Rata-rata BW = 937.500 gram = 1.250 gram
750
10% x 1.250 gram = 125 gram
Rata-rata + 10% = 1.250 gram + 125 gram = 1.500 gram
Rata-rata – 10% = 1.250 gram – 125 gram = 1.000 gram
34

Jika dari penimbangan BW diperoleh 600 ekor ayam yang memiliki


BW di kisaran angka tersebut maka tingkat uniformity dapat diperoleh dari
perhitungan sebagai berikut.
Uniformity = 600 x 100% = 80%
750
Tingkat keseragaman harus diukur dan diupayakan pencapaian
seoptimal mungkin karena dengan mendapatkan keseragaman yang baik
dapat dipastikan ayam dapat berproduksi dengan baik. Keseragaman dapat
mencapai 80-85% populasi. Apabila belum mencapai 85% maka jumlah
pemberian pakan perlu ditambah lagi dan perlu dilakukan penimbangan
ulang, serta dikelompokkan pada pen tersendiri. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rahmadi (2009) yang menyatakan bahwa berat badan di luar
populasi dipisahkan dari kelompoknya untuk mendapatkan perlakuan
khusus berupa pakan dengan kandungan gizi yang lebih baik, hal ini
bertujuan untuk mengejar ketertinggalan berat badan.
Selain itu, dilakukan program toileting (pencabutan atau pemotongan
bulu didaerah kloaka pada ayam jantan) untuk memaksimalkan perkawinan
antara ayam jantan dan betina sehingga telur dapat dibuahi dengan baik (PT.
Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Poultry Breeding Division unit II).

Gambar 4.15 Kegiatan toileting pada ayam pejantan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.5 Pencegahan Penyakit


35

Pencegahan penyakit merupakan cara yang paling baik dibandingkan


pengobatan. Pencegahan penyakit merupakan bagian dari tata laksana
peternakan yang harus dilaksanakan oleh setiap perusahaan peternakan. Tata
laksana pencegahan penyakit yang dilaksanakan di PT. Japfa Comfeed
Indonesia Tbk Multibreeder Unit 2 yaitu dengan cara Early Warning System,
sanitasi dan biosecurity, dan program vaksinasi.
4.5.1 Program Biosecurity
Biosecurity merupakan suatu sistem dan penerapan manajemen
untuk mengurangi atau mencegah potensi transmisi perkembangan
organisme yang menimbulkan penyakit infeksius. Menurut Dirjen
Peternakan (2005) biosekuriti bertujuan untuk mencegah semua
kemungkinan penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran
penyakit. Biosekuriti terdiri dari dua elemen penting yaitu
biokontaimen dan bio-ekslusi. Biokontaimen adalah pencegahan
terhadap datangnya virus terinfeksi dan bio ekslusi adalah menjaga
supaya virus yang ada tidak keluar atau menyebar (WHO 2008).
1. Biosecurity Karyawan dan Pengunjung
Biosecurity di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder Unit
2 memiliki 2 daerah, yaitu daerah kotor dan daerah bersih. Daerah kotor
berada pada wilayah paling luar yaitu dari pos satpam pertama hingga
pos satpam kedua. Sedangkan daerah bersih dibagi menjadi 3 area yaitu
area luar, intermediet dan area dalam. Pembagian area bertujuan untuk
mengurangi kontaminasi silang dari masing-masing area, hal ini sesuai
dengan pernyataan Sudarisman (2004) bahwa di peternakan yang
memerlukan biosecurity sangat ketat terdapat pemisahan dan batas
yang jelas antara daerah sanitasi kotor dengan atau daerah sanitasi semi
bersih atau bersih, oleh karena itu akan selalu ada kontrol lalu lintas
baik barang, bahan ataupun manusia yang akan masuk ke dalamnya.
a. Daerah Kotor, yaitu daerah yang meliputi gerbang depan, pos
satpam pertama, tempat pencucian egg tray. Kendaraan yang akan
masuk ke area PT. Japfa Comfeed Tbk Multibreeder Unit 2 harus
melewati gerbang depan, roda kendaraan (mobil dan motor) harus
36

dipping terlebih dahulu. Air yang digunakan untuk dipping roda


kendaraan tersebut mengandung chlorine 1 tablet serta roda
kendaraan juga dispray menggunakan air yang mengandung
benzalkonium chloride (BKC) dengan dosis 4 cc liter. benzalkonium
chloride juga termasuk golongan cationic detergent yang bekerja
aktif pada permukaan sel dengan cara menghancurkan lemak pada
membran sel, struktur pada membran menjadi rusak dan
mengakibatkan terjadinya kematian kuman (Gamage, et al., 2003).

Gambar 4.16 Tempat Dipping Roda Kendaraan Area Kotor (Sumber:


Dokumentasi Pribadi)

b. Daerah Bersih
1. Area Luar
Area yang meliputi gerbang depan, pos satpam, mess
karyawan, kantin, zona parkir kendaraan, dan lapangan
olahraga. Pada area ini kendaraan (motor) yang akan masuk
harus melewati genangan air yang mengandung desinfektan
benzalkonium chloride (BKC) dengan dosis 4 cc liter.
Sedangkan untuk para pekerja dan pengunjung harus melewati
spray yang mengandung desinfektan benzalkonium chloride
(BKC) dengan dosis 2 cc liter. Biosecurity pada tingkat 1 ini
berfungsi untuk membunuh bakteri atau virus yang dibawa oleh
kendaraan atau pekerja dan pengunjung.
Kotak fumigasi barang di pintu gerbang utama,
menggunakan paraformaldehide 10gr/m3 yang dibakar dengan
37

menggunakan kompor listrik. Fumigasi adalah proses


pengeliminasian agen patogen dari luar yang dikhawatirkan
dapat mencemari zona farm.

Gambar 4.17 Kotak Fumigasi Barang (Sumber: Dokumentasi


Pribadi)

2. Area Intermediet
Zona yang meliputi ruang sanitasi I, kantor, gudang,
mushola, ruang genset, dan bengkel mesin. Pada area ini
kendaran (mobil) yang masuk harus disemprot terlebih dahulu
dan melewati genangan air yang mengandung desinfektan
benzalkonium chloride (BKC) dengan dosis 4 cc liter.
38

Gambar 4.18 Tempat Dipping Roda Mobil Area Intermediet


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Karyawan atau pengunjung yang masuk zona 2 harus


melewati ruang sanitasi I atau ruang spray untuk mandi terlebih
dahulu menggunakan air biasa, kemudian melewati ruangan
semprotan otomatis BKC 2 cc/liter, setelah itu mandi dan
keramas dan kemudian memakai pakaian khusus area
intermediet. Barang atau alat-alat dari luar yang mendukung
untuk kegiatan perkandangan harus di dipping untuk barang
yang bisa didipping dan fumigasi untuk barang yang tidak bisa
didipping menggunakan paraformaldehide 10gr/m3.

Gambar 4.19 Ruang spray 1 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


39

Gambar 4.20 Pakaian khusus karyawan dan tamu untuk zona II (Sumber:
Dokumentasi Pribadi)

3. Area Dalam
Area dalam adalah area terdapatnya kandang ayam, pada
area ini biosecurity sedikit lebih ketat bagi pekerja dan
pengunjung yang masuk area dalam. Pekerja dan pengunjung
yang masuk area dalam harus terlebih dahuli menyelam ke air
(dipping body) yang mengandung klorin 2-3 ppm dan mandi
serta keramas, kemudian berganti pakaian dan memakai sandal
khusus area dalam.

Gambar 4.21 Bak dipping karyawan (Sumber: Dokumentasi


Pribaadi).
40

Untuk kendaraan yang masuk area ini prosedur biosecurity


sama dengan prosedur biosecurity pada area intermediet yaitu
harus dipping roda dan di spray dengan desinfektan. Karyawan
yang keluar dari ruang sanitasi II harus menggunakan APD (Alat
Pelindung Diri) yaitu dengan mengenakan wear pack, sepatu
boot, dan masker. Hal ini telah sesuai dengan Fadilah dkk (2006)
bahwa program biosecurity dilakukan dengan beberapa tahap
dan di tempat yag berbeda, yaitu sanitasi di pintu gerbang dan di
sekitar serta di dalam kandang.

Gambar 4.22 Pakaian untuk memasuki zona IV yang berupa wear


pack, sepatu boot, dan masker (Sumber: Dokumentasi
Pribadi)

Biosecurity area kandang meliputi penyemprotan desinfektan sekitar


kandang dan pengendalian tikus, lalat dan burung liar dengan
penutupan area luar kandang dengan pagar tertutup serta penggunaan
racun tikus, pemasangan shocker dan lem lalat secara berkala yang
dipasang disekitar area kandang dan area intermediet. Pekerja dan
pengunjung yang masuk kandang diwajibkan dipping kaki dan tangan
yang mengandung klorin 2-3 ppm serta menggunakan sepatu boots
khusus untuk area dalam kandang yang telah disediakan pada masing-
masing kandang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fadilah dkk (2006)
bahwa program sanitasi dan biosecurity yang dilakukan disekitar dan
41

di dalam kandag yaitu dengan melakukan penyemprotan desinfektan di


dalam kandang dan di sekitar kandang secara rutin (2-3 hari sekali),
membatasi lalu lalang karyawan, mobil peralatan kandang, dan
perpindahan karyawan antar kandang.
Karyawan yang akan masuk ke dalam kandang harus melakukan
cuci tangan, mengganti boot, mencelupkan boot pada kolam tanpa
desinfektan kemudian mencelupkan boot ke bak kecil yang berisi
antiseptic BKC 4 cc/liter

Gambar 4.23 Biosekuriti masuk kandang. Keterangan: (A) Cuci tangan, (B)
Celup kaki, (C) ganti boot

2. Biosecurity Hewan Pengganggu


Beberapa hewan yang potensial sebagai hewan penganggu adalah
unggas/burung liar, tikus, dan insekta (Hadi, 2005). Pada penerapan
sistem hazard analysis critical control point (HACCP) di peternakan
ayam, salah satu titik kendali kritis (critical control point/CCP) adalah
adanya pemantauan harian terhadap burung liar dan rodensia di sekitar
area kandang ayam. Menurut Kuney (2000), pakan bisa menjadi
sumber datangnya bangsa rodensia, oleh karena itu, tikus dicegah agar
tidak menjangkau pakan.
Beberapa hama yang sering muncul di PT. Japfa Comfeed Unit 2
Purwosari adalah sebagai berikut:
a. Tikus
Kerugian yang ditimbulkan yaitu tikus selalu memakan pakan ayam
pejantan, menggigit ayam dan melubangi tirai atau bagian kandang.
Usaha yang dilakukan untuk memutus keberadaan tikus yaitu
dengan meberikan kawat kejut dengan aliran listrik atau (shocker).
42

Shocker menggunakan tegangan listrik daya rendah (20 Volt) yang


diletakkan mengitari seluruh kandang. Shocker selalu menyala
selama 24 jam penuh. Selain menggunakan shocker, tikus juga
diberantas dengan pemberian racun berupa Temix dan Klerat.
Temix merupakan racun yang berbentuk bubuk yang dapat
dilarutkan dengan air dan pakan. Sedangkan klerat merupakan racun
yang dikemas mirip biskuit berisi biji-bijian. Pemberian racun sudah
terjadwal di hari Selasa dan Jum’at.

A B

C D
D
Gambar 4.24 Jenis-jenis pembasmi tikus. Keterangan (A) = Racun tikus temix,
(B) = Klerat, (C) = Shoker, (D) = Bumbung

b. Lalat
Lalat yang berada di kandang dari spesies musca domestica, lalat
kandang dan fania sp. Pemberantasan lalat di kandang yaitu
menggunakan lem lalat dan racun berupa agita. Lem lalat diletakkan
dipintu-pintu kandang (Gambar 4.24). Sedangkan agita diletakkan
di dalam area depo pakan sementara. Agita merupakan racun lalat
yang mempunyai bau khas untuk menarik lalat untuk mendekat
(Gambar 4.25).
43

Gambar 4.24 Pemberantasan lalat menggunakan lem lalat (Sumber : Dokumentasi


Pribadi)

Gambar 4.25 Pemberantasan lalat menggunakan racun Agita (Sumber :


Dokumentasi Pribadi)

c. Darkling beetle
Darkling beetle atau frengky merupakan golongan insekta yang
menempati celah-celah kandang. Keberadaan frengky didalam kandang
diberantas pada saat istirahat kandang. Cara pemberantasan
menggunakan fogging dari senyawa kalium permanganat.

3. Biosecurity Egg Tray


Egg tray dari hatchery sentral yang akan dikirim ke farm sudah dicuci
dan dicelup dengan larutan desinfectan. Egg tray dan box egg tray
setelah sampai di farm dimasukkan ke dalam bak dipping yang berisi
larutan desinfectan. Hal ini bertujuan untuk mencegah agen-agen patogen
ataupun mikroba lainnya yang dapat mengkontaminasi area dalam
peternakan.
44

Gambar 4.26 Egg-tray dari hatchery (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 4.27 Dipping egg-tray dari hatchery (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.5.2 Early Warning System (EWS)


Early Warning System merupakan suatu program yang selalu
diterapkan di semua perusahaan peternakan ayam yang dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya outbreak penyakit, dan apabila terjadi
outbreak penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga penanganannya
lebih cepat dan tidak menyebar ke kandang yang lain. PT. Japfa
COmfeed Indonesia Tbk Multibreeder Unit 2 menerapkan program
Early Warning System (EWS) melalui 2 cara, diataranya yaitu:
a. Early Warning System (EWS) terhadap Sistem Kandang
EWS terhadap sistem perkandangan sudah diatur pada
control panel yang berada di setiap kandang. Alarm akan berbunyi
ketika ada suatu permasalahan yang terjadi di dalam kandang. Alarm
merupakan suatu alat atau mekanisme yang dirancang untuk
45

mengamankan atau memberikan peringatan dini baik kepada


petugas security, pemilik/pimpinan perusahan. Alarm tersebut
sebagai penanda apabila terjadi masalah pada alat-alat yang
digunakan di dalam kandag seperti kematian blower, lampu
kandang, tendon air yang kosong, dan colling pad.
b. Early Warning System (EWS) terhadap Kesehatan Ayam
EWS terhadap kesehatan ayam yang dilaksanakan di PT. Japfa
Comfeed Indonesia Tbk. Multibreeder Unit 2 yaitu sebagai berikut:
 Kontrol malam: dilakukan untuk memonitoring kondisi ayam dan
untuk mengetahui gejala awal penyakit yang terjadi pada ayam,
seperti terjadi ngorok karena ada malam hari suara ngorok ayam
lebih terdengar jelas. Apabila ditemukan ayam yang mengorok
maka akan dilakukan pemberian vitamin. Selanjutnya dilakukan
kontrol malam lagi untuk mengetahui apakah pemberian vitamin
sudah terdapat hasil atau tidak.
 Monitoring deplesi: Batas maksimal kematian yang dapat
ditoleransi yaitu 0,02% dalam satu minggu. Apabila terjadi
deplesi yang melebihi normal ( diatas 2 ekor ), maka supaya
dilakukan :
a. Post mortem, karena personil PH tidak mungkin berada
disemua farm, maka post mortem dilakukan oleh petugas
khusus atau supervisor yang ditunjuk maupun kepala unit
setempat.
b. Diwaspadai apabila ada gejala post mortem mirip dengan
gejala AI
c. Dilakukan quick test dengan rapid AI test, dengan cara
mengambil ayam mati & culling ( bisa sampai 5 - 10 ekor ),
lakukan swab cloaca dan trachea dengan menggunakan
cotton-bud, kemudian masukkan kedalam dua tabung, satu
tabung untuk swab cloaca dan satu tabung untuk swab
trachea, lakukan test sesuai petunjuk alat test. Koordinasi
dengan PH setempat. Apabila positif maka perlu dilakukan
46

konfirmasi test ( test ulangan ) dan secepatnya disampaikan


kepada pihak management.

4.5.3 Vaksin
Vaksinasi adalah tindakan memasukkan antigen berupa virus atau
agen penyakit yang telah dilemahkan ke dalam tubuh hewan sehat
dengan maksud untuk merangsang pembentukan kekebalan.
Kekebalan tersebut diharapkan dapat melindungi individu yang
bersangkutan terhadap infeksi penyakit di alam. Program vaksinasi
dilakukan dalam rangka mencegah terjangkitnya penyakit serta
bertujuan untuk menginduksi terbentuknya antibodi spesifik terhadap
antigen dari jenis vaksin tertentu. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-
80C. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam vaksinasi yaitu ayam
harus dalam kondisi sehat, kondisi vaksin harus baik, pemberian vaksin
dilakukan pada saat udara sejuk, perlakuan harus cepat, botol vaksin
atau spuit harus dimusnahkan dan transportasi serta penyimpanan
vaksin harus baik (Tamalludin, 2012).
Pelaksanaan vaksin di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk
Multibreeder Unit 2 sudah dilakukan dengan baik karena perusahaan
sudah merencanakan terlebih dahulu program vaksinasi yang akan
dilakukan. Program vaksinasi yag dilakuka mulai dari DOC hingga
ayam berumur 58 minggu. Program vaksinasi di PT. Japfa Comfeed
Indonesia Tbk Multibreeder Unit 2 dapat dilihat di lampiran 2 dan
aplikasi vaksinasi dapat di lihat di lampiran 3.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam vaksinasi ayam :
a) Lakukan semua proses persiapan vaksin di Feed-room, yaitu :
melarutkan vaksin, membagi vaksin, memasukkan ujung selang
infuse kedalam botol vaksin. Sebelum mempersiapkan/melarutkan
vaksin, tangan harus dicuci dengan sabun dan didesinfeksi dengan
alkohol.
b) Gantung vaksin ( vaksin killed ) setinggi diatas kepala vaksinator,
gunakan kabel single atau tempat botol yang sudah disiapkan.
47

Jangan menggunakan plastik untuk menggantung vaksin.


c) Pada saat aplikasi, vaksin digoyang setiap 5 menit dengan
menggunakan tanda alarm.
d) Pemakaian jarum :
▪ Jarum ukuran 22G x 1/2 dipergunakan untuk ayam usia 1-3
minggu,
▪ Jarum ukuran 20G x 1/2 untuk ayam usia 4 – 20 minggu,
▪ Jarum ukuran 19G x 1/2 untuk ayam usia diatas 20 minggu.
▪ Ganti jarum setiap 250 ekor, apabila sebelum selesai 250 ekor
sudah kotor karena bersentuhan dengan benda lain ( tangan )
maka dilakukan pembersihan dengan kapas dan alkohol ( khusus
untuk vaksin killed ). Tidak diperbolehkan memegang jarum
dengan tangan.
▪ Pasang jarum ke alat injektor dengan menggunakan pinset
cirurgis.
e) Kontrol spuit socorex dilakukan secara rutine apakah masih
berfungsi secara normal atau tidak, dengan cara sebagai berikut :
▪ Apabila sudah sering terjadi gelembung udara berarti sudah tidak
normal.
▪ Dengan cara menekan handle socorek, apakah larutan keluar
dengan lancar.
▪ Alat socorek yang sudah rusak supaya segera diganti.
f) Operator vaksin disediakan tempat duduk ( pada saat vaksinasi ayam
kecil ) supaya aplikasi lebih tepat dan akurat.
g) Sekatan ayam pada saat vaksinasi berisi +/- 500 ekor.
h) Lakukan pencocokan jumlah vaksin dibandingkan dengan jumlah
ayam, sbb :
▪ Selesai melakukan vaksin habis 1000 dosis, maka perlu
dicocokkan dengan jumlah ayam yang sudah divaksin.
▪ Setiap selesai melakukan vaksin dalam 1 kandang maka untuk
meyakinkan bahwa dosis yang telah diberikan tepat, maka semua
sisa vaksin dikumpulkan dan diukur apakah sisa vaksin tidak
48

terlalu berlebihan sehingga dosisnya kurang.

Gambar 4.28 Persiapan Vaksinasi (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Persiapan vaksinasi yang dilakukan di PT. Japfa Comfeed


Indonesia Tbk Multibreeder Unit 2 dapat dilihat di lampiran 4.
Sebelum melakukan vaksinasi, vaksin harus dilakukan thawing terlebih
dahulu. Proses thawing cukup dengan mendiamkan vaksin selama 5 –
6 jam sebelum vaksinasi untuk jenis vaksin virus pada temperature 350
C, kemudian vaksin dihomogenkan selama 5-10 menit. Setelah cair
vaksin dapat disimpan pada cool box bersuhu 4-100 C . Untuk vaksin
bakteri, thawing pada ruang terbuka harus dilakukan lebih dari 6 jam.
Hal itu dikarenakan suhu vaksin bakteri lebih lama turun karena ukuran
molekulnya yang lebih kecil. Thawing atau proses meningkatkan suhu
secara bertahap menjadi proses persiapan sebelum melakukan
vaksinasi bertujuan mengkondisikan suhu vaksin yang sebelumnya 2–
8C mendekati ke suhu tubuh ayam agar dapat diterima dan teraplikasi
pada tubuh ayam dengan baik. Thawing yang salah dapat
mengakibatkan terjadinya radang baik pada paha maupun dada. Selain
itu, efek lain yang bisa timbul adalah penyerapan vaksin dalam tubuh
yang kurang optimal serta dapat menurunkan feed intake (asupan
pakan).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
vaksinasi, diantaranya yaitu botol bekas vaksin tidak boleh tertinggal
dan harus dibakar atau dimasukkan disposal yang sebelumnya
49

direndam larutan desinfektan), dan melakukan sterilisasi alat-alat yang


digunakan. Proses sterilisasi peralatan vaksin dapat dilihat pada
lampiran 5.

Gambar 4.29 Proses Sterilisasi Alat Vaksinasi (Sumber: Dokumentasi


Pribadi)

4.5.4 Penanganan Ayam Sakit dan Mati


Pemeliharaan parent stock broiler bertujuan untuk menghasilkan
telur tetas yang nantinya akan ditetaskan menjadi final stock berupa
Day Old Chick (DOC). Selama pemeliharaan berlangsung, tentu akan
terjadi mortalitas atau kematian ayam. Kematian ayam yang terjadi di
PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder Unit 2 disebabkan oleh
beberapa factor, diantaranya yaitu karena infeksi bakteri, terjepit
kandang, kanibalisme antar ayam, dan permasalahan pada kaki ayam
(bumble food). Kebijakan ayam-ayam mati yang diterapkan di PT.
Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder Unit 2 sangat ketat, yaitu
dengan cara dibakar. Hal ini bertujuan agar penyebaran penyakit dari
ayam yang mati tidak sampai terjadi pada kandag yang lain. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Fadilah (2005) yang menyatakan
bahwa penanganan ayam mati yaitu dibakar, karena merupakan cara
yang paling disarankan sehingga penyebaran penyakit dapat dihindari.
Ayam mati yag terdapat di dalam pen dikeluarkan oleh anak
kandag dan selanjutnya diletakkan di area depan kandang. Hal ini
selalu dilakukan apabila terdapat ayam yang mati, hal ini bertujuan agar
ayam yang mati tersebut tidak menimbulkan bau busuk sehingga dapat
menimbulkan penyakit. Pengambila ayam mati dilakukan secara rutin
50

setiap hari pada pagi dan siang hari oleh petugas kesehatan. Jumlah
ayam mati da culling dicatat kemudian dikumpulkan pada tempat
khusus berupa keranjang untuk dibawa ke tempat pembakaran ayam.
Sebelum ayam dibakar, dilakukan nekropsi untuk mengetahui
penyebab kematian ayam. Nekropsi dilakukan hanya pada beberapa
sampel ayam dari masing-masing kandang.
Penanganan ayam sakit yang diterapkan di PT. Japfa Comfeed
Indonesia Tbk. Multibreeder Unit 2 hanya dilakukan dengan cara
mengeluarkan ayam sakit dari kandang. Pengeluaran ayam sakit
bertujuan agar ayam yang tidak produktif tersebut tidak menyebabkan
kerugian ekonomis pada perusahaan. Apabila ayam yang sakit masih
berada di dalam kandang maka ayam tersebut akan menulari ayam
yang lain, sehingga dapat menurunkan tingkat produksi. Pengeluaran
ayam sakit dilakukan apabila jumlah ayam-ayam yang sakit masih
dalam batas sewajarnya, tetapi jika jumlah ayam yang sakit lebih
0,12% dari jumlah populasi ayam di kandang maka harus dilakukan
pengobatan. Pengobatan yang diberikan berupa obat-obatan ataupun
vitamin melalui pakan maupun air minum.
Culling merupakan pengeluaran ayam-ayam yang tidak produktif
atau yang tidak diinginkan agar tidak memberikan dampak kerugian
pada perusahaan. Culling dilakukan dengan cara mengeluarkan ayam
yang sakit, bulu rontok, cacat, jengger dan pial yang tidak normal dan
tidak produktif serta kloaka kecil. Ayam yang sudah dimasukkan di
dalam kandang karantina tidak bisa berproduksi secara normal.
Menurut Tierzucht (2012) berpendapat bahwa tujuan culling adalah
untuk mengurangi kepadatan kandang sehingga ayam yang produktif
lebih nyaman hidup di kandang, mengurangi terjadinya penularan
penyakit, efisiensi dalam penggunaan ransum dan biaya pakan, dan
penambahan dari hasil penjualan ayam afkir.
51

Gambar 4.30 Penanganan Ayam Mati (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.5.4 Antemortem dan Postmortem


a. Antemortem
Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan
sebelum dilakukan pemotongan atau penyembelihan untuk
menentukan apakah hewan boleh disembelih atau tidak.
Pemeriksaan antemortem dilakukan dengan mengamati
(melihat/inspeksi) ayam yang ada dalam kandang secara kelompok
atau bilamana diperlukan dapat dilakukan secara acak dengan
mengamati secara individu. Pemeriksaan ante mortem bertujuan
untuk:
- Memilih hewan yang sehat dan pemeriksaan klinis secara terinci
hewan berpenyakit, diduga berpenyakit atau dianggap
mempunyai kelainan, serta melakukan isolasi.
Pemeriksaan antemortem pada ayam meliputi pemeriksan:
1. Keaktifan ayam
2. Kebersihan bulu
3. Kebersihan mulut, hidung, mata dan kloaka
4. Warna jengger/pial dan ceker
5. Pernapasan
6. Pergerakan kepala
- Mendapat informasi yang mungkin diperlukan untuk
pemeriksaan post mortem dan penegakan diagnose

b. Postmortem
52

Pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan kesehatan ayam


yang dilakukan setelah hewan mati untuk mendukung penegakan
diagnosa. Alasan dilakukannya postmortem adalah untuk
menemukan penyebab kematian pada ayam, dan untuk menegakkan
diagnosa antemortem. Ayam yang telah mati dimasukkan ke dalam
karung, selanjutnya dibawa ke area post mortem. Bedah bangkai
(nekropsi) dilakukan setiap ada ayam yang mati maupun pada ayam
yag hidup, hal ini bertujuan untuk mengetahui jenis penyakit yang
menyerang ayam yang tidak dapat diketahui dari gejala klinis yag
tampak dari luar saja. Berikut adalah prosedur nekropsi yang
diterapkan di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder Unit
2:
 Jika unggas masih dalam keadaan hidup diperiksa terlebih
dahulu tubuh bagian luar dan diamati gejala klinik tertentu.
Diperiksa secara teliti adanya parasit eksternal pada bulu dan
kulit. Diamati warna pial dan cuping telinga. Diperhatikan pula
terhadap kemungkinan adanya diare, leleran dari paruh, nares
dan mata serta kemungkinan adanya kebengkakan dan
perubahan warna daerah fasial.
 Unggas yang masih dalam kondisi hidup, unggas tersebut dapat
dieuthanasia dengan cara menyuntikkan alkohol ke dalam
foramen magnum
 Bangkai dicelupkan ke dalam air yang telah dicampur dengan
BKC 4 cc/L air untuk menghindari bulu agar tidak beterbangan
karena hal tersebut dapat menyebabkan adanya pencemaran.
 Ayam diposisikan dorsal recumbency
 Periksa rongga hidung terhadap adanya lendir. Potong paruh
bagian dorsal sehingga terlihat bagian sinusnya. Insisi mulai dari
sinus kearah trachea dan esophagus. Buka trachea dan
esophagus kemudian amati bagian dalamnya
 Kulit bagian medial paha diinsisi kemudian paha ditarik ke
bagian lateral sampai persendian coxo femoralis terlepas
53

 Periksa muskulus dan persendian pada daerah tersebut terhadap


adanya peradangan
 Buat irisan melintang pada kulit daerah abdomen, lalu kulit
ditarik ke bagian anterior dan periksa muskulus pectoralis
 Irisan di daerah ujung sternum (prosesus xiphoideus) diteruskan
kearah lateral menggunakan gunting tajam tumpul dengan
bagian tumpul berada didalam supaya tidak merusak organ, buka
rongga abdomen dan thoraks sehingga nampak organ viscera
 Periksa kantung udara di daerah abdominalis dan thoraks.
Periksa juga letak berbagai organ di dalam cavum thoraks dan
abdominal sesuai posisinya tanpa menyentuh organ tersebut.

4.6 Pengambilan Sampel Darah, Feses dan Pemeriksaan Lemak.


4.6.1 Pengambilan sampel darah
Pengambilan darah (venesectio) merupakan salah satu hal yang
terpenting dari kegiatan peternakan, khususnya unggas. Tujuan
pengambilan sampel darah unggas dapat digunakan untuk
mengidentifikasi suatu penyakit yang menyerang atau diderita ternak
tersebut, serta untuk melihat titer antibodi dari ayam tersebut setelah
dilakukan vaksinasi. Pengambilan sampel darah menggunakan spuit
kecil ukuran 3 ml dengan ukuran jarum 23 x 1,5 G dengan cara
mengambil darah di vena brachialis pada segitiga propatagia sayap.
Kirim ke laboratorium secepat mungkin, dengan diberi ice pack’farm.
Apabila tidak bisa langsung dikirim ke laboratorium, maka bisa
disimpan di refrigerator Pemeriksaan laboratorium menggunakan
serum darah kemudian dilakukan pengukuran titer HA dan HI. Jadwal
pengambilan sampel darah dapat dilihat pada lampiran 6.
54

Gambar 4.31 Pengambilan Sampel Darah (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.7.2 Pengambilan Sampel Feses


Penyakit endoparasit sering menyerang pada ternak khususnya
ayam, apabila kasus ini dibiarkan maka kesehatan dari ayam akan
buruk sehingga produktifitas ayam akan menurun. Untuk mengetahui
deteksi adanya endoparasit di dalam tubuh ayam, maka perlu adanya
pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan sampel feses. Jadwal
pengambilan feses yang dilakukan di PT. Japfa Comfeed Indonesia
Tbk. Multibreeder Unit 2 dapat dilihat pada lampiran 6.
Prosedur pengambilan sampel feses yang dilakukan di PT. Japfa
Comfeed Indonesia Tbk. Multibreeder Unit 2 adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan sampel dilakukan secara random yaitu dengan cara
mengambil feses pada masing-masing pen.
2. Siapkan plastik baru untuk tempat feses
3. Jumlah sampel minimal empat sampel per kandang diambil dari pen
yang berbeda. Satu diantara empat sampel diambil dari pen jantan
untuk monitoring oocyst.
4. Berikan keterangan jelas kode kandang pada plastik
pembungkusnya.
5. Pada surat jalan cantumkan farm, kandang, usia, tanggal dan usia
terakhir pemberian obat cacing serta jenis obat cacingnya.
55

Gambar 4.32 Pengambilan Sampel Feses (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.7.3 Pemeriksaan Lemak


Penimbangan lemak bertujuan untuk melihat FCR, produksi
dari ayam dan melihat apakah pakannya sesuai atau tidak. Penimbangan
lemak abdomen yang dilakukan di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk.
Multibreeder Unit 2 haya sekali selama masa hidup ayam, yaitu pada saat
ayam umur 35-50 minggu. Penimbangan lemak abdomen dilakukan
dengan membedah ayam terlebih dahulu. Sampel ayam diambil secara
acak, hanya 2 atau 3 ayam yang digunakan.
Prosedur penimbangan lemak pada ayam yaitu dengan
mengambil lemak pada bagian abdomen selanjutnya ditimbang.
Persentase lemak abdomen diperoleh dengan membandingkan berat
lemak abdomen dengan berat badan dikalikan 100. Idealnya berat lemak
normal antara 2 - 2,5 % dari berat badan ayam. Apabila lemak abdomen
lebih dari 3 % maka perlu diturunkan pakannya 1-2 gram. Jumlah sampel
untuk pemeriksaan lemak diambil 2 ekor setiap kandang. Penimbunan
lemak abdomen pada ayam broiler dapat menyebabkan penurunan berat
karkas yang dapat dikonsumsi.

Gambar 4.33 Penimbangan lemak (Sumber: Dokumentasi Pribadi


56

4.7 Kasus (Leg Problem)


Kasus yang sering muncul di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk.
Multibreeder Unit 2 adalah Leg problem. Leg problem disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya yaitu manajemen litter yang jelek yag disebabka
karena tumpahnya air minum, sehingga dapat mempengaruhi kelembaban dari
litter sendiri. Hal tersebut dapat menyebabkan permasalahan pada kaki ayam,
sehingga kaki selalu basah dan memudahkan agen infeksius seperti bakteri
berkembang di dalamnya. Ketika infeksi tersebut berada pada stadium
sistemik/septikemia (yang bersifat akut maupun kronis), maka mikroba akan
menyebar ke organ lain melalui aliran darah. Setelah itu akan timbul
pembengkakan dan gejala kelumpuhan. Pada kondisi ini biasanya ayam
terlihat lesu, nafsu makan menurun, dan terlihat pincang jika berjalan. Apabila
kondisi semakin parah, maka akan terjadi depresi, anemia, kepucatan pada
muka dan jengger, kekurusan, dan terjadi kematian.

Gambar 4.34 Pembengkakan pada Sendi Lutut dan Jari Kaki (Legarreta, 2010)

Gejala klinis yang paling terlihat adalah ada pembengkakan pada


persendian lutut (hock joints) dan jari kaki (toe joints). Jika pada bagian yang
bengkak tersebut dibuka, maka ada eksudat/cairan kental, berwarna putih, abu-
abu sampai kekuningan. Biasanya volume eksudat lebih banyak ditemui pada
telapak dan jari kaki. Selain ditemukan pada persendian kaki, eksudat fibrinous
(jaringan terkikis) dan atau caseous (nanah agak padat) juga bisa ditemukan
pada persendian sayap, kantung udara, selaput hati dan jantung, dan jaringan
subkutan (di bawah kulit) kantung perut dekat bursa. Kadang-kadang
57

ditemukan pula pembengkakan pada hati dan limpa disertai bintik-bintik


berwarna hijau atau merah, atau pembengkakan ginjal berwarna pucat.

Gambar 4.35 Insisi jari kaki pada kasus leg problem (Legarreta, 2010)

Kasus leg problem dapat di kontrol melalui manajemen pemeliharaan


dan pemberian pengobatan untuk meminimalkan kerugian yang terjadi.
1. Kontrol melalui manajemen antara lain vaksin dan peralatan vaksin
yang dipergunakan harus steril, tidak diperbolehkan ada benda tajam di
dalam kandang yang dapat menyebabkan luka pada ayam, kondisi litter
tidak boleh terlalu tipis dan basah, serta kontrol coccidiosis dan status
enteritis, lakukan observasi pada semua ayam mati dan culling pada
periode grower.
2. Kontrol melalui medikasi antara lain :
- Leg problem sebagian besar disebabkan Staphylococcus sp. Problem
ini bisa diminimalkan dengan medikasi melalui air minum
- Treatment dilakukan dengan pemberian antibiotik yang masih
sensitif melalui air minum selama 5-7 hari. Apabila masih belum
tuntas maka bisa segera dilakukan pengulangan treatment dengan
pola pengobatan sebagai berikut : 5-7 hari on, 5-7 hari off, 5-7 hari
on
- Antibiotik yang bisa digunakan vetrimoxin, amoxycilline, suramox,
bio amoxy
- Pemberian pakan med day untuk kasus pincang pada ayam
58

Leg problem disebabkan oleh beberapa faktor predisposisi terkait


dengan manajemen pemeliharaan dan agen infeksius yang disebabkan oleh
bakteri mycoplasma synovia dan staphylococcus aureus. Perbedaannya
adalah pada kasus leg problem yang disebabkan oleh s. aureus akan
terdapat luka pada kaki yang mengalami pembengkakan, sedangkan pada
kasus leg problem akibat m. synovia tidak terdapat luka pada kaki yang
mengalami pembengkakan. Namun keduanya sama-sama menyebabkan
peradangan pada kaki, apabila disayat akan ditemukan eksudat kental
berwarna putih sampai kekuningan.
Leg problem umumnya disebabkan oleh beberapa penyakit seperti
synovitis dan bumble foot. Synovitis adalah jenis leg problem yang
disebabkan oleh m.synovia yang akan menyebabkan pembengkakan pada
sendi kaki atau hock joint dan pembengkakan pada cakar atau toe joint.
Bumble foot adalah salah satu leg problem yang disebabkan oleh s.aureus,
terjadi karena adanya luka di telapak kaki sehingga bakteri s.aureus masuk
dan menginfeksi kaki dan terjadi pembengkakan serta radang pada telapak
kaki (Kleven and Noel, 2008).
Berikut ini hasil pemeriksaan post mortem pada ayam penderita leg
problem. Untuk penegakan diagnosa perlu bantuan laboratorium dengan
pengiriman sampel organ ke laboratorium berupa organ kaki yang
terinfeksi.

Gambar 4.36 Antemortem kaki ayam penderita bumble foot (Sumber:


Dokumentasi Pribadi)
59

Gambar 4.37 Postmortem bumble foot berisi eksudat (Sumber: Dokumentasi


Pribadi)

Kerugian akibat leg problem :


1. Berat badan ayam akan menurun drastis pada saat satu sampai 2
minggu (terhitung dari terjangkit nya infeksi)
2. Ayam akan kehilangan selera makan
3. Kaki ayam tidak bisa berfungsi dengan baik (pincang) sehingga
ayam akan kesulitan untuk kawin

4.8 Penanganan dan Distribusi Produk


Pengambilan telur di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder
Unit 2 dilakukan secara manual oleh anak kandang. Pada saat parent stock
broiler memasuki periode awal produksi yakni Hen Day Production (HDP)
kurang dari 20%, pengambilan telur dilakukan sebanyak satu kali sehari. Pada
saat produksi telur lebih dari 20% frekuensi pengambilan telur yang dilakukan
yaitu dua kali sehari. Kemudian frekuensi telur akan meningkat hingga lima
kali setiap hari dengan peningkatan produksi telur. Pengambilan telur pertama
dilakukan pada pukul 07.00, pengambilan telur kedua pada pukul 08.30,
pengambilan telur ketiga pukul 10.30, pengambilan telur keempat pukul 13.00
dan pengambilan telur kelima pada pukul 14.30.
Koleksi telur di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder Unit 2
dilakukan lima kali sehari untuk meminimalkan kemungkinan telur mengalami
kerusakan, seperti retak, pecah atau hancurakibat terinjak ayam maupun untuk
menghindari telur kotor. Selain itu juga agar tidak terjadi penumpukan pada
60

nest box yang menyebabkan telur rusak dan terkontaminasi bakteri, sehingga
dapat menurunkan daya tetas telur dan kualitas DOC yang dihasilkan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sudaryani dan Santoso (2004) yang menyatakan
bahwa pengambilan telur sekurang-kurangnya dilakukan sebanyak 4 kali
dalam sehari, hal ini mengurangi kemungkinan telur pecah.
Setelah telur dikoleksi, kemudian dilakukan grading oleh petugas
kandang berdasarkan ukuran dan bentuk telur. Sebelum melakukan grading
petugas kandang harus mencuci tangan dan spray tangan dengan alkohol 70%,
hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi bakteri pada telur. Grading
dilakukan ditempat kerja petugas kandang yang terletak didekat kandang.
Grading telur bertujuan untuk menyeleksi telur yang masuk kedalam kategori
telur tetas untuk menghasilkan telur dengan daya tetas tinggi dan DOC
berkualitas.
Grading telur dilakukan dengan menyeleksi telur-telur normal yag
beratnya sesuai dengan berat telur tetas yang telah ditentukan dan telur
abnormal yang tidak sesuai dengan berat telur tetas. Selain berdasarkan berat
telur, kriteria lain yang digunakan untuk menyeleksi telur tetas yaitu bentuk
telur. Grading dilakukan dengan pengamatan langsung dan dikategorikan
menjadi beberapa kriteria yaitu telur kecil, jumbo, retak atau pecah, kotor,
kerabang terlalu tipis dan abnormal. Grading telur berdasarkan usia induk
dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7. Grading Telur Tetas Berdasarkan Usia Induk
Umur Grade Berat (gram)
25-29 minggu Silver <47
30-34 minggu Gold >47-56
35 minggu keatas Silver >56
Sumber : PT Japfa Comfeed Tbk.

Telur yang bentuknya terlalu lonjong maupun terlalu bulat tidak


termasuk dalam kriteria telur tetas. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadi (2005)
yang menyatakan bahwa bentuk telur yang baik berbentuk normal (bulat/oval)
tidak terlalu lonjong dan bulat. Besar telur tetas sebaiknya seragam, telur yang
terlalu besar menyebabkan kantung udara relatif terlalu kecil untuk embrio.
61

Kebersihan telur tetas juga harus dijaga agar bersih, tidak kotor dan tidak
terkontaminasi.
Telur yang telah selesai dilakukan grading selanjutnya diletakkan
dalam egg tray yang berbeda antara telur normal dan tidak normal. Egg tray
telur konsumsi dari depo Farm dan Egg tray telur tetas dari cooling-room farm
atau dari hatchery (untuk farm yang ada hatcherynya) sebelum dikirim ke
kandang sudah dicuci dan didipping dengan larutan desinfectan dari tempat
asalnya. Telur kemudian diberi kode kandang dan tanggal koleksi agar mudah
dalam memonitoring jumlah produksi. Telur yang masuk kategori telur tetas
di fumiigasi dengan dosis tunggal 7g KMnO4 + 14 cc formalin per m3 selama
15 menit. Fumigasi dilakukan dengan tujuan agar telur tidak membawa bibit
penyakit yang dapat mempengaruhi daya tetas telur dan kualitas DOC.
Prosedur transportasi dan sanitasi telur tetas dan telur konsumsi,
sebagai berikut :
a. Pengiriman telur dari kandang
Koleksi telur di kandang menggunakan egg tray khusus kandang yaitu
egg tray berwarna putih, Egg tray tersebut tidak boleh dipakai untuk
mengirim telur keluar kandang. Setelah selesai koleksi telur, kemudian
dilakukan grading telur dan untuk telur tetas menggunakan egg tray
hatchery sedangkan telur abnormal (konsumsi) menggunakan egg tray
kertas. Telur hasil grading difumigasi selama 20 menit menggunakan
kombinasi forcent dan formaldehid dengan perbandingan 1:2 (Gambar
4.36). Telur tetas dikirim ke cooling room farm untuk selanjutnya dikirim
ke hatchery (Gambar 4.38), sedangkan telur konsumsi dikirim ke depo
farm.
62

Gambar 4.36 Fumigasi telur (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 4.38 Pengiriman telur dari kandang (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

b. Penyimpanan Telur di cooling room


HE yang telah difumigasi dimasukkan ke cooling room dan diletakkan
pada egg tray. Tata cara penyimpanan adalah dengan meletakkan masing-
masing tumpukan telur dengan jarak 10 cm antar tumpukan egg tray, suhu
cooling room adalah 180C pada tiga hari pertama selebihnya 160C.
Temperatur di dalam ruangan depo juga harus diatur untuk
mempertahankan kualitas telur agar tetap baik. Temperature lingkungan
yang tinggi menyebabkan terjadinya penurunan kualitas telur serta
menyebabkan menurunnya aktivitas hormonal dalam merangsang alat-alat
reproduksi dan berakibat pada menurunnya kualitas putih telur ataupun
kualitas dari kuning telur (North, 2000). Pendingin setter menggunakan
Air Conditioner (AC) dinding ruangan dilapisi dengan kertas alumunium
63

untuk menjaga kestabilan suhu ruangan dan ditambah bak air untuk
menjaga kelembaban ruangan.

Gambar 4.38 Penyimpanan telur di cooling room depo (Sumber: Dokumentasi


Pribadi)

c. Pengiriman telur ke hatchery


Telur dari egg room dibawa ke area luar menggunakan mobil
intermediate, selanjutnya dimasukkan ke mobil khusus HE ( bukan mobil
chick-van ) untuk dibawa ke hatchery. Mobil HE pada waktu datang ke
hatchery dan kembali ke farm harus dispray ulang dengan larutan
disinfectan. Mobil HE sebelum kembali ke farm sudah dicuci pada bagian
dalam dan luarnya, pada sore hari difumigasi pada bagian bak dan
kabinnya.
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengangkutan telur
menggunakan mobil box, diantaranya yaitu menyangkut jenis kendaraan
yang digunakan, kecepatan kendaraan serta jarak yang ditempuh. Hal
tersebut berpengaruh terhadap kualitas telur selama pengiriman.
Keretakan telur bisa dipengaruhi oleh suhu yang tinggi dalam box mobil,
dimana suhu tersebut berkisar 29oC. Hal ini didukung oleh pendapat dari
Rice (2000) dalam Anonim (2003) yang menyatakan bahwa keadaan
ruangan dalam kendaraan yang akan digunakan untuk pengangkutan
diusahakan tidak terjadi akumulasi panas yang menyebabkan temperatur
64

ruangan meningkat. Hal ini akan mempengaruhi kesegaran serta kualitas


telur

Gambar 4.39 Pengiriman telur dari kandang ke Hatchery (Sumber: Dokumentasi


Pribadi)

d. Pengiriman telur konsumsi ke depo unit


Egg tray yang digunakan untuk telur konsumsi adalah egg tray yang
terbuat dari baha kertas. Telur-telur yang akan dikirim ke depo unit harus
difumigasi terlebih dahulu. Mobil dari kandang yang membawa telur
konsumsi hanya mengirim langsung ke depo unit pada sore hari
65

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan selama kegiatan koasistensi di PT. Japfa


Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder Unit 02 dapat di simpulkan bahwa:

 PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Multibreeder Unit 02 dipimpin oleh


manajer farm dan dibantu supervisor serta staf-staf yang masing-masing
bidang mempunyai tugas pokok dan fungsi.
 Unit farm pemeliharaan parent stock PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk
Multibreeder Unit 2 telah melakukan manajemen pemeliharaan dengan
baik, sehingga produksi telur yang dihasilkan memiliki persentasi HE
yang cukup tinggi.
 Penanganan dalam proses penetasan juga menajdi faktor keberhasilan
angka tetas dari telur fertil yang telah diproduksi, antara lain pada bagian
holding room/penyimpanan, transportasi dan sanitasi telur
 Peran dokter hewan sebagai poutry health di suatu perusahaan industri
perunggasan sangatlah penting, yaitu mengawasi semua kegiatan program
kesehatan, pengobatan, pemberian vaksin, pemberian vitamin, kepada
ayam mulai dari DOC yang masuk sampai dengan proses afkir ayam
setelah habis masa produksinya.

5.2 Saran
 Pengontrolan tempat air minum (bell drinker dan nipple drinker) supaya
lebih diperhatikan, karena apabila bell drinker tumpah atau nipple drinker
menetes secara terus menerus, maka akan mengakibatkan slat menjadi
basah. Hal ini akan menyebabkan faktor predisposisi dari leg problem.
 Pembasmian hama seperti tikus, lalat, dan frengky juga harus lebih
ditingkatkan, karena masih terlihat adanya tikus dalam beberapa kandang
yang dapat membawa agen penyakit ke dalam kandang.
66

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Proses Transportasi Telur dari Produsen ke Konsumen.


http://www.poultryindonesia.com. [Diakses pada tanggal 16 Maret
2016].
Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Bagaimana Terhindar dari Flu Burung
(Avian Influenza). Jakarta.
Fadilah, R., A. Polana., S. Alam dan E. Parwanto. 2006 Sukses Beternak Ayam
Broiler. Agro Media: Bogor
Gamage, B., Martin, P., Gwen, S., Lorraine, M., Joe, F., and Judy, I.R. 2003. A
Guide to Selection and Use of Disinfectant. BC Centre for Disease
Control. Canada.
Hadi, U.K. 2005. Pelaksanaan Biosekuritas pada Peternakan Ayam. Bagian
Parasitologi dan Entomologi Kesehatan. Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran
Hewan IPB. Bogor
Kuney, D.R. 2000. Guidelines for risk reduction of microbial introduction
intopoultry flocks and products. Poultry fact sheet 11a.
http://animalscience.ucdavis.edu/extension/avian [Diakses pada 12 Maret
2016]
Legarreta, I.G. 2010. Handbook of Poultry Science and Technology. Wiley
Publishing. New Jersey.
Lewis P., Morris T. 2006. Poultry Lighting: The Theory and Practice. Northcot,
Hampshire UK
Marriott NG. 2000. Principles of Food Sanitation. 4th Ed. Gaithersburg,
Maryland: Aspen.
Murni, M..,C. 2009. Mengelola Kandang dan Peralatan ayam Pedaging.
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian.
North, O. M. 2000. Commercial Chicken Production Manual. VI Publishing.
Company, Inc. Amerika
Prayitno, D. Sunarti., and H.M. Omed. 2000. The Effect of Colour Lighting on the
Behaviour and Production of Meat Chickens. Poultry Science.
Rahmadi, F.I. 2009. Manajemen Pemeliharaan ayam Petelur di Peternakan Dony
Farm Kabupaten Magelang. Program Diploma III agribisnis
Peternakan. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Sudarisman. 2004. Biosekuritas dan Program Vaksinasi. ASA Poultry Refresher
Course
Tamalludin, F. 2012. Ayam Broiler 22 Hari Panen Lebih Untung. Penebar Swadaya.
Tasikmalaya
67

Tierzucht, Lohmann. 2012. Management Guide Parent Stock-Lohman LSL.


Lohmann Tierzucht GmbH
WHO. 2008. Taking Action To Enhance Biosecurity All Along The Food Chain.
http://www.searo.who.int/en/Section10/Section1027/Section2095/section2
46 [Diakses pada tanggal 15 Maret 2016]
68

LAMPIRAN
69

Lampiran 1. Presentase produksi dari awal produksi-afkir di PT. Japfa Comfeed


Indonesia Tbk. Multibreeder Unit 2

Usia (%)
24 <5
25 5,6
26 22,1
27 52,7
28 74,4
29 83,6
30 87,4
31 88,3
32 87,7
33 86,5
34 85,4
35 84,3
36 83,3
37 82,2
38 81,0
39 80,0
40 79,0
41 77,9
42 76,8
43 75,7
44 74,7
45 73,6
46 72,6
47 71,4
48 70,4
49 69,2
50 68,2
70

51 67,0
52 66,0
53 64,9
54 63,9
55 62,7
56 61,6
57 60,6
58 59,5
59 58,4
60 57,3
61 56,2
62 55,2
63 54,0
64 53,0
65 52,0
Sumber : PT. Japfa Comfeed Tbk.
71

Lampiran 2. Program Vaksin yang diterapkan di PT. Japfa Comfeed Indonesia


Tbk Multibreeder Unit 2
Umur Program Vaksin Jenis Aplikasi
Vaksin
1 hari IB Ma5 Live Spray at HTC
Marek’s (Rispen+HVT)+ Live SC at HTC
Bursaplex
CocciVac D Live Spray at HTC
7 hari Reo (S1133) Live SC (0.2 cc)
ND Clone 30 Live IO (right eye)
14 hari AI Killed SC (0.3cc)
21 hari ND Lasota + IB Mass Live IO (left eye)
ND + IB Variant Killed IM 0.5 cc (right breast)
35 hari Fowl Pox Live WW (left wing)
TS 11 Live IO (right eye)
AI Killed IM (left breast)
6 minggu ND Clon 30 + IB Ma5 Live IO (left eye)
ND Killed Killed IM (left breast)
Reo Killed Killed IM (right breast)
8 minggu Coryza L Killed IM (left breast)
10 Pox + AE Live WW (right wing)
minggu
CAV Live WW (right wing)
ILT Live IO (right eye)
12 ND Lasota + IB Mass Live IO (left eye)
minggu
AI Killed IM (left breast)
ND + IB Variant Killed IM (right breast)
16 ND Clon 30 + IB Ma5 Live IO (right eye)
minggu
ND + EDS Killed IM (right breast)
Coryza LE Killed IM (left breast)
18 Fowl Pox Live WW (left Wing)
minggu
20 Fowl Pox Live WW (left Wing)
minggu
AI Killed IM (left breast)
REO Killed Killed IM (right breast)
22 ND Lasota + IB Mass Live IO (left eye)
minggu
ND + IB Plus Killed IM (left breast)
IBD Killed IM (right breast)
26 ND + IB Variant Killed IM (right breast)
minggu
AI Killed IM (left breast)
72

38 ND + IB Variant Killed IM (right breast)


minggu
AI Killed IM (left breast)
42 REO Killed Killed IM (right breast)
minggu
48 ND Killed IM (right breast)
minggu
AI Killed IM (left breast)
58 ND Killed IM (right breast)
minggu
AI Killed IM (left breast)
73

Lampiran 3. Aplikasi vaksin yang diterapkan di PT. Japfa Comfeed Indonesia


Tbk Multibreeder Unit 2

1. Vaksinasi injeksi dengan aplikasi sub-cutan :


▪ Tangan kiri vaksinator harus melakukan fiksasi dengan cara memegang
kulit leher untuk mencari tempat aplikasi.
▪ Jarum diarahkan pada jaringan dibawah kulit yang longgar, yaitu pada
pangkal leher, jangan terlalu keatas ( mendekati kepala ).
▪ Jangan menekan handle injektor dengan hentakan yang keras.
▪ Jangan menjatuhkan ayam sebelum jarum suntik benar-benar lepas dari
kulit, karena bisa menimbulkan luka.
▪ Leher yang basah supaya diulangi.
2. Vaksinasi injeksi dengan aplikasi intra-muscular :
▪ Pada ayam usia 3 minggu keatas sudah ada yang membantu memegang
ayam.
▪ Tangan kiri vaksinator harus melakukan fiksasi dengan cara memegang otot
dada yang akan disuntik.
▪ Jarum diarahkan pada otot dada bagian atas ( daerah segi tiga ), dengan arah
jarum miring tidak tegak lurus dengan otot dada.
▪ Jangan menekan handle injektor dengan hentakan terlalu keras, karena akan
menimbulkan rasa sakit dan iritasi yang mengakibatkan stress mekanik.
3. Vaksin tetes mata (vaksin ND live, ND+IB live, AE+Pox) :
 Tera terlebih dahulu dropper untuk tetes mata sebelum dipakai, yaitu dengan
cara meneteskan diluent kedalam spuit 1 cc, apabila menggunakan diluent
tetes 30 cc maka dalam 10 tetes menunjukkan volume 0,3 cc.
 Cara melarutkan vaksin live dengan diluent yang akan dipakai untuk tetes
mata :
- Ambil diluent vaksin secukupnya ( +/- 2 cc ) dengan menggunakan spuit
plastik 5 cc yang steril, masukkan jarum melalui tutup karet pada botol
vaksin, kemudian tekan supaya diluent masuk ke dalam botol vaksin,
dan digoyang-goyang sampai vaksin larut.
- Kemudian buka tutup botol vaksin yang sudah dilarutkan dengan
74

diluent & pasang konector untuk pembilasan pada botol vaksin.


- Lakukan pembilasan pada botol vaksin dengan cara menggoyang botol
vaksin yang sudah dihubungkan dengan botol diluent. Larutan vaksin
dibagi menjadi 3 – 4 bagian, supaya larutan vaksin cepat terpakai.
 Cara memegang ayam :
- Pada ayam usia 3 minggu keatas sudah ada yang membantu memegang
ayam.
- Tangan kanan memegang kaki, tangan kiri memegang badan ayam (
untuk ayam kecil / usia 5 minggu kebawah ) atau memegang sayap (
untuk ayam besar ), posisi ayam dimiringkan, sehingga posisi mata
betul-betul dalam posisi datar, supaya vaksin tidak tumpah. Vaksin yang
sudah dilarutkan harus sudah habis dalam waktu 30 menit.
4. Vaksin Oral ( IBD live ) :
 Larutan vaksin tidak menggunakan skim milk.
 Dileunt vaksin IBD ( cekok ) sebaiknya menggunakan infus Glukose 5%
atau aquades streril. Satu botol infus atau aquades steril 500 cc bisa dipakai
untuk 1000 dosis vaksin.
 Cara melarutkan vaksin :
- Ambil diluent vaksin secukupnya ( +/- 2 cc ) dengan menggunakan spuit
plastik 5 cc yang steril, masukkan jarum melalui tutup karet pada botol
vaksin, kemudian tekan supaya diluent masuk ke dalam botol vaksin,
dan digoyang-goyang sampai vaksin larut.
- Kemudian buka tutup botol vaksin yang sudah dilarutkan dengan
diluent.
- Bilas botol vaksin dengan diluent, sampai vaksinnya habis.
- Lakukan penggoyangan botol supaya larutan menjadi sempurna. Jangan
melakukan pengocokan terlalu keras karena akan merusak vaksin.
- Ujung spuit socorek diberi pentil 2-3 cm , supaya vaksin bisa langsung
dimasukkan kedalam tenggorokan.
- Berikan 0,5 cc larutan vaksin tersebut untuk setiap dosisnya.
- Vaksin yang sudah dilarutkan harus sudah habis dalam waktu 30 menit.
 Cara memegang ayam :
75

- Pada ayam usia 2 minggu keatas sudah ada yang membantu memegang
ayam.
- Tangan memegang badan ayam, posisi ayam tegak menghadap kearah
tangan kanan vaksinator.
- Telunjuk jari kanan vaksinator berfungsi untuk membuka mulut,
sedangkan ibu jari dan telunjuk jari tangan kiri menahan mulut supaya
tetap membuka.
- Masukkan ujung injektor yang sudah dipasang pentil kedalam rongga
mulut, posisi ujung pentil pada kerongkongan, tidak hanya dicekokkan
dimulut.
5. Vaksin wing-web ( Fowl Pox ) :
 Cara melarutkan vaksin sebagai berikut :
- Ambil diluent vaksin secukupnya ( +/- 2 cc ) dengan menggunakan spuit
plastik 5 cc yang steril, masukkan jarum melalui tutup karet pada botol
vaksin, kemudian tekan supaya diluent masuk ke dalam botol vaksin,
dan digoyang-goyang sampai vaksin larut.
- Kemudian buka tutup botol vaksin yang sudah dilarutkan dengan
diluent.
- Bilas botol vaksin dengan diluent, sampai vaksinnya habis.
- Lakukan penggoyangan botol supaya larutan menjadi sempurna. Jangan
melakukan pengocokan terlalu keras karena akan merusak vaksin.
- Vaksin yang sudah dilarutkan harus sudah habis dalam waktu 30 menit.
- Untuk melakukan aplikasi vaksin gunakan botol vaksin, jangan
menggunakan botol diluent karena diameternya lebih besar sehingga
alat aplikasi tidak bisa tercelup dengan sempurna.
 Pada waktu melakukan vaksinasi supaya ada yang membantu memegang
ayamnya, sehingga vaksinasi bisa tepat.
 Level vaksin didalam botol selalu dimonitor, usahakan lubang alat tusuk
selalu tercelup larutan vaksin.
6. Vaksin MG :
 Cara melarutkan vaksin MG :
- Siapkan baskom yang berisi +/- 5 liter air dengan temperatur ± 35°
76

C. Selama thawing, dilakukan penggoyangan botol vaksin di dalam air.


Total waktu yang dibutuhkan untuk thawing adalah 9 -12 menit.
Setelah vaksin mencair ( thawing ) ditempatkan pada cool box (suhu
4° - 10 ° C). Vaksin yang telah mencair harus segera dipergunakan
selama 2 jam dan tidak dapat dibekukan kembali (re-frozen). Vaksin
yang akan dicairkan harus disesuaikan dengan jumlah ayam yang
akan divaksin.
 Aplikasi vaksinasi dengan tetes mata
77

Lampiran 4. Persiapan vaksinasi yang dilakukan di PT. Japfa Comfeed Indonesia


Tbk Multibreeder Unit 2

1. Vaksin live
 Lebarkan permukaan tutup pada botol diluent dengan cara mengambil
lapisan dalam tutup alluminiumnya dengan menggunakan pinset. Jepit
alluminium dengan pinset dan gulung perlahan-lahan sampai permukaan
tutup karet kelihatan lebar.
 Ambil diluent vaksin secukupnya dengan menggunakan spuit plastik 5 cc,
masukkan jarum melalui tutup karet pada botol vaksin, kemudian tekan
supaya diluent masuk ke dalam botol vaksin, dan digoyang-goyang sampai
vaksin larut.
 Vaksin yang sudah larut diambil dengan spuit plastik dan dipindahkan
kedalam diluent. Bilas botol vaksin dengan diluent vaksin yang diambil
dengan spuit plastik beberapa kali sampai vaksin sudah larut semuanya.
 Bekas botol vaksin dibuang kedalam ember yang berisi larutan kimia.
 Lakukan pengocokan seperti angka delapan botol supaya larutan menjadi
sempurna. Jangan melakukan pengocokan terlalu keras karena akan
merusak vaksin.
 Jarum spuit plastik tidak boleh dipegang-pegang pada waktu melakukan
pengenceran vaksin, karena akan tercemar. Setelah selesai pencampuran,
jarum spuit ditutup kembali dan disimpan pada kotak stenlis steel.
 Botol diluent yang sudah berisi vaksin dimasukkan kedalam penggantung
botol vaksin.
 Ujung selang infuse siap dimasukkan, satu botol vaksin menggunakan 2
injektor (2 selang infuse)
2. Mempersiapkan vaksin Killed :
 Ambil vaksin dari dalam cooler box.
 Buka tutup botol ( alluminium ) bagian luar sehingga tutup botol yang
terbuat dari karet kelihatan.
 Masukkan kedalam tempat penggantung botol vaksin atau kaitkan
penggantung vaksin yang terdapat pada bagian bawah botol vaksin dengan
78

kabel single.
 Bersihkan tutup karet dengan kapas dan alkohol, sebelum ujung selang
infuse dimasukkan.
 Satu botol vaksin killed menggunakan satu injektor (1 selang infuse).
Jangan menggunakan 2 injektor, karena akan terlalu sering mengganti botol
vaksin yang mengakibatkan kontaminasi pada ujung selang infuse.
3. Mempersiapkan injektor dan selang infuse :
 Selang infuse dikeluarkan dari dalam bungkusnya setelah vaksin killed
dikeluarkan dari dalam cooler box atau vaksin Live (Reo) selesai dilarutkan.
 Lepaskan jarum yang terpasang pada selang infuse dengan cara menarik
jarum dari pentilnya atau memotong pentil dengan gunting steril, tergantung
dari jenis selang infusnya, sehingga pentil bisa untuk memasukkan konektor
injektor.
 Jangan memotong pentil dengan cutter atau pisau yang tidak steril.
 Keluarkan injektor dari dalam pembungkusnya (alluminium foil),
masukkan konektor injektor kedalam pentil infuse.
 Masukkan ujung infuse yang lainnya pada botol vaksin yang sebelumnya
tutupnya sudah dibersihkan dengan kapas dan alkohol.
79

Lampiran 5. Proses Sterilisasi Peralatan Vaksinasi


 Prosedur Sterilisasi Alat Vaksin
1. Bilas spuit scorex dengan alkohol 70%.

Gambar 4.31 Alat vaksin Scorex


2. Bilas dengan air hangat, kemudian dengan air biasa.
3. Bongkar spuit didalam tray.
4. Bersihkan spare part spuit dengan sikat botol dan kapas.
5. Sparepart direndam dengan alkohol kemudian bilas dengan air hangat.
6. Rangkai spuit dan lakukan tera.
7. Rangkaian spuit dilonggarkan, kemudian dibungkus dengan aluminium
foil.
8. Jarum bekas yang masih bagus direndam alkohol, kemudian dibilas dengan
air. Jarum-bekas dan jarum baru dimasukkan kedalam tempat jarum
(stainles steel ) untuk disterilisasi.
9. Pinset dicuci dengan air sabun dan dibilas, bungkus dengan alluminium
foil untuk persiapan sterilisasi.
10. Selang injektor langsung dibuang, tidak perlu disterilisasi.
11. Botol dan droper dicuci dengan alkohol, dibilas dengan air biasa, bungkus
dengan alluminium foil untuk persiapan sterilisasi.
12. Siapkan air kedalam panci presto dengan ketinggian +/-3 cm.
13. Spuit, jarum, pinset, botol dan droper diletakkan diatas sarangan pada
ketinggian +/-5 cm, kemudian ditutup rapat.
14. Nyalakan kompor dengan setelan panas secukupnya, api jangan terlalu
besar.
15. Tunggu sampai ada tanda air mendidih, setelah ada alarm tanda air
mendidih maka tunggu sampai 15 menit, kemudian kompor dimatikan.
80

16. Keluarkan gas yang masih ada di dalam presto dengan cara menarik tutup
pressure-control.
17. Buka segera tutup panci, ambil spuit dan diletakkan kedalam tray stainles
steel atau tray plastik, kemudian diletakkan diatas almari kaca.
18. Setelah dingin, masukkan kedalam almari kaca.
19. Tempat jarum-bekas dicuci dengan air sabun, kemudian dibilas dengan air
dingin, dikeringkan dengan kain bersih, dispray dengan alkohol , kemudian
disimpan di dalam almari.
20. Thermos, cooler-box, box plastik, penggantung botol dan peralatan lainnya
supaya dicuci dengan sabun, dibilas dengan air, dikeringkan dengan kain
bersih, dispray dengan alkohol, kemudian disimpan dalam rak peralatan
vaksin.
81

Lampiran 6. Jadwal Pengambilan Sampel Darah


Uji ELISA Uji HI
Umur M M CA Aden A I IB Re A N Coryz
G S V o E B D o I D a
1 hari GP GP GP GP GP V GP
18 hari V
5 GP GP V V
mingg
u
10 V V GP V V
mingg
u
16 V V V GP V V V V V
mingg
u
20 V V GP V V V
mingg
u
25 V V V V V V
mingg
u
30 V V GP V V V
mingg
u
35 GP GP V V V V
mingg
u
40 GP GP
mingg
u
82

43 V V V V V
mingg
u
48 GP GP
mingg
u
53 V GP V V
mingg
u
58 GP GP
mingg
u
63 V V
mingg
u

S-ar putea să vă placă și