Sunteți pe pagina 1din 48

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DENGAN LUKA BAKAR PADA TUAN A DI INSTALASI GAWAT


DARURAT RSUD RAA. SOEWONDO PATI

TUGAS AKHIR

Oleh:

Fatma Suryani

2012011247

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS

2016
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fatma Suryani

NIM : 2012011427

Dengan ini menyatakan bahwa pada Tugas Akhir ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan
tinggi manapun dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah dan telah disebutkan dalam daftar pustaka.

Kudus, 26 Juli 2016

Fatma Suryani

ii
PENGESAHAN

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Tugas Akhir STIKES CENDEKIA


UTAMA KUDUS dan diterima untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai
kelulusan.

Nama Mahasiswa : Fatma Suryani

NIM : 2012011247

Telah diuji di depan Tim Penguji pada 13 Agustus 2016

Dan dinyatakan layak untuk Tugas Akhir

Kudus, Agustus 2016

Tim Penguji

Dosen Pembimbing Ketua Penguji

Noor Faidah, S.Kep, Ns, M.Kep Wahyu Yusianto, S.Kp, Ns, M.Kep

Penguji Pendamping

Emma Setiyo W, S.Kep, Ns, M.Kep

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka


mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar – Rad 13: 11)

PERSEMBAHAN :
 Untuk Allah SWT, karena atas ridho - NYA tugas akhir ini dapat selesai tepat
pada waktunya.
 Untuk Orang Tua tercinta, Bapak Suripan (ALM) dan Ibu Harni, kakak
tercinta Sukliswanto yang berperan sebagai ayah muda bagi saya, dan kakak-
kakak saya Musyafak sebagai kakak tertua, kakak Agus Harianto, kakak Dwi
Haryanto, kakak Mukhlisin, kakak Arif Sugiharto, kakak Widi, adik Dadang
serta semua keluarga yang selalu memberikan do’a dan harapan terbaik
mereka.
 Untuk seluruh dosen dan rekan-rekan mahasiswa PSIK regular angkatan
2012 STIKES Cendekia Utama yang telah memberikan dukungan, motivasi
dan semangat terkhusus kepada Wahyu Kristiani, Putri Dyan Kristanti, Dwi
Putri Rahayu, Devi Nurul Hidayah, Dara Maria Maghdalena, Lani Setyowati,
Kuntininsih, Fitriyani Lailatul Muna, Fitri Rohmawati, dan Erika Ratna.

Untuk yang terkasih dan sahabat-sahabatku semua yang selalu setia menemani
dalam setiap proses hidupku.

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fatma Suryani

Tempat, tanggal lahir : Pati, 30 April 1994

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Ds. Puncel Rt:5 / Rw:2

Kec. Dukuhseti, Kab.Pati

E-mail : fatmaierf@gmail.com

Pendidikan:

1. TK Sullamul Huda Puncel (1999-2000)


2. MI Sullamul Huda Puncel (2000-2006)
3. MTs Madarijul Huda Kembang (2006-2009)
4. MA Madarijul Huda Kembang (2009-2012)
5. S-1 Ilmu Keperawatan STIKES Cendekia Utama Kudus (2012-2016)

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan
taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan
tugas akhir ini dengan judul “Studi Kasus Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
dengan Luka Bakar”.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak dapat selesai tanpa kerja
keras, semangat dan doa dari berbagai pihak. Dengan segenap ketulusan dan
kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Noor Faidah S.Kep.,Ns., M.Kep. selaku pembimbing utama yang telah banyak
memberikan masukan kepada penulis.
2. H.Ilham Setyo Budi, S.Kp. M.Kes. sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Cendekia Utama Kudus.
3. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar STIKES Cendekia Utama Kudus yang telah
membantu selama penulis menyelesaikan studi di STIKES Cendekia Utama
Kudus.
4. Kedua Orang tercinta yang telah membesarkan dan melimpahkan kasih
sayang yang begitu besar.
5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah turut
membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
penyusunan skripsi ini dan diharapkan adanya adanya saran dan kritik yang
sifatnya membangun untuk perbaikan yang lebih baik.

Kudus, Juli 2016.

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
ABSTRACK .................................................................................................. xi
ABSTRAK ..................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian .................................................................. 3
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1 Definisi .................................................................................. 4
2.2 Etiologi .................................................................................. 4
2.3 Manifestasi Klinis ………………………………………….. 5
2.4 Klasifikasi .............................................................................. 6
2.5 Patofisiologi .......................................................................... 7
2.6 Komplikasi ............................................................................ 9
2.7 Penatalaksanaan ...................................................................... 9
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Asuhan Keperawatan ................................................ 10
3.2 Etika Penelitian ...................................................................... 20
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ...................................................................... 22
4.2 Pembahasan ............................................................................ 26

vii
4.3 Keterbatasan Penelitian .......................................................... 31

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 33
5.2 Saran ....................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Hal


3.1 Intervensi Keperawatan 17

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Consent Lembar Persetujuan Menjadi Responden


Lampiran 2 Format Pengkajian
Lampiran 3 Analisa Data
Lampiran 4 Intervensi
Lampiran 5 Implementasi
Lampiran 6 Evaluasi
Lampiran 7. Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada LITBANG Pati
Lampiran 8 Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada RSUD RAA Soewondo
Pati
Lampiran 9 Surat Rekomendasi Penelitian dari LITBANG Pati
Lampiran 10. Surat Permohonan Ijin Pengambilan Data dari RSUD RAA
Soewondo Pati

x
STUDI KASUS KEPERAWATAN PASIEN LUKA BAKAR
DI RUANG IGD RSUD RAA SOEWONDO PATI
Fatma Suryani1

Program Studi Ilmu Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cendekia Utama Kudus
Jln. Lingkar Raya Kudus – Pati KM. 5 Jepang Kec. Mejobo, Kudus
Telp. (0291) 4248655, 424856, Fax. (0291) 4248657
Email: fatmaierf@gmail.com
ABSTRACT

Background: Burn is damage or loss tissue caused contact with a heat source or a
very low temperature. Purpose of this study was to perform emergency nursing
care in a comprehensive manner at Mr. A with Burns at the Emergency Room
(ER) Hospital RAA Soewondo Pati.

Methods: The method used was the case study method, the respondents in this
study is Burns patients in Emergency Room (ER) Hospital RAA Soewondo Pati.

Results: According to assessment data obtained nursing problems ineffective


tissue perfusion associated with edema and hypovolemia, lack of fluid volume
associated with fluid loss due to increased evaporation, damage the integrity of the
network related to the subcutaneous tissue damage

Conclusion: The nursing care is done in accordance with interventions that have
been adapted to the concept and conditions of Mr. A.

Keywords: Emergency Nursing, Burns.

xi
STUDI KASUS KEPERAWATAN PASIEN LUKA BAKAR

DI RUANG IGD RSUD RAA SOEWONDO PATI


Fatma Suryani1

Program Studi Ilmu Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cendekia Utama Kudus
Jln. Lingkar Raya Kudus – Pati KM. 5 Jepang Kec. Mejobo, Kudus
Telp. (0291) 4248655, 424856, Fax. (0291) 4248657
Email: fatmaierf@gmail.com
ABSTRAK

Latar belakang: Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilanagn
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas atau suhu yang sangat
rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melaukan asuhan keperawatan
gawat darurat secara komprehensif pada Tn. A dengan Luka Bakar di Instalasi
Gawat Darurat (IGD) RSUD RAA Soewondo Pati.

Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus, responden
pada penelitian ini adalah pasien Luka Bakar di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
RSUD RAA Soewondo Pati.

Hasil: Sesuai data pengkajian didapatkan masalah keperawatan ketidakefektifan


perfusi jaringan berhubungan dengan edema dan hipovolemia, kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan akibat peningkatan
evaporasi, kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kerusakan jaringan
subkutis

Kesimpulan: asuhan keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah


disesuaikan dengan konsep dan kondisi Tn. A.

Kata Kunci: Keperawatan Gawat Darurat, Luka Bakar.

xii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar adalah luka yang paling sering dialami oleh manusia
dibandingkan dengan luka lain. Luka bakar dapat terjadi karena adanya kontak
dengan sumber panas ataupun suhu yang sangat rendah, zat kimia, listrik,
radiasi dan cahaya. Berbagai aktifitas sehari-hari yang dilakukanpun dapat
menjadi penyebab terjadinya luka bakar misalnya kecelakaan yang
menyebabkan meledaknya kendaraan, memegang peralatan dalam keadaan
panas sewaktu memasak, tersengat arus listrik ataupun karena sebab lainnya
(Azhari, 2012).
Luka bakar telah menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang
bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 195.000 orang per tahun.
Berdasarkan angka kejadian di Amerika Serikat luka bakar menjadi penyebab
kematian terbesar yang setiap tahunnya sejumlah 2,5 juta orang mengalami
luka bakar dan sekitar 12.000 orang meninggal dunia yang disertai cedera
inhalasi. Menurut World Fire Statistics Centre pada tahun 2003 sampai 2005
mengenai terjadinya luka bakar negara dengan prevalensi terendah yaitu
Singapura dengan persentase 0,12% per 100.000 orang. Dan yang tertinggi
adalah Hongaria dengan persentase 1,98% (Artawan, 2013 dan Adhy dkk,
2014:386).
Menurut Riskesdas 2013, prevalensi luka bakar di Jawa Tengah adalah
7,2 % dari seluruh kejadian cedera total. Data yang diperoleh dari Unit Luka
Bakar RSCM dari tahun 2009-2010 menunjukkan bahwa penyebab luka bakar
terbesar adalah ledakan tabung gas LPG (30,4 Persen) diikuti kebakaran (25,7
%) dan tersiram air panas (19,1 %) dengan mortalitas pasien luka bakar
mencapai 34 %. Sebagian besar pasien dirawat karena luka bakar dengan luas

1
2

20-50%, yang menempati angka mortalitas tertinggi (58,25%) dari


keseluruhan kasus kematian akibat luka bakar (34%) (RISKESDAS, 2013).
Tujuan penatalaksanaan luka bakar di unit gawat darurat yaitu untuk
mempertahankan jaringan yang ada, mencegah infeksi, menghentikan proses
luka bakar dan mempertahankan jalan pernapasan dan sirkulasi (Pamela,
2011: 187).
Pasien dengan cedera luka bakar dianggap sebagai pasien trauma multiple
dikarenakan efek fisiologik dari luka bakar pada sistem organ dan seringkali
pasien juga mengalami cedera traumatik. Oleh karenanya asuhan keperawatan
komprehensif yang diberikan ketika terjadi luka bakar merupakan hal penting
untuk pencegahan kematian dan kecacatan. Sehingga penting bagi perawat
untuk memiliki pengertian yang jelas tentang perubahan yang saling
berhubungan pada semua sistem tubuh setelah terjadinya cedera dan motivasi
terhadap dampak emosional dari cedera pada korban luka bakar dan
keluarganya.
Berdasarkan paparan konsep dan penelitian terdahulu, maka penulis
tertarik untuk menulis tentang asuhan keperawatan pada kegawat daruratan
pada pasien dengan luka bakar.

1.2 Tujuaan Penelitian


1.2.1 Tujuan Umum
Dapat melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada kasus luka
bakar secara komprehensif.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian gawat darurat terhadap pasien
luka bakar.
b. Penulis mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien luka
bakar.
3

c. Penulis mampu menentukan intervensi keperawatan pada pasien luka


bakar.
d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien
luka bakar.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada asuhan keperawatan gawat
darurat dengan kasus luka bakar.

1.3 Manfaat Penelitian


a. Bagi penulis
Sebagai wadah pengembangan pengetahuan, wawasan serta sebagai sarana
untuk mengaplikasikan ilmu dan teori keperawatan gawat darurat yang
telah dipelajari.
b. Bagi pasien
Memberikan bekal pengetahuan pada pasien dan keluarga tentang tanda
gejala yang terjadi pada pasien dengan luka bakar.
c. Institusi pelayanan (Rumah Sakit)
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi institusi rumah sakit dalam
memberikan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien luka bakar.
d. Institusi Pendidikan
Dapat menjadi sebuah masukan materi dan penyempurnaan dalam
penatalaksanaan gawat darurat pada kasus luka bakar.
4

BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi (Artawan, 2013).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas dan suhu sangat rendah (Adhy
dkk, 2014:386).
Luka bakar adalah salah satu cedera yang paling luas yang
berkembang di dunia. Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Pitoyo, 2013:2).

2.2 Etiologi
Etiologi luka bakar antara lain adalah sebagai berikut: 1) Luka bakar
suhu tinggi (thermal burn) yang disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas dan bahan padat. Luka bakar api berhubungan
dengan asap atau cedera inhalasi. 2) Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa yang kuat.
Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat
terjadibmisalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang
digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000
produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia. 3) Luka
bakar sengatan listrik (electrical burn) disebabkan karena lewatnya tenaga

4
5

listrik bervoltase tinggi melalui jaringan menyebabkan perubahan menjadi


tenaga panas, ia menimbulkan luka bakar yang tidak hanya mengenai kulit
dan jaringan subkutis, tetapi juga semua jaringan pada jalur arus listrik
tersebut. Luka bakar listrik biasanya disebabkan oleh kontak dengan sumber
tenaga bervoltase tinggi. Anggota gerak merupakan kontak yang terlazim,
dengan tangan dan tangan yang lebih sering cedera daripada tungkai dan kaki.
Kontak sering menyebabkan gangguan jantung dan atau pernafasan, dan
resusitasi kardiopulmonal sering diperlukan pada saat kecelakaan tersebut
terjadi. Luka pada daerah masuknya listrik biasanya gosong dan tampak
cekung. 4) luka bakar radiasi (radiasi injury) disebabkan oleh terpapar
dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan
penggunaan radiasi ion pada industri atau sumber dari radiasi untuk keperluan
terapeutik pada dunia kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari akibat
terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi
(Musliha, 2010).

2.3 Manifestasi
Manifestasi luka bakar antara lain adalah nyeri lokal, eritema, kemerahan,
pucat, menggigil, sakit kepala, mual dan muntah, lepuh berisi air dan
berselaput tipis, area yang rusak berlilin dan putih, perubahan suara, batuk,
mengi, sputum gelap pada luka bakar mukosa (Wolters dkk, 2013).
Manifestasi tentang luka bakar dapat ketahui dengan derajat luka yang
dibagi menjadi 4 derajat yaitu: 1) Grade I dengan kerusakan jaringan hanya
terjadi pada epidermis, nyeri, warna kulit kemerahan, kering, pada tes jarum
terdapat hiperalgesia, lama sembuh ±7 hari kulit menjadi normal. 2) Grade II:
terdapat grade II a dimana jaringan yang rusak adalah sebagian dermis, folikel
rambut, dan kelenjar keringat utuh, rasa nyeri, warna kemerahan pada lesi,
adanya cairan pad bula, waktu sembuh 7-14 hari. Dan pada grade II b dimana
jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar keringat yang utuh,
6

eritema, terkadang ada sikatrik, waktu sembuh 14-21 hari. 3) Grade III yaitu
jaringan yang rusak meliputi seluruh epidermis dan dermis, kulit kering, kaku,
terlihat gosong, terasa nyeri karena ujung saraf rusak, waktu sembuh lebih dari
21 hari. 4) Grade IV dimana luka bakar mengenai seluruh lapisan kulit, otot
bahkan tulang, penderita tidak akan merasakan nyeri karena kerusakan saraf,
warna kulit menjadi abu-abu, kehitaman, kering dan mengelupas (Muttaqin
dan Kumala, 2011)
.
2.4 Klasifikasi
Macam-macam luka bakar antara lain yaitu:
1. Berdasarkan kedalaman luka:
a. Derajat 1 (superficial)luka bakar akan sembuh dalam waktu singkat,
paling lambat satu minggu tanpa dilakukannya pengobatan atau dapat
diberikan analgetik apabila merasa kesakitan dan berikan obat-obatan
topikal pada kulit yang tampak kemerahan tanpa ada kerusakan jaringan
kulit.
b. Derajat 2 (partial thickness) terdiri dari superfisial (superficial partial
thickness) dan dalam (deep partial thickness). Pada luka derajat 2
superfisial kulit berwarna merah dan adanya bula (gelembung), organ
kulit seperti kelenjar sebasea dan kelenjar kulit masih utuh. Pada luka
bakar ini terjadi keruskan epidermis yang ditandai rasa nyeri dan akan
sembuh dalam waktu 10 sampai dengan 14 hari dan dapat dilakukan
kompres dengan menggunakan NaCl. Untuk luka bakar derajat 2 dalam
kulit menjadi kemerahan disertai adanya jaringan yang terkelupas
(kerusakan dermis dan epidermis), organ-organ kulit seperti kelenjar
keringat folikel rambut, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh,
proses penyembuhan pada luka derajat 2 dalam biasanya memerlukan
waktu penyembuhan yang lama tergantung jaringan epitel yang masih
tersisa.
7

c. Derajat 3 (full thickness)ditandai dengan seluruh dermis dan epidermis


mengalami kerusakan, tidak dijumpai rasa nyeri dan kehilangan sensasi
karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian
bahkan bisa merusak jaringan lemak dan otot walaupun jaringan
tersebut tidak mengalami nekrosis. Proses penyembuhan terjadi lama
karena tidak terbentuk epitelisasi jaringan dari dasar luka yang spontan.
Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Terjadi koagulasi
protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
d. Derajat 4 (fourth degree)semua jaringan sudah terjadi kerusakan bahkan
dapat menimbulkan jaringan nekrotik.
2. Berdasarkan ukuran luas luka Rule Of Nine menunjukkan persentase luas
luka bakar yaitu: Kepala dan leher 9%, Dada depan dan belakang 18%,
Abdomen depan dan belakang 18%, Tangan kanan dan kiri 18%, Paha
kanan dan kiri 18%, Kaki kanan dan kiri 18%, Genitalia 1%.
3. Berdasarkan diagram penentuan luas luka dijelaskan dengan diagram Lund
dan Bowder pada orang dewasa yaitu sebagai berikut: kepala 7, leher 2,
dada dan perut 13, punggung 13, pantat kiri 2,5, pantat kanan 2,5, kelamin
1, lengan atas kanan 4, lengan atas kiri 4, lengan bawah kanan 3, lengan
bawah kiri 3, tangan kanan 2,5, tangan kiri 2,5, paha kanan 9,5, paha kiri
9,5, tungkai bawah kanan 7, tungkai bawah kiri 7, kaki kanan 3,5 dan kaki
kiri 3,5 (Musliha, 2010: 208).

2.5 Patofisiologi
Jaringan lunak akan mengalami cedera bila terkena suhu diatas 1150F
(460C). Luasnya kerusakan bergantung pada suhu permukaan dan lama
kontak. Sebagai contoh pada kasus luka bakar tersiram air panas pada orang
dewasa, kontak selama 1 detik dengan air yang panas dari shower dengan
suhu 68,90C dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis dan
dermis sehingga terjadi cedera derajat tiga (full-thickness injury). Sebagai
8

manifestasi dari cedera luka bakar panas, kulit akan melakukan pelepasan zat
vasoaktif yang menyebabkan pembentukan oksigen reaktif dan menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan menyebabkan penurunan tekanan
onkotik. Hal ini menyebabkan kehilangan cairan serta viskositas plasma
meningkat dengan menghasilkan suatu formasi mikrotrombus. Cedera luka
bakar dapat menyebabkan keadaan hipermetabolik yang dimanifestasikan
dengan adanya demam, peningkatan laju metabolisme, peningkatan ventilasi,
peningkatan curah jantung, peningkatan glukoneogenesis, serta meningkatkan
katabolisme otot viseral dan rangka. Adanya luka pada sistem pernafasan
misalnya pada wajah yang merusak mukosa sehingga terjadi udema pada
laring dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan menyebabkan
ketidakefektifan pola nafas. Terjebak kebakaran dalam ruangan tertutup juga
dapat menyebabkan cedera inhalasi sehingga terjadi cedera alveolar yang
ditandai dengan adanya sputum berkarbon yang memunculkan diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang diakibatkan karena keracunan gas
(PCO2 yang meningkat sedangkan PO2 turun). Keracunan gas tersebut dan
sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan
adanya penurunan cairan intravaskuler sehingga terjadi hipovolemia dan
hipoksia jaringan dan memunculkan diagnosa ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer (Muttaqin & Kumala, 2012: 200, Nurarif dan Hardhi, 2015:
212 ).
Masalah yang dapat timbul pada luka bakar yang luas yaitu gangguan
pada sistem hormonal dan gangguan keseimbangan cairan elektrolit. Hal
tersebut terjadi akibat kehilangan cairan serta dapat menyebabkan penurunan
jumlah limfosit sehingga luka beresiko mengalami sepsis. Mediator inflamasi
seperti (sitokin, TNF-α dan sel fagosit nekrotik) dan gangguan metabolisme
(protein, karbohidrat dan lemak) dapat muncul sebagai akibat dari luka bakar
yang luasnya >20% . Meningkatnya stress oksidatif juga dapat menyebabkan
9

peningkatan produksi radikal bebas sehingga akan mengganggu fungsi imun


(Adhy dkk, 2014: 386, Artawan, 2013).

2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus luka bakar yaitu infeksi
luka yang gejalanya sama dengan proses penyembuhan luka yaitu adanya
eritema, edema, dan nyeri tekan. Demam, malaise, dan gejala yang lebih
buruk dapat menyebabkan sepsis dan kerusakan yang lebih dalam. Luka
bakar juga dapat menyebabkan timbulnya syok, cedera inhalasi apabila pasien
menghirup udara di dalam ruangan tertutup (Lalani, 2013, Pamela, 2011:
189).
Luka bakar terutama dengan luas >20% dapat menyebabkan gangguan
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Selain itu, semakin berat
kerusakan jaringan maka proses inflamasi juga semakin lama terjadi dan tidak
terkendali. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya inflamasi sistemik dan
penekanan sistem imun yang berbahaya karena dapat menjadi SIRS dan
MODS (Adhy dkk, 2014: 386).

2.7 Penatalaksanaan
Prioritas pertama perawatan pasien luka bakar adalah menghilangkan
sumber panas bila masih ada. Pakaian dan perhiasan yang menghasilkan
panas harus dilepas, dan setiap bahan kimia dalam bentuk bubuk kering harus
disingkirkan dari kulit. Bila sumber luka bakar telah dihilangkan, perhatian
pemberi perawatan beralih pada ABC (Airway, Breathing dan Circulation).
Cedera inhalasi harus dicurigai pada pasien yang berada dalam lingkungan
yang terbakar dalam ruangan tertutup atau pasien yang tampak mengalami
perubahan tingkat kesadaran. Cedera inhalasi mungkin gejalanya tidak
muncul selama beberapa jam setelah waktu cedera. Siapkan untuk intubasi
endotrakea profilaktik kemudian beri oksigen melalui mask face atau
10

endotracheal tube pada setiap pasien yang menunjukkan mekanika


pernapasan meragukan atau yang mempunyai indikasi klinis adanya cedera
inhalasi yang ditandai dengan hangusnya bulu hidung, suara serak, batuk,
sputum berkarbon, wheezing, takipne, dispnea, agitasi dan stridor yang
gejalanya mungkin tidak muncul beberapa jam setelah cedera terjadi (Pamela,
2011: 189).
Luka bakar yang meliputi semua ekstremitas menyebabkan reaksi
kulit yang melepaskan zat vasoaktif yang menimbulkan pembentukan oksigen
reaktif sehingga permeabilitas kapiler meningkat. Kehilangan cairan secara
masif akan terjadi pada 4 jam pertama setelah cedera dengan akumulasi
maksimum edema pada 24 jam pertama setelah luka terjadi sehingga akan
sulit untuk melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien. Oleh
karena itu perlu dilakukan pemasangan selang infus dengan diameter besar
untuk resusitasi cairan dan pemasanngan kateter urin sebagai indikator status
sirkulasi yang harus dipantau dan diukur setiap jam. Untuk resusitasi cairan
formula yang sering digunakan yaitu formula Parkland pada 24 jam pertama
cidera. Pada formula tersebut cairan yang digunakan adalah cairan Ringer
Laktat dengan rumus 4ml/kgBB/% luka bakar dimana setengah dari hasil
penjumlahan yang telah dilakukan diberikan dalam 8 jam pertama dan
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya (Muttaqin dan Kumala, 2012:
207, Nurarif dan Hardhi, 2015: 212).
11

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Asuhan Keperawatan


3.1.1 Pengkajian
A. Data Umum
Berisi mengenai identitas pasien yang meliputi nama, umur,
No.RM, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, jam datang, jam diperiksa, tipe kedatangan
dan informasi data.
B. Keadaan umum pada pasien luka bakar dengan gawat darurat yang
berisi tentang observasi umum mengenai penghentian proses luka
bakar dan pemeriksaan status ABC (Airway, Breathing dan
Circulation) (Pamela, 2011).
C. Pengkajian primer
1. Airway: mengkaji ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas,
sumbatan total atau sebagian, distress pernafasan, ada tidaknya
aliran udara dan adanya gangguan pada jalan nafas misalnya
edema tipe torniket pada daerah leher yang dapat menyumbat
pernafasan (Karika, 2011).
Masalah airway yang timbul pada pasien luka bakar yaitu pasien
sulit bernafas, terdapat edema di jalan nafas, batuk, suara serak,
stridor, takipne, dispnea, agitasi adanya sputum mengandung
karbon (Pamela, 2011).
2. Breathing: mengkaji adanya henti nafas dan adekuatnya
pernafasan, frekuensi nafas dan pergerakan dinding dada(naik
turunnya dinding dada), suara pernafasan melalui hidung atau
mulut, merasakan udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
(Kartika, 2011:44).

11
12

Masalah breathing yang timbul pada pasien luka bakar yaitu


terganggunya ekspansi dada akibat adanya krustal tebal pada luka
bakar derajat 3 yang mengelilingi dada, adanya penggunaan otot
bantu pernafasan, pasien sulit bernafas, RR > 24x/menit, irama
nafas tidak teratur, nafas cepat dan pendek, suara nafas wheezing
(Pamela, 2011).
3. Circulation: mengkaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan
syok, dan adanya perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan
dan keteraturan, warna kulit dan kelembaban, tanda-tanda
perdarahan eksternal, tanda- tanda jejas atau trauma.
Masalah circulation yang timbul pada pasien luka bakar yaitu
peningkatan curah jantung dalam beberapa menit pertama cedera,
nadi tidak dapat diraba, tingkat kesadaran menurun (Pamela,
2011).
4. Disability: mengkaji kondisi neuromuskular pasien, keadaan
status kesadaran(GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan
motorik dan sensorik.
Pada pasien luka bakar yang diakibatkan oleh luka bakar listrik
dapat terjadi penurunan kesadaran, paralisis motorik, disorientasi
dan defisit sensorik (Lalani, 2013).
5. Exposure and environment control: pemaparan dan kontrol
lingkungan tentang kondisi pasien secara umum (Kartika,
2011:73).
D. Pengkajian sekunder
1. Riwayat keperawatan :
Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama
pasien, riwayat penyakit saat ini, riwayat pengobatan,
pengobatan yang sedang dijalani, riwayat keluarga dan sosial,
serta review sistem (Kartika, 2011:44).
13

Pengkajian subjektif nyeri meliputi: P (penyebab, yang


menimbulkan nyeri, adakah hal yang menyebabkan kondisi
memburuk/membaik), Q (kualitas, keluhan klien), R (arah
perjalanan nyeri, daerah nyeri), S (skala nyeri 1-10), T
(lamanya nyeri dirasakan, terus menerus/ hilang timbul)
(Kartika , 2011:44).
Pengkajian Objektif tanda-tanda vital meliputi tekanan
darah meliputi systole > 100-140 mmHg, diastole > 60-90
mmHg, nadi 60-100 kali/ menit atau lebih, suhu: 36-37,5 C
atau meningkat dan pernafasan lebih dari 16- 24 kali/menit
(Kartika, 2011: 44).
2. Pemeriksaan fisik per sistem yang biasa timbul pada luka bakar
yaitu:
a. Sistem neurologi
Menurut metode Glascow Coma Scale (GCS)
dengan penilaian Eye (4 untuk buka mata spontan, nilai 3
dengan suara, nilai 2 dengan nyeri dan 1 tanpa respon),
penilaian Verbal (5 apabila orientasi bagus, 4 jika pasien
bingung, 3 apabila kalimat tidak jelas, 2 jika suara tidak
jelas/bergumam dan 1 jika tidak ada respon) serta motorik
(6 bila pasien dapat mengikuti perintah dengan baik, 5 bila
pasien mampu melokalisasi nyeri, 4 bila pasien
menghindari nyeri, 3 bila fleksi abnormal, 2 bila ekstensi
abnormal dan 1 bila tanpa respon) (Kartika, 2011: 58).
Pada kasus luka bakar dapat ditemukan penurunan
kesadaran yaitu nyeri pada respon membuka mata,
gangguan verbal, dan gangguan motorik karena adanya
cedera (Lalani, 2013).
14

b. Sistem respirasi
Periksa bagian wajah, dada, dan leher pasien atas
adanya tanda-tanda distress pernafasan seperti penggunaan
otot aksesori, keteraturan retraksi dada, keteraturan pola
nafas, dan suara nafas abnormal (Kartika, 2011: 61).
Pada kasus luka bakar dapat ditemukan adanya
batuk, suara serak, stridor, takipne, dispnea, agitasi adanya
sputum mengandung karbon, penggunaan otot bantu
pernafasan, pasien sulit bernafas, RR lebih atau kurang dari
24x/menit, irama nafas tidak teratur, nafas cepat dan
pendek, suara nafas wheezing(Pamela, 2011).
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji atas adanya keluhan nyeri pada dada,
normalitas tanda-tanda vital, dan denyut jantung yang
cepat, pelan atau tidak teratur (Kartika, 2011).
Dalam pengkajian sistem kardiovaskuler pada kasus
luka bakar akan terjadi peningkatan curah jantung dalam
beberapa menit cedera, dan nadi sulit diraba (Pamela,
2011).
d. Sistem pencernaan
Periksa adanya distensi abdomen, jejas, dan adanya
luka. Auskultasi keempat kuadran dan pastikan status
peristaltik usus. Palpasi adanya nyeri, hepatomegali, dan
limpa. Perkusi untuk mngetahui ukuran organ dan
memeriksa daerah cairan atau rongga intra abdominal
(Kartika, 2011).
Pada luka bakar akan ditemukan adanya penurunan
metabolik sebagai akibat dari respon sistemik pada 24 jam
pertama cedera (Gurnida, 2011).
15

e. Sistem muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal di unit gawat darurat
berhubungan dengan trauma dan infeksi. Kaji luka atas
adanya edema, eritema, jejas, dan nyeri. Periksa pergerakan
dan status neurovaskular pasien untuk mendeteksi masalah.
Lepaskan semua perhiasan dan pakaian ketat dari daerah
luka (Kartika, 2011: 62).
Pada pasien luka bakar dapat ditemukan edema
jaringan dan nekrosis (Lalani, 2013: 357).
f. Sistem perkemihan
Catat frekuensi urin, adanya inkontinensia, terasa
panas, atau bau aneh dan status nyeri pada sistem urinaria.
Pada pasien luka bakar akan ditemukan urine
berwarna kemerahan yang menunjukkan adanya
hemokromogen dan mioglobin akibat kerusakan otot karena
luka bakar yang dalam (Muttaqin dan Kumala, 2012: 207).
g. Sistem integumen
Meliputi pemeriksaan warna, tekstur, turgor, suhu,
kepucatan, sianosis dan kekuningan (Kartika, 2011: 62).
Pada sistem integumen pasien luka bakar
mengalami gangguan integritas kulit seperti kulit berwarna
abu-abu dan pucat, dan adanya krustal (Pamela, 2011,
Nurarif dan Hardhy, 2015).
h. Sistem endokrin
Perhatikan adanya gangguan endokrin jika pasien
merasa sering lelah, lemah, terjadi penurunan BB, poliuri,
polidipsi dan polifagi (Kartika, 2011:64).

3. Pemeriksaan penunjang
16

Pemeriksaan pada luka bakar meliputi laboratorium


meliputi kadar elektrolit serum yang mungkin normal pada
awalnya tetapi akan berubah selama program tindakan
awal, BUN (nitrogen urea darah) dan kreatinin mungkin
meningkat palsu berkaitan dengan kekurangan cairan,
glukosa darah yang mungkin meningkat sebagai akibat
respon stres, gas darah arteri awalnya Po2 mungkin normal
pada cedera inhalasi tetapi penting untuk
mendokumentasikan pH pada pasien yang menderita luka
bakar listrik karena umumnya akan mengalami asidosis
metabolik ringan yang akan membaik dengan resusitasi
secara adekuat, hitung darah lengkap dimana pada awalnya
hemoglobin dan hematokrit mungkin meningkat sebagai
akibat pergeseran cairan intraseluler, albumin serum
kadarnya mungkin rendah karena protein plasma terutama
albumin hilang ke dalam jaringan yang cedera sekunder
akibat peningkatan permeabilitas kapiler, skrining obat dan
alkohol serum serta skrining obat dalam urine secara
khusus apabila pasien tidak sadar atau tingkat
kewaspadaannya menurun, karboksihemoglobin serum
pada pasien dengan dugaan cedera inhalasi dengan
peningkatan kadar >10%, mioglobulin urine harus
dilakukan untuk pasien luka bakar listrik karena
mioglobulin dilepaskan ketika jaringan otot mengalami
kerusakan dimana mioglobulin dapat menyebabkan
kerusakan pada tubulus ginjal bila ginjal tidak dibilas
dengan baik dan urine akan berubah menjadi merah terang
atau berwarna teh, radiografi dada untuk mengetahui
perubahan radiograf dada yang biasanya terlihat sekitar 48
17

jam setelah cedera inhalasi, elektrokardiogram terutama di


indikasikan pada luka bakar listrik karena disertai
komplikasi disritmia jantung dan juga CT scan untuk
menyingkirkan hemoragi intrakranial pada pasien dengan
penyimpangan neurologik yang menderita cedera listrik
(Pamela, 2011: 200).
3.1.2 Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah memperoleh hasil pengkajian
kemudian data telah divalidasi untuk menentukan diagnosa.
3.1.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada luka bakar, yaitu:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya
cedera alveolar yang ditandai dengan sputum berkarbon, suara serak,
rambut nasal terbakar, penurunan PO2 atau peningkatan PCO2.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya edema dan
efek inhalasi.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan edema
seluruh tubuh, jaringan vaskular, penurunan curah jantung, dan
hipovolemia.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif akibat peningkatan evaporasi (Nurarif dan Hardhy, 2015: 216,
Pamela, 2011: 199, Nugroho, 2011: 165).
18

3.1.4 Intervensi
Tabel 3.1 Intervensi Keperawatan
No. Intervensi
Dx NOC & KH NIC
1. NOC: a. Kaji kepatenan jalan jalan
i. Respiratory status: nafas.
ventilation. b. Lakukan pembebasan jalan
j. Respiratory status: airway nafas.
patency. c. Berikan O2 sesuai resep.
KH: d. Siapkan untuk intubasi
a. Suara nafas bersih, tidak endotrakea
ada dyspnea. e. Pasang slang nasogastrik
b. Tidak ada sputum. untuk mencegah aspirasi
c. Irama dan frekuensi nafas pada pasien tidak sadar.
dalam rentang normal f. Kolaborasi pemberian
(RR=16-24x/menit, irama bronkodilator jika perlu.
nafas teratur).

2. NOC: a. Kaji karakteristik pola


a. Respiratory status: nafas (frekuensi,
ventilation. kedalaman, irama).
b. Respiratory status: airway b. Kaji adanya penggunaan
patency. otot bantu pernafasan.
c. Vital sign status c. Berikan posisi kepala lebih
KH: tinggi 30˚
a. Pola nafas pasien d. Kolaborasi pemberian O2
regular(RR=16-24x/menit),
19

irama nafas teratur.


b. Tidak tampak adanya
retraksi dinding dada
c. Tanda vital dalam rentang
normal (TD: sistole <130,
diastol <90 mmHg, S: 36,5-
37,5˚C, RR: 16-24x/menit,
HR: 60-100x/menit).

3. NOC: a. Kaji keadaan umum dan


a. Circulation status TTV.
b. Tissue perfusion: cerebral b. Observasi perubahan pasien
KH: dalam merespon stimulus.
a. Tidak ada tanda-tanda c. Kolaborasi pemberian obat.
peningkatan tekanan d. Batasi gerakan pada kepala,
intrakranial (tidak lebih dari leher dan punggung.
15 mmHg). e. Sambungkan monitor
b. TTV dalam batas jantung, monitor saluran
normal(TD: sistole<130, oksigen, dan manset TD
diastol<90 mmHg, S: 36,5- otomatis ke pasien.
37,5˚C, RR: 16-24x/menit,
HR: 60-100x/menit).
c. Komunikasi jelas.
d. Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi.

4. NOC:
20

a. Fluid balance a. Pertahankan catatan intake


b. Hydration dan output yang akurat.
c. Nutritional Status: food and b. Monitor status hidrasi
fluid (kelembapan membran
d. Intake mukosa dan nadi adekuat).
c. Monitor status cairan intake
KH: dan output.
a. Urine output sesuai dengan d. Dorong pasien untuk
usia dan BB menambah intake oral.
b. Tanda-tanda vital dalam e. Kolaborasi pemberian
batas normal cairan IV
c. Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab,
tidak ada rasa haus
berlebihan.
(Nurarif dan Hardhy, 2015).

3.2 Etika Penelitian


Ketika menjalankan peran sebagai peneliti dalam bidang keperawatan,
perawat dibatasi oleh kode etik penelitian yang harus diikuti. Perawat yang
melakukan penelitian mempunyai kewajiban pada subjek penelitian atau
responden, yaitu:
1. Otonomi yang berkaitan dengan kebebasan seseorang dalam melakukan
persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Responden/ pasien
memeri persetujuan atau menolak dalam inform consent.
2. Beneficence meliputi segala tindakan yang dilakukan dalam penelitian
mengandung konsekuensi bahwa pengandung prinsip kebaikan bagi
pasien/responden supaya mendapatkan metode dan konsep yang baru
untuk perawatan pasien.
21

3. Nonmalaficence, dimana penelitian yang dilakukan hendaknya tidak


mengandung unsur bahaya atau kerugian bagi responden maupun
mengancam jiwa pasien.
4. Confidentiality, dimana peneliti wajib menjaga kerahasiaan data-data yang
sudah dikumpulkan dari respondennya.
5. Veracity, yaitu menjelaskan yang sebenarnya tentang manfaat, efek, dan
apayang didapat jika responden dilibatkan dalam penelitian, karena
responden memiliki hak untuk mengetahui informasi kesehatannya secara
periodic.
6. Justice,dimana perawat harus menerapkan prinsip keadilan pada semua
respondennya (Wasis, 2008).
Adapun kewajiban perawat yang melakukan penelitian terhadap
profesi, adalah:
1. Hasil penelitian tidak boleh menginformasikan hal yang menyesatkan atau
informasi yang tidak benar karena hasil penelitian biasanya
dipublikasikan.
2. Peneliti wajib melaporkan hasil penelitiannya apa adanya(Wasis, 2008).
22

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 Mei 2015 pukul 11.45 WIB
dengan nama Tn. A, umur 19 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama Islam,
alamat Pati, pendidikan SMA, pekerjaan bongkar pasang sound dengan
penanggungjawab Tn. H, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, alamat
Pati, pendidikan SD yang merupakan ayah pasien dan memiliki pekerjaan
yang sama dengan pasien. Pasien datang melalui IGD pada pukul 11.15
WIB kemudian dilakukan pemeriksaan dan di dapatkan perhitungan
ukuran berdasarkan metode Rule Of nine area luas luka sebesar 46% (18%
kaki kanan + 18% kaki kiri + 1% genitalia + 9% area perut). Selain itu
pasien juga langsung mendapat terapi infus RL 30tpm, injeksi Ceftriaxon
1x1 gram, Ranitidin 1x1 miligram dan Ketorolax 1x1 miligram. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan data tanda vital dengan tensi 130/70mmHg, nadi
98x/menit, suhu 38,80 Celcius, RR 24x/menit, status kesadaran compos
mentis, konjungtiva anemis, sklera ikterik, mukosa bibir kering, CRT 3
detik dan turgor kulit menurun pada area non luka serta kerusakan
integritas kulit pada area luka bakar. Untuk pengkajian airway didapatkan
hasil bebasnya jalan nafas karena luka bakar tidak mencapai area inhalasi
pasien. Pada pengkajian breathing didapatkan hasil pernafasan yang
adekuat dengan data RR 24x/menit dengan irama teratur tanpa suara
wheezing ataupun ronchi. Sedangkan pada pengkajian circulation
didapatkan hasil tensi 130/70mmHg, nadi 98x/menit reguler, suhu 38,80
Celcius, terdapat masalah kemungkinan syok yang ditandai dengan
membengkaknya luka pada kedua kaki dari ujung jari hingga pangkal kaki,
terdapat lekukan ketika dilakukan palpasi,warna kulit abu pucat,
kehitaman, kering dan mengelupas. Hal tersebut digolongkan triase P2

22
23

yaitu gawat tidak darurat. Pasien datang dengan keluhan lemas, merasa
kepanasan dan kedua kakinya membengkak. Luka bakar meliputi kedua
kaki, genitalia sampai perut akibat konsleting listrik ketika memasang
sound. Setelah mendapat perawatan di rumah sakit terdekat pasien
akhirnya pulang namun luka tidak kunjung sembuh selama ± 1tahun dan
kedua kaki pasien bertambah bengkak tetapi pasien tidak merasakan nyeri
sehingga keluarga memutuskan untuk membawa pasien ke rumah sakit
RSUD RAA SOEWONDO Pati agar mendapat perawatan. Sebelumnya
belum ada keluarga yang mengalami penyakit seperti yang diderita oleh
pasien saat ini dan dari keluarga mengatakan bahwa pasien beserta
keluarga tidak memiliki riwayat penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus
ataupun Hipertensi. Keluarga pasien juga mengatakan bahwa pasien tidak
memiliki riwayat alergi apapun baik dari makanan, minuman ataupun
obat-obatan. Berdasarkan analisa terhadap hasil pengumpulan data
didapatkan masalah diantaranya yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan
berhubungan dengan edema dan hipovolemia, kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan akibat peningkatan evaporasi, dan
kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kerusakan jaringan
subkutis.
1) Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan
edema dan hipovolemia
Tindakan keperawatan dilakukan selama 1x30 menit untuk kriteria
hasil dari ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan
edema dan hipovolemia yaitu TTV dalam batas normal(TD:
sistole<130, diastol<90 mmHg, S: 36,5-37,5˚C, RR: 16-24x/menit,
HR: 60-100x/menit), menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
orientasi.
Intervensi keperawatan dibuat sesuai dengan diagnosa keperawatan
yang ditegakkan pada Tn.A: kaji keadaan umum dan TTV,
24

observasi perubahan pasien dalam merespon stimulus, batasi


gerakan pada kepala, leher dan punggung.
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 25 Mei 2016 jam 12.10
WIB yaitu mengkaji keadaan umum dan tanda-tanda vital,
mengobservasi perubahan pasien dalam merespon stimulus dan
membatasi gerakan pada (kepala, leher dan punggung). Respon
yang didapatkan S: pasien kooperatif, O: masih terdapat edema
pada kedua kaki pasien, CRT 3 detik, TTV (tensi 130/70mmHg,
nadi 98x/menit, suhu 38,80C), A: masalah belum teratasi, dan P:
lanjutkan intervensi.
Evaluasi yang diperoleh pada jam 12.45 WIB yaitu S: pasien
mengatakan kakinya masih bengkak, O: ekstremitas bawah pasien
(kedua kaki) masih membengkak, CRT 3 detik, TTV (tensi
130/70mmHg, nadi 98x/menit, suhu 38,80C), A: masalah belum
teratasi dan P: lanjutkan intervensi.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
akibat peningkatan evaporasi
Tindakan keperawatan dilakukan selama 1x30 menit dan
diharapkan kekurangan volume cairandapat terpenuhi dengan
kriteria hasil dari yaitu TTV dalam batas normal, elastisitas turgor
kulit baik, membran mukosa lembab, dan tidak ada rasa haus
berlebihan.
Intervensi keperawatan dibuat sesuai dengan diagnosa keperawatan
yang ditegakkan yaitu: monitor status hidrasi (kelembapan
membran mukosa dan nadi adekuat), dorong pasien untuk
menambah intake oral, dan kolaborasi pemberian cairan intravena.
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 25 Mei 2016 jam 12.20
WIB yaitu memonitor status hidrasi (kelembapan membran
mukosa dan nadi adekuat), medorong pasien untuk menambah
25

intake oral, dan melakukan kolaborasi pemberian cairan infus RL


30tpm. Respon yang didapatkan S: pasien mengatakan masih
merasa panas, O: pasien tampak lemah, mukosa bibir masih
tampak kering, konjungtiva tampak anemis dan turgor kulit pasien
masih, A: masalah belum teratasi, dan P: lanjutkan intervensi.
Evaluasi yang diperoleh pada jam 12.55 WIB yaitu S: pasien
mengatakan masih merasa panas, O: pasien tampak lemah, mukosa
bibir pasien tampak kering, konjungtiva pasien masih anemis dan
turgor kulit kering, A: masalah belum teratasi dan P: lanjutkan
intervensi.
3) kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kerusakan
jaringan subkutis
Tindakan keperawatan dilakukan selama 1x30 menit untuk kriteria
hasil: diharapkan temperatur jaringan dalam rentang normal
(360C), warna kulit dalam rentang normal ( tidak kehitaman karena
sel kulit mati), dan menunjukkan adanya regenerasi jaringan kulit
luka bakar.
Intervensi: observasi ekstremitas untuk warna, panas, edema, dan
luka, lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan
kontrol infeksi, monitor warna dan temperatur kulit, kolaborasi
pemberian obat (Ketorolac 3x1miligram, Ranitidin 2x1miligram
dan Ceftriaxone 2x1gram) serta kolaborasi dengan ahli gizi untuk
diet TKTP (tinggi karbohidrat tinggi protein).
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 25 Mei 2016 jam 12.30
WIB yaitu: mengobservasi ekstremitas untuk warna, panas, edema
dan luka, melakukan observasi tanda vital, dan melakukan
kolaborasi pemberian obat (Ketorolac 1x1miligram, Ranitidin
1x1miligram dan Ceftriaxone 1x1gram). Respon yang didapatkan
S: pasien mengatakan kakinya masih sulit digerakkan, O:masih
26

terdapat lekukan ketika dilakukan palpasi ulang, kulit pada area


luka masih tampak kering dan mengelupas, warna kulit pasien
masih tampak abu pucat dan kehitaman, A: masalah belum teratasi,
dan P: lanjutkan intervensi.
Evaluasi yang diperoleh pada jam 13.05 WIB yaitu S: pasien
mengatakan kakinya masihsulit digerakkan, O: masih terdapat
lekukan saat dilakukan palpasi ulang pada kulit kedua kaki, kulit
pasien masih berwarna abu pucat dan kehitaman, kulit tampak
kering dan mengelupas, A: masalah belum teratasi dan P: lanjutkan
intervensi.

4.2 Pembahasan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. A dengan kasus luka
bakar berdasarkan analisa data yang diperoleh saat pengkajian tanggal 25
Mei 2015 pukul 11.45 WIB adalah ketidakefektifan perfusi jaringan
berhubungan dengan adema dan hipovolemia, kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan akibat peningkatan evaporasi dan
kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kerusakan jaringan
subkutis. Berikut ini adalah pembahasan dari masing-masing diagnosa :
4.2.1 Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan edema dan
hipovolemia
Apabila luas luka bakar menutupi tubuh >30%, maka perpindahan
cairan akan terjadi, baik pada jaringan yang terbakar atau jaringan
yang tidak terbakar. Edema yang berkembang sebagian besar
disebabkan oleh hiponatremia akibat dari kehilangan protein di
dalam jaringan yang terbakar dan luasnya berkurang oleh kerja
substansi vasoaktif yang bersirkulasi. Selain itu cedera panas
menurunkan potensial membran sel, membiarkan natrium dan air
27

masuk kedalam sel sehingga menyebabkan pembengkakan (Mima,


2010).
Pada kasus luka bakar yang disebabkan sengatan listrik akan terjadi
penurunan cardiac output yang diakibatkan oleh penurunan
tekanan darah arterial yang akan mengaktivasi beberapa sistem
saraf dan sistem hormonal. Peningkatan aktifitas sistem saraf
simpatis memacu kontraksi miocardium, frekuensi denyut jantung,
dan tonus vena (menimbulkan peningkatan perload). Takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miocardium memacu terjadinya iskemik
pada pasien dengan penyakit arteri coroner dan peningkatan
preload. Aktivasi sistem saraf simpatis juga meningkatkan
resistensi perifer, jika aktivasi ini sangat meningkat akan
menurunkan aliran darah ke ginjal dan jaringan, sehingga suplai
oksigen menjadi berkurang (Kusmastuti, 2012).
Daerah dengan luka bakar terutama yang melingkar bisa
membengkak 7-10 hari setelah perlukaan. Edema dapat
menghambat sirkulasi. Elevasikan anggota gerak untuk membantu
mengurangi edema. Untuk mencegah timbulnya kontraktur akibat
luka bakar, sendi harus dijaga berada dalam posisi ekstensi atau
netral selama luka bakar menyembuh (Lia Kartika dan Laura S.
Himawan, 2007). Penjelasan tersebut sesuai dengan implementasi
yang diberikan yaitu batasi gerakan pada kepala, leher dan
punggung dengan tujuan untuk mencegah kontraktur akibat luka
bakar.

4.2.2 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan


akibat peningkatan evaporasi
Selama terjadi fase hipermetabolik, insulin akan meningkat, namun
peningkatan level katekolamin, glukagon, dan kortisol akan
28

menetralkan hampir semua efek metabolik dari insulin.


Peningkatan mobilisasi asam amino dan free fatty acids dari
simpanan otot perifer dan jaringan adiposa merupakan akibat dari
ketidakseimbangan hormon-hormon tersebut. Beberapa hormon
akan mengeluarkan substrat yang digunakan untuk produksi energi
salah satunyasecara langsung sebagai trigliserid. Substrat lainnya
akan berkontribusi terhadap sintesis protein di liver, dimana
mediator humoral akan meningkatkan produksi reaktan fase akut.
Sintesis protein yang serupa juga terjadi pada sistem imun guna
menyembuhkan kerusakan jaringan. Meskipun fase hipermetabolik
ini melibatkan proses katabolik dan anabolik, hasilnya adalah
kehilangan protein secara signifikan, yang ditandai dengan
keseimbangan nitrogen negatif dan penurunan simpanan lemak.
Hal ini akan menuju pada modifikasi komposisi tubuh secara
keseluruhan, ditandai dengan kehilangan protein, karbohidrat, dan
simpanan lemak disertai dengan meluasnya kompartemen cairan
ekstraselular (Fitri, 2014).
Demam merupakan kompensasi tubuh terhadap adanya infeksi
yaitu dengan bekerjanya sistem imun berupa produksi sel darah
putih yang didukung oleh pirogen. Pirogen mempunyai peranan
yang kompleks dalam tubuh manusia yaitu sebagai pengerah
leukosit ke lokasi infeksi dan menimbulkan demam yang akan
membantu membunuh virus (Purwanti dan Winarsih,2008:81).
Penderita luka bakar memerlukan penggantian cairan segera untuk
melawan ketidakseimbangan osmotik akibat kehilangan cairan
yang disebabkan evaporasi akibat meningkatnya suhu tubuh. Bila
tersedia, ganti cairan dengan resusitasi cairan intrevena atau terapi
enteral. Formula yang direkomendasikan adalah 4 mililiter cairan
RL (Ringer Laktat) kali berat badan pasien (kg) kali setiap persen
29

total luas permukaan tubuh dengan luka bakar derajat kedua dan
ketiga. Volume ini diberikan dalam 24 jam pertama sejak waktu
perlukaan, separuhnya pada 8 jam pertama. Penderita dengan
tambahan cedera inhalasi dapat memerlukan sampai 40-50% cairan
lebih banyak. Untuk memperkirakan total luas permukaan tubuh
yang terkena, gunakan luasaan telapk tangan terbuka (jari
mengumpul) untuk setiap 1 persennya (Ledbetter, 2010:8).
Pemberian cairan pada Tn.A adalah infus RL 30 tpm sesuai teori
yaitu bertujuan mengganti cairan untuk melawan
ketidakseimbangan osmotik karena kehilangan cairan.

4.2.3 Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan kerusakan


jaringan subkutis
Lapisan hipodermis atau subkutis adalah tenunan pengikat longgar
yang menghubungkan korium dengan bagian-bagian lain dari
tubuh. Hipodermis sebagian besar terdiri dari serat-serat kolagen
dan elastin berdasarkan penelitian oleh Pusat Pengembangan
Pendidikan (PPP) UGM pada tahun 2011.
Kerusakan yang ditimbulkan pada luka bakar full thickness yaitu
kerusakan seluruh lapisan kulit sehingga kulit berwarna kecoklatan,
kasar dan tidak nyeri (Gurnida, 2011).
Ceftriaxon merupakan golongan antibiotik cephalosporin yang
digunakan secara parenteral. Ceftriaxon bekerja untuk menghambat
sintesis dinding sel bakteri yang menyebabkan lisis bakteri. Besar
dosis yang diberikan untuk dewasa dan anak-anak yang berumur
lebih dari 12 tahun sebesar 1-2 gram ceftriaxone diberikan sekali
sehari (setiap 24 jam). Pada kasus yang parah atau infeksi yang
disebabkan oleh organisme cukup sensitif, dosis dapat dinaikkan
menjadi 4 gram, diberikan sekali sehari. Untuk pemberian melalui
30

injeksi intravena, ceftriaxon-AFT 500 mg dilarutkan dengan air


steril dalam 5ml, atau ceftriaxon-AFT 1 g dalam 10 ml. Pemberian
intravena harus diberikan selama 2-4 menit. Hal tersebut sesuai
dengan implementasi yang diberikan pada Tn.A yaitu injeksi
Ceftriaxon 1x1 gram. Pemberian dosis sebesar 2x1 gram sudah
sesuai dalam teori karena usia Tn.A adalah 19 tahun. Kegunaan
dari injeksi pada Tn.A adalah untuk mencegah adanya infeksi atau
sepsis pada luka bakar sesuai dengan fungsi kerjanya
(Pharmaceuticals, 2016).
Ketorolac merupakan obat non steroid anti inflamasi (NSAID).
Efek dari ketorolac ini adalah menghambat biosintesis
prostaglandin dan memberikan efek anti inflamasi. Pada pasien
dewasa ketorolac diberikan dosis 30 mg ketorolac
tromethamine/dosis secara injeksi intravena. Efek analgesik
ketorolac selama 2-3 jam tergantung pada dosis yang diberikan
(Pharmaceuticals, 2016). Hal tersebut sesuai dengan kondisi pasien
yang mengalami pembengkakan pada kaki sehingga ketorolac
dapat mencegah peradangan pada luka bakarnya.
Pada pemberian injeksi ranitidin 1x1 miligram merupakan obat anti
histamin yang digunakan untuk mengurangi produksi asam
lambung. Ranitidin injeksi intravena ditoleransi dengan baik pada
tingkat dosis sampai dengan 100 mg 4 kali sehari. Ranitidin
diindikasikan untuk pengobatan ulkus duodenum, ulkus lambung
jinak, refluks esofagitis, dan kondisi lain dimana terjadi
peningkatan asam lambung seperti induksi lesi, baik ulkus dan
erosi, gejala gastrointestinal, profilaksis perdarahan berulang dari
perdarahan ulkus, termasuk pencegahan asam aspirasi syndrom
(Kline, 2015).
31

Pasca trauma pasien luka bakar proses glukogenesis akan terus


berlangsung. Asam amino yang dihasilkan dari katabolisme protein
di otot diambil oleh liver dalam jumlah besar akan lebih digunakan
untuk memproduksi glukosa daripada digunakan sebagai bahan
bakar untuk memenuhi kebutuhan energi. Kebutuhan energi akan
disediakan oleh cadangan lemak (sekitar 80-90%). Pasien dengan
luka bakar berat mengalami empat kali peningkatan ambilan
glukosa oleh ekstremitas yang terkena luka bakar. Pada saat yang
sama area yang terbakar memproduksi sejumlah besar laktat yang
merupakan hasil dari respirasi anaerobik sel. Laktat ini akan
dikembalikan ke liver untuk proses glukoneogenesis, dalam siklus
Cori. Satu mol glukosa menghasilkan 2 ATP melalui glikolisis
tetapi melalui glukoneogenesis membutuhkan 3 ATP. Hal ini
menambah peningkatan laju metabolisme berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Fitri (2014:88). Dari uraian tersebut
pemberian berupa injeksi Ranitidin diperlukan sebagai terapi untuk
mencegah ulkus akibat peningkatan asam lambung.
Pengobatan yang diberikan yaitu setelah resusitasi cairan diberikan,
maka obat antibiotik dapat dititrasi dalam dosis intravena. Tekanan
darah, denyut nadi, tingkat pernapasan, dan keadaan kesadaran
harus dipantau setiap saat. Jadi, berdasarkan uraian tersebut
pemberian implementasi observasi tanda-tanda vital sudah tepat
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stander (2011:29).
Pemberian diet tinggi protein yang dilakukan pada penderita luka
bakar harus meningkatkan jumlah asupan protein dalam diet karena
protein dapat membantu membangun dan memperbaiki kulit. Diet
tinggi protein juga menjaga kesehatan untuk melawan infeksi.
Makanan kaya protein antara lain: susu, yoghurt, dadih, keju,
32

daging, kacang-kacangan, keledai (tempe/tahu), lentil, buah kering,


dan kacang polong (Ledbetter, 2010:9).

4.3 Keterbatasan Penelitian


1) Ketersediaan alat yang terbatas dimana pada kasus luka bakar yang
disebabkan oleh sengatan arus listrik dapat menyebabkan gangguan
pada jantung berupa penurunan curah jantung sehingga diperlukan
pemasangan alat monitor jantung otomatis untuk mengobservasi
perkembangan status tanda vital pasien tetapi di ruangan jumlah
alat tidak memadai.
2) Riwayat pemeriksaan medis pasien tidak disertakan ketika pasien
dibawa oleh keluarga kerumah sakit sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan ulang berupa pemeriksaan EKG (elektro kardio gram)
tetapi diruang instalasi gawat darurat tidak dilakukan padahal hal
tersebut sangat penting dalam penegakan diagnosa dimana pasien
beresiko mengalami syok yang ditandai dengan adanya edema
pada kedua kaki pasien.
3) Pemeriksaan laboratorium sangat penting tetapi hasil pemeriksaan
belum didapatkan dalam penegakan diagnosa pada kasus pasien
yang kedua kakinya membengkak sejak 1 tahun yang lalu dan tidak
kunjung sembuh, pada luka terdapat lekukan ketika dilakukan
palpasi serta pasien mengalami hipertermi yang merupakan tanda
adanya infeksi. Adanya infeksi dapat dipastikan melalui jumlah
leukosit dari pemeriksaan laboratorium tersebut.
33

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 Mei 2015 di ruang Instalasi
Gawat Darurat. Pengkajian meliputi data umum, keadaan umum, pengkajian
primer dan pengkajian sekunder. Dari pengkajian tersebut didapatkan
diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan edema dan
hipovolemia, kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan akibat peningkatan evaporasi, dan kerusakan integritas jaringan
berhubungan dengan kerusakan jaringan subkutis. Intervensi, implementasi,
dan evaluasi yang dilakukan berdasarkan dengan diagnosa keperawatan.

5.2 Saran
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis memperoleh beberapa saran
yang dapat dipertimbangkan sebagai tambahan acuan untuk program
selanjutnya yaitu antara lain:
1. Bagi perawat
Dapat melaksanakan metode triase kegawatdaruratan yang sesuai
sehingga akan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan gawat
darurat yang komprehensif dan meminimalkan masalah yang timbul pada
pasien luka bakar.
2. Bagi Mahasiswa
Sebagai sumber materi untuk menambah pengetahuan mahasiswa
mengenai asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien luka bakar di
instalasi gawat darurat dengan harapan dapat meningkatkan kualitas

33
34

pendidikan sehingga dapat tercipta tenaga keperawatan yang profesional


dan dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.

3. Bagi penulis lainnya


Untuk menggali secara lebih dalam dan meningkatkan teori serta
penemuan yang mendukung kasus Luka Bakar.
1

DAFTAR PUSTAKA

Artawan, IK dkk, 2013, “Efek Ekstrak Gel Daun Pegangan (Centella Asiatica)
dalam Mempercepat Waktu Penyembuhan Luka pada Tikus Putih
(Rattus Norvegicus Strain Wistar)”, Jurnal Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Azhari Nefrianita, 2012, “Hubungan Body Image dengan Mekanisme Koping
yang Digunakan Penderita Luka Bakar yang Pernah Dirawat Di Ruang
Khusus Luka Bakar Bangsal Bedah RSUP Dr.M.Djamil Padang”,
Naskah Publikasi Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas.
Adhy A Syuma dkk, 2014, “Manfaat Suplementasi Ekstrak Ikan Gabus
Terhadap Kadar Albumin, MDA pada Luka Bakar Derajat II”, Jurnal
JST Kesehatan, Vol.4 No.4 Oktober: 385 – 393.
Fitri Y, Eka Yulia, 2014, “Respon Stres Pada Pasien Kritis”, Jurnal
Keperawatan Sriwijaya, Volume 1-Nomor 1, Juli 2014, ISSN No 2355
5459.
Gurnida Dida A. dan Melisa Lilisari, 2011, “Dukungan Nutrisi pada Penderita
Luka Bakar”, Naskah Publikasi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
Kartika, Dewi. 2011. “Dasar-dasar Keperawatan Gawat Darurat”. Salemba
Medika: Jakarta.
Kline, Glaxo Smith Inc. 2015. “Zantac”. Ontario: Johnson Inc.
Kusmastuti, Nurina, 2012, “Asuhan Keperawatan Pada Tn. K Dengan
Decompensasi Cordis Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sragen”,
Naskah Publikasi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Lalani,MD Amina dan Suzan Schneeweiss, MD. 2013. Kegawatdaruratan
Pediatri. EGC: Jakarta.
Lia kartika dan Laura S. Himawan, 2007, “Penatalaksanaan Kasus Gangguan
Sendi Temporomandibula dengan Latihan Rahang”, Indonesian Jurnal
Of Dentistry,14(1): 12-17, ISSN 1693-9697.
Ledbetter, Kelly.2010. “Panduan HELP untuk Kontraktur Akibat Luka Bakar di
Negara Berkembang”. Health Education: Global HELP.
2

Mima, M Horne. 2010. Keseimbangan Cairan, Elektrolit Dan Asam Basa. Jakarta:
EGC.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Nusa Medika: Yogyakarta.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Salemba Medika: Jakarta.
Nugroho, Dr. Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah,
Penyakit Dalam. Nusa Medika: Yogyakarta.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma Hardhy. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NOC-NIC, Media Action:
Yogyakarta.
Pamela S. Kidd,2011, “Pedoman Keperawatan Emergensi”. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Pharmaceuticals, AFT, 2016. “Ceftriaxone – AFT”. Takapuna Auckland: Po Box
33 – 203.
Pitoyo, 2013, “Efektivitas Perawatan Luka Bakar Derajat Dua Dalam Antara
Meggunakan Madu dan Minyak Zaitun pada Punggung Tikus Galur
Wistar”, Naskah Publikasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Purwanti dan Winarsih, 2008, “Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan
Suhu Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermia Di Ruang Rawat Inap RSUD
Dr. Moewardi Surakarta”, Jurnal, Berita Ilmu Keperawatan ISSN 19-2697,
Volume 1, No 2, Juni.
Pusat Pengembangan Pendidikan (PPP) UGM, 2011,”Laporan Perkembangan
Hibah Pembelajaran”,e-learning, Yogyakarta.
Riskesdas, 2013, “Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013”, http://www.profil-
kesehatan-indonesia-2013. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta. (diakses pada 25 Maret 2016)
Stander, Melanie, 2011. “The Emergency Management And Treatment Of
Severe Burns”. Emergency Medicine International.
Wasis, S.Kep, Ns, S.Pd. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. EGC:
Jakarta
Wolters dkk. 2013. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta

S-ar putea să vă placă și