Sunteți pe pagina 1din 21

rikiardi1994

Askep pneumotoraxs

rikiardi1994
4 years ago
Advertisements

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Terdapat banyak pengertian dari pneumotoraks di antaranya adalah:

Pneumotoraks adalah pengumpulan udara didalam ruang potensial antara pleura visceral
danmParietal. (Arif Mansjoer dkk, 2000).
Pneumotoraks juga di definisikan keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam ruang pleura
sering diakibatkan karena robeknya pleura. ( Suzanne C. Smeltzer, 2001).
Selanjutnya pneumotoraks di artikan adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura.
(Sylvia Prince,patofisiologi Konsep Klinis;800). Adapula yang mengartikan Pneumotoraks dengan
adanya udara di dalam rongga pleura.
Pneumotoraks adalah adanya udara yang trperangkap di rongga pleura.
Dari semua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pneumotoraks adalah keadaan emergensi
yang di sebabkan oleh akumulasi udara atau gas dalam rongga pleura sebagai akibat dari proses
penyakit atau cidera.

2.2 Anatomi Fisiologi

Anatomi fisiologi rongga thorax :

Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :

– Depan : Sternum dan tulang iga.

– Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).

– Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.

– Bawah : Diafragma

– Atas : Dasar leher.


Isi :

– Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya.

– Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan
pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava
superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).

2.3 Etiologi

Etiologi dari pneumotoraks menurut Darmawan & Rahayuningsih (2010 hlm 52) adalah:

Valve mechanism distal dari bronkiol yang mengalami peradangan atau adanya jaringan parut.
Robekan dapat pula terjadi pada bleb yang terletak subpleura.
Ada kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pleura yang pecah
Tekanan intrabronkial yang meningkat
Peluru menembus dada dan paru
Trauma
Luka terbuka pada dinding dada

2.4 Patofisiologi

Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif dari pada tekanan intrabronkhial, sehingga paru
akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar yang tekanan nol (0) akan masuk
ke broncus sehingga sampai ke alveioli. Saat aspirasi, dinding dada menekan rongga dada
sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus atau broncus, sehingga
udara di tekan keluar melalui broncus. Tekanan intrabronchial meningkat apabila ada tahanan
jalan napas. Tekanan intrabronchial akan lebih meningkat pada waktu batuk, bersim dan
mengenjan, karena pada saat ini glotis menutup. Apabila di bagian periver dari broncus atau
alveolus ada bagian yang lemah, broncus atau alveolus itu akan pecah

Pneumothoraks terjadi karena adanya robekan atau kebocoran di bagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan broncus. Pelebaran
alveoli dan pecahnya septa – septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang di sebut
granulomatous fibrosis. Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab sering terjadinya
Pneumothoraks; karena bula tersebut berhubungan dengan obstruksi empiema. (Mutaqin, 2008,
hal 136).
WOC

2.5 Klasifikasi

Menurut Kurniasih (2009, hlm 2339), pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik
dan klasifikasi pneumotoraks berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut:

a. Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu
penyebab (trauma ataupun iatrogenik), ada 2 jenis yaitu:

1) Pneumotoraks spontan primer.

Pneumotoraks spontan primer (PSP) adalah suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat
penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak
berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai
sekarang belum diketahui penyebabnya.
2) Pneumotoraks spontan sekunder.

Pneumotoraks spontan sekunder (PSS) adalah suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyakit
paru yang mendasarinya (tuberkulosis paru, PPOK, asma bronkial, pneumonia, tumor paru, dan
sebagainya). Pasien PSS bilateral dengan reseksi torakoskopi dijumpai adanya metastase paru
yang primernya berasal dari sarkoma jaringan lunak di luar paru.

b. Pneumotoraks traumatik
Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang
menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks traumatik diperkiraan
40% dari semua kasus pneumotoraks. Pneumotoraks traumatik tidak hams disertai dengan fraktur
iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga
dapat menimbulkan pneumotoraks. Beberapa penyebab trauma penetrasi pada dinding dada adalah
luka tusuk, luka tembak, akibat tusukan jarum maupun pada saat dilakukan kanulasi vena sentral.
Berdasarkan kejadiannya pneumotoraks traumatik dibagi 2 jenis yaitu:

1) Pneumotoraks traumatik bukan Iatrogenic

adalah pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada baik
terbuka maupun tertututp, barotrauma.

2) Pneumotoraks traumatik Iatrogenik

adalah pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis
inipun masih dibedakan menjadi 2 yaitu:

a) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental adalah pneumotoraks yang terjadi akibat


tindakan medis karena kesalahan komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan
parasentesis dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial, biopsi/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi
vena sentral, barotrauma (ventilasi mekanik).

b) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate), adalah pneumotoraks yang sengaja


dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat
Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis (sebelum era antibiotik), atau untuk menilai
permukaan paru.

Berdasarkan jenis fistulanya pneumotoraks dapat dibagi menjadi 3 yaitu:


Pneumotoraks tertutup (simple pneumotoraks)

Pneumotoraks tertutup yaitu suatu pneumotoraks dengan tekanan udara di rongga pleura yang
sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraks kontralateral tetapi
tekanannya masih lebih rendah dari tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak didapatkan defek atau
luka terbuka dari dinding dada.

b. Pneumotoraks terbuka (open pneumotoraks)

Pneumotoraks terbuka terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi
udara dapat keluar melalui luka tersebut. Pada saat inspirasi, mediastinum dalam keadaan normal
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser kearah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound).

c. Tension pneumotoraks
Tension pneumotoraks terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara mauk
ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar.
Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkat dan melebihi tekanan
atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas. Pneumotoraks ini juga sering disebut pneumotoraks ventil.

2.6 Manifestasi Klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah :

Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien


Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90%
Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35%
Tidak menunjukan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5-10% biasanya pada PSP (pneumotoraks
spontan primer)

2.7 Komplikasi

(a) Pneumothoraks tension: mengakibatkan kegagalan respirasi akut

(b) Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/ hemo-pneumothoraks: henti jantung paru dan


kematian sangat sering terjadi.

(c) Emfisema subkutan dan pneumomediastinum: sebagai akibat komplikasi pneumothoraks


spontan

(d) Fistel bronkopleural

(e) Empiema

(f) Pneumothoraks simultan bilateral

2.8 Pemeriksaan Diagnostik

a. Laborotarium

1) GDA : variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin
normal atau menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas darah arteri memberikan
gambaran hipoksemia.

2) Hb : menurun, menunjukan kehilangan darah.

b. Diagnostik
1) Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) diperlukan apabila pemeriksaan foto dada
diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmonal serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan dengan pneumotoraks
sekunder.

2) Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive, tetapi memilki


sensivitas yang ebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-Scan.

3) Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau cembung terhadap dinding
dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak
lusens karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah tersebut..
Sinar x dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural; dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal.

Gambar 2.1: Tension Pneumotorak

(Sumber : Stark, 2002 dalam Kurniasih, Dkk, 2009, hlm. 2342).

2.9 Penatalaksanaan

a. Medis
Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks. Tujuan dari
pneumotoraks tersebut yaitu untuk mengeluaran udara dari rongga pleura dan menurunkan
kecenderungan untuk kambuh lagi. Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah

1) Observasi dan pemberian tambahan oksigen

Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula dari
alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan
direabsobsi. Laju reabsobsi diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks perhari. Laju reabsobsi
tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan oksigen.

2) WSD (Water Seal Drainage).

Tindakan ini dilakukan seawall mungkin pada pasien pneumotoraks yang luasnya >15%. Tindakan
ini bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara
memasukan jarum di intercosta pada daerah apikal yaitu ICS 2-3 sedangkan pada daerah basal
yaitu ICS 8-9.
Gambar 2.2: Water Seal drainage (WSD)

(Sumber: Netter, 1979 dalam Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)

3) Torakoskopi

adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga toraks dengan alat bantu
torakoskop sangat efektif dalam penanganan PSP dan mencegah berulangnya kembali. Dengan
prosedur ini dapat dilakukaan reseksi bulla atau bleb dan juga bisa dilakukan untuk pleurodesis.

b. Keperawatan
(a) Memberikan posisi

(b) Tirah baring

(c) Memasang oksigen

(d) Perawatan WSD

(e) Memantau DrainaseMemantau Water Seal (segel air).


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

a) Anamnesis

Identitas klien :

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Agama :

Dll

Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan keluhan susah untuk
melakukan pernapasan

b) Riwayat penyakit saat ini

Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada
dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti
peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan
terjadi tekanan didada yang mendadak menyebabkan tekanan didalam paru meningkat, kecelakaan
lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau tusukan benda tajam langsung
menembus pleura.

c) Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB paru dimana sering terjadi
pada pneumotoraks spontan.

d) Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin
menyebabkan pneumotoraks seperti kanker paru, asma, TB paru dan lain-lain

e) Pengkajian psikososial

Pengkajian psikososial meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara


mengatasinya, serta bagaimana perilaku klien pada tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

3.2 Pemeriksaan Fisik

1. Sistem Pernapasan :
ò Sesak napas

ò Nyeri, batuk-batuk.

ò Terdapat retraksi klavikula/dada.

ò Pengambangan paru tidak simetris.

ò Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.

ò Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup)

ò Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.

ò Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.

ò Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

ò Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2. Sistem Kardiovaskuler :
ò Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.

ò Takhikardia, lemah

ò Pucat, Hb turun /normal.

ò Hipotensi.

3. Sistem Persyarafan :
ò Tidak ada kelainan.

Sistem Perkemihan.
ò Tidak ada kelainan.

Sistem Pencernaan :
ò Tidak ada kelainan.

Sistem Muskuloskeletal – Integumen.


ò Kemampuan sendi terbatas.

ò Ada luka bekas tusukan benda tajam.

ò Terdapat kelemahan.

ò Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

Sistem Endokrine :
ò Terjadi peningkatan metabolisme.

ò Kelemahan.

Sistem Sosial / Interaksi.


ò Tidak ada hambatan.

Spiritual :
ò Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

3.3 Diagnosa Keperwatan dan Intervensi

No

Diagnosa Keperawatan

NOC

NIC

Aktifitas Keperawatan
1.

Gangguan Pertukaran Gas

Batasan Karakteristik :

Ketidaknormalan gas darah arteri

Ketidaknormalan pH arteri

Ketidaknormalan bernapas (irama dan kedalaman)

Ketidaknormalan warna kulit (pucat atau kehitaman)

Bingung

Sianosis

Penurunan CO2

Diaphoresis

Dispnea

Kriteria Hasil :

Keseimbangan Elektrolit dan Asam/Basa


Status Pernapasan : Pertukaran Gas
Status Pernapasan : Ventilasi
Perfusi Jaringan : Pulmonal
Status Tanda Vital
a) Manajemen Asam Basa

b) Manajemen Jalan Napas


a) Aktivitas:

(a) Memelihara jalan napas pasien

(b) Memonitor status hemodinamik

(c) Memonitor fasilitas ventilasi yang adekuat

(d) Memonitor gejala gagal napas

(e) Memonitor pola napas

(f) Menyediakan terapi oksigen

(g) Memonitor status neurologis

b) Aktivitas:

(a) Membuka jalan napas

(b) Memposisikan pasien untuk mendapatkan ventilasi maksimal

(c) Mengeluarkan secret dengan batuk efektif atau suction

(d)Mengajarkan batuk efektif

(e) Auskultasi suara napas

(f) Memonitor status respiratori dan oksigenasi

2.

Pola Napas Tidak Efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara), gangguan
muskuloskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
Batasan Karakteristik :

Napas dalam
Perubahan gerakan dada
Mengambil posisi tiga titik
Bradipneu
Penurunan tekanan ekspirasi
Penurunan tekanan inspirasi
Penurunan ventilasi semenit
Penurunan kapasitas vital
Dispneu
Peningkatan diameter anterior-posterior
Napas cuping hidung
Ortopneu
Fase ekspirasi yang lama
Pernapasan pursed-lip
Takipneu
Penggunaan otot-otot bantu untuk bernapas

Kriteria hasil:

Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas


Status Pernapasan: Ventilasi
Status Tanda-Tanda Vital

a) Manajemen jalan nafas


b) Terapi Oksigen

a) Aktifitas :

(a) Membuka jalan napas

(b) Memposisikan pasien untuk mendapatkan ventilasi maksimal

(c) Mengeluarkan secret dengan batuk efektif atau suction

(d) Mengajarkan batuk efektif

(e) Auskultasi suara napas

(f) Memonitor status respiratori dan oksigenasi

b) Aktifitas :

(a) Membersihkan sekresi pada mulut, hidung, dan trakea

(b) Memelihara kepatenan jalan napas


(c) Memberikan suplemen oksigen

(d) Memonitor aliran oksigen

(e) Memonitor kemampuan pasien dalam memelihara oksigen

(f) Mengobservasi tanda terjadinya hipoventilasi

(g) Memonitor kecemasan pasien

(h) Mengajarkan pada pasien dan keluarga bagaimana menggunakan oksigen di rumah

3.

Bersihan Jalan Tidak efektif

Batasan Karakteristik:

Tidak adanya batuk

Bunyi nafas yang menguntungkan

Perubahan nilai nafas

Perubahan irama pernafasan

Cyanosis

Kesulitan bersuara

Pengurangan bunyi nafas

Dyspnea

Kelebihan dahak

Batuk yang tidak efektif

Orthopnea
Kurang istirahat

Mata yang melebar

Kriteria hasil :

Status pernafasan: Jalan Napas efektif


Status pernafasan: Pertukaran Gas
Status pernafasan: Ventilasi

a) Bantuan Ventilasi

a) Aktifitas :

(a) Memelihara kepatenan jalan napas

(b) Memonitor efek perubahan oksigenasi

(c) Membantu bernapas dalam

(d)Mengauskultasi suara napas

(e) Mengajarkan teknik bernapas lewat mulut

(f) Mengajarkan teknik bernapas yang baik

(g) Memonitor kelemahan otot respirasi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam
rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera.
Penyebab:

Spontan Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Pneumotoraks spontan
dapat diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks Spontan Primer dan Pneumotoraks
Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya disebabkan oleh pecahnya bleb pada
paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus dan pada Marfan syndrome), sedangkan
Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK).
Luka Tusuk Dada Barotrauma Pada Paru
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathorax.Tension.
Pneumothorax merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan
bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya
organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan.Non-
tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara tidak makin
bertambah sehingga tekanan terhadap organ didalam rongga dada juga tidak meningkat.Akumulasi
darah dalam rongga toraks (hemotoraks) dapat menimbulkan masalah yang mengakibatkan
terjadinya hemopneumotoraks.

Tanda dan Gejala.Sesak napas tiba-tiba, napas pendek, batuk kering, sianosis, dan nyeri dada,
punggung dan lengan merupakan gejala utama.Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara
terdengar pada area luka tembus. Yang selanjutnya disebut “sucking” chest wound (luka dada
menghisap). Jika tidak ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan
koma.Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat
menyebabkan penyumbatan aliran vena kava superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac
preload dan menurunkan cardiac output.Jika ini tak ditangani, pneumotoraks makin berat dapat
menyebabkan kematian dalam beberapa menit.Peumotoraks spontan seringkali dilaporkan terjadi
pada orang-orang muda dengan perawakan tinggi.Terutama pada laki-laki.Sebabnya tidak
diketahui, diduga terdapatnya abnormlitas pada jaringan ikat (connective tissue).Beberapa
pneumotoraks spontan disebabkan pecahnya “blebs”, semacam struktur gelembung pada
permukaan paru yang pecah menyebabkan udara masuk ke dalam kavum pleura. Umumnya
didahului oleh peningkatan tekanan intrapulmoner seperti: batuk keras, meniup alat-alat musik,
bersin, mengejan, dan lain-lain.

B. Saran

Mengingat betapa berperannya perawat dalan menangani kasus pneumothoraks , maka dengan
adanya makalah ini diharapkan pembaca mampu menerapkan isi dari masalah. Penulis menyadari
makalah ini belumlah mencapai kesempurnaan maka disarankan kepada pembaca untuk membaca
referensi lain mengenai pneumothoraks.
DAFTAR PUSTAKA

Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGC,1998.

Muttaqin, Arif.2008.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system pernapasan.


Jakarta:Salemba Medika

Slamet Suyono, (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, FKUL : Jakarta

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Advertisements

Categories: Uncategorized
Leave a Comment
rikiardi1994

Blog at WordPress.com.
Back to top

S-ar putea să vă placă și