Sunteți pe pagina 1din 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

ASMA BRONKIAL

STASE KEPERAWATAN ANAK

Disusun Oleh :

Magenda Bisma Yudha

20174030007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2018
A. Pengertian

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan (Muttaqin,2008).
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne
: 2001)
Asma bronchial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme akut
otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi
alveolus. (Elizabeth, 2000: 430)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The
American Thoracic Society).
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma bronchial adalah suatu
penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya
penyempitan bronkus, reaksi obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran
udara, dan penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang
khas.
B. Anatomi Sistem Pernafasan

Sistem Pernafasan meliputi saluran sebagai berikut:

Rongga Hidung →Faring → Laring →Trakhea→ Bronkus→ Bronkiolus→ Alveolus (paru-


paru)

Organ Pernafasan :
a. Hidung
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang dan dipisahkan
oleh sekat hidung. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalamlubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan, terdapat dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang
leher.
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara. Terletak dibagian depan faring. Pangkal tenggorokan ini dapat
ditutup oleh epiglottis yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi menutupi
laring pada waktu kita menelan makanan.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-
20 cincin tulang rawan. Panjang trakea 9-11 cm.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3
cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping, terdiri dari 9-12 cincin dan
mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi lebih kecil disebut
bronkiolus. Pada bronkiolus tidak terdapat cincin lagi dan pada ujung bronkiolus
terdapat gelembung paru atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang berfungsi untuk pertukaran gas O2 dan
CO2. Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus dan paru-
paru kiri yang terdiri dari 2 lobus. Letak paru-paru dirongga dada menghadap ke tengah
rongga dada (kavum mediastinum). Paru-paru dibungkus oleh selaput yang disebut
pleura.
Fisiologi Sistem pernafasan

Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan
melalui paru-paru atau pernapasan externa, oksigen berasal dari udara yang masuk melalui
hidung dan mulut, pada waktu bernapas, oksigen masuk melaui trakhea dan pipa bronkhial ke
alveoli dan mempunyai hubungan yang erat dengan darah di dalam kapilerpulmonalis.
Hanya satu lapisan membran yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari
darah. Oksigen menembus membran ini dan diangkut oleh haemoglobin sel darah merah dan
dibawa ke jantung kemudian dipompa oleh arteri ke seluruh bagian tubuh. Darah meninggalkan
paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh
oksigen
Di dalam paru-paru, karbon dioksida menembus membran alveoli-kapiler dari kapiler
darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dikeluarkan melalui hidung
dan mulut. Pernapasan jaringan atau pernapasan interna, darah yang telah menjenuhkan
hemoglobinnya dengan oksige, mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di
mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan mengangkut oksigen dari hemoglobin untuk
memungkinkan oksigen berlangsung dan darah menerima, sebagai gantinya, hasil buangan
oksidasi, yaitu karbon dioksida.
C. Etiologi
Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
imunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2. Faktor intrinsik (non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,seperti common cold,
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
Asma Bronkhial yaitu :
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,bakteri dan polusi.
b) Ingestan : yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan,
musim kemarau.
3) Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stres atau gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.
4) Olah raga atau aktifitas jasmani
Kegiatan jasmani berat, misalnya berlari atau naik sepeda dapat memicu serangan
asma. Bahkan tertawa dan menangis yang berlebihan dapat merupakan pencetus.
Pasien dengan faal paru di bawah optimal amat rentan terhadap kegiatan jasmani.
D. Manifestasi Klinis
a. Wheezing
b. Dyspneu dengan lama ekspirasi
c. Batuk kering karena sekret kental dan lumen jalan napas sempit
d. Tachypnea, orthopnea
e. Gelisah
f. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
g. Fatigue
h. Intoleransi aktivitas
i. Perubahan tingkat kesadaran, cemas
j. Serangan tiba-tiba/ berangsur-angsur
Tanda serangan asma :
1. Tanda awal serangan asma
- Tidak ada perbaikan dengan obat biasa
- Pemakaian obat lebih sering
- Mengi menetap
- Terlihat pucat dan agak gelisah
- Ingus encer makin banyak
2. Tanda lanjutan serangan asma
- Mengi menetap dan makin keras
- Anak mudah lelah dan gelisah
- Pemakaian obat makin sering
- Perut turun naik saat bernapas
- Anak lebih suka dalam posisi duduk
- Obat pereda serangan tidak mempan lagi
3. Tanda bahaya serangan asma
- Mengi melemah tapi sesak napas makin berat
- Anak terlihat kelelahan
- Kebiruan didaerah mulut dan sekitarnya
- Anak sangat gelisah
E. Klasifikasi
Pembagian asma pada anak :
a. Asma episodic yang jarang
Biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi
virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya serangan 3-4 kali dalam satu tahun. Lamanya
serangan paling lama beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat.
Gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung 3-4 hari.
Sedangkan batuk dapat berlangsung 10-14 hari. Manifestasi alergi lainnya misalnya
eksim jarang didapatkan pada golongan ini.
b. Asma episodic sering
Biasanya serangan pertama terjadi pada usia sebelum 3 tahun, berhubungan dengan
infeksi saluran nafas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang
jelas. Banyaknya serangan 3-4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari
sampai beberap minggu. Frekuensi serangan paling sering pada umur 8-13 tahun.
c. Asma kronik atau persisten
Lima puluh persen anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan 50 %
sisanya serangan episodic. Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi
saluran nafas yang persisten. Pada malam hari sering terganggu oleh batuk dan mengi.
Obstruksi jalan nafas mencapai puncaknya pada umur 8-14 tahun.
Di samping tiga golongan besar di atas terdapat bentuk asma lain:
1. Asma episodic berat dan berulang
Dapat terjadi pada semua umur, biasanya berhubungan dengan infeksi virus saluran
nafas. Tidak terdapat obstruksi saluran nafas yang persisten.
2. Asma persisten pada bayi
- Mengi yang persisten dengan takipneu
- Dapat terjadi pada umur 3-12 bulan
- Mengi biasanya terdengar jelas kalau anak sedang aktif dan tidak terdengar kalau
sedang tidur.
- Beberapa anak bahkan menjadi gemuk “fat happy whezzer”
- Gambaran rontgen paru biasanya normal.
- Gejala obstruksi saluran nafas lebih banyak disebabkan oleh edema mukosa dan
hipersekresi daripada spasme ototnya.
3. Asma hipersekresi
- Biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan anak sekolah.
- Gambaran utama serangan: batuk, suara nafas berderak (krek-krek, krok-krok), dan
mengi
- Didapatkan ronki basah dan kering
4. Asma karena beban fisik (exercise induced astma)
5. Asma dengan alergen atau sensitivitas spesifik
6. Batuk malam
- Terdapat pada semua golongan asma
- Banyak terjadi karena inflamasi mukosa, edema dan produksi mucus banyak.
- Pada umur 2-6 tahun, gejala utama batuk malam keras dan kering, biasanya terjadi
jam 1-4 pagi.
7. Asma yang memburuk pada pagi hari (early morning dipping)
F. Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri dari
spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel radang yang menetap dan
hipersekresi mucus yang kental. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma
mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan
hiveraktivitas bronkus yang khas.
Orang yang menderita asma memilki ketidakmampuan mendasar dalam mencapai
angka aliran udara normal selama pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidakmampuan
ini tercermin dengan rendahnya usaha ekspirasi paksa pada detik pertama, dan berdasarkan
parameter yang berhubungan aliran.
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-
benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut: seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi
alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat
pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus
dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Histamine yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus. Apabila respon
histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamine juga
merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan
terjadi kongesti dan pembengkakan ruang intestinum paru, sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat. Selain itu olahraga juga dapat berlaku sebagai
suatu iritan, karena terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat.
Udara ini belum mendapat perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan
dari partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma.
Pada asma, diameter bronkhiolus menjadi semakin berkurang selama ekspirasi dari
pada selama inspirasi. Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan tekanan dalam intrapulmoner
selama usaha ekspirasi tak hanya menekan udara dalam alveolus tetapi juga menekan sisi
luar bronkiolus. Oleh karena itu penderita asma biasanya dapat menarik nafas cukup
memadai tetapi mengalami kesulitan besar dalam ekspirasi. Ini menyebabkan dispnea, atau
”kelaparan udara”. Kapasitas sisa fungsional paru dan volume paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-paru.
Setelah suatu jangka waktu yang panjang, sangkar dada menjadi membesar secara
permanent, sehingga menyebabkan suatu ”barrel chest” (dada seperti tong).
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator
aerosol (inhaler atau nebulizer).
2. Uji Provokasi bronkus
Menurut Heru Sundaru dalam bukunya H.Slamet Sogiono, dkk (2001: 24-25) dilakukan
jika spirometri normal, maka dilakukan uji provokasi bronkus dengan allergen, dan
hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang di uji.
3. Foto dada ( scanning paru)
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
4. Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum
Pemeriksaan Ig E dalam serum juga dapat membantu menegakkan diagnosis asma, tetapi
ketetapan diagnosisnya kurang karena lebih dari 30 % menderita alergi.
5. ABGs
Menunjukan proses penyakit kronik, sering kali PO2 menurun dan PCO2 normal atau
meningkat (bronchitis kronis dan emfisema). Sering kali menurun pada asma dengan pH
normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi
(emfisema sedang atau asma).
6. Darah komplit
Dapat menggambarkan adanya peningkatan eosinofil pada asma.
7. Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
8. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, yaitu :
a. Perubahan aksis jantung,.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
c. Tanda-tanda hipoksemia,
9. Analisis gas darah
I. Penatalaksanaan
Penderita asma dengan serangan ringan tidak perlu dirawat inap. Rawat inap
diperlukan bila serangan berat, dengan tindakan awal tidak teratasi dan ada tanda-tanda
komplikasi. Penanggulangan asma pada anak meliputi:
a. Mencegah serangan dengan menghindari faktor pencetus
b. Mencegah serta mengatasi proses inflamasi dengan obat antiinflamasi
c. Penanggulangan edema mukosa saluran napas dengan obat antiinflamasi inhalasi secara
oral/parenteral
d. Penanggulangan sumbatan lendir dengan banyak minum, mukolitik serta lendir encer dan
mudah dikeluarkan.
e. Menciptakan kondisi jasmani yang baik meliputi kebugaran dan ketahanan fisik dengan
latihan jasmani atau senam pernapasan.

Tindakan penanggulangan :
a. Serangan akut dengan oksigen nasal/ masker
b. Terapi cairan parenteral
c. Terapi pengobatan :
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2 yaitu :
1) Pengobatan non farmakologik
- Memberikan penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pemberian cairan
- Fisioterapi
- Beri O₂bila perlu
2) Pengobatan farmakologik
- Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas.
Terbagi dalam 2 golongan:
a) Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)
Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).
b) Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin
(Amilex) penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum
obat ini.
- Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang
lain dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian 1 bulan.
- Ketolifen, mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dosis 2 kali 1 mg/hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara
oral.
J. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Arief Mansjoer (2000: 477) yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila
terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang
lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan nafas. Kerja pernapasan meningkat,
kebutuhan O2 meningkat. Orang asma tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang
sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus,
pembengkakan bronkhiolus, dan mukus yang kental.
2. Status Asmatikus
Status asmatikus adalah suatu serangan asma yang sangat berat, berlangsung dalam
beberapa jam sampai beberapa hari yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan
yang lazim dan dapat mengakibatkan kematian.
Faktor penyebab :
- Infeksi saluran nafas
- Pencetus serangan (allergen, obat-obatan, infeksi)
- Kontraksi otot polos
- Edema mukosa
- Hipersekresi
3. Emfisema kronik
Adanya pengisian udara berlebih dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian
yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam
alveolus menjadi lebih sukar dari pada pemasukannya.
4. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
5. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat
oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai
untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp. Aspergilosis Bronkopulmoner
Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang
menyebabkan peradangan pada saluran pernafasan dan kantong udara.
6. Gagal Napas
Gagal napas dapat terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida
dalam sel-sel tubuh.
7. Bronchitis
Bronkhitis adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam di paru-paru yang kecil
mengalami bengkak dan terjadi peningkatan produksi dahak. Akibatnya penderita
merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan.
K. Pencegahan
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:

Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3
yaitu :
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma
(orangtua asma), dengan cara :
a. Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan
bayi/anak
b. Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan/dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu
asupan janin
c. Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
d. Diet hipoalergenik ibu menyusui
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah
tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan
terutama tungau debu rumah.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal
dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa
pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE
spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian
asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini
bukan sebagai pengendali asma (controller).
L. Pengkajian Keperawatan
a. Pola pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolik
c. Pola eliminasi
d. Pola aktifitas dan latihan
e. Pola istirahat dan tidur
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
g. Pola hubungan dengan orang lain
h. Pola reproduksi dan seksual
i. Pola persepsi diri dan konsep diri
j. Pola mekanisme dan koping
k. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
M. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
>20% menunjukkan diagnosis asma.
b. Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik diparu
atau komplikasi asma, seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-
lain.
d. Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma
berat.
e. Pemeriksaan sputum
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral Churschmann,
pemeriksaan sputum penting untuk menilai adanya miselium Aspergilus fumigatus.
f. Pemeriksaan eosinofil
Pada penderita asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Jumlah
eosinofil total dalam darah membantu untuk membedakan asma dari bronchitis kronik.
N. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama atau imunitas
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
O. Intervensi Keperawatan
Dx 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
Tujuan : Jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil :
- Jalan napas bersih
- Sesak berkurang
- Batuk efektif
- Mengeluarkan sekret
Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas
2) Berikan pasien untuk posisi yang nyaman
3) Pertahankan lingkungan yang nyaman
4) Tingkatkan masukan cairan, dengan memberi air hangat.
5) Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
6) Dorong atau berikan perawatan mulut
7) Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer
Dx 2 : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
Tujuan : Pola napas kembali efektif
Kriteria hasil :
- Pola napas efektif
- Bunyi napas normal kembali
- Batuk berkurang
Intervensi :
1) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
2) Auskultasi bunyi napas
3) Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
4) Kolaborasi pemberian oksigen
Dx 3 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
Tujuan : Dapat mempertahankan pertukaran gas
Kriteria hasil :
- Tidak ada dispnea
- Pernapasan normal
Intervensi :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk
bernapas
3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
4) Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
5) Auskultasi bunyi napas
6) Kolaborasi: Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Dx 4 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama atau imunitas
Tujuan : Tidak mengalami infeksi noskomial
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Mukosa mulut lembab
- Batuk berkurang
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Observasi warna, karakter, jumlah sputum
3) Berikan nutrisi yang adekuat
4) Berikan antibiotik sesuai indikasi
Dx 5 : Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
Tujuan : Kecemasan pasien berkurang
Kriteria hasil :
- Pasien terlihat tenang
- Cemas berkurang
- Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan
2) Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
3) Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
4) Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
Dx 6 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
Tujuan : Pola tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
- Pola tidur 6-7 jam perhari
- Tidur tidak terganggu karena batuk
Intervensi :
1) Kaji pola tidur setiap hari
2) Beri posisi yang nyaman
3) Berikan lingkungan yang nyaman
4) Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai
5) Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat dan tidur untuk
penyembuhan
Dx 7 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Aktivitas normal
Kriteria hasil :
- Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri
Intervensi:
1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas
2) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan pasien
3) Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi
4) Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org

Kelompok V. Asuhan keperawatan Asma Bronkhial Pada Klien Ny. P di Ruanmg Nilam
(Penyakit Dalam) Rumah Sakit dr. H. M Anshari Sahaleh Banjarmasin Program Studi D3.
Keperawatan 2009.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Price, Silvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial
Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio
Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, Jakarta Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI/RSCM

S-ar putea să vă placă și